cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan
ISSN : 2087295X     EISSN : 26142813     DOI : -
Core Subject : Social,
Negara Hukum is a journal containing various documents, analyzes, studies, and research reports in the field of law. Jurnal Negara Hukum has been published since 2010 and frequently published twice a year.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 2 (2012)" : 7 Documents clear
PEMBERIAN BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA OLEH ADVOKAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT (FREE LEGAL AID BY ADVOCATE UNDER THE LAW NUMBER 18 YEAR 2003 REGARDING ADVOCATES) Monika Suhayati
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 2 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i2.232

Abstract

The obligation to provide free legal aid by advocates has been stipulated in Article 22 of Law Number 18 Year 2003 regarding Advocate. However in its implementation, the interest of advocates to perform this obligation and its reporting is still minimal. This study intends to determine the cause of the minimal interest of the advocates in giving free legal aid. This issue is examined using the concept of legal aid as a citizen rights guaranteed by the constitution and the concept of the advocate’s profession as a noble profession (officium nobile). From this study it is acknowledged that the minimal interest of advocates among others caused by, the form of sanctions for advocates who do not perform this obligation is too mild; the lack of socialization of the obligation and its reporting; the lack of political will of advocate’s organization to increase the number of free legal aid by advocates. Based on the analysis, the writer recommends amending the Advocate Act by placing the obligation of free legal aid in the Chapter of Rights and Obligations and placing the reporting obligation of free legal aid to the Advocate Act. Next recommendation is the need to change the Government Regulation No. 83 Year 2008 regarding Terms and Procedures of Free Legal Aid in particular Article 14 governing the sanctions.ABSTRAKKewajiban pemberian bantuan hukum cuma-cuma oleh advokat telah diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam pelaksanaannya masih minim minat advokat untuk melakukan kewajiban ini beserta pelaporannya. Kajian ini bermaksud untuk mengetahui penyebab pemberian bantuan hukum cuma-cuma oleh advokat masih minim dalam pelaksanaannya. Permasalahan ini dikaji dengan menggunakan konsep bantuan hukum sebagai hak asasi warga negara yang dijamin oleh konstitusi dan profesi advokat sebagai profesi yang mulia (officium nobile). Dari kajian ini diketahui bahwa rendahnya minat advokat untuk melaksanakan kewajiban pemberian bantuan hukum cuma-cuma antara lain disebabkan oleh, bentuk sanksi yang terlalu ringan bagi advokat yang tidak melakukan kewajiban ini; kurangnya sosialisasi mengenai kewajiban pemberian bantuan hukum cuma-cuma dan pelaporannya; serta kurangnya political will dari masing-masing Organisasi Advokat untuk meningkatkan jumlah pemberian bantuan hukum cuma-cuma oleh advokat dalam organisasinya. Berdasarkan analisis maka penulis merekomendasikan dilakukan perubahan dalam UU Advokat yaitu penempatan kewajiban bantuan hukum cuma-cuma pada bab mengenai hak dan kewajiban dan memasukkan pengaturan kewajiban pelaporan pelaksanaan pemberian bantuan hukum cuma-cuma oleh advokat ke dalam UU Advokat. Rekomendasi berikutnya adalah perlunya perubahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma khususnya Pasal 14 yang mengatur mengenai sanksi.
KEBERADAAN AHLI DAN IMPLIKASI NEGATIFNYA TERHADAP ASAS PERADILAN CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN (SUATU KRITIK TERHADAP PEMERIKSAAN AHLI DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA) (THE PRESENCE OF EXPERT AND THE IMPLICATION TO THE PRINCIPLE OF FAST, SIMPLE AND LOW COST JUDICIAL PROCESS) Lucky Raspati
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 2 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i2.233

Abstract

The entering of an expert into a criminal trial is actually not something that just allowed. Judges as the administrative authority in the court granted the right to accept or reject an expert who wants to give their opinion before the trial. Judges act as the gate keeper to assess whether the expert possesses the competence or not in order to help the judges or juries in finding material truth so that a fair decision can be enforced. In this research, the focus problems limited to issues, first, whether the expert examination in a criminal trial was in line with the search for material truth? And second, how is the implication of expert examination to the principle of simple, fast and low cost in criminal trial? The result of the study found that the examination of an expert in a trial is not in line with basic foundation and the aim of the creation of expert witness as one of evidence in criminal procedure. Thus, it is not surprising that the presence of an expert in a criminal trial often does not help judges in finding material truth. Along with these circumstances, the presence of an expert in a criminal trial in practice today tends to be contrary with the principle of justice is fast, simple and low cost. This condition is detrimental to the accused, the prosecutors and the judges itself.ABSTRAKMasuknya seorang ahli ke dalam suatu persidangan perkara pidana sesungguhnya bukan sesuatu hal yang diperbolehkan begitu saja. Hakim sebagai pemegang kekuasaan administratif di pengadilan diberikan kewenangan untuk menerima atau menolak seorang ahli yang ingin memberikan opininya di hadapan persidangan. Hakim bertindak sebagai gate keeper untuk menilai apakah ahli tersebut mempunyai kompetensi atau tidak dalam hal membantu hakim atau juri dalam menemukan kebenaran materiil, sehingga keputusan yang adil bisa ditegakkan. Dalam penelitian ini, fokus permasalahan dibatasi, pertama, apakah pemeriksaan ahli di dalam suatu persidangan perkara pidana sudah sejalan dengan upaya mencari kebenaran materiil? dan kedua, bagaimanakah implikasi pemeriksaan ahli terhadap asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan? Dari hasil penelitian ditemukan fakta-fakta bahwa pemeriksaan ahli dalam suatu perkara pidana tidak sejalan dengan fondasi dasar dan tujuan dilahirkannya keterangan ahli sebagai salah satu alat bukti dalam hukum acara pidana, sehingga menjadi tidak mengherankan kalau sekarang ini kehadiran ahli dalam suatu persidangan perkara pidana seringkali tidak membantu hakim dalam menemukan kebenaran materiil. Seiring dengan keadaan tersebut, kehadiran ahli dalam perkara pidana sekarang ini cenderung bertentangan dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Kondisi itu tentu sangat merugikan bagi terdakwa, JPU maupun Hakim itu sendiri.
KAJIAN YURIDIS PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA (JURIDICAL ANALYSIS OF THE ESTABLISHMENT OF THE LAW GOVERNING THE HOUSE OF REPRESENTATIVES) Novianto M. Hantoro
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 2 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i2.229

Abstract

The law governing the House of Representatives in current is part of a package of political laws. This practice is the habit in the New Order era which combines the People’s Consultative Assembly, Regional Council of Regional Representative in a law. This paradigm needs to be changed. The law governing the House of Representatives should be viewed as an organic law, so each state organs should be regulated in a separate law. The need for separating the law governing the House of Representatives as a law can be seen from a comparison with other state organs, the authentic interpretation of the Constitution, and the need for a more comprehensive regulation of the House of Representatives.ABSTRAKTulisan ini menganalisis tentang perlunya Undang-Undang tentang Dewan Perwakilan Rakyat tersendiri, bukan digabung dengan MPR, DPD, dan DPRD sebagaimana undang-undang yang berlaku sekarang ini. Analisis yang digunakan adalah analisis yuridis, yaitu dengan meninjau dari ketentuan konstitusi yang memberikan mandate dan dari aspek peraturan perundang-undangan terkait dengan pembentukan undang-undang organik, juga perbandingan dengan undang-undang yang mengatur mengenai lembaga Negara lainnya. Berdasarkan hasil analisis jelas diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar agar MPR, DPR, dan DPD diatur dalam undang-undang tersendiri, sementara DPRD menjadi bagian dari undang-undang pemerintahan daerah. Keberadaan undang-undang tentang DPR juga akan menunjang pengembangan dan penguatan lembaga perwakilan rakyat tersebut, karena dapat mengatur secara lebih komprehensif, termasuk masalah keuangan dan sistem pendukung.
ASPEK HUKUM LARANGAN MEMPEKERJAKAN PRT ANAK (LEGAL PROHIBITION EMPLOY CHILD DOMESTIC WORKERS IN INDONESIA) Luthvi Febryka Nola
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 2 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i2.234

Abstract

The existence of child domestic workers in Indonesia was quite large. This condition made the author wanted to know the perspective of Indonesian law against child domestic workers. The results of the study showed that current regulation prohibits employment of children as domestic workers as likely to cause economic exploitation of children. The prohibition was being ignored because of the lack of sanctions for trespasser. Therefore, the author recommended that The Draft Law for Domestic Workers provided strict penalties for employers of child domestic workers.ABSTRAKKeberadaan PRT anak di Indonesia cukup besar. Kondisi ini membuat penulis ingin mengetahui perspektif hukum Indonesia terhadap keberadaan PRT anak. Berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa peraturan yang ada saat ini telah melarang mempekerjakan anak sebagai PRT dengan dasar telah terjadi eksploitasi ekonomi. Namun larangan tersebut tidak di indahkan karena ketiadaan sanksi bagi pihak yang melanggar. Oleh sebab itu penulis merekomendasikan supaya dalam RUU PRT dicantumkan larangan mempekerjakan PRT beserta sanksi bagi pihak yang melanggar serta beberapa aturan pendukung lainnya, seperti pengawasan.
KEDUDUKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL: STUDI TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMa SOSEK-MALINDO (POSITION IN THE LOCAL GOVERNMENT OF INTERNATIONAL COOPERATION: STUDY ON THE COOPERATION AGREEMENT SOCIAL ECONOMIC-MALINDO) Novianti -
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 2 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i2.230

Abstract

Malindo Socio-Economic Cooperation Agreement is an international agreement made by the governments of Indonesia and Malaysia in the form of cooperation in social and economic fields. Given the Treaties made by the Government on behalf of the state is necessary to note the various national provisions that apply the Act No.24 Year 2000 on the Creation and the Ratification of Treaties and Law No. 32 of 2004 on Regional Government and Law No.37 of 1999 on Foreign Relations, which confirms the area have plans to do International agreements with other countries should first consult and coordinate with the Ministry (central government). Therefore implementation of Malindo socio-economic cooperation agreement by the local government is an arm of central government authority.ABSTRAKPerjanjian Kerjasama Sosek-Malindo merupakan perjanjian internasional yang dibuat oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam bentuk kerjasama di bidang sosial dan ekonomi. Perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah atas nama Negara perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan nasional yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Pembuatan dan Pengesahan Perjanjian Internasional dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, yang menegaskan daerah yang memiliki rencana untuk melakukan perjanjian Internaional dengan negara lain harus terlebih dahulu berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Pemerintah Pusat). Oleh karena itu pelaksanaan perjanjian kerjasama Sosek-Malindo oleh pemerintah daerah merupakan kewenangan pemerintah pusat.
PENGUATAN STATUS KELEMBAGAAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK (STRENGTHENING STATUS OF INSTITUTIONAL PUBLIC BROADCASTING INSTITUTE) Denico Doly
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 2 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i2.235

Abstract

Public Broadcasting (LPP) in Indonesia under the Broadcasting Act, which then further stripulated in Government Regulation. The presence of LPP is very important, this is because the LPP duty to provide information, education, and entertainement to the public in accordance whit what is needed by the community. The presence of LPP at this time is decreasing, this is because people prefer to see broadcast by privete broadcasting intitutions or subscribed broadcasting. This problem is due to LPP as broadcaster can not provide an attractive packaging in broadcasting activities. The main problem of the LPP is still unclear institutional sctructure and the organization of LPP. Strengthening LPP recognized as a state institution in Indonesia should be immediately carried out, this is due to the need for broadcasting activities oriented to the needs of community.ABSTRAKLembaga Penyiaran Publik (LPP) di Indonesia diatur dalam UU Penyiaran, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Keberadaan LPP sangat penting, hal ini dikarenakan LPP bertugas untuk memberikan informasi, pendidikan dan hiburan kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Keberadaan LPP pada saat ini menjadi lemah, hal ini dikarenakan masyarakat lebih memilih melihat siaran yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran Swasta atau Lembaga Penyiaran Berlangganan. Permasalahan ini dikarenakan LPP sebagai lembaga penyiaran tidak dapat memberikan kemasan yang menarik dalam kegiatan siarannya. Permasalahan utama dari LPP yaitu masih tidak jelasnya struktur kelembagaan dan juga organisasi dari LPP tersebut. Penguatan LPP sebagai lembaga negara yang diakui di Indonesia harus segera dilakukan, hal ini dikarenakan perlu adanya kegiatan penyiaran yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat.
REHABILITASI NARAPIDANA DALAM OVERCROWDED LEMBAGA PEMASYARAKATAN (REHABILITATION OF PRISONERS IN OVERCROWDED CORRECTIONAL INSTITUTION) Lidya Suryani Widayati
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 2 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i2.231

Abstract

Imprisonment based on the idea of the correctional system oriented rehabilitation for prisoners with the goal of returning prisoners to society. However, the concept of rehabilitation facing obstacles due to the overcrowded in the correctional institution. The more overcrowded, the greater the potential for conflict that a correctional officer will be more focused on the safety factor than the rehabilitation factor. Overcrowded also affect the state budget because the cost of meals for the prisoners to be increased. Facilities and infrastructure are already very low, for rehabilitation becomes increasingly minimum, because the funds are concentrated on tackling meal to prisoners. One of the factors that influence the occurrence of overcrowded is the number of judges who sentenced imprisonment. Therefore, to overcome the problem of overcrowded that directly affect the rehabilitation of prisoners to do in the early stages when deciding on the verdict. Apart from having to consider the goals and guidelines of sentencing the judge is not expected to impose imprisonment if he thinks more appropriate prisoners to get out of prison rehabilitation. Rehabilitation of prisoners both inside and outside the correctional institution should be supported by professional staff, facilities and adequate budget. Apart from the state budget, the budget for the needs of the correctional institution can be obtained from the development potential and at the same prison as a way for prisoners to develop their skills and talents.ABSTRAKPidana penjara dengan sistem pemasyarakatan lebih berorientasi pada ide pembinaan (rehabilitasi) terhadap narapidana dengan tujuan untuk mengembalikan lagi narapidana ke masyarakat. Namun konsep rehabilitasi menghadapi kendala overcrowded Lembaga Pemasyarakatan (LP). Semakin overcrowded LP maka semakin besar potensi konflik sehingga petugas LP akan lebih memusatkan perhatiannya pada faktor keamanan daripada faktor rehabilitasi narapidana. Overcrowded juga mempengaruhi anggaran negara karena biaya makan penghuni menjadi meningkat. Sarana dan prasarana yang sudah sangat minim untuk melaksanakan rehabilitasi menjadi semakin minim, karena dana terkonsentrasi untuk menanggulangi makan narapidana. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya overcrowded LP adalah banyaknya hakim yang menjatuhkan vonis pidana penjara. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah overcrowded yang berpengaruh langsung terhadap rehabilitasi narapidana dapat dilakukan di tahap awal pada saat penentuan vonis hakim. Selain harus mempertimbangkan tujuan dan pedoman pemidanaan maka hakim diharapkan tidak menjatuhkan pidana penjara apabila menurutnya narapidana lebih tepat mendapatkan rehabilitasi di luar LP. Rehabilitasi narapidana baik di dalam maupun di luar LP harus didukung dengan profesionalisme petugas, sarana prasarana dan anggaran yang memadai. Selain dari anggaran negara, anggaran untuk kebutuhan LP dapat diperoleh dari pengembangan potensi pemasyarakatan dan sekaligus sebagai jalan bagi narapidana untuk mengembangkan ketrampilan dan bakatnya.

Page 1 of 1 | Total Record : 7