cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan
ISSN : 2087295X     EISSN : 26142813     DOI : -
Core Subject : Social,
Negara Hukum is a journal containing various documents, analyzes, studies, and research reports in the field of law. Jurnal Negara Hukum has been published since 2010 and frequently published twice a year.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 1 (2015)" : 7 Documents clear
KEDUDUKAN PENGGUNA NARKOTIKA DAN KESIAPAN FASILITAS REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA (POSITION OF NARCOTICS USERS AND READINESS FOR REHABILITATION FACILITIES FOR DRUG ABUSERS NARCOTICS BY LAW NUMBER 35 OF 2009 ON NARCOTICS) Harris Y. P. Sibuea
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 6, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v6i1.246

Abstract

The level of illicit trafficking in Indonesia until today did not show a significant reduction. The Indonesian government is still focused on aspects of combating narcotics and not optimally touched on aspects of drug prevention. This paper describes some of the factors that led to high levels of illicit trafficking in Indonesia such as the position of drug users who equated with criminals and rehabilitation facilities for drug abusers inadequate. The concept of a legal system that has three elements, namely the substance of the law, the legal structure and culture of law is the basis for analyzing the problems in this paper. Indonesia can be free of illicit trafficking to improve the legal system, namely the improvement of Law Number 35 Year 2009 on Narcotics, improved coordination of law enforcement agencies relating to narcotics and people who support the enforcement of laws relating to narcotics.ABSTRAKTingkat peredaran gelap narkotika di Indonesia sampai saat ini tidak menunjukkan penurunan yang signifikan. Pemerintah Indonesia masih fokus pada aspek pemberantasan narkotika dan belum secara maksimal menyentuh pada aspek pencegahan narkotika. Tulisan ini menggambarkan beberapa faktor yang menyebabkan tingginya tingkat peredaran gelap narkotika di Indonesiaseperti kedudukan pengguna narkotika yang disamakan dengan pelaku kejahatan dan fasilitas rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika yang tidak memadai. Konsep sistem hukum yang mempunyai 3 unsur yaitu substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum menjadi dasar untuk menganalisis permasalahan dalam tulisan ini. Indonesia dapat bebas dari peredaran gelapnarkotika dengan memperbaiki sistem hukum yaitu perbaikan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, perbaikan koordinasi instansi penegak hukum yang berkaitan dengan narkotika dan masyarakat yang mendukung penegakan hukum yang berkaitan dengan narkotika.
PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH MELALUI PELAKSANAAN KEWAJIBAN PEMISAHAN UNIT USAHA SYARIAH (DEVELOPMENT OF SYARIA BANKING THROUGH THE LIABILITY OF SPIN-OFF OF ISLAMIC BUSINESS UNITS) Sulasi Rongiyati
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 6, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v6i1.247

Abstract

Law Number 21 of 2008 on sharia banking requires all Islamic Business Unit spint-off in 2023.The obligation is a form efforts to strengthen the operation and development of Sharia Banking in Indonesia. One of the Islamic Business Unit are committed to implement the spin-off faster is the Islamic Business Unit of PT Bank Aceh. Its has received support Provincial Government and the House of Representatives of Aceh with Qanun Number 9 of 2014 on the Establishment of Aceh Islamic Bank. This article discussed the main issues concerning mandatory spint-off in 2023 by analyzing some of the questions are: how the regulation spint-off Islamic Business Units; what the impact of the spin-off for the bank; and how the Islamic Business Unit of PT Bank Aceh prepare spin-off and any obstacles are encountered. Results of the analysis showed that the policy of granting permits the establishment of islamic business units by conventional commercial banks are temporary and must be a spin-off in 2023 may be encouraging syaria banking practices that promote Islamic principles without interfering with the conventional bank policies, flexible in making business decisions, and able to compete with conventional banks, However, some of the problems faced by Islamic Business Unit to carry out the spin-off as specified in the legislation, may hinder the implementation of the spin-off. Need strong commitment and serious preparation by all stakeholders, both businesses banking and government.ABSTRAKUndang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mewajibkan semua Unit Usaha Syariah melakukan pemisahan dari bank induknya menjadi Bank Umum Syariah pada tahun 2023. Kewajiban tersebut merupakan bentuk upaya penguatan dan pengembangan operasionalisasi perbankan syariah di Indonesia. Salah satu Unit Usaha Syariah yang berkomitmen untuk melaksanakan spin-off lebih cepat adalah Unit Usaha Syariah PT Bank Aceh dan telah mendapat dukungan kuat Pemerintah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh melalui Qanun Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Pembentukan Bank Aceh Syariah. Tulisan ini mengangkat permasalahan utama bagaimana peran Undang-Undang Perbankan Syariah dalam upaya meningkatkan pengembangan perbankan syariah dengan menganalisis beberapa pertanyaan yaitu: bagaimana Ketentuan Peralihan Undang-Undang Perbankan Syariah mengatur spin-off Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah dan bagaimana pengembangan Unit Usaha Syariah PT Bank Aceh berdasarkan Undang-Undang Perbankan Syariah. Hasil analisis menunjukan bahwa kebijakan pemberian izin pendirian Unit Usaha Syariah oleh bank umum konvensional bersifat sementara dan wajib spin-off 2023 dapat menjadi mendorong praktik perbankan syariah yang mengedepankan prinsip syariah tanpa terintervensi kebijakan bank konvensional induknya, fleksibel dalam pengambilan keputusan bisnis, dan mampu berkompetisi dengan bank konvensional. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi Unit Usaha Syariah untuk dapat melaksanakan spin-off sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, dapat menghambat implementasi spin-off. Perlu komitmen kuat dan persiapan matang oleh para pemangku kepentingan, baik pelaku usaha perbankan maupun pemerintah.
PROBLEM KEKERASAN SEKSUAL: MENELAAH ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGANNYA (SEXUAL VIOLENCE PROBLEMS: ANALYZING THE DIRECTION OF GOVERNMENT POLICY IN HANDLING THE PROBLEMS) Prianter Jaya Hairi
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 6, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v6i1.243

Abstract

Sexual violence cases is flourishing lately, Komnas Perempuan data showed that sexual violence cases in Indonesia increasing yearly. The data demonstrate how feeble the law protection of sexual violence in Indonesia. Sexual violences rule of law actually has already exist, but in fact substantially still far from adequate, that is why the rule then considered as not capable to fighting sexual violence during this time. In this study, the author meant to analyse what policy that the government should take to overcome sexual violence in Indonesia. From the analysis, comprehended that during this time the government indeed have done varied efforts to overcome sexual violence, including penal and non-penal ways, but in fact still not effective yet. Therefor, in the future it required to improve the government policy. Such as that the government need to do criminalization for the new form of sexual violence in KUHP Revision or in the draft law of sexual violence. Beside that, the government also need to improve non-penal efforts through activity such as help program or social education, cultivate community sanity through moral and religion education, patrol activity on a regular basis by cops in every dangerous places such as factory or school. ABSTRAKKasus kekerasan seksual semakin marak akhir-akhir ini, data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual di Indonesia meningkat terus setiap tahunnya. Hal ini membuktikan masih lemahnya perlindungan hukum dalam kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia. Peraturan hukum terkait kekerasan seksual sebenarnya sudah ada, namun secara substansi ternyata masih memiliki banyak kekurangan sehingga dianggap belum bisa menanggulangi kekerasan seksual selama ini. Dalam kajian ini penulis bermaksud untuk menganalisis persoalan bagaimana seharusnya pemerintah mengambil langkah-langkah kebijakan dalam menanggulangi kekerasan seksual di Indonesia. Dalam pembahasan dipahami bahwa selama ini pemerintah memang telah melakukan berbagai upaya dalam menanggulangi kekerasan seksual, baik secara penal maupun non penal, namun dalam kenyataannya masih belum efektif. Oleh sebab itu, di masa yang akandatang diperlukan peningkatan terhadap langkah dan kebijakan pemerintah. Di antaranya bahwa pemerintah perlu melakukan kebijakan kriminalisasi terhadap bentuk-bentuk baru kekerasan seksual baik melalui Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau dalam Rancangan Undang-Undang Kekerasan Seksual. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan upaya nonpenal melalui kegiatan seperti penyantunan dan pendidikan sosial, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral dan agama. pengawasan oleh polisi dan aparat keamanan di tempat-tempat yang rawan kejahatan seksual seperti dipabrik dan sekolahan.
URGENSI PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PERAMPASAN ASET HASIL TINDAK PIDANA DI INDONESIA (THE URGENCY OF ASSETS RECOVERY ACT IN INDONESIA) Marfuatul Latifah
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 6, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v6i1.244

Abstract

The efforts of Indonesian Government to recovering assets from criminal act often encounters many obstacle so it doesn’t work effectively. This article purposed to examine the practice of assets recovery in Indonesian law and the urgency making of assets recovery in a bill at Indonesia. at the discussion found that in Indonesian legal system, there are 2 mechanisms in assets recovery at Indonesian legal system. The mechanism is criminal mechanism and civil mechanism. The provisions of criminal asset recovery in Indonesian legal system have been added in KUHP, KUHAP, and Corruption act. But the regulation doesn’t work effectively. Based on that term, Indonesia needed an effective regulation of asset recovery. The other reason why Indonesia needed an Assets Recovery Act in Indonesian legal system is Indonesia’s position as party state of UNCAC. Indonesia has to adjust the provision of assets recovery to the provisions that provided at the UNCAC.ABSTRAKTindak pidana dengan motif ekonomi di Indonesia semakin kompleks baik dalam jenis maupun upaya penyelesaiannya. Upaya pemerintah Indonesia untuk melakukan perampasan aset hasil tindak pidana dengan motif ekonomi kerap menemui kendala sehingga upaya perampasan aset hasil tindak pidana sering kali tidak berjalan dengan efektif. Tulisan ini bermaksud mengkaji mengenai praktek perampasan aset hasil tindak pidana di Indonesia dan urgensi pembentukan undang-undang tentang perampasan aset di Indonesia. Dalam kajian ditemukan bahwa dalam sistem hukum Indonesia perampasan aset dilakukan dengan 2 metode yaitu metode pidana dan metode perdata. Ketentuan akan perampasan aset di Indonesia baik secara pidana maupun perdata telah dituangkan dalam beberapa peraturan hukum seperti KUHP, KUHAP, dan Undang-Undang Tipikor. Namun ketentuan yang ada ternyata belum dapat menjadi landasan agar upaya perampasan aset menjadi efektif. Hal inilah yang menjadi landasan mengapa Indonesia membutuhkan Undang-Undang tentang Perampasan Aset. Selain ketentuan yang belum memadai, urgensi Undang-Undang tentang Perampasan Aset juga dapat dilihat dari posisi Indonesia sebagai negara peratifikasi UNCAC. UNCAC telah mengatur mengenai mekanisme yang dianggap lebih efektif dalam upaya perampasan aset, yaitu perampasan aset tanpa pemidanaan. Dengan menjadi negara peratifikasi maka Indonesia harus melakukan penyesuaian ketentuan yang berlaku di dalam sistem hukumnya dengan UNCAC.
MATERI BARU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA (THE NEW MATERIAL ON COPYRIGHT ACT NUMBER 28 YEAR 2014) Trias Palupi Kurnianingrum
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 6, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v6i1.249

Abstract

The development of creative economy became one of the mainstays of Indonesia and various countries, as well as the rapid growth of information and communication technologies has necessitated updates Copyright act. This needs to be done, because the law is no longer relevant to the current condition. This study intends to discuss the issues about replacement’s copyright act 2002 and the new materials on copyright act 2014. This becomes an important issue to be studied in view that copyright has become an important basis of national industrial part of the creative economy, so that with the replacement of the copyright act is expected to comply the elements of protection and development of the creative economy. In the analysis said that the new material of copyright act 2014 assessed a renewal of the law, especially to provide maximum protection for both economic rights and moral rights of the creators and owners of related rights. But this regulation need for further implementing arrangements so that the protection and legal certainty can be implemented properly. The legal certainty of copyright act 2014 is expected to support a domestic investment and indonesian trade product at international level.ABSTRAKPerkembangan ekonomi kreatif yang menjadi salah satu andalan Indonesia dan berbagai negara, serta berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi telah mengharuskan adanya pembaruan UU Hak Cipta. Hal ini, dikarenakan UU tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi kekinian.Kajian ini bermaksud untuk membahas mengenai permasalahan apa sajakah yang menjadi dasar adanya penggantian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta serta materi-materi baru apa sajakah yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Masalah ini menjadi penting untuk dikaji mengingat hak cipta telah menjadi basis terpentingdari bagian industri ekonomi kreatif nasional, sehingga dengan adanya penggantian Undang-Undang Hak Cipta ini diharapkan dapat lebih memenuhi unsur perlindungan dan pengembangan terhadap ekonomi kreatif. Dalam pembahasan dikatakan bahwa materi baru yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dinilai merupakan suatu pembaharuan hukum khususnya untuk memberikan perlindungan maksimal baik hak ekonomi maupun hak moral terhadap pencipta dan pemilik hak terkait, namun perlu adanya pengaturan pelaksana lebih lanjut supaya perlindungan dan kepastian hukum dapat diimplementasikan dengan baik. Jaminan kepastian hukum melalui UU Hak Cipta 2014 diharapkan dapat mendukung peningkatan investasi di dalam negeri dan prospek perdagangan produk Indonesia di tingkat internasional.
PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN (SANCTION IMPLEMENTATION FOR VIOLATIONS OF THE LAW NUMBER 16 OF 1992 ON THE QUARANTINE OF ANIMALS, FISH, AND PLANTS) Puteri Hikmawati
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 6, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v6i1.245

Abstract

To prevent the entry and spread of pests and animal diseases, pests and diseases of fish, as well as plant pests that can disrupt and endanger the health of humans, animals, and plants, do quarantine. Quarantine performed based on Law Number 16 of 1992 concerning Quarantine of Animal, Fish, and Plants. So far, sanctions against violations of the provisions of the Law is considered ineffective. This article analyzes the sanctions for violations of the Law, which includes criminal sanctions and the sanctions action. The analysis showed that the administration of criminal sanctions have been ineffective because the legal norms in the criminal provisions are not clear subject, so it can be difficult for law enforcement. Moreover, given the sanction action against violations of the provisions of quarantine, which include denial and annihilation. However, quarantine meet the constraints of the limited quarantine officer in the entry and exit points, inadequate infrastructure, and lack of understanding of the importance of quarantine.ABSTRAKUntuk mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, dilakukan tindakan karantina. Tindakan karantina dilakukan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan tumbuhan. Selama ini penerapan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan Undang-Undang tersebut dianggap belum efektif. Artikel ini menganalisis penerapan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992, yang meliputi sanksi pidana dan sanksi tindakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan sanksi pidana belum efektif karena norma hukum dalam ketentuan pidana tidak jelas subyeknya, sehingga dapat menyulitkan penegakan hukumnya. Selain itu, sanksi tindakan diberikan terhadap pelanggaran ketentuan karantina dengan tindakan karantina, yang antara lain berupa penolakan dan pemusnahan. Namun, tindakan karantina menemui kendala dengan terbatasnya petugas karantina di tempat pemasukan dan pengeluaran,sarana prasarana yang kurang memadai, dan kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya tindakan karantina.
POLITIK HUKUM KEPEMILIKAN ASING PADA PERBANKAN NASIONAL (LAW POLITIC OF THE FOREIGN OWNERSHIP IN THE NATIONAL BANKS) Dian Cahyaningrum
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 6, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v6i1.248

Abstract

The increasing of foreign ownership of shares in the national banks is currently quite disturbing. This is due the laws and regulations of banking sector that open opportunities for foreigners to own shares of the bank up to 99%. This opportunity is meant to broden share ownership of banks and facilitate the bank to improve its capital structure. In fact, these laws have created positive and negative implications. This positive implications are namely the creation of Good Corporate Governance and the increasing performance of the bank. However, these laws can also cause negative implications, which are bank will be controlled by foreigners; will be contracted market share of bank owned by Indonesian citizens and/or legal entities; banks tend to provide consumer credit; revenue and profit recorded in foreign bank; the high risk of capital flight out of the country in case of a crisis. Concerning the positive and negative implications, it is important to conduct in depth assessment of whether or not the foreign ownership of shares in the national bank should be restricted in the law.ABSTRAKMeningkatnya kepemilikan asing atas saham bank yang saat ini meresahkan disebabkan peraturan perundang-undangan sektor perbankan membuka kesempatan bagi asing untuk memiliki saham bank hingga mencapai 99%. Dibukanya kesempatan ini dimaksudkan untuk memperluas kepemilikan saham bank dan mempermudah bank untuk meningkatkan struktur permodalan.Pengaturan ini menimbulkan implikasi positif, yaitu terciptanya Good Corporate Governance dan meningkatnya kinerja bank. Namun pengaturan tersebut juga dikhawatirkan dapat menimbulkan implikasi negatif yaitu bank dikendalikan oleh asing; terdesaknya pangsa pasar bank yang dimiliki Warna Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia; bank cenderung memberikan kredit konsumtif; penghasilan dan keuntungan bank disimpan di luar negeri; dan tingginya risiko pelarian modal ke luar negeri jika terjadi krisis. Sehubungan dengan implikasi positif dan negatif tersebut, perlu ada pengkajian yang mendalam mengenai perlu atau tidaknya pembatasan kepemilikan asing atas saham bank dalam Undang-Undang.

Page 1 of 1 | Total Record : 7