cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan
ISSN : 2087295X     EISSN : 26142813     DOI : -
Core Subject : Social,
Negara Hukum is a journal containing various documents, analyzes, studies, and research reports in the field of law. Jurnal Negara Hukum has been published since 2010 and frequently published twice a year.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 1 (2016): JNH VOL 7 NO. 1 Tahun 2016" : 8 Documents clear
UPAYA PELINDUNGAN HUKUM SECARA TERPADU BAGI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) (INTEGRATED LEGAL PROTECTION FOR MIGRANT WORKERS) Luthvi Febryka Nola
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 7, No 1 (2016): JNH VOL 7 NO. 1 Tahun 2016
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v7i1.949

Abstract

Various products of legislation including Regional Regulations has regulated legal protection for migrant workers since 1945. But, the number of problematic migrant workers has showed no significant reduction in the past decade. Such condition is caused by numerous factors affecting the enforcement process in providing protection for migrant workers such as legal framework, infrastruture and culture. This kind of problem may be overcome if law enforcement apparatus can work well. It required an integrated protection system in the legislation relating to the protection of migrant workers. The protection system is done through a system of integrated services and integrated protection concept should be formulated in the revised Law on Migrant workers who are currently being discussed in the House of Representatives. Abstrak Berbagai produk perundang-undangan telah mengatur adanya pelindungan hukum bagi TKI mulai dari UUD 1945 sampai dengan Peraturan Daerah. Namun jumlah TKI bermasalah dalam satu dekade terakhir tidak menunjukkan angka penurunan yang berarti. Kondisi ini disebabkan begitu banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi proses penegakan hukum terkait dengan pelindungan TKI baik dari hukum itu sendiri, sarana dan prasarana, maupun budaya. Permasalahan tersebut dapat diatasi apabila aparat penegak hukum dapat bekerja dengan baik. Untuk itu diperlukan adanya suatu sistem pelindungan secara terpadu dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan pelindungan TKI. Sistem pelindungan tersebut dilakukan melalui sistem pelayanan terpadu dan konsep pelindungan terpadu hendaknya dituangkan dalam revisi UU TKI yang saat ini sedang dilakukan pembahasan di DPR.
PENUNJUKAN OTORITAS PUSAT DALAM BANTUAN TIMBAL BALIK PIDANA DI INDONESIA (THE APPOINTMENT OF THE CENTRAL AUTHORITIES IN MUTUAL LEGAL ASSISTANCE IN CRIMINAL IN INDONESIA) Marfuatul Latifah
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 7, No 1 (2016): JNH VOL 7 NO. 1 Tahun 2016
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v7i1.922

Abstract

The amendment of Mutual Assistance in Criminal Matters Act hampered by the unresolved issues on the existence of a central authority. Ministry of Law and Human Rights wants to maintain its position as the central authority, while the attorney general considers that their institution is more appropriate to be designated as the central authority. This article examines the appointment of the central authorities in several countries in Asia Pacific and finds that each country is free to determine any part in their organization structure to be appointed as the central authority in mutual legal assistance for criminal offense according to the legal system in their respective countries, because UNCAC and UNTOC does not emphasize which party should be appointed to be the central authority in criminal mutual assistance. It proposes a solution to appoint the Ministry of Law and Human Rights as the central authority under the reason that the central authority is an administrative entity and the Ministry of Law and Human Rights will be able to perform such function for it is not an institution that is directly engaged with law enforcement. ABSTRAKRencana revisi UU No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana terhambat oleh isu krusial yang belum dapat diselesaikan, yaitu keberadaan otoritas pusat. Kemenkumham ingin mempertahankan posisinya sebagai otoritas pusat, sedangkan Kejaksaan Agung merasa bahwa institusinya lebih cocok menjadi otoritas pusat. Tulisan mengkaji penunjukan otoritas pusat di beberapa negara Asia Pasifik dan menemukan bahwa setiap negara bebas menentukan pihak mana saja di dalam bagan organisasi negaranya yang akan ditunjuk untuk menjadi otoritas pusat dalam bantuan timbal balik pidana sesuai dengan sistem hukum yang berlaku di negaranya masing-masing, karena UNCAC dan UNTOC tidak menegaskan pihak mana yang harus ditunjuk untuk menjadi otoritas pusat dalam bantuan timbal balik pidana. Sebaiknya penunjukan otoritas pusat tetap pada Kemenkumham karena otoritas pusat merupakan entitas yang bersifat administratif dan Kemenkumham dapat tetap menjalankan fungsi tersebut karena bukan merupakan institusi yang bersinggungan langsung dengan penegakan hukum.
PIDANA PENGAWASAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA BERSYARAT MENUJU KEADILAN RESTORATIF (CRIMINAL CONDITIONAL SUPERVISION AS A SUBSTITUTE OF PROBATION SENTENCE TOWARDS RESTORATIVE JUSTICE) Puteri Hikmawati
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 7, No 1 (2016): JNH VOL 7 NO. 1 Tahun 2016
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v7i1.923

Abstract

Probation sentence stipulated in the Criminal Code provide less protection to perpetrators of criminal acts because it is not a type of sanctions, but how to act a sanction. Therefore, the Criminal Code Bill regulate criminal conditional supervision as a new type of criminal sanctions in the principal criminal. Criminal conditionalsupervision of a substitute and alternative criminal imprisonment. This article analyzes the implementation of the conditional criminal and penal supervision regulations in the Bill, and also describes the implementation of criminal supervision in some countries, so that a restorative justice can be realized. Criminal supervision regulations in the Bill resembles a probation system in the UK, but stressed indemnification arising from criminal acts. In criminal punishment supervision to note the rights of victims and human resources prepared Correctional Center of Ministry of Law and Human Rights as a supervisory agency and the supervisory judge, as well as facilities and infrastructure. ABSTRAKPidana bersyarat yang diatur dalam KUHP kurang memberikan pelindungan kepada pelaku tindak pidana karena bukan merupakan jenis pidana tetapi cara menjalankan pidana. Oleh karena itu, RUU KUHP mengatur pidana pengawasan sebagai jenis sanksi pidana baru dalam pidana pokok. Pidana pengawasan merupakan pengganti pidana bersyarat dan alternatif pidana penjara. Artikel ini mengkajipelaksanaan pidana bersyarat dan pengaturan pidana pengawasan dalam RUU KUHP dengan melihat pelaksanaan pidana pengawasan di beberapa negara, agar keadilan restoratif dapat terwujud. Pengaturan pidana pengawasan dalam RUU KUHP menyerupai sistem probation di Inggris, tetapi menekankanpengembalian kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana. Dalam penjatuhan pidana pengawasan perlu diperhatikan hak-hak korban dan dipersiapkan sumber daya manusia Balai Pemasyarakatan Kemenkumham sebagai lembaga pengawas dan hakim pengawas, serta sarana dan prasarana.
KONTRADIKSI PENGATURAN “HUKUM YANG HIDUP DI MASYARAKAT” SEBAGAI BAGIAN DARI ASAS LEGALITAS HUKUM PIDANA INDONESIA (THE CONTRADICTION OF “LIVING LAW” REGULATION AS PART OF THE PRINCIPLE OF LEGALITY IN THE INDONESIAN CRIMINAL LAW) Prianter Jaya Hairi
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 7, No 1 (2016): JNH VOL 7 NO. 1 Tahun 2016
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v7i1.924

Abstract

This article analyze the raison de’ter of the living law as a principle of legality in draft bill of Indonesian Criminal Code, and also to find out the solution for the divergence of opinion about regulation of the living law as a principle of legality in Indonesian criminal law. This article analyze the principle of material legality by getting the essence of the principle of legality itself, and also observe the problem by getting the progressive law paradigm and pluralism law of view. This article conclude that the national legislative policy in pre-independence and the agreement in several national law seminar are the background of the regulation in draft bill of Indonesian Criminal Code. The draft bill of Indonesian Criminal Code conceptor is also meant to re-codification the Indonesian Criminal Code which is legacy from the Colonial with criminal law that is more appropriate to Indonesian values. The divergence of opinion about the regulation can be solved by getting the same perception between the legislators concerning with the spirit of the penal policy which become the objective. The spirit of the penal policy should be clear, in order to be accepted as a collective political decision.ABSTRAKKajian ini menganalisa latar belakang pengaturan “hukum yang hidup di masyarakat” sebagai asas legalitas hukum pidana dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), serta mencari solusi penyelesaian masalah pro dan kontra pengaturan “hukum yang hidup di masyarakat” sebagai asas legalitas hukum pidana Indonesia. Kajian ini mengulas asas legalitas materil dengan cara mengkaji hakikat asas legalitas, dan juga melihat permasalahan dengan menggunakan paradigma hukum progresif dan pemikiran pluralisme hukum. Berdasarkan pembahasan, disimpulkan bahwa kebijakan legislatif nasional pasca kemerdekaan dan kesepakatan dalam seminarseminar nasional merupakan dasar pengaturan asas legalitas materil dalam RUU KUHP. Perumus RUU KUHP juga bermaksud menggantikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) warisankolonial Belanda dengan hukum pidana yang lebih sesuai dengan nilai-nilai ke-Indonesia-an. Persoalan pro kontra pengaturan “hukum yang hidup di masyarakat” dapat diselesaikan dengan cara membangun terlebih dahulu persamaan paradigma antar para legislator berkenaan dengan ruh dan semangat arah politik hukum pidana yang akan dituju. Semangat politik hukum pidana yang diinginkan haruslah jelas,sehingga dapat diterima sebagai keputusan politik bersama. 
TINJAUAN SEJARAH HUKUM PASAL 33 UUD 1945 SEBAGAI IDEOLOGI EKONOMI (THE LEGAL HISTORY REVIEW OF ARTICLE 33 UUD 1945 AS ECONOMIC IDEOLOGY) Fadli Zon; Muhammad Iskandar; Susanto Zuhdi
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 7, No 1 (2016): JNH VOL 7 NO. 1 Tahun 2016
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v7i1.925

Abstract

Article 33 of the 1945 Constitution is intended by its drafters as the economic ideology of Indonesia. It contains the idea of economic sovereignty as complement to the political independence of Indonesia. As a formulation containing an ideological notion, it should be understood through comprehensive tools of thinking, along the multi-disciplinary mode of thinking that constitutes the background of its formulation. A number of economists involved in the process of the amendment of the article has failed to comprehend its position and status. This essay is a historical overview of the position of Article 33 of the 1945 Constitution and the nature of Indonesian way of thinking. ABSTRAKPasal 33 UUD 1945 dimaksudkan oleh perumusnya sebagai ideologi ekonomi Indonesia. Di dalam pasal tersebut terkandung gagasan mengenai kedaulatan ekonomi untuk melengkapi kemerdekaan politik Indonesia. Sebagai rumusan yang mengandung gagasan ideologis, Pasal 33 seharusnya dipahami dengan perangkat pemikiran yang komprehensif, sejalan dengan multidisiplin-pemikiran yang telah melatarbelakangi penyusunannya. Sejumlah ekonom yang terlibat dalam proses perubahan Pasal 33 UUD 1945 gagal memahami posisi dan kedudukan pasal tersebut. Artikel ini merupakan tinjauan sejarah hukum atas kedudukan Pasal 33 UUD 1945 di dalam konstitusi dan alam pikir keindonesiaan.
PELINDUNGAN HAK EKONOMI ATAS INDIKASI GEOGRAFIS (THE ECONOMIC RIGHTS PROTECTION FOR GEOGRAPHICAL INDICATION) Trias Palupi Kurnianingrum
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 7, No 1 (2016): JNH VOL 7 NO. 1 Tahun 2016
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v7i1.947

Abstract

The protection of geographical indication is urgency to be legally protected. Geographical indication is a sign of product that indicates the originality, due to geographical environment including factors of nature, human or combination of both which containing particular characters and qualities within a product. Those characters and quality are maintained and sustained in certain length of time which will contribute reputation (well known) over the product and may raising its economic value. Although it has a higher enocomic potential but the public awareness about the importance of geographical indication’s registration is still lacking. Its require the legal awareness for the community and also the role of local authorities to assess local products as part of their economic rights on geographical indications. AbstrakPelindungan hukum atas indikasi geografis sangat penting dilakukan. Indikasi geografis merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Ciri dan kualitas barang yang dipelihara dan dapat dipertahankan dalam jangka waktu tertentu akan melahirkan reputasi atas barang tersebut, yang selanjutnya memungkinkan barang tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi. Meskipun memiliki potensi ekonomi, sayangnya bentuk kesadaran masyarakat akan pentingnya pendaftaran indikasi geografis masih kurang. Perlu adanya kesadaran hukum bagi masyarakat dan juga peran dari pemerintah daerah untuk mendata produk-produk daerah mereka sebagai bagian bentuk pelindungan hak ekonomi atas indikasi geografis.
PERJANJIAN PENJAMINAN KREDIT ANTARA UMKM DAN LEMBAGA PENJAMIN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN (THE CREDIT GUARANTEE AGREEMENT BETWEEN SMES AND THE GUARANTEE INSTITUTION UNDER LAW NO. 1 2016 ABOUT GUARANTEE) Sulasi Rongiyarti
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 7, No 1 (2016): JNH VOL 7 NO. 1 Tahun 2016
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v7i1.919

Abstract

SMEs in Indonesia’s economic structure is strategic and has great potential. However, the limitations of financing institutions (availability), access to financing institutions (accesibility), and the ability to access financing (ability) constrain SMEs in developing their business. The limitation is due to the inability of SMEs in providing collateral and poor administration. Law No. 1 2016 About Guarantee bridges the gap for prospective and feasible SMEs to obtain a loan guarantee through escrow. This paper analyzes the credit guarantee agreement between SMEs and the guarantee institution and the settlement of disputes between the parties in the guarantee agreement, which is regulated in the Law on Insurance Guarantee. Analyses revealed that the Act seeks to provide convenience and guarantee protection to SMEs in obtain into credit guarantees, without neglecting the protection of the insurer and the insured. Law No. 1 2016 about Guarantee set the dispute resolution mechanism in two ways and non-litigation with emphasis on litigation settlement of disputes through deliberation in accordance with the characteristics of SMEs that have limited funds, time, and human resources. ABSTRAKDalam struktur perekonomian Indonesia UMKM memiliki potensi yang besar dan strategis. Namun, keterbatasan lembaga pembiayaan (availability), akses kepada lembaga pembiayaan (accesibility), dankemampuan mengakses pembiayaan (ability) menjadi kendala bagi UMKM dalam mengembangkan usahanya. Keterbatasan tersebut lebih dikarenakan ketidakmampuan UMKM dalam menyediakan agunan dan tidak adanya administrasi yang baik terkait usahanya sehingga dinilai tidak bankable. UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan menjadi jembatan bagi UMKM yang prospektif dan feasible untuk memperoleh penjaminan kredit melalui lembaga penjamin. Tulisan ini menganalisis perjanjian penjaminan kredit antara UMKM dan lembaga penjamin dan penyelesaian sengketa antara para pihak dalam perjanjian penjaminan, yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. Hasil analisis mengungkapkan bahwa UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan berupaya memberikan kemudahan dan pelindungan kepada UMKM memperoleh jaminan kreditnya, tanpa mengabaikan pelindunganterhadap pihak penjamin dan penerima jaminan. UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan mengatur mekanisme penyelesaian sengketa melalui dua cara yaitu litigasi dan non-litigasi dengan mengutamakanpenyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat sesuai dengan karakteristik UMKM yang memiliki keterbatasan dana, waktu, dan SDM. 
PENEGAKAN HUKUM PENGATURAN MINUMAN BERALKOHOL (LAW ENFORCEMENT REGULATION OF ALCOHOLIC BEVERAGES) Harris Yonatan Parmahan Sibuea
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 7, No 1 (2016): JNH VOL 7 NO. 1 Tahun 2016
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v7i1.926

Abstract

The series of events of deaths from alcohol abuse is still common. Indonesia as a state of law, in its constitution has guaranteed that every person has the right physically and mentally prosperous life, a home and get a good environment and healthy and receive medical care. Two opposites illustrates the maximum effectiveness of the law have not been implemented in the legislation relating to the control of alcoholic beverages. This study intends to discuss the question of how regulation of alcoholic beverages in Indonesia and how law enforcement regulation of alcoholic beverages in Indonesia. This issue becomes important to be studied considering the hitherto regulations concerning alcoholic beverages sector are still scattered in various laws and regulations. The Bill on Prohibition of Alcoholic Beverages is expected to accommodate all of the legal issues ranging from the control of alcoholic beverages to the limits consumption of alcoholic beverages. Law enforcement regulation of alcoholic beverages is not optimal realized in Indonesia. This is due to several factors the effectiveness of the law have not been met to the fullest. ABSTRAKRentetan peristiwa kematian akibat penyalahgunaan minuman beralkohol sampai saat ini masih sering terjadi. Indonesia sebagai negara hukum dalam konstitusinya telah menjamin bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dua hal yang bertolak belakang tersebut menggambarkan efektifitas hukum belum maksimal diterapkan dalam peraturan perundang-undangan berkaitan dengan pengendalian minuman beralkohol. Kajian ini bermaksud untuk membahas mengenai permasalahan bagaimana pengaturan minuman beralkohol di Indonesia serta bagaimana penegakan hukum pengaturan minuman beralkohol di Indonesia. Masalah ini menjadi penting untuk dikajimengingat sampai sekarang pengaturan mengenai minuman beralkohol masih tersebar secara sektoral di berbagai peraturan perundang-undangan. RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol diharapkan dapat mengakomodir semua permasalahan hukum mulai dari pengendalian minuman beralkohol sampaipada batasan konsumsi minuman beralkohol. Penegakan hukum pengaturan minuman beralkohol belum optimal terealisasi di Indonesia. Hal ini disebabkan beberapa faktor efektivitas hukum belum terpenuhi secara maksimal.

Page 1 of 1 | Total Record : 8