cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL PANGAN
ISSN : 08520607     EISSN : 25276239     DOI : -
Core Subject : Agriculture, Social,
PANGAN merupakan sebuah jurnal ilmiah yang dipublikasikan oleh Pusat Riset dan Perencanaan Strategis Perum BULOG, terbit secara berkala tiga kali dalam setahun pada bulan April, Agustus, dan Desember.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue " Vol 18, No 1 (2009): PANGAN" : 9 Documents clear
Rekayasa Teknologi Produksi yang Efektif dan Efisien untuk Pembuatan Produk Multiguna Berbasis Jagung {Zea Mays) Kumalaningsih, Sri; Suhartini, Sri; Pranowo, Dodyk
JURNAL PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (801.538 KB) | DOI: 10.33964/jp.v18i1.222

Abstract

Upaya untuk memecahkan masalah kerawanan pangan dan energi perlu segera dilakukan. Salah satu alternatif adalah mencari bahan baku yang dapat dimanfaatkan secara keseluruhan termasuk bagian-bagian yang selama ini dianggap sebagai limbah. Tanaman jagung (Zea mays) adalah komoditas pertanian yang sebenarnya punya prospek untuk dikembangkan produk-produknya secara luas, diikuti dengan upaya pemanfaatnya untuk menghasilkan produk olahan multiguna dengan bahan baku dari tangkai, daun, pelepah, biji jagung pipilannya serta bonggolnya. Rekayasa teknologi yang efektif dan efisien dapat diterapkan untuk menghasilkan produk pangan berbentuk ekstrudat termodifikasi dengan ubi jalar dan kedelai, pati jagung, dekstrose, sirup jagung, protein (gluten) dan minyak jagung. Tongkol jagung, disamping digunakan sebagai pakan ternak dapat juga dimanfaatkan untuk bahan baku sumber energi terbarukan antara lain bioetanol dan briket arang. Kulit jagung dapat diolah menjadi "soluble sugars". Batang jagung telah digunakan untuk bahan baku kertas. Selanjutnya dengan menggunakan mikroorganisme, daun jagung dapat diubah menjadi pakan ternak berprotein tinggi. Demikian juga jerami jagung dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik atau kompos. Kebijakan pengembangan pertanian untuk komoditas jagung perlu didukung berbagai pihak terkait yaitu pengambil kebijakan, pengusaha dan petani, serta para peneliti, sehingga produksi produk multiguna berbasis jagung dapat lebih efektif dan efisien.
Rantai Pasokan Jagung di Daerah Sentra Produksi Indonesia Ardiani, Novi
JURNAL PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (957.714 KB) | DOI: 10.33964/jp.v18i1.213

Abstract

Jagung hingga saat ini masih merupakan tanaman pangan kedua dan serealia yang penting di Indonesia sesudah beras. Tingkat penggunaan jagung tertinggi adalah untuk pakan ternak (unggas) yaitu berkisar antara 45 - 55% dari suplai jagung. Berdasarkan Statistik Indonesia tahun 2007, tiga besar propinsi penghasil jagung di Indonesia yaitu Jawa Timur (34% dari produksi nasional), Jawa Tengah (15,9% dari produksi nasional), dan Lampung (9,9% dari produksi nasional). Permasalahan dalam rantai pasokan jagung di tiga wilayah produksi pada umumnya hampir sama. Permasalahan tersebut adalah: (1) teknologi pra dan pasca panen masih tertinggal; (2) tingkat pengelolaan usaha tani jagung masih lemah; (3) ketergantungan terhadap impor; dan (4) belum giatnya penelitian dan pengembangan serta penerapan hasil di lapangan untuk mendukung teknologi pra dan pasca panen pada skala nasional. Jika Bulog akan mengambil peran dalam perdagangan jagung, yang terbaik adalah penugasan pemerintah kepada BULOG untuk membeli jagung petani sebagaimana penugasan membeli gabah/beras petani. Jika bukan merupakan penugasan, BULOG harus mempunyai modal yang kuat dan sumber daya yang mampu bersaing dengan para pedagang pengumpul besar di lapangan, serta mengakar sampai ke petani.
Strategi Penanggulangan Jebakan Pangan (Food Trap) Sutrisno, Sutrisno
JURNAL PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (893.555 KB) | DOI: 10.33964/jp.v18i1.191

Abstract

Secara nasional, pangan memiliki peranan sangat penting dan kritis sebagai salah satu komponen ketahanan nasional suatu bangsa. Kondisi kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan pangannya dinyatakan dengan istilah ketahanan pangan (food security). Ketahanan pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya pangan di tingkat rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik dalam jumlah dan mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dalam kaitan ketahanan pangan, maka jebakan pangan (food trap) berarti food insecurity. Pada dasarnya terdapat4 aspek utama ketahanan pangan nasional yang saling terkait satu sama lain, yakni: (1) Aspek ketersediaan pangan (food availability), (2) Aspek stabilitas ketersediaan / pasokan (stability of supplies), (3) Aspek keterjangkauan (access to supplies), dan (4) Aspek konsumsi (food utilization). Untuk itu Strategi Swadaya Pangan diperlukan seperti "sedia payung sebelum hujan" agar negara memiliki kecukupan pangan yang dapat digunakan pada situasi sulit atau kritis, sehingga dapat mencegah terjadinya kerusuhan nasional yang berdampak luas. Dengan demikian maka dalam jangka panjang dapat melepaskan diri dari situasi jebakan pangan ditengah-tengah politik dagang internasional dalam era globalisasi ini.
Kebijakan Pendorong Agroindustri Tepung dalam Prespektif Ketahanan Pangan Bantacut, Tajuddin
JURNAL PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1012.508 KB) | DOI: 10.33964/jp.v18i1.192

Abstract

Peringatan Malthus bahwa kebutuhan pangan bertambah secara berlipat, sementara produksi naik bertahap masih relevan dengan situasi sekarang. Relevansi ini terutama tampak pada bahan pangan pokok, khususnya Indonesia yang hampir sepenuhnya bergantung pada satu komoditi beras. Kesalahan filosofis dan praktis terjadi karena bahan pokok diartikan sebagai beras, bahkan banyak masyarakat yang sebelumnya tidak mongkonsumsinya dokonversi menjadi konsumen tetap. Dalam dunia pangan, bahan pokok diartikan sebagai sumber kalori yang kandungan utamanya karbohidrat. Indonesia yang memiliki lahan, iklim dan keragaman hayati yang tinggi mempunyai tanaman penghasil karbohidrat yang banyak seperti singkong, ubi jalar, kentang, uwi, gadung, tales dan sukun. Persoalannya adalah bahan pangan ini selain sulit ditangani dalam jumlah besar juga belum dikonsumsi sebagai pangan pokok secara luas. Pengolahan bahan tersebut menjadi tepung dapat memudahkan penanganan dan penyiapan. Oleh karena itu, upaya untuk mengembangkan industri tepung sebagai langkah awal mengurangi ketergantungan pada beras perlu didukung dengan kebijakan yang memadai. Agroindustri tepung perdesaan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat ketahanan pangan. Diversifikasi bahan pangan pokok menjadikan sektor pertanian sangat dinamis mengikuti perkembangan pasar.
Saatnya Indonesia Bangkit Melawan Aflatoksin Raharjo, Sri
JURNAL PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1705.817 KB) | DOI: 10.33964/jp.v18i1.215

Abstract

Di kalangan pimpinan pemerintahan dan politik nilai strategis dari penanganan aflatoksin dan dampaknya terhadap ketahanan dan kedaulatan pangan belum mendapatkan perhatian dan komitmen yang memadai. Perlu dipahami dan disadari bersama oleh seluruh warga bangsa Indonesia bahwa kegagalan dalam pengendalian terhadap cemaran aflatoksin pada hasil pertanian menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Meskipun cemaran aflatoksin banyak dijumpai pada saat penanganan pascapanen namun untukmengatasinya diperlukan serangkaian langkah yang terfokus dan terkoordinasi dari segenap pihak. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana kesiapan pengendalian aflatoksin secara nasional yang ada saat inidan langkah-langkah yang masih perlu untuk ditempuh. Unsur-unsur dalam sistem pengendalian aflatoksin terdiri dari lembaga yang memiliki otoritas atau kewenangan, peraturan dan perundangan yang mengatur tentang keamanan pangan, mekanisme pengelolaan dan penerapan standard keamanan pangan, penyedia layanan pengujian cemaran aflatoksin, cara berproduksi pada tingkat petani, rantai perdagangan hasil panen, dan industri pengolahan pakan dan pangan. Komitmen nasional perlu segera digalang dan diarahkan antara lain untuk mempromosikan kesadaran (awareness) tentang kerugian jangka pendek dan jangka panjang yang bisa ditimbulkan oleh cemaran khususnya aflatoksin, mengembangkan sistem dan tindakan pengendalian yang efektifpada tingkat on farm dan off farm, mengoptimalkan penyelenggaraan penelitian pengendalian aflatoksin, dan secara periodik dilakukan monitoring cemaran aflatoksin untuk keperluan perdagangan komiditas terkait.
Transportasi Sungai: Upaya untuk Meningkatkan Efisiensi Pengadaan, Penyimpanan dan Distribusi Gabah/Beras Hasbullah, Rokhani; Patiwiri, Abdul Waries
JURNAL PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (678.921 KB) | DOI: 10.33964/jp.v18i1.196

Abstract

Sejak dahulu kala sungai merupakan sarana aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti untuk mencuci, mandi, irigasi, pengangkutan dan pelayaran atau transportasi. Sebagai jalur transportasi, peran sungai-sungai di Indonesia nampaknya mulai ditinggalkan dan bergeser ke transportasi moda darat karena adanya anggapan bahwa jalur darat lebih cepat dibandingkan dengan transportasi sungai. Apalagi, pemerintah lebih memprioritaskan peningkatan sarana dan prasarana jalur darat. Akibatnya, wilayah-wilayah di jalur sungai agak tertinggal perkembangannya dan berdampak terhadap jasa sungai yang merupakan mata pencaharian hidup sebagian masyarakat di sekitar aliran sungai. Dalam menghadapi krisis energi, potensi sungai perlu mendapatkan perhatian baik sebagai transportasi sungai, sumber energi alternatif, kelestarian lingkungan maupun manfaat lainnya. Semestinya kita dapat belajar dari Thailand yang cukup piawai dalam memanfaatkan sungai, tidak hanya sebagai transportasi tetapi juga sebagai obyek wisata yang menarik.
Kebijakan Sistemik Menuju Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional Tanjung, Dahuri
JURNAL PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1015.318 KB) | DOI: 10.33964/jp.v18i1.187

Abstract

Berbagai permasalahan dan tantangan strategis yang akandihadapi daiam mewujudkan ketahanan pangan semakin kompleks. Masalah tersebut antara lain laju permintaan pangan yang lebih cepatdaripada penyediaannya karena peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhanekonomi, peningkatan daya beli masyarakat, dan perubahan selera; kapasitas produksi pangan nasionaltumbuh lambat bahkan stagnan karena adanya koversi dan kompetisi dalam pemanfaatan sumber daya lahan dan air; stagnasi pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian; serta terjadinya global warming dan konversi pangan. Untuk itutampaknya perlu terobosan baru berupa kebijakan yang sistemik sebagai solusi dalam mencapai pemantapan ketahanan pangan nasional. Kebijakan sistemik tersebut perlu difokuskan pada upaya mewujudkan kemandirian pangan yang menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bergizi seimbang dan berkelanjutan, mulai dari tingkatrumah tangga, daerah hingga nasional. Peningkatkan kemandirian pangan tersebut ditujukan untuk mencapai ketahanan pangan nasional yang mantap. Kebijakan sistemik yang diharapkan akan memberi dampak jangka panjang sekaligus jangka pendek. Adapun kebijakan yang berdampak jangka pendek yaitu: (1) Menjamin ketersediaan pangan berbasis produksi dalam negeri (mandiri), (2) Peningkatan produktivitas melalui insentif dan subsidi terarah bagi petani (subsidi benih unggul, pupuk dan kredit usahatani), (3) Pertanian modern, efisien, ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta (4) Kebijakan perdagangan yang berpihak kepada kepentingan nasional. Sementara kebijakan yang memberi dampak jangka panjang adalah: (1) perubahan teknologi, (2) ekstensifikasi, (3) jaring pengaman ketahanan pangan, (4) investasi infrastruktur, diversifikasi pangan, dan (5) kebijakan makro pendidikan dan kesehatan.
Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras oleh Rumah Tangga Tahun 2007 Sutomo, Slamet
JURNAL PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (661.579 KB) | DOI: 10.33964/jp.v18i1.193

Abstract

Ditinjau dari sisi produksi dan konsumsi secara total, produksi beras di Indonesia pada tahun 2007 sudah dapat memenuhi total kebutuhan konsumsi di dalam negeri, khususnya konsumsi beras untuk rumah tangga, baik yang dimasak sendiri maupun yang berasal dari makan di luar rumah. Namun, secara spasial masih terlihat adanya indikasi propinsi yang jumlah konsumsi rumah tangga terhadap beras lebih besar dibanding dengan jumlah produksinya, dan hal ini akan mengakibatkan kekurangan pasokan beras bagi propinsi bersangkutan. Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan beras, perlu kiranya untuk lebih memperhatikan sentra-sentra produksi beras di wilayah-wilayah tertentu sehingga masalah pasokan beras dapat terjamin dengan baik pada waktu-waktu biasa apalagi pada masa paceklik.
Reorientasi Kebijakan Perberasan Khudori, Khudori
JURNAL PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1548.408 KB) | DOI: 10.33964/jp.v18i1.188

Abstract

Kebijakan perberasan cenderung terjebak dalam kepentingan jangka pendek. Padahal, tidak mudah meningkatkan produksi padi secara terus-menerus karena usaha tani padi dihadapkan pada sejumlah masalah serius: iklim yang makin kacau, lahan sawah utama yang jenuh dan keletihan (so/7 fatique), rendahnya investasi di bidang infrastruktur pertanian (irigasi, waduk dan jalan), konversi lahan yang tak terkendali, dan penurunan rendemen dan besarnya kehilangan hasil. Dari sisi konsumsi, ketergantungan hampir semua perut warga pada beras membuat pemerintah seperti disandera. Selain harus menyediakan beras dalam jumlah cukup dan terdistribusi merata, harganya juga harus terjangkau kantong. Di sisi lain, harga beras harus tetap menarik agar petani mendapatkan untung. Secara ekonomi usatahani padi sebenarnya masih menguntungkan. Namun, karena penguasaan lahan gurem penghasilan mereka hanya bisa menopang sebagian kecil kebutuhan keluarga. Dari sisi kelembagaan, setelah otonomi daerah garis komando penangangan beras semakin tidak jelas, termasuk penanggung jawab stabilisasi harga. Ini semua menuntut reorientasi kebijakan. Disarankan pemerintah tidak terombang-ambing isu jangka pendek; mengintensifkan insentif non-harga; melakukan reforma agraria dan revitalisasi serta industrialisasi perdesaan; membangun cluster-cluster pangan lokal yang unik; dan merevitalisasi semua kelembagaan pangan yang terkait dengan beras.

Page 1 of 1 | Total Record : 9


Filter by Year

2009 2009


Filter By Issues
All Issue Vol. 32 No. 1 (2023): PANGAN Vol. 31 No. 3 (2022): PANGAN Vol. 31 No. 2 (2022): PANGAN Vol. 31 No. 1 (2022): PANGAN Vol. 30 No. 3 (2021): PANGAN Vol. 30 No. 2 (2021): PANGAN Vol. 30 No. 1 (2021): PANGAN Vol. 29 No. 3 (2020): PANGAN Vol. 29 No. 2 (2020): PANGAN Vol. 29 No. 1 (2020): PANGAN Vol 29, No 1 (2020): PANGAN Vol. 28 No. 3 (2019): PANGAN Vol 28, No 3 (2019): PANGAN Vol 28, No 2 (2019): PANGAN Vol. 28 No. 2 (2019): PANGAN Vol 28, No 1 (2019): PANGAN Vol. 28 No. 1 (2019): PANGAN Vol 28, No 1 (2019): PANGAN Vol 27, No 3 (2018): Vol 27, No 3 (2018): PANGAN Vol. 27 No. 3 (2018): PANGAN Vol. 27 No. 2 (2018): PANGAN Vol 27, No 2 (2018): PANGAN Vol. 27 No. 1 (2018): PANGAN Vol 27, No 1 (2018): PANGAN Vol 26, No 3 (2017): PANGAN Vol. 26 No. 3 (2017): PANGAN Vol. 26 No. 2 (2017): PANGAN Vol 26, No 2 (2017): PANGAN Vol. 26 No. 1 (2017): PANGAN Vol 26, No 1 (2017): PANGAN Vol 25, No 3 (2016): PANGAN Vol. 25 No. 3 (2016): PANGAN Vol 25, No 3 (2016): PANGAN Vol 25, No 2 (2016): PANGAN Vol. 25 No. 2 (2016): PANGAN Vol 25, No 1 (2016): PANGAN Vol. 25 No. 1 (2016): PANGAN Vol 24, No 3 (2015): PANGAN Vol. 24 No. 3 (2015): PANGAN Vol 24, No 2 (2015): PANGAN Vol. 24 No. 2 (2015): PANGAN Vol 24, No 1 (2015): PANGAN Vol. 24 No. 1 (2015): PANGAN Vol 23, No 3 (2014): PANGAN Vol. 23 No. 3 (2014): PANGAN Vol 23, No 3 (2014): PANGAN Vol 23, No 2 (2014): PANGAN Vol. 23 No. 2 (2014): PANGAN Vol 23, No 1 (2014): PANGAN Vol. 23 No. 1 (2014): PANGAN Vol. 22 No. 4 (2013): PANGAN Vol 22, No 4 (2013): PANGAN Vol. 22 No. 3 (2013): PANGAN Vol 22, No 3 (2013): PANGAN Vol 22, No 2 (2013): PANGAN Vol 22, No 2 (2013): PANGAN Vol. 22 No. 2 (2013): PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN Vol 22, No 1 (2013): PANGAN Vol 21, No 4 (2012): PANGAN Vol 21, No 4 (2012): PANGAN Vol. 21 No. 4 (2012): PANGAN Vol 21, No 3 (2012): PANGAN Vol. 21 No. 3 (2012): PANGAN Vol. 21 No. 2 (2012): PANGAN Vol 21, No 2 (2012): PANGAN Vol. 21 No. 1 (2012): PANGAN Vol 21, No 1 (2012): PANGAN Vol 20, No 4 (2011): PANGAN Vol. 20 No. 4 (2011): PANGAN Vol. 20 No. 3 (2011): PANGAN Vol 20, No 3 (2011): PANGAN Vol. 20 No. 2 (2011): PANGAN Vol 20, No 2 (2011): PANGAN Vol. 20 No. 1 (2011): PANGAN Vol 20, No 1 (2011): PANGAN Vol. 19 No. 4 (2010): PANGAN Vol 19, No 4 (2010): PANGAN Vol. 19 No. 3 (2010): PANGAN Vol 19, No 3 (2010): PANGAN Vol 19, No 2 (2010): PANGAN Vol. 19 No. 2 (2010): PANGAN Vol 19, No 1 (2010): PANGAN Vol. 19 No. 1 (2010): PANGAN Vol. 18 No. 4 (2009): PANGAN Vol 18, No 4 (2009): PANGAN Vol 18, No 3 (2009): PANGAN Vol. 18 No. 3 (2009): PANGAN Vol 18, No 2 (2009): PANGAN Vol. 18 No. 2 (2009): PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN Vol. 18 No. 1 (2009): PANGAN Vol 17, No 3 (2008): PANGAN Vol. 17 No. 3 (2008): PANGAN Vol. 17 No. 2 (2008): PANGAN Vol 17, No 2 (2008): PANGAN Vol 17, No 2 (2008): PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN Vol. 17 No. 1 (2008): PANGAN Vol. 16 No. 1 (2007): PANGAN Vol 16, No 1 (2007): PANGAN Vol. 15 No. 2 (2006): PANGAN Vol 15, No 2 (2006): PANGAN Vol 15, No 1 (2006): PANGAN Vol. 15 No. 1 (2006): PANGAN More Issue