cover
Contact Name
Lalan Ramlan
Contact Email
lalan_ramlan@isbi.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
penerbitan@isbi.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Seni Makalangan
ISSN : 23555033     EISSN : 27148920     DOI : -
Core Subject : Art,
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"" : 9 Documents clear
Fungsi dan Makna Upacara Sérén Taun di Kampung Budaya Sindangbarang Bogor Sriati Dwiatmini
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.109 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.863

Abstract

AbstrakUpacara Sérén Taun adalah sebuah upacara tradisional Sunda yang dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat petani berkaitan dengan panen padi. Upacara Sérén Taun dilakukan untuk menghormati Nyi Pohaci sebagai sarana untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan harapan agar tanaman mereka tahun ini dan tahun berikutnya akan lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Upacara ini juga menjadi alat pemersatu masyarakat Sindangbarang dan sekitarnya melalui kerjasama satu sama lainnya, bahu membahu untuk memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tujuan utamanya adalah agar masyarakat memahami dan merasakan makna simbol-simbol dalam upacara tersebut, bahkan menikmati berbagai macam perangkat pada upacara tersebut.Kata kunci: Upacara Sérén taun, Fungsi, Makna AbstractSérén Taun ceremony is a Sundanese traditional ceremony which is held every year by farming communities associated with the harvest of rice. This ceremony is held to honor Nyi Pohaci as a medium to express gratitude to God Almighty, hoping that their crops this year and next year will be better than the past. This ceremony also serves as a unifier of Sindangbarang society and its surrounding areas through working together one and another, hand in hand, solving many problems of their daily life. The main purpose is that people will understand and feel the meaning of symbols in the ceremony, even enjoy the various sets of the ceremony.Keywords: Sérén Taun Ceremony, Function, Meaning 
Pawon dalam Proses Transformasi Pengetahuan dan Kemampuan Maénpo di Lingkungan Keluarga Jawara Nanan Supriyatna
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.715 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.854

Abstract

AbstrakKeberadaan pawon atau dapur pada masa lalu dalam kehidupan masyarakat Sunda, menyimpan nilai-nilai yang berguna sebagai pegangan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Simbol-simbol itu tersembunyi dalam tabu-tabu yang diberlakukan terhadap benda-benda yang ada di dalamnya. Tranformasi pengetahuan dan kemampuan berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya secara adaptif di tempat itu dan kemudian menuntun masyarakat Sunda untuk berperilaku secara arif dan bijaksana.Kata Kunci: Pencak Silat, Maénpo, Jawara, Pawon AbstractThe existence of a kitchen or pawon (Sundanese) in the past in the life of Sundanese society stores the values that are useful as a guide of behavior in everyday life. The symbols are hidden in the taboos imposed on the objects in there. Transformation of knowledge and ability goes adaptively from one generation to the next in that place, and then guides Sundanese society to behave wisely.Keywords: Pencak Silat, Maénpo, Jawara, Pawon 
Gandrung dalam Upacara Ritual Petik Laut di Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi Farah N. Azizah dan Turyati
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (485.264 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.864

Abstract

AbstrakTari Gandrung merupakan suatu hasil kebudayaan masyarakat Using yang tumbuh dan berkembang dari akar budaya masyarakat agraris, kemudian diadopsi oleh masyarakat pesisir untuk kepentingan penyelenggaraan upacara ritual Petik Laut yang dilakukan di Tanjung Sembulungan, Pantai Muncar, Banyuwangi. Adapun pola penyajian Gandrung terdiri atas jejer, paju, dan seblangan atau seblang subuh. Gandrung bagi masyarakat Using merupakan salah satu unsur terpenting dalam upacara ritual Petik Laut di Pantai Muncar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan hasil penelitian yang menunjukkan tentang struktur pertunjukan dan fungsi Gandrung dalam upacara ritual Petik Laut.Kata Kunci: Ritual, Petik Laut, Gandrung AbstractTari gandrung is a result of Using social culture which grows and develops in agrarian society culture. It is then being adopted by the coastal people for the interest of the ritual ceremony of Petik Laut in Tanjung Sembulungan, Muncar Beach, Banyuwangi. The performance pattern of Gandrung consists of Jejer, Paju, and Seblangan or Seblang Subuh. To Using society, Gandrung is one of the most important elements in ritual Petik Laut in Muncar Beach. This study used qualitative methods and the result of the research shows the structure of the performance and function of Gandrung in the ritual ceremony of Petik Laut.Keywords: Ritual, Petik Laut, Gandrung 
Penyajian Tari Arjuna Sasrabahu - Somantri Veronica Agustin D. N. dan Ni Made Suartini
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.033 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.860

Abstract

AbstrakTari Arjuna Sasrabahu-Somantri termasuk rumpun Tari Wayang berpasangan dengan karakter Satria Lungguh (Arjuna Sasrabahu) dan Satria Ladak (Somantri). Tari tersebut berlatar belakang cerita wayang yang mengisahkan perang tanding kedua satria tersebut. Pertandingan dimenangkan oleh Arjuna Sasrabahu,  dan  Somantri menjadi marah. Kemudian ia menunjukkan jati diri sebagai titisan Wisnu, serta ber-triwikrama, menjadikan dirinya seorang raksasa besar berkepala seribu. Untuk menjadikan tarian ini berbeda dari semula, dan juga tidak terperosok ke dalam garapan dramatari, maka diperlukan langkah yang tepat untuk mengembangkannya. Adapun interpretasi dalam pengembangan tarian ini hanya menyangkut ’bentuk penyajiannya’ yang meliputi gerak, iringan, rias busana, property, setting, dan lighting.Kata Kunci: Tari Perang Arjuna Sasrabahu, Somantri, Wayang AbstractArjuna Sasrabahu-Somantri Dance is included in the type of couple Puppet Dance with the character of Satria Lungguh (Arjuna Sasrabahu) and Satria Ladak (Somantri). The dance is based on puppet story telling about duel of the two knights. The battle was won by Arjuna Sasrabahu, and Somantri became angry. Then he showed himself as the incarnation of Vishnu, and became triwikrama, made himself a thousand-headed big giant. To make this dance is different from the original, and also not to fall into dance drama, it takes appropriate steps to develop it. The interpretation of the development of this dance involves only 'form of presentation' which includes movement, accompaniment, costume, properties, settings, and lighting.Keywords: Tari Perang Arjuna Sasrabahu, Somantri, Wayang 
Panggil Aku Yéssy Konsep Garap Tari Kontemporer Yayat Hidayat
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (509.338 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.865

Abstract

Abstrak Karya tari ’Panggil Aku Yessy’ adalah garapan tari yang mengungkap realitas kehidupan seorang waria bernama Yessy yang berinteraksi dengan komunitasnya di dunia malam. Perjalanan hidup yang penuh perjuangan dan tantangan di dunia malam yang telah lama digelutinya telah membuat dirinya menjadi sosok waria yang ingin mengubah nasibnya ke arah yang lebih baik. Pada akhirnya Yessy dapat melepaskan kehidupan dunia malam dan mencapai kesuksesan karena telah mendapat pekerjaan yang layak. Kajian dalam karya tari ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma deskriptif. Penekanan masalah sosial yang merupakan pengalaman empirik diungkapkan kepada publik yang dikemas sebagai teater tari kontemporer. Konsep garap tari ’Panggil Aku Yessy’ ini merupakan bentuk sajian yang menawarkan alternatif garapan baru. Hasil yang diperoleh adalah konsep dan alur garap disajikan dengan apik untuk mengungkap tabir kehidupan seorang waria yang berkonotasi negatif menjadi seseorang yang mempunyai kemampuan lebih dan dapat menghasilkan finansial melalui pekerjaan yang layak dan terhormat.Kata Kunci: waria, teater, tari kontemporer AbstractA dance work 'Call Me Yessy' is a dance that reveals the reality of the life of a transgender named Yessy who interacts with her community in the night world. Her life experience which full of struggle and challenges in the night world made him change his destiny to have a better future. At the end, Yessy could release his night life and get success with his proper job. The study in this dance work uses qualitative method with descriptive paradigm. The emphasis of social problems which is an empirical experience is revealed to the public as a work of contemporary dance theater. The concept of work 'Call Me Yessy' is a performance which offers a new dance work alternative. The result is a concept and a plot which is performed attractively to reveal the lives of a transgender with a negative connotation to be someone who has more capability and able to earn money with a proper and honored work.Keyword: transgender, contemporary dance theater
Proses Pewarisan Dalang Topeng Cirebon Nunung Nurasih
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.151 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.861

Abstract

Abstrak Tari Topeng adalah suatu seni pertunjukan tradisi yang telah tumbuh dan berkembang sejak masa Hindu. Dalam proses pertumbuhannya, seni Tari Topeng berkembang dengan cara diwariskan. Proses pewarisan ini dipandang sebagai salah satu kegiatan pemindahan, penerusan, pemilikan antargenerasi dalam rangka menjaga tradisi dalam sebuah silsilah keluarga. Tujuannya tidak semata menjaga hasil kebudayaan dari masa lalu, melainkan juga menjaga sakralitas nilai dalam kesenian tersebut sebagai wujud kepatuhan atas apa yang telah diwariskan oleh generasi pendahulunya. Seorang Dalang Topeng tidak hanya berperan sebagai pemimpin dalam ritual adat, namun juga sebagai seorang penjaga keberlangsungan kesenian tersebut hingga tetap lestari.Kata Kunci: Topeng Cirebon, pewarisan, Dalang Topeng AbstractMask Dance is a traditional performing art that has grown and developed since Hindu period. In the growing process, Mask Dance has developed through inheritance. The process of inheritance is regarded as one of the transference, continuation, and possession activities of the intergenerational in order to maintain the tradition of the family tree. The goal is not only to maintain the cultural output of the past, but also to keep the sacred values of the art as a form of obedience to what has been handed down by the previous generations. A mask puppeteer (Dalang Topeng) not only plays role as a leader in traditional rituals, but also as a keeper of the sustainability of the arts to remain sustainable.Keywords: Topeng Cirebon, inheritance, Dalang Topeng 
Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh, Di Keraton Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur Emi Sundari dan Lalan Ramlan
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.019 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.866

Abstract

AbstrakKajian ini membahas tentang struktur dan fungsi tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh dalam upacara ritual Bapelas di Kraton Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Upacara tersebut, merupakan bagian integral dalam pelaksanaan upacara besar yang disebut “Erau”. Repertoar tari tersebut dijadikan sebagai media upacara ritual yang memiliki dimensi nilai tersendiri. Akan tetapi, upacara Erau tersebut hingga saat ini tidak banyak diketahui masyarakat luas. Keberadaannya di dalam lingkungan kraton, pada umumnya sulit untuk dapat diakses oleh masyarakat di luar kraton.Berkaitan dengan persoalan itulah, maka penulis menguak keberadaan tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gambuh tersebut melalui kegiatan penelitian. Mengingat banyak hal penting yang memerlukan penelusuran secara mendalam, maka pertanyaan penelitian difokuskan kepada dua hal, yaitu mengenai Struktur dan fungsi. Oleh karena itu, penulis melakukan pendekatan terhadap teori struktur yang diungkapkan oleh FX.Widaryanto, dan untuk fungsinya digunakan pendekatan teori dari R. M. Soedarsono. Untuk mencapai hasil yang dimaksud, maka penulis menggunakan pendekatan metode Deskriptif Argumentatif. yang mengacu kepada pendapat Tjetje Rohendi Rohidi.Dari hasil penelitian diperoleh simpulan, bahwa: Pertama,  fungsi tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh merupakan tarian dengan struktur koreografi yang sangat sederhana, monoton, dan tidak dipertunjukkan secara umum. Kedua, repertoar tersebut berfungsi sebagai media ritual yang sakral dalam upacara Bapelas di lingkungan Kraton Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.Kata Kunci (Key word): Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh, Bapelas, Erau,  Kutai Kartanegara. Abstract This study discusses the structure and function of Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh in Bapelas ritual ceremony in the Palace of Kutai Kartanegara, East Kalimantan. The ceremony is an integral part in the implementation of a large ceremony called "Erau". The dance repertoire is used as a medium of ritual ceremony which has its own value dimension. The Erau ceremony, however, is not much known to the wider community until today. Its presence, in the palace, is difficult to be accessed by the public outside the palace.In connection with that issue, the author reveals the existence of Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh through the research activity. Considering that there are many important issues which require deeply searching, so the research questions are focused on two things, those are regarding the structure and function. Therefore, the author approaches to the theory of structure stated by F.X.Widaryanto, and the function uses the theory of R.M. Soedarsono. To achieve the intended results, the author uses Argumentative Descriptive method which refers to the opinion of Tjetje Rohendi Rohidi.The results of the research show that: First, the function of Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh is a dance with a very simple choreography structure, monotonous, and is not generally performed. Second, the repertoire serves as a sacred ritual medium in Bapelas ceremony in the palace of Kutai Kartanegara, East Kalimantan.Key words: Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh, Bapelas, Erau, Kutai           Kartanegara
Ronggeng Bugis Dari Pentas Jalanan ke Pentas Panggung Ida Farida
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.765 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.862

Abstract

AbstrakTari Ronggéng Bugis adalah kesenian adat keraton Cirebon yang berperan sebagai tontonan yang menghibur bagi penontonnya. Tari Ronggéng Bugis juga menjadi media politik dalam penyamaran prajurit Cirebon  yakni dengan menjadi ronggéng yang berperan sebagai telik sandi. Dalam perkembangan selanjutnya Tari Ronggéng Bugis berfungsi sebagai salah satu jenis seni pertunjukan yang bersifat hiburan. Pada akhirnya, kesenian ini menjadi produk budaya untuk kepentingan berbagai peristiwa budaya pada masyarakat Cirebon yang dipentaskan dalam bentuk helaran maupun pertunjukan di atas panggung.Kata kunci: Tari Ronggéng Bugis, Cirebon, Telik Sandi AbstractRonggéng Bugis Dance is a traditional art of Cirebon palace that serves as an entertaining spectacle for the audience. Ronggéng Bugis Dance also becomes a political medium to undercover the Cirebon soldiers as ronggeng who act as a spy. In the subsequent development, Ronggéng Bugis Dance functioned as one of entertaining performing arts. At the end, this art became a cultural product for the sake of cultural events in Cirebon society which is performed in the form of helaran and on the stage.Keywords: Ronggéng Bugis Dance,Cirebon, Telik Sandi (spy)  
Nyacarkeun Jalan Revitalisasi Upacara Hajat Bumi Di Dusun Linggaharja, Desa Mekarsari, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis Ocoh Suherti
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (834.669 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.867

Abstract

Abstrak             Tradisi "Nyacarkeun Jalan" adalah ritual tolak bala, yang mencerminkan nilai-nilai solidaritas, gotong-royong,  pengorbanan, saling mengasihi, dan sebagai refleksi nilai-nilai luhur kehidupan  sosial. Pelaksanaan upacara tersebut dapat menyebabkan perasaan tenteram semua warga untuk terhindar dari berbagai macam malapetaka. Upacara tersebut kini sudah mulai memudar dan upaya merevitalisasinya bertujuan untuk memperkuat ikatan kehidupan masyarakat yang dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan kontak sosial, interaksi sosial, dan juga sarana efektif untuk berinteraksi dan berkomunikasi.            Nilai-nilai dari tradisi Nyacarkeun Jalan dapat dikomunilkasikan melalui media seni pertunjukan dan sekaligus sebagai  ajang  kreativitas seni. Upaya mengangkat serta memosisikan kembali upacara tersebut dilakukan dengan cara merekreasi strukturnya dengan menambahkan bentuk-bentuk seni yang hidup di lingkungan sekitar. Penggarapannya diusahakan lebih menarik, dan oleh karena itu, struktur garapnya dibentuk untuk mengekspresikan inti ritus yang diwujudkan melalui alur musikal dan alur dramatik. Hal ini dilakukan agar ritual itu mempunyai warna baru yang lebih variatif, sehingga nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat bisa tetap terjaga. AbstractThe tradition of "Nyacarkeun Jalan" is a ritual to prevent disaster, which reflects the values of solidarity, mutual help, sacrifice, and love one another, and also as a reflection of the great value of social life. The implementation of the ceremony can make a peaceful feeling of all society to avoid various kinds of disasters. Since the ceremony has now started to fade, the revitalization efforts to strengthen the bonds of community life can be used as a tool for social contact, social interaction, and is also an effective means to interact and communicate.The values of the tradition of “Nyacarkeun Jalan” can be communicated through performing arts media as well as a venue for artistic creativity. The efforts to raise and reposition the ceremony are conducted with recreating the structure by adding some art forms that live in the neighborhood. The choreography has been tried to be more attractive, and therefore, the structure is formed to express the core of rites which are realized through musical and dramatic flows. This is to make the ritual have more variation of new colors, so that the values of social life can be maintained.Keywords: Nyacarkeun Jalan, revitalization, ceremony of Hajat Bumi. 

Page 1 of 1 | Total Record : 9