Lalan Ramlan
Institut Seni Budaya Indonesia Bandung

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Keser bojong: Idealisasi Pencitraan Jaipongan Karya Gugum Gumbira Mulyadi, Edi; Ramlan, Lalan
PANGGUNG Vol 22, No 1 (2012): Menggali KEkayaan Bentuk dan Makna Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v22i1.34

Abstract

Gugum Gumbira’s Jaipongan as a dance genre has been more than ten repertoires, among oth- ers, are: Keser Bojong, Rendeng Bojong, Toka-Toka, Iring-Iring Daun Puring, Setra Sari, Senggot, Sonteng, Ringkang Gumiwang, Pencug Bojong, Rawayan, Kawung Anten, etc. However, among those works, Gugum Gumbira states his Keser Bojong’s dance repertoire as having the most ideal image. The question is, what aspects build that ideal image? Clearly, this is related to various value dimensions attributed to that dance repertoire. To discuss this issue, the writers use Richard E. Palmer’s Hermeneutics as interpretation system to reveal the “hidden” meaning beyond the texts (1969: 16-31). The scope of discussion covers dimension of concept and dance construction as well as other artistic devices. Keywords: Jaipongan, Keser Bojong, Image, Gugum Gumbira. 
Keser bojong: Idealisasi Pencitraan Jaipongan Karya Gugum Gumbira Mulyadi, Edi; Ramlan, Lalan
PANGGUNG Vol 22, No 1 (2012): Menggali KEkayaan Bentuk dan Makna Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.971 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v22i1.34

Abstract

Gugum Gumbira’s Jaipongan as a dance genre has been more than ten repertoires, among oth- ers, are: Keser Bojong, Rendeng Bojong, Toka-Toka, Iring-Iring Daun Puring, Setra Sari, Senggot, Sonteng, Ringkang Gumiwang, Pencug Bojong, Rawayan, Kawung Anten, etc. However, among those works, Gugum Gumbira states his Keser Bojong’s dance repertoire as having the most ideal image. The question is, what aspects build that ideal image? Clearly, this is related to various value dimensions attributed to that dance repertoire. To discuss this issue, the writers use Richard E. Palmer’s Hermeneutics as interpretation system to reveal the “hidden” meaning beyond the texts (1969: 16-31). The scope of discussion covers dimension of concept and dance construction as well as other artistic devices. Keywords: Jaipongan, Keser Bojong, Image, Gugum Gumbira. 
DANGIANG ING RASPATI GAYA PENYAJIAN TARI JAIPONGAN PUTRA Ramlan, Lalan; Jaja, Jaja
Jurnal Seni Makalangan Vol 8, No 2 (2021): "Tari Di Ruang Virtual"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/mklng.v8i2.1796

Abstract

ABSTRAKJaipongan sebagai sebuah genre tari yang sudah berkiprah lebih dari empatpuluh tahun mengisi dinamika perkembangan tari Sunda, nyaris dapat dikatakan sebagai genre tari putri karena begitu sulitnya menemukan sebuah repertoar tari putra. Di sisi lain secara lebih luas di lingkungan kehidupan sosial budaya masyarakat, tarian putra dapat dikatakan nyaris hilang dari aktivitas ‘panggungan’. Dengan demikian, maka penelitian ini merupakan jawaban konkrit bagi upaya pelestarian dan pengembangan salah satu jenis tarian putra dalam genre tari Jaipongan’ sebagai aset yang berharga milik masyarakat Sunda. Terkait dengan hal tersebut, maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana mewujudkan bentuk karya tari dengan fokus pada berbagai unsur estetika yang terintegrasi secara unity dalam sebuah repertoar tari Jaipongan dengan judul “Dangiang Ing Raspati Gaya Penyajian Tari Jaipongan Putra”, dan bagaimana mengimplementasikannya kepada masyarakat. Untuk menjawab perihal tersebut, maka digunakan pendekatan teori estetika yang menjelaskan, bahwa “Semua benda atau peristiswa kesenian mengandung tiga aspek yang mendasar, yaitu; wujud (bentuk; form) dan sususunan (struktur; structure); Bobot terkait dengan suasana (mood), gagasan (idea), dan pesan (message); Penampilan (Penyajian; Performent). Merujuk pada teori tersebut, dalam proses pembentukannya digunakan metode deskriptif analisis dengan langkah-langkah meliputi tahap eksplorasi, improvisasi (evaluasi), dan komposisi. Adapun hasil yang dicapai adalah sebuah karya tari putra dalam garapan kelompok yang berpijak pada konstruksi Jaipongan dengan bentuk sajian baru yang bernafaskan karya tari kekinian. Kata Kunci: Dangiang Ing Raspari, Gaya Penyajian, Repertoar, dan Jaipongan. ABSTRACTDangiang Ing Raspati Presentation Style Of a male Jaipongan Dance, December 2021. Jaipongan as a dance genre that has been active for more than forty years has filled the dynamics of the development of Sundanese dance, it can almost be called a female dance genre because it is so difficult to find a male dance repertoire. On the other hand, more broadly in the socio-cultural environment of the community, the male dance can be said to have almost disappeared from 'Panggungan' activities. Thus, this research is a concrete answer for efforts to preserve and develop one type of male dance in the Jaipongan dance genre as a valuable asset belonging to the Sundanese people. Related to this, the problem is formulated as follows: How to realize the form of dance work with a focus on various aesthetic elements that are integrated in a unity in a Jaipongan dance repertoire with the title "Dangiang Ing RaspatiGaya Penyajian Tari Putra", and how to implement it to the community.To answer this question, an aesthetic theory approach is used which explains that “All art objects or events contain three basic aspects, namely; form and structure; Weight is related to idea,mood, and message; Presentation (Performent). The resultachieved are a male dance work in the work of a group that is based on the Jaipongan construction with a new form of presentation that breathes contemporary dance works. Keywords: Dangiang Ing Raspari, Presentation Style, Repertoire, and Jaipongan.
Musik Bambu Wiragawi: Representasi Komodifikasi Bambu dari Hasil Strukturasi di Tiga Locus Komarudin Komarudin; Lalan Ramlan; Meiga Fristya Laras; Asep Ganjar Wiresna; Asep Saepudin
Resital:Jurnal Seni Pertunjukan Vol 22, No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v22i3.6188

Abstract

Wiragawi Bamboo Music: the Representation of Commodification of Bamboo from the Structural Results at Three Locus. The purpose of this study is to describe the results of the commodification of Wiragawi Bamboo Music as a Representation of Structuring in Three Locus, among others, in West Java Province, Yogyakarta Special Region (DIY), and East Nusa Tenggara (NTT). This study uses a qualitative method with a deeper socio-cultural structuration, represented as a work in the form of commodification of bamboo as a musical instrument. The commodification of bamboo as a participatory of 'bamboo body grows' can legitimize an identity and regional authenticity as a form of cultural resilience based on a cultural economy. Bamboo plays an essential role in the cultural process, from birth to death according to its era, so it can be said that bamboo and humans have a close correlation, according to the locus of the area. Research findings include producing a set of Wiragawi bamboo musical instruments as a result of the commodification of bamboo music at three locuses, namely West Java Province, Yogyakarta Special Region (DIY), and East Nusa Tenggara (NTT). The conclusion shows that the primary material of bamboo is still very open to being a source of inspiration in creativity, mainly to produce various new instruments according to the interests and developments of the era.
Jaipongan: Genre Tari Generasi Ketiga dalam Perkembangan Seni Pertunjukan Tari Sunda Lalan Ramlan
Resital:Jurnal Seni Pertunjukan Vol 14, No 1 (2013): Juni 2013
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v14i1.394

Abstract

ABSTRAK Seni pertunjukan tari Sunda hingga saat ini telah diisi dengan tiga genre tari yang diciptakan oleh tiga tokoh pembaharu tari Sunda, yaitu Rd. Sambas Wirakusumah yang menciptakan genre tari Keurseus sekitar tahun 1920- an, Rd. Tjetje Somantri yang menciptakan genre tari Kreasi Baru sekitar tahun 1950-an, dan Gugum Gumbira Tirasondjaya yang menciptakan genre tari Jaipongan pada awal tahun 1980-an. Ketiga genre tari tersebut memiliki citra estetiknya sendiri-sendiri sesuai latar budaya generasinya masing-masing. Genre tari Jaipongan yang kini sudah lebih dari 30 tahun belum tergantikan di dalamnya menunjukkan nilai-nilai yang mengakar dalam kehidupan masyarakat Sunda. Untuk mengekplanasi berbagai aspek penting yang melengkapi pembentukan sebuah genre tari ini digunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa genre tari Jaipongan dibentuk oleh konsep dasar etika dan estetik egaliter dengan menghasilkan struktur koreografi yang simpel dan fl eksibel yang terdiri dari empat ragam gerak, yaitu bukaan, pencugan, nibakeun, dan mincid. Kata kunci: Gugum Gunbira, genre tari, dan Jaipongan  ABSTRACT Jaipongan: The Genre of Third Dancing Generation in the Development of Sundanese Dance Performing Arts. Sundanese dancing performance art recently has been fi lled with three dancing genres created by three prominent reformers of Sundanese dances, namely Rd. Sambas Wirakusumah who created the dance genre of Keurseus around 1920, Rd. Tjetje Somantri who created the dance genre of Kreasi Baru (New Creation) 1950s, and Gugum Gumbira Tirasondjaya who created the dance genre of Jaipongan in the early 1980s. The three genres of the dances have their own aesthetic image based on their cultural background respectively. The Jaipongan dance genre which now has been more than 30 years and not yet been changed shows the values rooted in Sundanese community life. To explain various important aspects which complete the creation of a dance genre it applies qualitative method employing a phenomenological approach. Based on the research, it is concluded that Jaipongan dance genre is shaped by ethical and aesthetic concepts of egalitarian policies to produce a simple structure and fl exible choreography of four modes of motion, i.e. aperture, pencugan, nibakeun, and mincid. Keywords: Gugum Gunbira, dance genres, and jaipongan
MENIMBANG CATATAN MEDELLKOOP (1809) TENTANG REGLEMENT VAN DE TANDAK OF RONGGENG INHOLEN TE CHERIBON (SEKOLAH RONGGENG DI KERATON CIREBON) LALAN RAMLAN
PANGGUNG Vol 15, No 36 (2005): JURNAL PANGGUNG: JURNAL SENI STSI BANDUNG
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7065.894 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v15i36.851

Abstract

MENIMBANG CATATAN MEDELLKOOP (1809) TENTANG REGLEMENT VAN DE TANDAK OF RONGGENG INHOLEN TE CHERIBON (SEKOLAH RONGGENG DI KERATON CIREBON)AbstraksiDunia ronggeng dalam masyarakat Sunda memiliki kedudukan dan nilai tersendiri, di samping unik juga penyajiannya memiliki keragaman yang khas.Oleh karena itu, ditemukannya sebuah manu skrip dengan tebal 15 halaman koleksi Museum Arsip Nasional Indonesia di Jakarta, berisi tentang Sekolah Ronggeng di Keraton Cirebon judul “Reglement van de Tandak of Ronggeng Inholen te Chirebon (1809)”, menjadi sangat penting untuk segera dikaji dan diinformasikan kepada masyarakat Jawa Barat padau mumnya, dan kalangan akademisi pada khususnya. Apalagi bila dicermati secara seksama, manuskrip tersebut memiliki kadar informasi yang multi dimensi. Tidak saja tergambarkan aktivitasp endidikannya, yaitu melalu isebuah kurikulum yang khusus, tetapi di dalamnya juga tersirat situasi dan kondisi kehidupan masyarakat Cirebon di masa yang menyertainya.Hal ini juga menarik untuk disimak, karena kehidupan dunia ronggeng di Tatar Sunda yang sudah sedemikian merata di berbagai daerah tersebut, hingga saat ini masih ramai dibicarakan/diwacanakan.Kata kunci :Ronggeng, Sejarah, Sunda, politik.
Estetika Tari Réndéng Bojong Karya Gugum Gumbira Lalan Ramlan; Jaja Jaja
PANGGUNG Vol 29, No 4 (2019): Keragaman Seni dan Inovasi Estetik
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.523 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v29i4.1048

Abstract

ABSTRAKTari Réndéng Bojongyang diciptakan oleh Gugum Gumbira pada tahun 1978 dan sepanjang tahun 1980-an, sangat populer di kalangan masyarakat Sunda.Akan tetapi, sejak pertengahan tahun 1990-an bentuk tarian ini tidak pernah terlihat lagi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara komprehensif mengenai berbagai unsur yang membentuknya.Penelitian kualitatif ini mengggunakan teori estetika instrumental dengan metode deskriptif analisis yang tahapan penggalian datanya dilakukan melalui studi pustaka, observasi, dan studi dokumentasi.Berdasarkan hasil analisis diperoleh simpulan, bahwa tari jaiponganRéndéng Bojong itu wujudnya dibentuk oleh tiga unsur utama, yaitu “bentuk” terdiri dari struktur koreografi, struktur karawitan, dan penataan rias-busana; “bobot” terdiri dari eksistensi senimannya, konsep garap, dan proses garap; “penyajian” yaitu tarian berpasangan yang bernuansa pergaulan.Ketiga unsur tersebut terintegrasi menjadi sebuah kristalisasi estetika tari yang menjadi identitas tari Réndéng Bojong.Kata kunci: Estetika tari, jaipongan, Gugum Gumbira, tari Réndéng Bojong, estetika instrumental. ABSTRACTThe Réndéng Bojong dance, which was created by Gugum Gumbira in 1978 and throughout the 1980s, is prevalent among Sundanese people. However, since the mid-1990s, this dance form has never been seen again. The purpose of this study is to understand various elements forming it. This qualitative research uses the theory of instrumental aesthetics with descriptive analysis methods in which data collection uses several stages: library study, observation, and documentation study. The results of the analysis are the Jaipongan Réndéng Bojong dance was formed by three main elements, namely, first, "form" consisting of a choreographic structure, musical structure, and makeup arrangement. Second, "weight" includes the existence of the artist, the concept of working on, and the working process. Third, "presentation" is a paired dance with a social nuance. The three elements integrated into a dance aesthetic crystallization, which is the identity of Réndéng Bojong dance.Keywords: dance aesthetics, jaipongan, Gugum Gumbira, Réndéng Bojong dance, instrumental aesthetics.
NGIGELKEUN LAGU MODEL KREATIVITAS KEPENARIAN DALAM JAIPONGAN Lalan Ramlan
Jurnal Seni Makalangan Vol 3, No 2 (2016): "Menelisik Tradisi Mengais Kreasi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (358.583 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v3i2.888

Abstract

ABSTRAKRepertoar tari dalam genre tari Jaipongan pada umumnya merupakan bentuk sajian tunggal, kalaupun ada yang disajikan dalam bentuk kelompok (rampak) adalah semata-mata sebagai upaya kreatif dalam mencari bentuk sajian lain sesuai kebutuhan pengembangan estetik dan artistik sekaligus. Bahkan dalam bentuk penyajian tunggal, walaupun tariannya sama seringkali disajikan berbeda oleh setiap penari. Faktor apa saja yang menjadi pembeda dari setiap penari, sehingga menghasilkan kualitas kepenarian yang khas? Untuk mendapatkan jawaban, digunakan suatu model kreativitas kepenarian yang disebut ‘ngigelkeun lagu’.Berdasarkan hasil analisis terhadap struktur koreografi Jaipongan, maka diketahui bahwa setiap penari Jaipongan yang handal (piawai; mahir) dalam menyajikan tarinya menggunakan 5 (lima) teknik yaitu; mungkus, maling, metot, ngantep, dan ngeusian sehingga mampu menciptakan gaya penyajian khas miliknya. Key word: kreativitas, kepenarian, jaipongan, ngigelkeun lagu, mungkus, maling, metot, ngantep, ngeusian.  ABSTRACTThe dance repertoire in Jaipongan genre is generally a single presentation form, if there is presented in the form of a group (rampak), it is solely as a creative effort in searching other forms of presentation in accordance with the needs of aesthetic and artistic development as well. Even in the form of a single presentation, altrhrough the dance is the same, it is often presented differently by each dancer. What factors are to be distinguishing, so as to produce a typical quality of dance? To get the answer, is by using a model of dance creativity called ‘ngigelkeun lagu’.Based on the analysis to the structure of Jaipongan choreography, it is figured out that every reliable (proficient: skillfull) Jaipongan dancer in presenting her dance using 5 (five) techniques namely: mungkus, maling, metot, ngantep, and ngeusian so as to create her own typical presentation style. Keyword: creativity, dance, Jaipongan, ngigelkeun lagu, mungkus, maling, metot, ngantep, ngeusian.  
TARI SONTENG KARYA GUGUM GUMBIRA DI PADEPOKAN JUGALA Diana Novita Sari dan Lalan Ramlan
Jurnal Seni Makalangan Vol 7, No 2 (2020): “Gemulai Gerak Ketubuh Tradisi Mencipta Enerji Dinamis Tari Kreasi”
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/mklng.v7i2.1414

Abstract

ABSTRAKSonténg yang artinya kelabilan atau oléng, merupakan gambaran simbolik yang melambangkan proses pencarian jati diri seorang manusia melawan keterpurukan, kesusahan, kegalauan, yang tetap tegar dan kuat bahkan berupaya keras melawan atau merubahnya menjadi kesuksesan dan kebahagiaan. Repertoar tari Jaipongan karya Gugum Gumbira ini begitu enerjik, memiliki dinamika yang tinggi, dan maskulin. Oleh karena itu, masalah yang menarik untuk dikaji dalam sebuah penelitian yaitu bagaimana struktur tari Sonténg Karya Gugum Gumbira di Padepokan Jugala?. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, maka digunakan pendekatan teori struktur dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analisis dengan langkah-langkah; studi pustaka, studi observasi, dan studi dokumentasi. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah tari Sonténg dibentuk oleh tiga unsur estetika utama yaitu koreografi, iringan tari, dan rias busana tari. Ketiga unsur estetika utama tersebut, melalui pendekatan teori struktur Iyus Rusliana merupakan dua dimensi nilai yaitu bentuk dan isi tari yang saling mengisi dan melengkapi dalam memberikan identitas terhadap repertoar tari Sonténg. Kata Kunci: Tari Sonténg, Jaipongan, Gugum Gumbira.  ABSTRACT. Sonteng Dance By Gugum Gumbira In Padepokan Jugala, Desember 2020. Sonténg, which means unsteadiness or oléng, is a symbolic image that symbolizes the process of finding a human's identity against adversity, distress, turmoil, which remains strong and strong and even strives to fight or turn it into success and happiness. The repertoire of the Jaipongan dance by Gugum Gumbira is energetic, has high dynamics, and is masculine. Therefore, an interesting problem to study in a study is how the structure of the Sonténg Karya Gugum Gumbira dance in Padepokan Jugala? To answer these research questions, a structural theory approach is used using descriptive analysis research methods with steps; literature study, observational study, and documentation study. The results obtained from this study are that the Sonténg dance is formed by three main aesthetic elements, namely choreography, dance accompaniment, and dance dress makeup. The three main aesthetic elements, through the structural theory approach of Iyus Rusliana, are two dimensions of value, namely the form and content of the dance which complement and complement each other in giving identity to the repertoire of Sonténg dance. Keywords: Sonténg dance, Jaipongan, Gugum Gumbira. 
IBING LULUGU DALAM KESENIAN RONGGENG AMEN GRUP BARANANG SIANG, KABUPATEN PANGANDARAN Desi Purwanti Lalan Ramlan
Jurnal Seni Makalangan Vol 4, No 1 (2017): "Spirit Tubuh Tanpa Batas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/mklng.v4i1.1088

Abstract

ABSTRAKRonggeng Amen, merupakan hasil bentukan baru dari kesenian Ronggeng Gunung. Struktur penyajiannya terdiri atas: (1) ibing lulugu; (2) ibing baksa; (3) ibing gaul; dan (4) ibing waled. Keempat ibingan ini memiliki daya tarik sendiri, terutama pada ibing lulugu. Salah satu daya tariknya yang paling menonjol terletak pada ragam geraknya dan bentuk penyajiannya yang dilakukan secara rampak oleh para ronggeng. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan bagaimana struktur koreografi dan sumber gerak tarinya. Untuk mengeksplanasi kedua hal tersebut, maka dalam penelitian kualitatif ini digunakan pendekatan metode deskriptif analisis. Penelitian ini menghasilkan simpulan, yaitu Ibing Lulugu menggunakan struktur koreografi yang sederhana, beberapa ragam gerak dilakukan berulang-ulang, menggunakan pola gerak Ronggeng Gunung (pola melingkar) dengan penambahan pola sejajar. Adapun sumber gerak dalam Ibing Lulugu, selain gerak lokal (Ronggeng Gunung) adalah bersumber dari tari Keurseus dan tari Rakyat.Kata Kunci: Ronggeng Gunung, Ronggeng Amen, Ibing Lulugu, Struktur Koreografi.  ABSTRACTIbing Lulugu In The Art Of Ronggeng Amen Grup Baranang Siang, Pangandaran District, June 2017. Ronggeng Amen is the result of a new formation of Ronggeng Gunung art. Its presentation structure consists of: (1) ibing lulugu; (2) ibing baksa; (3) ibing gaul; and (4) ibing waled.  These four moms have their own charms, especially in Ibing Lulugu. One of its most prominent attractions lies in its range of the choreography and the source of its dance movement. To explore both of these things, then in this study used qualitative reseach methods using descriptive analysis approach. This study yielded a conclusion, Ibing Lulugu using simple choreographic structure, some motion is done repeatedly, using Ronggeng Gunung (circular pattern) motion pattern with the addition of parallel pattern. The source of motion in Ibing Lulugu, in addition to local motion (Ronggeng Gunung) is sourced from Keurseus dance , and folk dance.Keyword: Ronggeng Gunung, Ronggeng Amen, Ibing Lulugu, Choreography Structure.