cover
Contact Name
Lukmanul Hakim
Contact Email
lukmanulhakim7419@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalmabasan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota mataram,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
MABASAN
ISSN : 20859554     EISSN : 26212005     DOI : -
Core Subject : Education, Social,
MABASAN is a journal aiming to publish literary studies researches, either Indonesian, local, or foreign literatures. All articles in MABASAN have passed reviewing process by peer reviewers and edited by editors. MABASAN is published by Kantor Bahasa NTB twice times a year, in June and December.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol. 4 No. 1 (2010): Mabasan" : 8 Documents clear
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Daerah dalam Memantapkan Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia NFN Asrif
MABASAN Vol. 4 No. 1 (2010): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.643 KB) | DOI: 10.26499/mab.v4i1.183

Abstract

Bahasa daerah sebagai salah satu kekayaan bangsa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi bagi masyarakat pendukungnya. Selain sebagai alat komunikasi intraetnik, bahasa daerah juga berfungsi sebagai pendukung bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia. Atas dasar fungsi ini seharusnya bahasa daerah terus dibina dan dikembangkan dalam rangka memperkukuh ketahanan budaya bangsa. Bahasa daerah sebaiknya tidak lagi diperlakukan sebagai salah satu kebudayaan yang fungsinya dapat diganti oleh fungsi bahasa lain. Pasal 36 UUD 1945 menyebutkan, antara lain, bahwa bahasa daerah yang dipelihara dengan baik oleh para penuturnya akan dihormati dan dipelihara oleh negara karena bahasa-bahasa daerah tersebut merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup. Kebijakan Bahasa Nasional merumuskan bahwa dalam hubungannya dengan perkembangan kehidupan kenegaraan di Indonesia ke arah pemerintahan otonomi daerah serta pentingnya pembinaan dan pelestarian budaya daerah, bahasa daerah perlu diberi kesempatan yang seluas-luasnya memainkan peranan yang lebih besar. Pemantapan keberadaan dan kesinambungan bahasa daerah bertujuan melindungi bahasa daerah yang merupakan salah satu kekayaan bangsa. Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dinamis dapat memanfaatkan kosakata bahasa daerah sebagai pemerkaya kosakata bahasa Indonesia. Sikap ini tidak hanya memantapkan kebudayaan daerah, tetapi juga memantapkan kebudayaan nasional.
“Ajo Sidi Pembual”, Identitas Diri Sebagai “Mesin Pembedaan” Keminangan: Analisis Kajian Budaya NFN Sulastri
MABASAN Vol. 4 No. 1 (2010): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (344.142 KB) | DOI: 10.26499/mab.v4i1.188

Abstract

Minangkabau yang matrilineal mempunyai ciri keunikan tersendiri. Oleh karena itu, diamati ciri identitas diri keminangan yang merupakan implikasi dari ajaran adatnya terrefleksi lewat teks sastra. Salah satu dapat dilihat dari aspek bahasa yakni  ungkapan kata ‘pembual/gadang ota’. Kompleksitas ungkapan pembual/gadang ota merupakan jagad sosial yang tidak dapat dijelaskan dengan mudah dalam tataran kode bahasa, kode budaya, dan kode sastra dalam konteks keminangan. Pembual/gadang ota menandai kombinasi eksepsional pikiran dan kehendak dari refleksi budaya yang dapat dicermati dalam diri seseorang. Tampaknya  ungkapan ini dibalut dengan  kehebatan, kepintaran dalam menyusun ide dalam kalimat melalui satu idealisme yang kuat. Dapatkah pembual/gadang ota itu dikatakan sebagai sesuatu yang  terkandung dalam sikap politik, mental, pikiran, siasat, dan strategi orang Minang? Tokoh ‘Ajo Sidi pembual’ dapatkah dianggap  sampel identitas diri keminangan secara universal? Studi kasus tokoh Ajo Sidi pembual dalam cerpen “Robohnya Surau Kami”, mudah-mudahan dapat memberikan pencerahan dan jawaban mengenai ‘mesin pembedaan’ keminangan tersebut.
Bukti-Bukti Leksikal Pembeda Bahasa Wanokaka dan Anakalang di Sumba NTT I Gede Budasi
MABASAN Vol. 4 No. 1 (2010): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.442 KB) | DOI: 10.26499/mab.v4i1.184

Abstract

Wanokaka (Wn) and Anakalang (An) languages are two  of the seven languages spoken in Sumba,  East Nusa Tenggara.  Their speakers  live in Central Sumba Regency in East Nusa Tenggara  Province.  Some linguists have considered the two are dialects of Sumba language.  In Budasi’s study (2007 2009), however, both of them were quantitatively proved  as two diffrent languages spoken in the regency. Based on the lexicostatistics analysis and Swadesh’s classification of language, the  relatedness of the two languages was  75,5 %  which means that they belong to language family (They are not in dialects relationship). Both languages were hyphotesized originally from   Proto Wn-An in Sumba Language Group. Based on this hyphothesis, this paper aims at describing qualitatively the the lexical evidences which differ the two  languages. In this  study, the the compartive method was applied. The population of the study were the speakers of the two languages. Three informant samples were selected based on a set of criteria. The instruments of the data gathering were three word lists: Swadesh, Nothofer, and  Holle; and a tape recorder.  Two types of data: secondary and primary,  were collected.  The obtained data  were analysed descriptively and qualitattively. This study concludes that 24.5 %  of the total lexicons identified from the three word lists are  in different forms that differed the two laguages lexically. Thereare two types of findings. The first findings are a number of lexicons which show the forms  of lexical innovation, that is, the forms of cognat sets which show minimum differences in the their phonological patterns; and. The second, is that,  the existance of lexical retentions generated from the Proto Wn-An.  The whole identified evidences  confirmed  the quantitatif data findings mentioned in Budasi’s study (2007 and 2009), that is, the Wn-An are two different languages generated directly from the Proto Wn-An within Sumba language Group.
“Bue-Bue” : Representasi Kehidupan Masyarakat Bajo di Sulawesi Tenggara NFN Uniawati
MABASAN Vol. 4 No. 1 (2010): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (324.369 KB) | DOI: 10.26499/mab.v4i1.189

Abstract

Makalah ini bertujuan untuk mengungkapkan makna yang terkandung dalam lirik “bue-bue”. Makna lirik bue-bue dalam masyarakat Bajo akan diungkapkan melalui proses kajian hermeneutik Ricoeur. Proses itu dapat mengupas secara saksama perihal kehidupan sosial budaya masyarakat tersebut sebagai komunitas pelaut yang hingga kini masih akrab dengan kemisteriusannya. Isi yang terdapat dalam lirik “bue-bue” menyiratkan makna yang dapat merepresentasikan konstruksi realitas dan identitas dalam kehidupan masyarakat suku Bajo, khususnya di Sulawesi Tenggara. Pada intinya, “bue-bue” dalam kehidupan masyarakat Bajo dipandang sebagai sebuah medium untuk mempertahankan kearifan lokal yang terdapat dalam lingkungan masyarakat pelaut tersebut. Menyangkut “bue-bue”, ada satu hal pokok yang mesti dipahami yaitu mengenai keberadaan jenis sastra lisan ini di tengah masyarakat penuturnya. Keberadaan “bue-bue” dalam kenyataan kian hari kian terancam akan ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya. Kurangnya kepedulian masyarakat setempat terhadap kelestarian suatu tradisi lisan menjadi faktor utama terhadap ancaman tersebut. Bajo sebagai masyarakat pelaut yang memiliki kecenderungan terpinggirkan oleh masyarakat yang lain dapat menjadi salah satu pemicu yang mempercepat hilangnya tradisi lisan tersebut. Oleh karena itu, kekhawatiran akan musnahnya penanda identitas budaya masyarakat Bajo sebagai salah satu bentuk “local genius” patut untuk segera diatasi. 
Inovasi Leksikal Bahasa Bali di Lombok: Kajian Dialektologi I Nyoman Sudika
MABASAN Vol. 4 No. 1 (2010): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.843 KB) | DOI: 10.26499/mab.v4i1.185

Abstract

Bahasa Bali di Lombok merupakan salah satu dialek dari bahasa Bali di Bali. Berdasarkan pengelompokan daerah pengamatan, bahasa ini terdiri atas dua kelompok dialek, yaitu dialek Pl (dialek pencilan) dan dialek Gtn. Perkembangannya, kedua dialek tersebut mendapat pengaruh yang cukup kuat dari bahasa Sasak atau pun bahasa daerah lain yang ada di Pulau Lombok. Sehubungan dengan itu, tujuan tulisan ini adalah untuk  mendeskripsikan bentuk inovasi leksikal yang terdapat pada bahasa Bali di Lombok dan  mengetahui asal-usul setiap varian dalam kerangka penentuan  tingkat keinovasian pada masing-masing dialek. Inovasi leksikal bahasa Bali di Lombok ditemukan dalam dua bentuk, yaitu inovasi internal dan inovasi eksternal. Inovasi internal dapat berupa bentuk perubahan bunyi, penambahan bunyi, dan penghilangan bunyi. Adapun inovasi eksternal,  bahasa Bali sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa Sasak.  Persebaran unsur pungutan dari bahasa Sasak di dalam kedua dialek  itu terjadi secara tidak merata. Ketidakmerataan itu telah memperlihatkan bahwa dalam dialek yang terpencil memperlihatkan pengaruh unsur pungutan bahasa Sasak frekuensinya lebih tinggi dibandingkan dengan keterpengaruhannya pada daerah yang tidak terpencil. Inovasi internal yang dialami daerah dialek Pl yang merupakan daerah pencilan memperlihatkan inovasi internalnya rendah. Di sisi lain, pada daerah dialek Mt yang dekat dengan pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, dan kebudayaan, memperlihatkan inovasi internalnya tinggi.
Ketika Cinta Bertasbih: Potret Nasionalisme dan Pembangunan Karakter Bangsa NFN Purwaningsih
MABASAN Vol. 4 No. 1 (2010): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.206 KB) | DOI: 10.26499/mab.v4i1.186

Abstract

Arus globalisasi yang semakin deras membuat banyak di kalangan remaja kita kehilangan sikap nasionalisme dan kehilangan kepribadian diri sebagai bangsaIndonesia. Hal ini ditunjukan dengan gejala-gejala kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dibutuhkan semangat untuk membangun sikap nasionalisme. Sesungguhnya nasionalisme dan karakter bangsa  merupakan faktor penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai sebuah penyangga keberlangsungan kehidupan bernegara. Peranan karakter bangsa merupakan faktor kunci jatuh bangunnya suatu bangsa. Rasa kecintaan dan rasa kepemilikan terhadap negerinya dapat dilihat dari sikap masyarakat itu dalam mengidentifikasi dirinya dalam suatu lingkungan bernegara.Sastra memainkan peranan ini,   bagaimana sastra dapat merengkuh seluruh khalayak di nusantara dalam menyerukan betapa mendesaknya ikhtisar pembentukan karakter bangsa. Karya sastra diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penyadaran dan pemupukan sikap nasionalisme Indonesia. Salah satu karya sastra yang mengangkat isu tentang pembentukan karakter bangsa, yaitu novel Ketika Cinta Bertasbih  karya Habiburrahman El Shirazy. Karya ini merupakan goresan tinta emas yang menggugat dimensi-dimensi tentang sikap nasionalisme dan karakter bangsa yang hadir di sebuah negeri perantauan.  Tentang penemuan jati diri sebagai bangsa yang beragama sangat jelas digambarkan dalam novel tersebut.  Makalah ini secara khusus mengkaji persoalan tentang makna nasionalisme yang tercermin dalam novel Ketika Cinta Bertasbih. Melihat gambaran identitas para tokoh tentang kecintaan dan perasaan memiliki seseorang terhadap bangsa dan negaranya yang berkembang dengan konsep syariat Islam.
Sinergisme Nilai, Fungsi, dan Harapan pada Sikap Positif Berbahasa Abdul Rasyid
MABASAN Vol. 4 No. 1 (2010): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (160.08 KB) | DOI: 10.26499/mab.v4i1.182

Abstract

Label kekosongan dari manusia Indonesia terhadap pengetahuan, pandangan, dan perilaku positif terhadap bahasa Indonesia akan menjadi pengantar kiamat bagi bahasa Indonesia karena bertumbuh dan berkembangnya bahasa Indonesia sangat bergantung pada pendukung bahasa Indonesia itu sendiri. Dengan demikian, dalam era kekinian, nilai, fungsi, dan harapan yang terdapat dalam sikap positif berbahasa sebaiknya diformulasikan dalam paradigma sinergisme yang kongkret. Artinya, konsep sikap positif tidak hanya menjadi bagian dari doktrin pembinaan kebahasaan dan anjuran bernasionalisme, tetapi harus menjadi media pemberdayaan yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam hal perilaku berbahasa. Wujud paradigma tersebut adalah konsep yang dapat atau diharapkan menumbuhkan keyakinan, menggugah perasaan, dan mendorong kecenderungan bertindak sehingga sikap positif tidak lagi menjadi sesuatu yang abstrak. Sikap positif adalah kelangsungan, kenyataan, dan kemanfaatan atau konsistensi berbahasa.
Refleksi Pola Pikir dan Kearifan Lokal Masyarakat Sasak dalam Ranah Pertanian: Sebuah Investigasi atas Fakta Linguistik NFN Saharudin
MABASAN Vol. 4 No. 1 (2010): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.351 KB) | DOI: 10.26499/mab.v4i1.187

Abstract

Adanya gempuran dahsyat dan pengaruh-baik disadari ataupun tidak- dari proses westernisasi dan globalisasi terutama terhadap pandangan hidup masyarakat kita telah menumbuhkan kekhawatiran. Yakni munculnya rasa khawatir akan lenyapnya jati diri bangsa Indonesia dalam arus westernisasi dan globalisasi. Arus tersebut kini telah membawa kesadaran sebagian dari kita untuk melihat kembali dan menggali dasar-dasar pandangan hidup (kepercayaan, perasaan, dan segala hal terdapat dalam pikiran orang/masyarakat yang berfungsi sebagai motor atau stimulan bagi keberlangsungan dan perubahan moral maupun sosial) yang terpendam dalam berbagai bentuk budaya lokal leluhur kita. Memang tidak bisa disangkal lagi bahwa dalam dasawarsa terakhir ini kesadaran orang untuk menggali kembali kearifan lokal (local wisdom) yang ada pada kelompok masyarakat atau suku tertentu lebih intens. Hal ini terjadi karena ilmu pengetahuan modern ternyata tidak selalu membawa hal yang positif dalam kehidupan. Ilmu pengetahuan pertanian modern yang menghasilkan revolusi hijau, misalnya, menimbulkan sejumlah dampak negatif seperti pemakaian  pupuk kimia yang dapat merusak kesuburan tanah dan pemakaian insektisida dan pestisida yang dapat mengganggu keseimbangan alam. Oleh karena itu, orang pun mulai menoleh kembali ke pengetahuan lokal (etnosains) untuk mengetahui bagaimana masyarakat dahulu bertani. Informasi mengenai pengetahuan  lokal itu dapat diperoleh dengan berbagai cara, salah satunya ialah dengan meneliti bahasa yang mereka pakai dalam ranah itu. Dalam bahasa terdapat sejumlah leksikon dan bentuk ekpresi lainnya yang dapat memberi petunjuk berharga mengenai bagaimana masyarakat penuturnya memikirkan dunia ini (pola pikir).

Page 1 of 1 | Total Record : 8