cover
Contact Name
Fransisca Iriani Rosmaladewi
Contact Email
fransiscar@fpsi.untar.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jmishs@untar.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta barat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
ISSN : 25796348     EISSN : 25796356     DOI : -
Core Subject : Art, Social,
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni (P-ISSN 2579-6348 dan E-ISSN 2579-6356) merupakan jurnal yang menjadi wadah bagi penerbitan artikel-artikel ilmiah hasil penelitian dalam bidang Ilmu Sosial (seperti Ilmu Psikologi dan Ilmu Komunikasi), Humaniora (seperti Ilmu Hukum, Ilmu Budaya, Ilmu Bahasa), dan Seni (seperti Seni Rupa dan Design). Jurnal ilmiah ini diterbitkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara. Dalam satu tahun, jurnal ini terbit dalam dua nomor, yaitu pada bulan April dan Oktober.
Arjuna Subject : -
Articles 34 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni" : 34 Documents clear
PENERAPAN GROUP ANGER MANAGEMENT DAN PROBLEM SOLVING TRAINING DALAM MENURUNKAN AGRESI PADA REMAJA DI LPKA Gracia Ivonika; Roslina Verauli
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.3870.2020

Abstract

Aggression is a behavior that includes intention to hurt others both physically and psychologically. Some risk factors that play an important role in aggression are lack of anger control and problem solving. Anger management training and problem solving training can improve the ability to manage and express anger in a socially competent behavior, and solve problems with the right considerations without involving aggressive behavior. Problem solving skills are important for adolescents. This study aims to determine whether the application of group anger management and problem solving training can reduce aggressive behavior among male adolescents in LPKA. The five study participants had records of aggressive behavior from young age to adolescence and often resolved problems through aggressive behavior. The anger management and problem solving training group lasted for 8 sessions. This study uses mixed method one group pre-test post-test design. Evaluations were conducted using Draw-A-Person Test, BAUM, and Aggressive Behavior Scale before and after the intervention. The results of this study indicate that the five participants showed a decrease in aggressive behavior scores. Changes between pre-test and post-test of Draw-A-Person Test and BAUM can be seen from changes in drawing of person made by participants based on the size, location of the drawing, shape, lines, and attributes of the drawing. Perilaku agresi adalah suatu kategori perilaku yang ditunjukkan dengan niat untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun secara psikologis. Beberapa faktor risiko yang memainkan peran penting dalam perilaku agresi adalah kurangnya kemampuan pengendalian kemarahan dan pemecahan masalah. Pelatihan anger management dan problem solving training dapat meningkatkan kemampuan mengelola dan mengekspresikan kemarahan dalam bentuk perilaku yang kompeten secara sosial, serta memecahkan masalah dengan pertimbangan yang tepat tanpa melibatkan perilaku agresi. Kemampuan pemecahan masalah juga merupakan komponen dalam keterampilan hidup yang penting bagi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apakah penerapan group anger management dan problem solving training dapat menurunkan perilaku agresi pada remaja pria di LPKA. Kelima partisipan penelitian ini memiliki latar belakang perilaku agresi sejak usia sekolah hingga remaja dan seringkali menyelesaikan masalah dengan melibatkan perilaku agresi. Group anger management dan problem solving training yang dijalankan oleh partisipan berlangsung selama 8 sesi. Penelitian ini menggunakan mixed method one group pre-test post-test design. Evaluasi dilakukan menggunakan Draw-A-Person Test, BAUM, dan Skala Perilaku Agresi sebelum dan sesudah intervensi dilaksanakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelima partisipan mengalami penurunan skor perilaku agresi. Perubahan dalam evaluasi pre-test dan post-test Draw-A-Person Test dan BAUM dapat dilihat dari perubahan gambar orang yang dibuat oleh partisipan berdasarkan aspek ukuran, letak gambar, bentuk, coretan garis, dan atribut pada gambar.
PENERAPAN SOLUTION-FOCUSED BRIEF THERAPY DENGAN PENDEKATAN KELOMPOK UNTUK MEMPERBAIKI KONSEP DIRI REMAJA DI LPKA SLM Jerry Jerry; Woro Kurnianingrum; Debora Basaria
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.3869.2020

Abstract

ABSTRACTAdolescents face the developmental task of  'identity versus identity confusion' which requires them to form a complete picture of themselves through the process of exploration of various types of work, values or ideologies and sexual identity. The concept of self begins to develop and stabilize in adolescence due to the formation of self-identity. Adolescents with negative self-concepts are more inclined to become deviants as a form of inability to adjust to the norms, causing them to be involved in legal issues. Adolescents in juvenile correctional facilities tend to show negative self-concepts compared to others. Negative views on themselves, coupled with being labelled as criminals results in low self-concept. Therefore, the aim of this study is to assess the effectiveness of solution-focused brief therapy with a group approach to improve self-concept in adolescents in SLM LPKA. The sampling technique used in this study was purposive sampling, which found five teenagers in SLM LPKA with low self-concepts as seen from DAP pre-test results. This study used one group pre-test post-test research design in which participants were administered DAP test before and after the intervention, and the results compared. Solution-focused brief therapy with a group approach in this study was conducted in five sessions for 60 minutes each. The five participants showed better self-concept after intervention. Changes could be seen during the intervention process and from the results of the DAP post-test. Based on the results obtained, it can be concluded that solution-focused brief therapy with a group approach is effective to improve self-concept in adolescents in SLM LPKA. Remaja menghadapi tugas perkembangan ‘identity versus identity confusion’ yang menuntut mereka harus membentuk gambaran yang utuh mengenai diri sendiri melalui proses eksplorasi terhadap berbagai jenis pekerjaan, nilai atau ideologi serta identitas seksual. Konsep diri mulai berkembang dan stabil pada masa remaja karena mulainya pembentukkan identitas diri. Remaja yang memiliki konsep diri yang negatif mudah melakukan tindakan yang menyimpang sebagai bentuk ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku sehingga menyebabkan remaja terlibat dalam masalah hukum. Remaja yang berada dalam lembaga permasyarakatan dapat menunjukkan konsep diri yang cenderung negatif dibandingkan dengan remaja lainnya. Pandangan negatif terhadap dirinya dengan label remaja pidana membuat remaja memiliki  konsep diri yang rendah.  Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas penerapan solution-focused brief therapy dengan pendekatan kelompok untuk memperbaiki konsep diri pada remaja di LPKA SLM. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive samping yaitu lima orang remaja di LPKA SLM yang memiliki konsep diri rendah dilihat dari pre-test DAP. Penelitian ini menggunakan desain penelitian one group pre-test post-test dimana partisipan diberikan tes DAP untuk mengetahui perbandingan hasil sebelum dan sesudah pemberian intervensi. Solution-focused brief therapy dengan pendekatan kelompok dalam penelitian ini diberikan sebanyak lima sesi yang dilakukan selama 60 menit setiap sesi. Terlihat kelima partisipan menunjukkan konsep diri yang lebih baik. Perubahan dapat dilihat dari selama proses intervensi berlangsung dan hasil post-test DAP. Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa solution-focused brief therapy dengan pendekatan kelompok cukup efektif untuk memperbaiki konsep diri pada remaja di LPKA SLM.
GROUP ART THERAPY UNTUK MENINGKATKAN SELF-ESTEEM REMAJA DI LPKA TNG Misty, Eviana; Tirta, Stella
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.3872.2020

Abstract

Adolescence is a transitional period between childhood and adulthood which is marked by physical and psychological changes, the desire to be free from authority, curiosity, the search for self-identity, and the formation of peer groups, and therefore, adolescence is an important period for the development of self-esteem. There are several psychological impacts experienced by adolescents in LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak), one of which is low self-esteem. One way to increase self-esteem is to use art therapy. This study was conducted in TNG LPKA on 6 adolescents known as AR, SJ, MR, TA, PA, and AN who showed low self-esteem. Group interventions were conducted using group art therapy for eight sessions. This study uses semi-structured interviews, as well as the Draw-a-Person test, the BAUM test, and the Wartegg Zeichen Test; which were analyzed to obtain a comparative picture of self-esteem before and after group intervention. Based on the results of observations, Draw-a-Person and BAUM tests, an increase in self-esteem in the six participants was found, as well as attitudes and activeness in the group. The results of the Wartegg Zeichen Test differ for each participant. These results indicate that group art therapy is quite effective in increasing adolescent self-esteem in TNG LPKA. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan menuju ke masa dewasa yang ditandai dengan timbulnya perubahan fisik dan psikis, keinginan bebas dari kekuasaan, rasa ingin tahu, mencari dan menemukan identitas diri, serta pembentukan kelompok sebaya, sehingga pada masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan self-esteem. Terdapat beberapa dampak psikologis yang dialami remaja berada di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak), satu diantaranya adalah self-esteem yang rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan self-esteem adalah dengan menggunakan art therapy. Penelitian ini dilaksanakan di LPKA  TNG terhadap 6 remaja dengan inisial AR, SJ, MR, TA, PA, dan AN yang menunjukkan indikasi self-esteem yang rendah. Intervensi kelompok dilakukan dengan menggunakan group art therapy selama delapan sesi. Penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur, serta tes Draw-a-Person, tes BAUM, dan Wartegg Zeichen Test; yang dianalisis untuk mendapatkan gambaran perbandingan self-esteem sebelum dan sesudah pemberian intervensi kelompok. Berdasarkan hasil observasi dan tes Draw-a-Person serta BAUM, ditemukan peningkatan self-esteem pada keenam partisipan baik dari perubahan tingkat self-esteem serta dari sikap dan keaktifan dalam kelompok. Perbedaan hasil Wartegg Zeichen Test berbeda-beda dari setiap partisipan. Hasil tersebut menunjukkan group art therapy cukup efektif untuk meningkatkan self-esteem remaja di LPKA  TNG.
PENERAPAN BIBLIOTHERAPY UNTUK MENURUNKAN TINGKAT PERILAKU AGRESI PADA REMAJA DI LPKA X Aryani, Fransiska Xaveria; Basaria, Debora; Pranawati, Santy Yanuar
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.3803.2020

Abstract

Adolescence is a period marked by the search for self-identity. Self-identity is a concept of self, an opportunity to achieve agreeable goals, values, and beliefs starting in adolescence. When adolescents experience problems in their search for identity - or when adolescents have limited opportunities - they are at risk of displaying behaviors with negative consequences. Adolescents with poor impulse control are more likely to display aggressive behavior and not think about their future. Aggression is defined as a physical or verbal behavior that hurts, threatens, or endangers other targeted individuals or objects. Bibliotherapy is an intervention that reduces the level of aggression in children and adolescents, therefore this study aims to determine the effectiveness of bibliotherapy in reducing the level of aggressive behavior among adolescents in X LPKA. Research and group intervention using bibliotherapy involved six participants. All participants are adolescents with a tendency towards aggression and were inmates at X LPKA. This study uses one group pre-test post-test design. The intervention process was conducted throughout 6 sessions and each session lasted between 60-90 minutes. The results of the intervention shows that bibliotherapy is effective to reduce the level of aggressive behavior in adolescents in LPKA X. This can be seen from the results of the evaluation of interventions and pre-test and post-test comparison. In addition to changes in the level of aggressive behavior, changes are also seen in the proactivity of participants in the group. Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri. Identitas diri merupakan konsep mengenai diri, kesempatan mencapai tujuan, nilai, dan kepercayaan yang ingin disepakati mulai pada masa remaja. Ketika remaja mengalami masalah saat pencarian identitasnya – atau ketika remaja hanya memiliki kesempatan yang terbatas – remaja beresiko menampilkan perilaku dengan konsekuensi negatif. Remaja yang masih cenderung memiliki kontrol dorongan yang buruk dapat menyebabkan remaja tersebut kemungkinan besar untuk menampilkan perilaku agresi dan tidak memikirkan masa depannya. Agresi didefinisikan sebagai suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam, atau membahayakan individu lain atau objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut secara fisik atau verbal. Bibliotherapy merupakan salah satu jenis intervensi untuk menurunkan tingkat agresi pada anak dan remaja, sehingga penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas penerapan bibliotherapy untuk menurunkan tingkat perilaku agresi pada remaja di LPKA X. Penelitian dan intervensi kelompok dengan bibliotherapy ini melibatkan enam partisipan. Seluruh partisipan merupakan remaja dengan kecenderungan perilaku agresi dan berstatus sebagai anak didik lapas (andikpas) di LPKA X. Penelitian ini menggunakan one group pre-test post-test design. Proses intervensi dilaksanakan dalam 6 sesi dan setiap sesinya berlangsung antara 60-90 menit. Hasil intervensi dapat menunjukkan bahwa bibliotherapy efektif digunakan untuk menurunkan tingkat perilaku agresi pada remaja di LPKA X. Efektivitas bibliotherapy untuk menurunkan tingkat perilaku agresi pada remaja dapat dilihat dari hasil evaluasi intervensi dan perbandingan pre-test dan post-test. Selain perubahan pada tingkat perilaku agresinya, perubahan juga terlihat pada keaktifan partisipan dalam kelompok.
PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP PROXIMAL WITHDRAWAL STATES PADA KARYAWAN PERUSAHAAN PERBANKAN Venesia, Venesia; Tumanggor, Raja O.; Suyasa, P. Tommy Y.S.
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.3496.2020

Abstract

Banks play an important role in a country's economy. However, banks face various challenges in meeting their objectives. One of the challenges faced by some banks is a high employee turnover rate. In regards to turnover, there is a new concept of proximal withdrawal states proposed by Hom, Mitchell, Lee, and Griffeth (2012) as the closest and more accurate predictor of turnover than intention to leave (Li, Lee, Mitchell, Hom, & Griffeth, 2016).Proximal withdrawal states is the condition of one's motivation towards the company where he/she works, which consists of two dimensions, namely (a) preference to leave or stay in the company (intention to leave) and (b) control of those desires (perceived control over preference). The combination of the two dimensions forms four types of proximal withdrawal states, namely enthusiastic leavers, reluctant stayers, reluctant leavers, and enthusiastic stayers. Job satisfaction, which has a significant negative relationship with intention to quit (Masum et al., 2016), proved to be more accurate in predicting turnover when analyzed with proximal withdrawal states (Li et al., 2016).This study aims to determine the effect of job satisfaction on proximal withdrawal states in banking company employees. This study uses descriptive non-experimental research method, with purposive sampling technique. 273 banking company employees who participated in this study. The results of the analysis using multinominal logistic regression testing showed the effect of job satisfaction on proximal withdrawal states for banking employees. The higher the level of job satisfaction of banking employees, the greater the tendency for employees to become enthusiastic stayers or reluctant stayers, both of whom have a desire to remain in the company. Bank memiliki peran penting bagi perekonomian negara. Namun bank menghadapi berbagai tantangan dalam memenuhi tujuannya. Salah satu tantangan yang dihadapi beberapa bank adalah tingkat turnover karyawan yang tinggi. Terkait dengan turnover, terdapat konsep baru mengenai proximal withdrawal states yang diusulkan oleh Hom, Mitchell, Lee, dan Griffeth (2012) sebagai faktor (prediktor) yang paling dekat dan lebih akurat untuk memprediksi turnover dibandingkan intention to leave (Li, Lee, Mitchell, Hom, & Griffeth, 2016). Proximal withdrawal states adalah kondisi motivasi seseorang terhadap perusahaan di mana ia bekerja, yang terdiri dari dua dimensi yaitu (a) preferensi untuk keluar atau menetap di perusahaan (intention to leave) dan (b) kendali atas keinginan tersebut (perceived control over preference). Perpaduan kedua dimensi tersebut membentuk empat jenis proximal withdrawal states, yaitu enthusiastic leavers, reluctant stayers, reluctant leavers, dan enthusiastic stayers. Kepuasan kerja, yang memiliki hubungan signifikan negatif dengan intention to quit (Masum et al., 2016), terbukti semakin akurat dalam memprediksi turnover ketika dianalisis dengan proximal withdrawal states (Li et al., 2016). Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap proximal withdrawal states pada karyawan perusahaan perbankan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental deskriptif, dengan teknik purposive sampling. Terdapat 273 karyawan perusahaan perbankan yang menjadi partisipan dalam penelitian ini. Hasil analisis dengan pengujian regresi logistik multinominal menunjukkan adanya pengaruh kepuasan kerja terhadap proximal withdrawal states pada karyawan perbankan. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan perbankan, maka semakin besar peluang karyawan untuk menjadi enthusiastic stayers ataupun reluctant stayers, di mana keduanya memiliki keinginan untuk menetap di perusahaan.
EFEK MODERATOR MODAL PSIKOLOGIS DAN KOMITMEN MANAJEMEN DALAM HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN PERILAKU KESELAMATAN KERJA Sesari, Sesari; Rostiana, Rostiana
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.3536.2020

Abstract

ABSTRACTSafety performance as personal work behavior related to organizational safety, which is bound by psychological antecedents and can be evaluated by the system. Traditionally, safety performance was measured by accident and death rates. Such method had limitations, therefore two dimensions of safety behavior were proposed, namely: (1) safety compliance, (2) safety participation. This study intends to adopt previous research, concerning variables such as work stress, work safety, and psychological capital in different industries, namely in the shipping industry. In addition to making psychological capital a moderator, this study also makes management commitment variable a moderator. This research was conducted with the aim to examine the relationship between work stress and work safety behavior with psychological capital and management commitment as a moderator. The research method used in this research is quantitative non-experimental research. This study aims to examine the causal relationship without manipulation or administering specific treatment on participants. The research subjects of this study were 200 seamen who served on a tanker owned by PT XYZ, whose headquarter is located in Jakarta. Research data processed using conditional PROCESS from Hayes (2013) show that psychological capital has an effect as a moderator of relationship between safety related work stress and work safety behavior (β = 0.32, p <0.05) while management commitment has no effect as a moderator of relationship between safety related work stress and work safety behavior (β = -0.02, p> 0.05). Kinerja keselamatan sebagai tingkah laku kerja personal yang berhubungan dengan keselamatan organisasi, yang terikat dengan anteseden psikologisnya dan dapat dievaluasi oleh system. Pada era tradisional, kinerja keselamatan diukur dengan tingkat kecelakaan dan kematian Metode tersebut memiliki keterbatasan, sehingga diajukan dua dimensi dari perilaku keselamatan, yaitu: (1) safety compliance, (2) safety participation. Penelitian ini bermaksud mengadopsi penelitian dilakukan sebelumnya, mengenai variabel-variabel yaitu stres kerja, keselamatan kerja, dan modal psikologis di dalam industri yang berbeda, yaitu pada industri pelayaran. Selain menjadikan modal psikologis sebagai moderator, penelitian ini juga menjadikan variabel komitmen manajemen sebagai moderator. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji hubungan stres kerja terhadap perilaku keselamatan kerja dengan modal psikologis dan komitmen manajemen sebagai moderator. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non-eksperimental. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan sebab-akibat tanpa memberikan manipulasi atau perlakuan tertentu terhadap partisipan. Subjek penelitian dari penelitian ini adalah 200 pelaut yang bertugas di kapal tanker milik PT XYZ, yang kantor pusatnya ada di Jakarta. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan conditional PROCESS dari Hayes (2013) menunjukkan bahwa modal psikologis berefek sebagai moderator antara hubungan stres kerja terkait keselamatan dengan perilaku keselamatan kerja (β=0.32, p<0.05) dan komitmen manajemen tidak berefek sebagai moderator antara hubungan stres kerja terkait keselamatan dengan perilaku keselamatan kerja (β=-0.02, p>0.05).
WORK PERFORMANCE: THE IMPACT OF WORK ENGAGEMENT, PSYCHOLOGICAL CAPITAL, AND PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT Kiky Dwi Hapsari Saraswati; Mirda Sari Ningtyas Dara Pertiwi
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.7992.2020

Abstract

Work performance, undoubtedly, is the key of organizational success. Therefore, it is very important to find out the antecedents which will significantly lead to work performance. Unlike other organizations, mental hospital is a unique institution delivering a different kind of service, both to the patients as well as the family of the patients. Adding to the fact, nurses play a very important role in determining the performance of the hospital. Current study aimed to investigate the contributions of work engagement, psychological capital, and perceived organizational support towards work performance. This was a quantitative non-experimental research employing four questionnaire distributed to 140 nurses from all positions, ranging from junior to senior,  and conducted in a mental hospital in Jakarta, Indonesia. The questionnaires distributed to participants were 47-item Individual’s Work Performance, 3-item Utrecht Work Engagement Scale, 24-item Psychological Capital Questionnaire, and 8-item Survey of Perceived Organizational Support. The results of the study found that work engagement played a significant role towards work performance (F=42.402, p<0,05). Moreover, psychological capital and perceived organization support contributed a significant impact towards work engagement (F=3.678, p<0.05). Tidak diragukan lagi bahwa kinerja adalah kunci keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, mengetahui anteseden yang secara signifikan akan mengarah pada kinerja sangat penting. Tidak seperti organisasi lain, rumah sakit jiwa adalah institusi unik yang memberikan layanan yang berbeda, baik untuk pasien maupun keluarga pasien. Ditambah juga perawat memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan kinerja rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kontribusi keterlibatan kerja, modal psikologis, dan dukungan organisasi yang dirasakan terhadap kinerja kerja. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non-eksperimental yang menggunakan empat kuesioner yang didistribusikan kepada 140 perawat dari berbagai posisi, mulai dari junior hingga senior, dan dilakukan di sebuah rumah sakit jiwa di Jakarta, Indonesia. Kuesioner yang dibagikan kepada peserta adalah Individual’s Work Performance yang terdiri dari 47 item, Utrecht Work Engagement Scale yang terdiri dari 3 item, Psychological Capital Questionnaire yang terdiri dari 24 item, dan Survey of Perceived Organizational  Support yang terdiri dari 8 item. Hasil penelitian menemukan bahwa keterlibatan kerja berperan penting terhadap kinerja kerja (F = 42,402, p <0,05). Selain itu, modal psikologis dan dukungan organisasi yang dirasakan berkontribusi secara signifikan pada keterlibatan kerja (F = 3,678, p <0,05).
PERAN KONTRAK PSIKOLOGIS RELASIONAL DAN TRANSAKSIONAL SEBAGAI PREDIKTOR PERILAKU KERJA KONTRAPRODUKTIF ORGANISASI DAN INTERPERSONAL Ismoro Reza Prima Putra; P. Tommy Y.S. Suyasa; Raja Oloan Tumanggor
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.7550.2020

Abstract

Counterproductive work behavior occured in Indonesia, especially in companies. Companies that have many employees with counterproductive work behavior will have a negative impact on the productivity and business of the company. Counterproductive work behavior can be explained by psychological contracts held by each employee. Therefore, this study has examined the role of relational and transactional psychological contracts as predictors of organizational and interpersonal counterproductive work behavior. Counterproductive work behavior was defined as behavior that violates organizational norms and is detrimental to the organization and the individuals within it. Meanwhile, employee psychological contracts were defined as employee perceptions of behavioral obligations that must be given to the organization. Participants in this study were 378 employees in one company in Jakarta. Counterproductive work behavior measurement tool used a workplace deviance scale with a total of 48 items. Meanwhile, psychological contract measurement tools consist of 33 items. The analytical method that has been used is regression and bootstrapping. The results showed that relational psychological contracts play a negative role in predicting organizational counterproductive work behavior (β = -0.308, p <0.01) and interpersonal (β = -0.307, p <0.01). Meanwhile, transactional psychological contracts play a positive role in predicting counterproductive organizational work behavior (β = 0.199, p <0.01) and interpersonal (β = 0.221, p <0.01). Through the Mann-Whitney U test there were differences in relational psychological contracts (U = 6179.00, p <0.05), organizational counterproductive work behavior (U = 3332.50, p <0.05), and interpersonal counterproductive work behavior (U = 4491.00, p <0.05) between male employees and female employees. Meanwhile, there was no difference in the transactional psychological contract between male and female employees (U = 8321.00, p> 0.05). Implications for theory and practice are discussed. Perilaku kerja kontraproduktif banyak terjadi di Indonesia khususnya di perusahaan. Perusahaan yang banyak memiliki karyawan dengan perilaku kerja kontraproduktif akan memiliki dampak negatif terhadap produktivitas dan bisnis perusahaan. Perilaku kerja kontraproduktif dapat dijelaskan oleh kontrak psikologis yang dimiliki oleh setiap karyawan. Oleh karena itu, penelitian ini menguji peran kontrak psikologis relasional dan transaksional sebagai prediktor terjadinya perilaku kerja kontraproduktif organisasi dan interpersonal. Perilaku kerja kontraproduktif didefinisikan sebagai perilaku yang melanggar norma-norma organisasi dan merugikan organisasi maupun individu di dalamnya. Sementara itu, kontrak psikologis karyawan didefinisikan sebagai persepsi karyawan terhadap kewajiban perilaku yang harus diberikan kepada organisasinya. Partisipan dalam penelitian ini adalah 378 karyawan di salah satu perusahaan di Jakarta. Alat ukur perilaku kerja kontraproduktif menggunakan workplace deviance scale dengan total 48 item. Sementara itu, alat ukur kontrak psikologis terdiri dari 33 item. Metode analisis yang digunakan adalah regresi dan bootstrapping. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrak psikologis relasional berperan negatif dalam memprediksi perilaku kerja kontraproduktif organisasi (β=-0.308, p < 0.01) dan interpersonal (β=-0.307, p < 0.01). Sementara itu, kontrak psikologis transaksional berperan positif dalam memprediksi perilaku kerja kontraproduktif organisasi (β=0.199, p < 0.01) dan interpersonal (β=0.221, p < 0.01). Melalui uji Mann-Whitney U terdapat perbedaan kontrak psikologis relasional (U=6179.00, p < 0.05), perilaku kerja kontraproduktif organisasi (U=3332.50, p < 0.05), dan perilaku kerja kontraproduktif interpersonal (U=4491.00, p < 0.05) antara karyawan laki-laki dan karyawan perempuan. Sementara itu, kontrak psikologis transaksional antara karyawan laki-laki dan karyawan perempuan tidak terdapat perbedaan (U=8321.00, p > 0.05). Hasil dari penelitian ini, baik secara teori maupun praktik, akan didiskusikan lebih lanjut. 
PENERAPAN RHYTHMIC MOVEMENT TRAINING DALAM MENINGKATKAN ATENSI PADA ANAK DENGAN ATTENTION-DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER Said, Aprillia Ramadhin; Marat, Samsunuwiyati; Basaria, Debora
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.2982.2020

Abstract

The number of children diagnosed with Attention-Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) keeps increasing, therefore it is important to highlight the problems experienced by children with ADHD. The problem that persists as children with ADHD grow older is attention problem. Attention problem can impair learning, performance, academic achievement and social functioning. Attention problem among ADHD children is closely related to the condition of retained primitive reflex. This attention problem must be solved to minimize the ensuing impact, especially among children with ADHD. There are several therapies to help children with ADHD overcome attention problem, one of them being Rhythmic Movement Training. Rhythmic Movements Training (RMT) integrates retained primitive reflexes through movements that can stimulate the development of nerve cells in the brain, which results in increased attention. The purpose of this study is to determine the application of Rhythmic Movement Training (RMT) in increasing attention of children with ADHD. This study uses one group pre-test post-test design using Structured Observation of Academic and Play Settings (SOAPS) to measure the attention of participants before and after Rhythmic Movement Training (RMT) is given. The results show that Rhythmic Movement Training (RMT) can increase the attention of participants, who are children with ADHD. Jumlah anak dengan Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) semakin bertambah, sedangkan terdapat beberapa permasalahan yang dialami oleh anak dengan ADHD. Permasalahan yang menetap seiring dengan perkembangan usia pada anak dengan ADHD adalah permasalahan atensi. Permasalahan atensi dapat menyebabkan permasalahan dalam pembelajaran, performa anak, prestasi akademik dan fungsi sosial. Permasalahan atensi pada anak ADHD erat kaitannya dengan kondisi retained primitive reflex. Permasalahan atensi ini perlu diatasi untuk meminimalisir dampak yang terjadi, khususnya pada anak dengan ADHD. Terdapat beberapa terapi untuk mengatasi permasalahan atensi pada anak dengan ADHD, salah satunya dengan Rhythmic Movement Training. Rhythmic Movements Training (RMT) dapat mengintegrasikan retained primitive reflex melalui gerakan yang dapat menstimulasi perkembangan sel saraf pada otak, yang dapat berdampak pada meningkatnya atensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan Rhythmic Movement Training (RMT) dalam meningkatkan atensi pada anak ADHD. Penelitian ini menggunakan one group pre-test post-test design dengan menggunakan Structured Observation of Academic and Play Settings (SOAPS), untuk mengukur atensi para partisipan sebelum dan sesudah diberikannya Rhythmic Movement Training (RMT). Hasil menunjukkan bahwa Rhythmic Movement Training (RMT) dapat meningkatkan atensi para partisipan yang merupakan anak dengan ADHD.
PENGARUH BRAND IMAGE TERHADAP IMPLEMENTASI DESAIN INTERIOR STUDI KASUS MUSEUM BASKET THE BUCKETLIST, BOGOR Mutiara, Maitri Widya; Kristina, Ardya
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.7750.2020

Abstract

Brand image is a representation of the whole brand and is formed from information and past experience of the brand. Implementation of brand image in interior design will provide a positive image. The museum is an institution that has properties, one of which is Basketball is a popular sport in Indonesia. But unfortunately, the history of basketball development in Indonesia has not been well documented. The Bucketlist is a place as a basketball history museum in Indonesia. Research methods to support the results of the design carried out in this paper are literature studies, site studies / floor plans and focus group discussions. This research is the basis for making design decisions on the Interior design of The Bucketlist Basketball Museum. In order to attract visitors, a strong brand image is needed. Brand image is a representation of the overall perception of the brand and is formed from information and past experience of the brand. Servicescape itself is a physical environment which includes services in an interior or exterior facility. Awareness of this servicescape will affect users and visitors of the place. Based on the FGD that has been done, The Bucketlist's brand image is basketball-focused, experience-oriented, instagrammable, and family friendly. The brand image that has been determined from the results of this discussion becomes the basis for the formation of the image of the space to be applied in the interior design of the Bucketlist Basket Museum. In its application, all four aspects of the brand image have been applied but there is still room for maximization given the current project is still running.Perancangan interior yang baik memiliki banyak pertimbangan yang akan membuat nyaman penggunanya. Sehingga pengguna adalah sebagai salah satu pertimbangan dalam perancangan. Dalam ruang publik, selain pengguna juga perlu mempertimbangkan citra ruang tersebut yang sesuai dengan citra brand yang dapat dilihat melalui brand image. Brand image merupakan representasi dari keseluruhan merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek tersebut. Implementasi brand image dalam desain interior akan memberikan citra yang positif. Museum merupakan lembaga yang memiliki sifat, salah satunya adalah Basket merupakan olahraga yang digemari di Indonesia. Akan tetapi, sejarah perkembangan basket di Indonesia belum terdokumentasikan dengan baik. The Bucketlist hadir menjadi wadah sebagai museum sejarah basket di Indonesia. Dalam rangka menarik pengunjung, diperlukan brand image yang kuat. Brand image adalah representasi dari keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Servicescape sendiri merupakan lingkungan fisik yang di dalamnya mencakup pelayanan pada suatu fasilitas interior ataupun eksterior. Kesadaran akan servicescape ini akan mempengaruhi pengguna maupun pengunjung tempat tersebut. Metode penelitian untuk mendukung hasil desain yang dilakukan dalam penulisan ini adalah studi literatur, studi tapak/denah dan diskusi kelompok terarah (FGD). Penelitian ini menjadi dasar pengambilan keputusan-keputusan desain pada desain Interior Museum Basket The Bucketlist. Hasil penelitian ditemukan bahwa, brand image The Bucketlist adalah basket-focused, experience-oriented, instagrammable, dan family friendly. Brand image yang sudah ditetapkan dari hasil diskusi ini menjadi dasar bagi pembentukan citra ruang yang ingin diterapkan dalam desain interior Museum Basket The Bucketlist. Dalam penerapannya, keempat segi brand image sudah diterapkan namun masih terbuka ruang untuk dimaksimalkan mengingat saat ini proyek masih berjalan.

Page 1 of 4 | Total Record : 34