cover
Contact Name
Mochamad Yusuf Putranto
Contact Email
selisik@univpancasila.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
selisik@univpancasila.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Selisik : Jurnal Hukum dan Bisnis
Published by Universitas Pancasila
ISSN : 24604798     EISSN : 26856816     DOI : -
Jurnal Selisik merupakan media yang diterbitkan oleh Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca sarjana Universitas Pancasila. Pada awal berdirinya Jurnal Selisik dikhususkan pada ragam gagasan hukum dan bisnis. Hal ini tidak lepas dari pengkhususan program studi di PMIH, yakni Hukum Dan Bisnis. Sejalan dengan perkembangan dan pengembangan PMIH, yakni dibukanya program studi baru mengenai Hukum Konstitusi dan Tata Kelola Pemerintahan, maka tema dan fokus Jurnal Selisik juga mengalami perluasan, diantaranya Hukum, Bisnis, Hukum Konstitusi dan Tata Kelola Pemerintahan sebagai basis susbtansi kajiannya.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 3 No 2 (2017): Desember" : 8 Documents clear
Reformasi Pajak Untuk Kemandirian Bangsa Mukhamad Misbakhun
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (512.774 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v3i2.672

Abstract

Penerapan Amnesti Pajak adalah salah satu success story pemerintahan Joko Widodo. Kebijakan Amnesti Pajak menjadi upaya ekstra pemerintah dalam rangka mengawal pencapaian target penerimaan. Sikap tanggap, cepat dan dukungan penuh Presiden Joko Widodo sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah begitu empati dengan berbagai kekhawatiran dan kegelisahan yang dapat mengancam stabilitas kehidupan rakyat banyak.
Pertukaran Informasi Keuangan Secara Otomatis (Automatic Exchange Of Financial Account Information (AEOI) Untuk Kepentingan Perpajakan (Selisik Tentang : Perpu Nomor 1 Tahun 2017) Bustamar Ayza
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (727.125 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v3i2.673

Abstract

Banyak negara-negara yang memberi perlindungan terhadap nasabah perbankan di negerinya untuk kepentingan perpajakan, termasuk Indonesia. Perlindungan Indonesia, data perbankan untuk kepentingan perpajakan diberikan ijin oleh otoritas perbankan atas permintaan Menteri Keuangan. Pemberian data tanpa ijin otoritas perbankan merupakan tindak pidana. Republik Indonesia bersama 99 negara lainnya, telah menyatakan komitmennya untuk mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis berdasarkan Common Reporting Standard (CRS), yang disusun oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) dan G20. Namun komitmen Indonesia mengimplementasikan komitmen dalam Multilateral Competent Authority Agreementpada tanggal 3 Juni 2015 tentang keterbukaan informasi keuanganuntuk kepentingan perbankan secara otomatis yang harus dimulai September 2018,terkendala karena regulasi perbankan. Bahwa saat ini masih terdapat keterbatasan akses bagi otoritas perpajakan Indonesia untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan yang diatur dalam undang-undang di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundang-undangan lainnya, yang dapatmengakibatkan kendala bagi otoritas perpajakan dalam penguatan basis data perpajakan untuk memenuhikebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan pajak; Oleh karenanya Indonesia harus membuat peraturan perundang undangan setingkat undang-undang untuk melaksanakan komitmen tersebut. Hal ini diperkenankan oleh konstitusi Indonesia berdasarkan Pasal 22 ayat (1) dengan menerbitkan “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang”. Maka pada tanggal 8 Mei 2017 dibentuklah Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 1 Tahun 2017Tentang “Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan” yang kemudian dikenal dengan Automatic Exchange of Financial Account Information/AEoI.
Perlukah Reformasi Hukum Pajak Tb. Eddy Mangkuprawira
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (526.746 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v3i2.674

Abstract

Pemerintah direncanakan akan melakukan tax reform secara menyeluruh baik Undang-undang Pajak yang tergolong Hukum Pajak Material maupun Hukum Pajak Formal. Reformasi merupakan perbaikan (improvement) menuju keadaan perpajakan yang lebih baik terutama dalam upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RI, mengamanatkan bahwa untuk kepentingan perubahan atau penggantian Undang-undang sekaligus pembentukan Undang undang yang baru, harus disusun Naskah Akademik. Dengan penyusunan Naskah Akademik maka dapat dicegah suatu Undang-undang dijadikan kambing hitam dari ketidak berhasilan pencapaian target dengan alasan Undang-undangnya yang tidak baik sehingga perlu diganti. Penilaian suatu Undang-undang yang tepat harus menggunakan atau diuji dengan Teori Efektivitas Hukum dan Teori Sinkronisasi Hukum. Menurut para pakar perpajakan permasalahan keberhasilan/kegagalan Administrasi Pajak bukan terletak pada kebijakannya, tapi pada implementasinya/praktik pemungutan pajaknya. Jurnal ini disusun dengan menguraikan Latar Belakang Masalah, Permasalahan Utama Perpajakan sehingga Rencana Penerimaan Pajak Tidak Tercapai, Apakah Regulasi Yang Ada Sudah Tepat Atau Masih Kurang/dan Bagaimana Melakukan Reformasi Pajak. Dengan Naskah Akademik yang baik dan tepat dapat diputuskan dengan tepat bahwa langkah yang yang harus diambil adalah cukup dengan amandemen Undang-undang bukannya penggantian Undang-undang. Penggantian Undang-undang dan ketentuan pelaksanaannya dan diikuti Reorganisasi dan persiapan SDM nya memerlukan biaya yang sangat besar.
Memperingati 1 Abad Berlakunya Kuhp: Meneguhkan Pidana Mati Dalam Hukum Pidana Indonesia Anggara
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (500.676 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v3i2.675

Abstract

Hukuman mati telah menjadi bahan perdebatan di kalangan ahli – ahli hukum. Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, hukuman mati juga tidak lepas dari politik hukum dari kebijakan kriminal yang dianut oleh Indonesia. Setelah 1 abad berlakunya KUHP, hukuman mati tetap menjadi alat dan instrument politik dari pemerintahan yang berkuasa. Hal ini menimbulkan pluralitas politik hukum pidana mati berdasarkan corak dan watak dari masing – masing pemerintahan yang menghasilkan ketentuan pidana mati tersebut. Meskipun mengalami fase transisi demokratik, namun pemerintahan pada masa transisi gagal dalam memutuskan hubungan dengan watak pemerintahan pada masa lalu. Pemutusan hubungan secara radikal ini merupakan prasyarat dasar untuk berlangsungnya transisi demokrasi. Aspek perlindungan hak asasi manusia juga tidak mendapatkan perkembangan wacana yang cukup menarik. Yang terjadi adalah deviasi demokrasi dimana pranata dan kelembagaan demokrasi telah terbentuk, namun instrumen hukum terutama dalam kebijakan kriminal belum mendemokratisasikan dirinya. Hak asasi manusia sebagai ciri terpenting dari Negara hukum semestinya mendapatkan pertimbangan yang utama dalam penentuan kebijakan kriminal.
Abu-Abu Regulasi LGBT Di Indonesia Karlina Sofyarto
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (509.793 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v3i2.676

Abstract

Kehadiran LGBT menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. LGBT dilarang oleh agama dan dianggap menyalahi adat dan kepantasan sosial. Bagi masyarakat yang pro terhadap LGBT menyatakan negara harus mengkampanyekan prinsip non diskriminasi antara lelaki, perempuan, transgender, pecinta lawan jenis (heteroseksual) maupun pecinta sejenis (homoseksual). Permasalahan yang dibahas yaitu kedudukan LGBT dalam ketentuan hukum dan HAM di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deduktif dan dalam pembahasannya disesuaikan dengan pokok masalah yang disajikan untuk memperoleh kesimpulan atas permasalahan yang diteliti. Hukum positif Indonesia belum mengatur secara eksplisit tentang LGBT, misalnya KUHP hanya memberikan hukuman kepada orang yang melakukan hubungan pencabulan antara orang dewasa dengan yang belum dewasa. DUHAM menyatakan hak-hak manusia perlu dilindungi dengan peraturan hukum.
Tinjauan Terhadap Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Sengketa Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Budimansyah Alpha; Hendrik
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (551.081 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v3i2.677

Abstract

Indonesia adalah Negara hukum yang demokratis, sebagai Negara hukum Indonesia dalam praktek kenegaraannya senantiasa bersandar kepada aturan hukum yang berlaku dan hukum diposisikan sebagai panglima serta sebagai Negara demokratis jabatan-jabatan dalam ketatanegaraan dipilih melalui kontestasi pemilihan umum. Sejak digulirkannya reformasi dan berbarengan dengan terjadinya amandemen terhadap UUD NRI Tahun 1945 maka terjadi perubahan yang signifikan terhadap ketatanegaraan di Indonesia. Munculnya lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi pada amandemen ke-3 membawa angin segar karena Mahkamah Konstitusi memiliki 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban yang diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945. Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus hasil pemilihan umum. Penyelenggaraan pemilihan umum berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 dilakukan dalam rangka memilih anggota DPR-RI, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah. Pengaturan yang sumir terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus hasil pemilihan umum menjadi persoalan karena pemilihan umum berdasarkan rezim pengaturannya dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pemilihan umum pada rezim pertama yaitu pemilihan umum dalam rangka memilih DPR-RI, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Pasal 22E UUD NRI Tahun 1945 dan pemilihan umum pada rezim kedua dalam rangka memilih kepala daerah 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945. Pembagian rezim pemilihan umum dan pengaturan yang sumir terhadap kewenangan memutus hasil pemilihan umum berdampak pada apakah Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili semua rezim Pemilu atau hanya Pemilu pada rezim pertama saja. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, dimana data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen dan tulisan tulisan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memutus sengketa pemilihan umum namun dengan syarat sebelum dibentuk peradilan khusus pemilu dan dengan berbagai persoalan ketika nanti peradilan khusus dibentuk dan di bawah lingkungan Mahkamah Agung.
Masih Perlukah Adanya Hakim AD HOC Sekarang Ini ? Diani Kesuma
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.568 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v3i2.678

Abstract

Keberadaan hakim ad hoc pada awalnya dikarenakan kurangnya kepercayaan masyarakat pada pengadilan, sehingga dipandang perlu pengawalan hakim ad hoc dalam pelaksanaan peradilan di pengadilan Tipikor. Penentuan hakim ad hoc dan komposisinya pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi semula diatur pada Pasal 56 ayat (1) Jo Pasal 58 ayat (2), Jo. Pasal 59 ayat (2) Jo Pasal 60 ayat (2) Undang-undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang menentukan bahwa jumlah hakim ad hoc melebihi jumlah hakim karir dalam satu majelis, akan tetapi sejak diberlakukannya Undang-undang No.46 Tahun 2009 yang khusus merubah ketentuan mengenai penentuan komposisi hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diserahkan kepada kebijakan masing-masing Ketua Pengadilan Tipikor. Untuk menghasilkan sebuah putusan dalam sistem peradilan pidana adalah didasarkan pada musyawarah dan jika tidak tercapai maka diambil suara terbanyak yang tentunya akan selalu dimenangkan oleh hakim yang jumlahnya lebih besar, dan jika hakim yang jumlahnya komposisinya lebih besar adalah para hakim karier maka sebagus kualitas hakim ad hoc tetap putusan yang dihasilkan tidak akan maksimal dan terjadilah putusan yang terdapat dissenting opinion yang sering kita jumpai sekarang ini. Sehingga sudah saatnya perlu dikaji kembali apakah masih perlu adanya hakim ad hoc dalam dunia peradilan di Indonesia? jangan sampai biaya menghadirkan hakim ad hoc yang cukup besar akan tetapi tujuan awal keberadaan hakim ad hoc yang diharapkan oleh masyarakat tidak terwujud.
Nota Bene Jangan Ragu Menghukum Korporasi (Menegakkan Undang Undang Pajak Dengan Menghukum Korporasi Atau Dengan Penyanderaan Badan (Gijzeling) ? ) Mardjono Reksodiputro
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (497.81 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v3i2.679

Abstract

Proses penegakan hukum di Indonesia beberapa waktu ini menarik perhatian kita semua, khususnya para pengamat hukum. Tentu perhatian kita yang utama adalah pada masalah proses hukum dari Ketua DPR kita yang sekaligus juga Ketua Umum salah satu partai politik terbesar di Indonesia. Tetapi saya tidak ingin membicarakan kasus itu, saya ingin menoleh pada masalah yang mungkin agak luput dari perhatian kita dan juga dari media massa.

Page 1 of 1 | Total Record : 8