cover
Contact Name
Mochamad Yusuf Putranto
Contact Email
selisik@univpancasila.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
selisik@univpancasila.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Selisik : Jurnal Hukum dan Bisnis
Published by Universitas Pancasila
ISSN : 24604798     EISSN : 26856816     DOI : -
Jurnal Selisik merupakan media yang diterbitkan oleh Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca sarjana Universitas Pancasila. Pada awal berdirinya Jurnal Selisik dikhususkan pada ragam gagasan hukum dan bisnis. Hal ini tidak lepas dari pengkhususan program studi di PMIH, yakni Hukum Dan Bisnis. Sejalan dengan perkembangan dan pengembangan PMIH, yakni dibukanya program studi baru mengenai Hukum Konstitusi dan Tata Kelola Pemerintahan, maka tema dan fokus Jurnal Selisik juga mengalami perluasan, diantaranya Hukum, Bisnis, Hukum Konstitusi dan Tata Kelola Pemerintahan sebagai basis susbtansi kajiannya.
Arjuna Subject : -
Articles 135 Documents
Dukungan Hukum Pada Iklim Usaha (Catatan Kecil Pada Upaya Melawan KKN) Mardjono Reksodiputro
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1032.983 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i1.621

Abstract

Sudah sejak sebelum Era Reformasi kritik terhadap “penegakan-hukum” (law enforcement) dilancarkan oleh berbagai pihak. Menarik bahwa dalam suasana memajukan kelautan/kemaritiman ini, isyu penegakan-hukum yang lemah timbul lagi. Ujung dari kritik terhadap kegagalan kita memerangi “mafia perikanan” di Indonesia adalah (seperti-biasa) mencari “kambing-hitam” pada nelayan-asing. Semboyan yang diluncurkan adalah: “hukum mereka yang berat, perkuat kapal patroli AL dan Polisi-Air dengan senjata berat, tembak dan tenggelamkan para “pencuri-ikan”/pelanggar kedaulatan laut kita”. Ini di-amini oleh para politisi pengusaha dan pejabat-pejabat tinggi kita. Emosi-tinggi dari pejabat-pejabat itu, nantinya tidak dapat dijalankan, dan akan sangat merugikan citra pemerintahan yang baru ini. Pandangan bahwa hukuman berat akan mengurangi/menanggulangi kejahatan korupsi juga tidak pernah terbukti, yang harus diperbaiki adalah sumber masalahnya. Misalnya sistem-ekonomi yang memungkinkan korupsi melalui ekonomi rente (ekonomi via perantara dan komisi) serta KKN birokrasi.
Prinsip Proses Dan Praktik Arbitrase Di Indonesia Yang Perlu Diselaraskan Dengan Kaidah Internasional Frans Hendra Winarta
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1043.963 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i1.622

Abstract

Pada saat ini arbitrase telah berkembang menjadi salah satu metode penyelesaian sengketa yang diminati oleh para pelaku usaha. Hal ini dikarenakan karakteristik dari arbitrase, yaitu putusan yang final dan mempunyai kekuatan hukum tetap, fleksibel dan kerahasiaan telah menjadi suatu solusi yang tepat untuk menyelesaikan sengketa perdagangan. Profesi sebagai arbiter bukan merupakan suatu jenjang karier layaknya hakim karier pada pengadilan negeri. Arbiter merupakan hakim partikelir yang berasal dari sektor-sektor swasta, seperti firma hukum (law firm), firma teknik, akuntan publik dan perusahaan. Pada hakekatnya setiap pihak yang bersengketa menginginkan kepentingannya diutamakan. Sering kali untuk mencapai hal tersebut para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan atas suatu prosedur dalam arbitrase. Dalam hal ini, peranan arbiter yang baik dan berpengalaman menjadi sangat penting. Seorang arbiter yang baik harus dapat memberikan kesempatan yang sama bagi para pihak untuk menyampaikan perkara mereka dihadapan majelis dan memberikan arahan (direction) yang tegas dan sesuai dengan peraturan dari arbitrase yang dipilih oleh para pihak.
Peranan Arbiter, Kuasa Hukum, Pengadilan, Dan Pemerintah Dalam Menerapkan Prinsip Orientasi Bisnis Yang Berkelanjutan Ricco Akbar
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/selisik.v1i1.623

Abstract

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase terlembaga di Indonesia menciptakan peranan Arbiter, Kuasa Hukum, Pengadilan serta Pemerintah sebagai kesatuan yang terintegrasi bagi tercapainya suatu penyelesain sengketa bisnis. Undang-undang Arbitrase mengatur persyaratan bagi siapapun yang ingin berperan sebagai arbiter.Ketua adat, kerabat atau sesama saudagar berpeluang dieksposisikan menjadi arbiter. Namun, persyaratan non formal perlu dipenuhi, antara lain keahlian menyederhanakan sengketa, fokus terhadap tercapainya kesepakatan suka rela pada pelaksanaan putusan arbitrase. Kuasa hukum yang menguasai penyelesaian sengketa bisnis secara damaiakan menghindari argumentasi hukum yang bersifat konfrontatif, tidak ber mind set litigasi layaknya litigator yang meminta putusan hakim berdasarkan hukum perdata materil an sich, tetapi berbasis perdamaian mengedepankan musyawarah untuk mufakat. Peranan pengadilan merupakan “dua sisi mata uang” dalam lembaga hukum arbitrase Indonesia, karena suatu putusan arbitrase masih memerlukan pengadilan yang berwenang, yakni antara lain melakukan eksekusi putusan arbitrase. Peranan pemerintah khususnya Departemen Hukum dan HAM, Departemen Perdagangan serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), dalam rangka mewujudkan “pressure by business community” sudah sangat mendesak, mengingat orientasi dan perilaku penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia sekarang ini merujuk pada sifat individualistis kapitalistik sistem hukum barat. Untuk membentuk hukum perdata formal yang dibutuhkan dan sesuai dengan dinamika masyarakat bisnis Indonesia, maka sistem hukum adat tidak dapat berjalan sendirian, karena sistem hukum barat dan sistem hukum Islam juga merupakan bagian dari kehidupan masyarakat bisnis Indonesia. Pada era Hakim Agung Profesor Bagir Manan, Pasal 130 HIR / 154 RBg lebih diberdayakan dengan menerbitkan Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, walaupun sistem hukum barat masih tetap berlaku pada lembaga hukum litigasi Indonesia.
Wawancara: Berharap Pada Poros Maritim M. Husseyn Umar
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1039.518 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i1.624

Abstract

Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan pertamanya sebagai Presiden Indonesia periode 2014-2019 di Gedung MPR/DPR, 20 Oktober 2014 menyampaikan bahwa: “Kita telah lama memunggungi samudra, laut, selat, dan teluk. Maka, mulai hari ini, kita kembalikan kejayaan nenek moyang sebagai pelaut pemberani. Menghadapi badai dan gelombang di atas kapal bernama Republik Indonesia.” Apa yang disampaikan presiden Joko Widodo dalam pidatonya tersebut semakin mempertegas tentang begitu penting dan berartinya tata kelola kemaritiman secara menyeluruh. Dengan luas wilayah lautan yang mencapai 2/3 dari total luas wilayah Indonesia, jumlah pulau yang lebih dari 17.000 ribu, kekayaan laut yang luar biasa, ditambah fungsi kelautan sebagai bagian integral dari sistem pertahanan negara menjadikan sektor maritim semacam elan kedaulatan negara. Supaya Poros Maritim tidak berada pada ruang dan wilayah wacana saja, tetapi dapat diwujudkan secara nyata dengan program dan capaian yang terukur, maka dibutuhkan upaya serius dari pemerintahan Jokowi dan JK beserta jajarannya untuk mewujudkannya. Dalam aktualitas dan konteks memaknai pentingnya Poros Maritim, Jurnal Selisik Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila melakukan wawancara bersama M. Husseyn Umar, mantan Direktur Utama Perusahaan Sewa Guna Perkapalan PT. PANN dan mantan Direktur Utama Perusahaan Pelayaran Nasional PT. PELNI. Wawancara diharapkan mampu membuka pemahaman dan pemaknaan mengenai apa yang disebut dengan Poros Maritim.
Perspektif Keadilan Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Tata Kelola Hutan Dan Moratorium Kehutanan Bambang Prabowo Soedarso
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1346.699 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i1.625

Abstract

Tulisan ini akan menjelaskan apakah tata kelola dalam penyelenggaraan kehutanan sudah merefleksikan keadilan lingkungan. Selain itu keadilan lingkungan sebagaimana dalam tulisan ini juga akan berperan untuk menguji apakah kebijakan moratorium hutan merupakan bagian dari tata kelola kehutanan yang beralaskan keadilan lingkungan. Sebab dalam perkembangannya, sering kali penyelenggaraan kehutanan tidak sesuai dengan unsur-unsur keadilan lingkungan yang setidak-tidaknya terdiri atas environmental sustainability (keberlanjutan lingkungan hidup) dan partisipasif dan mencerminkan social justice. Ketiadaan konsepsi keadilan lingkungan akan berujung pada deforestasi dan menjadi cikal bakal degradasi kualitas lingkungan hidup.
Dampak Penambangan Timah Ilegal Yang Merusak Ekosistem Di Bangka Belitung Indra Ibrahim
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1051.254 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i1.626

Abstract

Keberadaan mineral biji timah di Bangka Belitung merupakan karunia dari Tuhan YME bagi masyarakat di daerah itu dalam sisi ekonomi yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan penghidupan dari kegiatan penambangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada sisi yang lain keberadaan timah yang tidak dikelola dan diatur dengan baik oleh aparat pemerintah daerah, disertai dengan tidak adanya kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup oleh segenap stake holder di daerah ini telah membawa kehancuran lingkungan hidup dan ekosistem di Bangka Belitung.Pemerintah daerah harus tegas untuk mengimplementasikan semua aturan tentang penambangan timah, baik berupa peraturan perundang-undangan nasional maupun dalam bentuk peraturan daerah. Dengan demikian pelaksanaan kegiatan eksploitasi timah dapat dikendalikan dengan baik, kegiatan reklamasi dan kegiatan pascatambang dapat berjalan sesuai aturan. Orientasi penjagaan dan pemeliharaan serta pemulihan kondisi lingkungan hidup harus merupakan fokus utama pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan di daerah ini.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dapat Digugat Di Pengadilan Tata Usaha Negara Diani Kesuma
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 1 (2015): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/selisik.v1i1.627

Abstract

PPAT dapat menjadi Tergugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. PPAT dapat dikatagorikan sebagai Badan/Pejabat Tata Usaha Negara, karena tugas PPAT membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan tugas dibidang Pendaftaran Tanah, khususnya dalam melayani masyarakat dalam kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah merupakan kegiatan Tata Usaha Negara, dan PPAT diangkat oleh Pemerintah sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah. PPAT yang tidak menjawab suatu permohonan yang diajukan kepadanya, maka PPAT tersebut dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara dengan alasan tidak melaksanakan kewajiban sebagai Badan Pejabat Tata Usaha Negara yaitu tidak menjawab permohonan yang diajukan kepadanya sehingga dapat dianggap telah mengeluarkan Keputusan yang berisi penolakan, dan menimbulkan kerugian bagi seseorang.
Akomodasi SF (Social Forces) Dan CF (Cultural Forces) Ke dalam Putusan Hukum Hakim Ade Saptomo
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 2 (2015): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (538.565 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i2.628

Abstract

Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan suatu model pengambilan putusan hukum oleh hakim dengan mendasarkan teori Friedman, bahwa hukum yang baik adalah hukum yang dihasilkan oleh sebuah system, yang terdiri dari unsur substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Budaya hukum yang disebut terakhir berisikan kekuatan sosial dan kekuatan budaya. Kedua kekuatan tersebut lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, yang dalam konteks undang-undang kekuasaan kehakiman disebut nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, putusan hukum yang baik adalah putusan hukum yang mengakomodasi nilai yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 5 ayat 1 undang-undang kekuasaan kehakiman nomer 48 tahun 2004.
Rencana Tax Reform/perubahan Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP UU NO. 28 TAHUN 2007) Eddy Mangkuprawira
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 2 (2015): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (532.561 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i2.629

Abstract

Tujuan penting reformasi perpajakan Tahun 1983 yaitu memperbaiki administrasi perpajakan dan memfasilitasi kepatuhan Wajib Pajak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Namun setelah SAS berlaku sampai dengan tahun 2014, ternyata kepatuhan Wajib Pajak tetap rendah yang ditunjukkan dengan kinerja administrasi pajak dalam 5 (lima) tahun terakhir berkisar 13 s/d 11%, negara se-ASEAN Malaysia 18,8%, Muangthai 19,5%, Vietnam 21,5%. Rencana Penerimaan Pajak sejak tahun 2009 s/d tahun 2014 tidak pernah tercapai (shortfall). Dengan Tax Ratio tersebut sangat sulit untuk meningkatkan peran pajak dalam APBN yang saat ini mencapai sekitar 70%. Keberhasilan SAS harus ditunjang dengan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi. Indonesia jauh tertinggal dari sesama negara ASEAN. Hasil penelitian para ahli perpajakan bahwa dua faktor terpenting dari kepatuhan Wajib Pajak adalah pertama, “probability of receiving audit coverage” dan “penalties for non compliance”. Diperlukan “law enforcement” yang terarah, tegas dan cepat dalam penindakan serta tanpa tebang pilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelemahan “law enforcement” antara lain disebabkan belum efektivnya ketentuan law enforcement dan belum sinkronnya antar ketentuan sanksi administrasi dengan sanksi pidana pajak yang berakibat lemahnya pelaksanaan law enforcement.
Nasionalisasi PT Inalum Menurut Undang-Undang Penanaman Modal (Undang-Undang U No. 25 Tahun 2007) Pro Kontra Indonesia Dan Jepang Utji Sri Wulan Wuryandari
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 2 (2015): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (530.771 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i2.630

Abstract

Penelitian di bidang Penanaman Modal Asing (PMA) kiranya masih sangat sedikit di Indonesia, dalam penelitian ini mengkaji proses badan hukum patungan Jepang dengan Indonesia yaitu PT. Inalum yang memiliki aset sangat potensial dalam menunjang peningkatan perekonomian rakyat. Selain itu PT Inalum yang bergerak di bidang peleburan biji alumunium di Sumatera Utara memiliki PLTA (Pembangkit Tenaga Listrik Air) yang dapat menghasilkan 600 megawatt listrik. Dalam UU nomer 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 7: menyatakan adanya nasionalisasi terhadap perusahaan PMA dengan persyaratan, karenanya pada penelitian ini mengkaji tentang “nasionalisasi PT Inalum menurut UU Penanaman Modal di Indonesia.” Sekalipun penelitian ini bersifat normatif namun dilakukan wawancara terhadap nara sumber dari pihak Jepang dalam hal ini Ibu Haruna Hiroko dan dilakukan pengiriman pedoman wawancara melalui email untuk nara sumber Prof. Yuketa dari Touin University Yokohama Jepang. Hasil dari penelitian diketahui bahwa penyelesaian nasionalisasi PT Inalum di Indonesia tidak melalui Badan Arbitrase Asing sebagaimana amanah UU, namun dilakukan dengan cara musyawarah.

Page 1 of 14 | Total Record : 135