cover
Contact Name
Yulfira Riza
Contact Email
yulfirariza@uinib.ac.id
Phone
+6281363427899
Journal Mail Official
jurnalhadharah@uinib.ac.id
Editorial Address
Pascasarjana UIN Imam Bonjol Jalan M. Yunus Lubuk Lintah Padang
Location
Kota padang,
Sumatera barat
INDONESIA
Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban
ISSN : -     EISSN : 27161633     DOI : 10.15548/h.v16i1.4240
Focus: Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban is dedicated to promoting scholarly discourse and critical engagement in the interdisciplinary fields of history, culture, and Islamic studies. It seeks to explore the intricate connections between historical narratives, cultural practices, and the diverse manifestations of Islamic thought, fostering a comprehensive understanding of the multifaceted aspects of human civilization. Scope: Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban welcomes original research articles, theoretical inquiries, and critical analyses that delve into a broad spectrum of topics, including but not limited to historical events, cultural phenomena, and the intellectual developments within the Islamic world. It encourages contributions that examine the interplay between historical contexts, cultural expressions, and the nuanced interpretations of Islamic teachings, shedding light on the dynamic interactions and transformations within societies, both past and present. Additionally, the journal invites interdisciplinary investigations that explore the intersections of history, culture, and Islam, contributing to the advancement of knowledge and the enrichment of academic scholarship in these interconnected fields. Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban serves as a platform for academics, researchers, and practitioners to disseminate their valuable insights and engage in meaningful discussions that deepen our understanding of the complex historical, cultural, and Islamic dimensions shaping global societies.
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 16 No 2 (2022) Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban" : 6 Documents clear
Kecerdasan Spiritual sebagai Kunci Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama nabila el mumtaza arfin; resya farasy fitrah naffasa
Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban Vol 16 No 2 (2022) Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban
Publisher : UIN Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/h.v16i2.5189

Abstract

Konflik keagamaan di Indonesia sesungguhnya bukanlah sesuatu hal yang baru. Jika ditarik kebelakang, kasus-kasus intoleransi yang kerap terjadi ini, nyatanya sudah menjadi pekerjaan rumah lama. Hal tersebut tentu sangat mengkhawatirkan. Keberagaman suku, agama, dan ras yang sejatinya adalah sebuah kenikmatan, kemudian berbalik menjadi perpecahan akibat ulah manusia yang tidak menginginkan adanya kedamaian. Hal ini jika terus dibiarkan, maka bukan tidak mungkin kehancuran negeri menjadi suatu keniscayaan. Atas dasar inilah, kemudian pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama RI menggalakkan program moderasi beragama. Moderasi beragama sebagai sebuah proses tentu memerlukan kiat yang tepat guna menumbuhkan sikap moderasi. Cara yang pas untuk meraih hal tersebut adalah dengan meningkatkan nilai kecerdasan spiritual di setiap jiwa anak bangsa. Pada hakikatnya, kecerdasan spiritual adalah dasar dari tumbuhnya kecerdasan intelektual dan emosional yang banyak digaungkan sekarang. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual artinya ia mampu berhubungan baik dengan dirinya sendiri, manusia lain, dan juga Tuhan. Mereka tahu dan paham setiap konsekuensi dari segala tindakan. Sehingga, ia senantiasa bersikap dan berpikir bijak sebagaimana mestinya, tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Tulisan ini akan mengulas tentang pentingnya kecerdasan spiritual sebagai kunci dalam membangun moderasi beragama guna menangkal konflik-konflik keagamaan. Selanjutnya, penulis juga akan mengelaborasi nilai-nilai kecerdasan spiritual dengan ayat al-Qur’an, hadis, maupun keterangan-keterangan ulama mengenai hal tersebut. Selain itu, juga akan dipaparkan beberapa langkah praktis yang bisa diterapkan untuk menumbuhkan nilai spiritualitas pada diri seorang anak.
Kajian Kritis Repetisi Lafal “Lilla ̅hi ma ̅ fi ̅ as-sama ̅wa ̅ti wa ma ̅ fi ̅ al-arḍ” Dalam Surat An-Nisa ̅' khairil hidayat
Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban Vol 16 No 2 (2022) Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban
Publisher : UIN Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/h.v16i2.4808

Abstract

AbstrakRepetisi yang terjadi dalam al-Qur’an bukanlah sesuatu yang sia-sia, setiap lafalnya memiliki tujuan tertentu. Untuk membuktikannya melalui keilmuan al-Qur’an yaitu tikra ̅r, menerapkan kaidah tikra ̅r kepada salah satu lafal repetisi dalam surat an-Nisa ̅' yaitu lafal “Lilla ̅hi ma ̅ fi ̅ as-sama ̅wa ̅ti wa ma ̅ fi ̅ al-arḍ”, ditemukan enam kali dalam kategori tikra ̅r al-lafẓ wa al-ma’na dan tikra ̅r bi al-ma’na du ̅na al-lafẓ. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Pustaka (Library research), untuk analisis data penulis menggunakan analisis konten dan deskriptif analitik serta teknik pengumpulan data dilakukan secara mauḍu ̅’i,. Hasilnya adalah lafal ini direpetisi sebanyak enam kali dalam surat an-Nisa ̅'. Ditinjau dari kaidah-kaidah tikra ̅r, lafal-lafal tersebut memiliki kaitan yang berbeda-beda, bahkan repetisi lafal yang berdekatan tidak memiliki konteks yang sama, sedikit perbedaan lafal menimbulkan konteks yang berbeda juga. Mufassiri ̅n menjelaskan pengkhususan kepemilikan secara mutlak kepada Allah SWT, apapun yang tersembunyi dan tampak, maupun benda atau makhluk yang berada setiap lapisan langit dan bumi. Tiada sekutu dan tiada bergantung dengan makhluk manapun. Sehingga dengan kekuasaan-NYA mewajibkan untuk tunduk dan taat. Tujuan dari repetisi lafal-lafal ini sebagai peringatan atas kekuasaan Allah SWT, penegasan atau memperkuat terhadap posisi ketuhanan yang dikeragui oleh orang yang ingkar dan janji Allah SWT akan dibalas semua perbuatannya. Kata kunci: An-Nisa ̅', Tikra ̅r, Kepemilikan, Gaya bahasa. AbstractThe repetition that occurs in the Qur'an is not something in vain, each recitation has a specific purpose. To prove it through the science of the Qur'an i.e. tikra ̅r, applying the rule of tikra ̅r to one of the repetition recitations in the letter an-Nisa ̅.′ i.e. the pronunciation “Lilla ̅hi ma ̅ fi ̅ as-sama ̅wa ̅ti wa ma ̅ fi ̅ al-arḍ”found six times in the categories tikra ̅r al-lafẓ wa al-ma’na and tikra ̅r bi al-ma’na du ̅na al-lafẓ. This research uses a type of library research, for data analysis the author uses content analysis and descriptive analytics and data collection techniques carried out mauḍ, u.'i,. The result was that this recitation was repetitioned six times in the letter an-Nisa ̅′. Judging from the rules of tikra ̅r, the pronunciations have different relationships, even the adjacent repetitions of the pronunciation do not have the same context, the slight differences in pronunciation give rise to different contexts as well. Mufassiri ̅n explained the specificity of absolute possession to Allah Almighty, whatever is hidden and visible, or objects or beings that are in every layer of heaven and earth. No allies and no dependence on any creature. So that with HIS power it is obligatory to submit and obey. The purpose of these repetitions is as a warning of the power of Allah SWT, affirmation or strengthening of the divine position that is doubted by the person who disobeys and the promise of Allah SWT will be reciprocated for all his deeds. Keywords: An-Nisa ̅', Tikra ̅r, Ownership, style
Kikir Dalam Perspektif Al-Qur'an Mutiara Tri Julifa
Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban Vol 16 No 2 (2022) Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban
Publisher : UIN Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/h.v16i2.4891

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menemukan makna, bentuk-bentuk dan karakteristik sifat kikir, akibat dan ancaman Allah terhadap sifat kikir serta larangan, solusi dan manfaat menghindari sifat kikir. Penelitian ini penelitian library research dengan metode tafsir mauḍū’i. Hasil penelitian, pertama, kikir berarti menahan, enggan dan tidak mau mengeluarkan sebagian karunia Allah yang ada padanya, kikir dapat berupa ilmu, tenaga, jabatan atau kekuasaan, kasih sayang dan kebaikan lainnya yang seharusnya diberikan. Di antara karakteristiknya; kikir dan menyuruh orang lain kikir, merasa dirinya cukup, menahan dan takut membelanjakan harta, rasa cinta teramat dalam terhadap harta, riya’, sombong. Kedua, akibat dan ancaman Allah terhadap pelaku kikir yakni hartanya tidak bermanfaat baginya, menghapus pahala amalnya, diberikan jalan yang sukar, harta yang dibakhilkan akan dikalungkan ke lehernya di hari kiamat dan siksa yang menghinakan. Ketiga, kikir sangat dilarang dan termasuk perbuatan haram. Solusi menghindari sifat kikir dengan berlaku seimbang yakni membelanjakan harta di jalan tengah tidak terlalu berlebihan dan tidak pula terlalu kikir. Siapa yang terpelihara dari sifat kikir itulah orang yang beruntung.Kata kunci: Sifat Kikir, Bakhil,  Metode Maudhuʻi.AbstractThis study aims to find the meaning, forms and characteristics of miserliness, the consequences and threats of Allah to miserliness and to find prohibitions, solutions and benefits of a voiding miserliness. This research is library research with the mauḍūʻi interpretation method. The result of the study, first, being stingy means holding back, reluctance and unwilling to release some of God’s gifts that are in him, miserly can be in the form of knowledge, energy, position or power, affection and other goodness that should be given. Among its characteristics; being stingy and telling other to be stingy, feeling self sufficient, holding back and bein a fraid to spend wealth, feeling very deep in love for wealth, riya’, arrogant. Second, the consequences and threats of Allah to the miser is that his wealth does not benefit him, erases the reward of his deeds, is given a difficult way, the treasure that is allowed will be hung arround his neck on the day of resurrection and a humilia ting torment. Third, being stingy is strictly prohibited and includes unlawful acts. The solution to a voiding miserliness is to be balanced, namely to spend wealth in the middle way, not too much and not too stingy. Whoever is protected from miserliness is the lucky one.Keywords: Miserliness, Bakhil, Mauḍūʻi Method.
KONTRIBUSI HALAL CENTER WINAI DAHLAN TERHADAP KERAJAAN THAILAND Wulandari Nurul Utami; Jupri Jupri
Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban Vol 16 No 2 (2022) Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban
Publisher : UIN Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/h.v16i2.4841

Abstract

Jurnal ini mengkaji tentang kontribusi Halal Center yang dipelopori oleh Winai Dahlan selaku tokoh muslim yang berpengaruh di Thailand. Halal Center merupakan pusat dan lembaga penguji kehalalan industri yang didirikan oleh Winai Dahlan di Universitas Chulalongkorn Bangkok dengan tujuan untuk menjaga standar halal di Thailand. Metode penulisan jurnal ini yaitu metode penelitian sejarah yang bertumpu pada empat tahap yakni heuristik, kritik sumber, interpretasi juga historiografi. Sejak 1994 Halal Center sudah menjadi lembaga penjamin halal yang memberikan kontribusi besar kepada pemerintah kerajaan Thailand. Dengan adanya Halal Center itu pemerintah kerajaan Thailand mulai maju baik dari segi pendidikan, ekonomi, pariwisata begitu juga dengan agama.
DINAMIKA RIHLAH ILMIAH ULAMA HADIS PERIODE AWAL ISLAM M Riski Ramadhan
Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban Vol 16 No 2 (2022) Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban
Publisher : UIN Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/h.v16i2.4836

Abstract

AbstrakRihlah ilmiyah yang dilakukan oleh para ulama hadis begitu panjang. Perjalanan mencari suatu hadist yang merupakan ilmu syari’at atau rihlah ‘ilmiah yang dilakukan oleh para ulama ulama hadis untuk menjaga kemurnian dan ke orisinilan hadis itu sendiri. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini ialah analisis deskriptif yang memaparkan tentang perkembangan hadis pada periode awal. Orientasi dari tulisan ini ialah memaparkan tentang tradisi rihlah ilmiyah untuk mencari hadis dimulai semenjak zaman Rasulullah, sahabat, tabi’in dan generasi sesudahnya. Pada mulanya, rihlah yang dilakukan sahabat untuk mencari suatu hadis masih terpusat di kota Madinah. Memasuki periode tabi’in, ketika hadis mulai tersebar ke berbagai daerah, seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam. Tempat tujuan para Tabi’in dalam mencari hadis. Kota-kota tersebut adalah Madinah al-Munawwarah, Makkah al-Mukaramah, Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Maghribi dan Andalusia, serta Yaman dan Khurasn.
PEMBAHASAN AKIDAH DALAM KITAB AL-JĀMI’ LI AHKĀM AL-QUR’ĀN KARYA AL-QURṬUBI̅ Resya Farasy Fitrah Naffasa; Eka Putra Wirman; Zulheldi Zulheldi
Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban Vol 16 No 2 (2022) Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban
Publisher : UIN Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/h.v16i2.4844

Abstract

Banyak orang yang keliru dalam memahami kedudukan akal dan wahyu. Mereka bersifat apatis karena merasa kehidupannya sudah ditentukan oleh Allah. Selain itu, mereka mudah menyalahkan orang lain karena memiliki pemahaman yang berbeda dengan dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan penjelasan al-Qurṭubi̅ tentang permasalahan tersebut yang mana topik pembahasan ini adalah topik kedua yang dibahas al-Qurṭubi̅ secara detail di dalam kitab tafsirnya al-Jāmi' li Ahkām al-Qur'ān.Hasil dari penelitian ini, dilihat dari penafsiran al-Qurṭubi̅ pada ayat-ayat yang berhubungan dengan akal dan wahyu, dapat diketahui bahwa pemahaman al-Qurṭubi̅ tentang hal ini adalah pemahaman aliran Asy’ariyah. Al-Qurṭubi̅, menempati wahyu sebagai posisi yang lebih tinggi daripada akal. Wahyu berfungsi sebagai informasi dan pedoman agar akal tidak terjerumus pada pemahaman yang salah. Sedangkan akal berfungsi untuk memahami dan mengetahui semua hal yang diinformasikan oleh wahyu. Saat menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan kebabasan manusia dalam berkehendak, al-Qurṭubi̅ menjelaskan bahwa sebenarnya Allah memiliki peran dalam pebuatan manusia. Hal ini tidak seperti apa yang dipahami oleh aliran Mu’tazilah. Al-Qurṭubi̅ menekankan bahwa walaupun ada peran Allah dalam perbuatan manusia, manusia tetap harus mengusahakan apa yang ia kehendaki agar mendapatkan manfaat untuk dirinya dan menghindari kemudharatan. Pemahaman al-Qurṭubi̅ tentang pembahasan ini berasal dari pemahaman Asy’ariyah dalam teori al-kasb. Perbuatan manusia pada hakikatnya berasal dari kemampuan yang Allah berikan. Akan tetapi, manusia tidak kehilangan sifatnya sebagai pembuat. Adapun penjelasan al-Qurṭubi̅ tentang kedudukan orang yang berbuat dosa, al-Qurṭubi̅ memberikan kritik dan bantahan pada aliran Khawarij. Dilihat dari cara al-Qurṭubi̅ menafsirkan ayat, al-Qurṭubi̅ memberikan penjelasan yang sama dengan apa yang dijelaskan oleh al-Asy’ariy. Orang yang berbuat dosa tetapi tidak menyekutukan Allah bukanlah disebut sebagai orang kafir. Mereka adalah orang yang fasik.

Page 1 of 1 | Total Record : 6