cover
Contact Name
Rahma Ari Widihastuti
Contact Email
rahmajawa@mail.unnes.ac.id
Phone
+6285600820277
Journal Mail Official
rahmajawa@mail.unnes.ac.id
Editorial Address
Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Gedung B8 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 4 No 2 (2016): Sutasoma" : 12 Documents clear
STRUKTUR TEKS WAYANG GOMBAL DI MAJALAH JAYA BAYA Masdar, Muhamad
Sutasoma : Jurnal Sastra Jawa Vol 4 No 2 (2016): Sutasoma
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/sutasoma.v4i2.29010

Abstract

Cerita wayang gombal merupakan bentuk penggambaran ide, gagasan, dan inspirasi pengarang dari lakon cerita wayang Mahabarata. Cerita Wayang Gombal di majalah Jaya Baya memiliki struktur teks yang membangun cerita tersebut, diantaranya terdapat tokoh penokohan, alur dan latar. Tujuan dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan tokoh dan penokohan,  alur  dan latar pada cerita Wayang Gombal. Sasaran penelitian meliputi: tokoh penokohan, alur dan latar dari enam cerita Wayang Gombal di majalah Jaya Baya. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak dan catat. Penelitian ini menggunakan teknik analisis struktural. Hasil penelitian ini meliputi: Tokoh dan penokohan yang digunakan dalam cerita wayang gombal semuanya berasal dari tokoh Mahabarata. Karakter dalam cerita tersebut juga sama dengan karakter tokoh Mahabarata. Latar yang digunakan dalam cerita wayang adalah latar tempat dan latar waktu pada zaman modern. Alur cerita yang digunakan dalam cerita wayang adalah alur sederhana.    The story of wayang gombal is a form of depiction of ideas, ideas, and inspiration of the author of the plays Mahabarata puppet story. The Wayang Gombal story in Jaya Baya magazine has a text structure that builds the story, including characters of characterization, plot and background. The purpose of this research is to describe characters and characterizations, plot and background on wayang gombal story. Research targets include: characterization figures, plot and background of six stories Wayang Gombal in Jaya Baya magazine. Techniques of data collection using techniques refer and note. This research uses structural analysis technique. The results of this study include: Figure and characterizations used in the story puppet gombal all come from Mahabarata figures. The characters in the story are also similar to the characters of the Mahabharata. The setting used in wayang stories is the setting of the place and the backdrop of modern times. The storyline used in wayang stories is a simple groove.
PERLUASAN DAN PENYEMPITAN MAKNA KATA BAHASA JAWA DALAM CERKAK-CERKAK PANJEBAR SEMANGAT Bashiroh, Akhil
Sutasoma : Jurnal Sastra Jawa Vol 4 No 2 (2016): Sutasoma
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/sutasoma.v4i2.29011

Abstract

Perluasan dan penyempitan makna kata yang terdapat dalam cerkak-cerkak pada majalah Panjebar Semangat  yang diambil secara acak yang dikaji menggunakan teori perubahan akna khususnya meluas dan menyempit. Masalah dalam penelitian ini yaitu:  (1) bagaimana bentuk kata yang mengalai perluasan makna,(2) bagaimana bentuk kata yang mengalami penyempitan makna, (3) dan apa saja faktor yang memengaruhi perubahan makna. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk kata yang mengalami perluasan dan penyempitan makna dalam cerkak-cerkak Panjebar Semangat serta faktor yang mempengaruhinya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan teoretis dan metodologis. Teknik analisis data menggunakan analisis konten. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat kata yang mengalami perluasan makna mengalaim penyempitan makna. Data diambil dari cerkak-cerkak Panjebar semangat terbitan tahun 2015 yang dipilih secara acak. Expansion  and contraction of the meaning of words contained in the magazine cerkak-cerkak Panjebar Semangat drawn at random were studied using the theory of change akna especially extends and retracts. The problem in this research are: (1) how to form words that are seen extension of meaning, (2) to find how tenses narrowing of meaning, (3) and any factors that affect the change of meaning. The purpose of this study was to describe the form of words that undergo expansion and constriction of meaning in cerkak-cerkak Panjebar Semangat and the factors that influence it. The approach used is a theoretical and methodological approaches. Data were analyzed using content analysis. The results of this study there were undergoing expansion and meaning narrowing of meaning. Data taken from cerkak-cerkak Panjebar Semangat  of publications in 2015 were selected randomly.
REKONSTRUKSI CERITA RAKYAT KYAI ARSANTAKA DI KABUPATEN PURBALINGGA Ariyati, Yuli
Sutasoma : Jurnal Sastra Jawa Vol 4 No 2 (2016): Sutasoma
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/sutasoma.v4i2.29012

Abstract

Penelitian ini membahas tentang cerita rakyat Kyai Arsantaka di Kabupaten  Purbalingga yang dikaji dengan menggunakan pendekatan objektif dan analisis struktur model Vladimir Propp. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam cerita rakyat Kyai Arsantaka di Kabupaten Purbalingga mempunyai lima versi cerita. Versi crita yang paling lengkap adalah versi kesatu yang mempunyai 28 fungsi pelaku serta 12 motif pelaku. Hasil rekonstruksi cerita rakyat Kyai Arsantaka ditemukan 28 struktur fungsi pelaku. Motif cerita yang ditemukan adalah motif cerita kepahlawanan. Hasil rekonstruksi cerita rakyat Kyai Arsantaka dapat dijadikan buku pengayaan dengan menggunakan dialek Banyumasan dan diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif bahan ajar dalam pembelajaran bahasa Jawa di sekolah. This study discusses the folklore of Kyai Arsantaka in Purbalingga Regency studied using objective approach and structural model analysis of Vladimir Propp. The results of this study indicate that in the folklore Kyai Arsantaka in Purbalingga District has five versions of the story. The most complete version of the crita is the first version that has 28 performer functions and 12 principal motives. The results of the reconstruction of Kyai Arsantaka's folklore found 28 functional structures of actors. Motif of the story found is the motive of the story of heroism. The results of the reconstruction of Kyai Arsantaka's folklore can be used as an enrichment book using Banyumasan dialect and is expected to serve as an alternative teaching material in learning Javanese in school.
MAKNA NAMA-NAMA KERIS DI KERATON KASUNANAN SURAKARTA Sutasoma, Author; Septiana, Arum
Sutasoma : Jurnal Sastra Jawa Vol 4 No 2 (2016): Sutasoma
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/sutasoma.v4i2.29015

Abstract

Keraton Kasunanan Surakarta sangat kaya dengan simbol-simbol kebudayaan, salah satunya adalah keris. Keindahan keris akan semakin terlihat pada seni kehidupan dan filosofinya. Keris mempunyai rahasia yang terdapat didalamnya, yaitu rahasia yang berupa falsafah kehidupan. Penamaan-penamaan keris di Keraton Kasunanan Surakarta dapat dilihat dari wujud ornamen atau ricikannya. Ricikan keris dibuat berdasarkan pada paugeraning urip yaitu pusaka, wisma, kukila, turangga, dan garwa. Tidak semua masyarakat luas mengetahui makna nama-nama keris tersebut.                 Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) apakah nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta?, (2) makna apa yang terkandung dalam nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna apa saja yang terdapat dalam nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta.                 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan semantik. Pendekatan semantik digunakan untuk mengetahui makna yang terdapat pada nama-nama keris di Keraton Kasunan Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data dari penelitian ini diperoleh dari nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta, sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data lisan dan sumber data tertulis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan teknik observasi, teknik dokumen, dan teknik dokumentasi.                 Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa makna nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta meliputi tiga makna yaitu, (1) makna leksikal, (2) makna kultural, (3) makna filosofi.                 Berdasar temuan tersebut, saran yang diharapkan dari hasil penelitian ini, sebagai salah satu wacana yang berkaitan untuk pengenalan nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta. Selain itu, nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta memiliki makna filosofi yang terkandung dalam nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta. Pada penelitian makna nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta ini merupakan penelitian awal, sehingga ada peluang untuk melakukan penelitian dengan kajian yang berbeda  The Surakarta Kasunanan Palace is very rich in cultural symbols, one of which is a kris. The beauty of the kris will increasingly be seen in the art of life and its philosophy. Kris has a secret contained in it, namely a secret in the form of a philosophy of life. The names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace can be seen from the form of ornament or ricikannya. Kris Ricikan is made based on urip paugeraning, namely heirloom, homestead, cucila, turangga, and garwa. Not all the public knows the meaning of the names of the kris. The formulation of the problems examined in this study are (1) what are the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace ?, (2) what meaning is contained in the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace? This study aims to determine what meaning is contained in the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace. The approach used in this study is a semantic approach. The semantic approach is used to find out the meaning contained in the names of the kris in the Kasunan Palace Surakarta. The method used in this research is descriptive method. Data from this study were obtained from the names of kris in the Surakarta Kasunanan Palace, while the data sources in this study were sources of oral data and written data sources. Data collection techniques in this research are observation techniques, document techniques, and documentation techniques. The findings of the research show that the meanings of the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace include three meanings namely, (1) lexical meaning, (2) cultural meaning, (3) philosophical meaning. Based on these findings, the expected suggestions from the results of this study, as one of the discourses relating to the introduction of the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace. In addition, the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace have philosophical meanings contained in the names of the kris at the Surakarta Kasunanan Palace. In the study of the meaning of the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace this was an initial study, so there was an opportunity to conduct research with different studies
SISTEM PERKAWINAN MASYARAKAT SAMIN DI DESA SUMBER KECAMATAN KRADENAN KABUPATEN BLORA Rahmawati, Ana Nur
Sutasoma : Jurnal Sastra Jawa Vol 4 No 2 (2016): Sutasoma
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/sutasoma.v4i2.29016

Abstract

Masyarakat Samin merupakan masyarakat yang mempunyai pedoman dan pandangan hidup dalam menjalani kehidupan. Salah satu dari kebudayaan masyarakat Samin adalah perkawinan yang masih kental dengan adat-istiadat dari leluhurnya yaitu ki Samin Surosentiko. Perkawinan tersebut mempunyai tahapan-tahapan yang harus dijalankan oleh masyarakat Samin dan dalam perkawinan tersebut juga terdapat ungkapan-ungkapan tradisional yang diwujudkan dalam setiap proses perkawinan dari awal sampai akhir. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana struktur ungkapan tradisional dalam sistem perkawinan masyarakat Samin dan kedudukan budaya dalam sistem perkawinan masyarakat Samin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memaparkan struktur ungkapan tradisional dalam sistem perkawinan masyarakat Samin. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memaparkan kedudukan budaya dalam sistem perkawinan masyarakat Samin. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan metodologis dan pendekatan teoretis. Pendekatan metodologis yang digunakan yaitu pendekatan deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatan teoretis yang digunakan yaitu pendekatan sosiokultural. Pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara, teknik observasi, dan teknik dokumentasi. Analisis datanya dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Samin dalam menjalankan perkawinan masih tetap berpegang teguh terhadap ajaran dari leluhurnya yaitu Ki Samin Surosentiko. Selain itu, dalam setiap tahapan perkawinan terdapat sebuah ungkapan-ungkapan tradisional. Ungkapan tersebut mempunyai makna terhadap tahapan-tahapan perkawinan yang dilaksanakan oleh masyarakat Samin. Kedudukan budaya dalam sistem perkawinan masyarakat Samin yaitu perkawinan masyarakat Samin mempunyai hubungan dan keterkaitan dengan unsur-unsur dari sebuah kebudayaan yaitu bahasa, religi, dan sistem organisasi kemasyarakatan (sosial). Berdasarkan temuan penelitian ini, saran yang dapat diberikan yaitu perkawinan masyarakat Samin merupakan warisan kebudayaan dari ki Samin Surosentiko yang tetap dipertahankan oleh masyarakat Samin. Oleh karena itu, hendaknya pemerintah setempat lebih memperhatikan kebudayaan masyarakat Samin yang masih dijalankan sampai sekarang dan penelitian ini dapat dijadikan  sebagai pengetahuan untuk masyarakat Blora dan masyarakat umum tentang perkawinan pada masyarakat Samin.  Samin community is a society that has guidelines and a view of life in living life. One of the Samin culture is marriage that is still thick with customs from its ancestors, namely ki Samin Surosentiko. The marriage has stages that must be carried out by the Samin community and in the marriage there are also traditional expressions that are manifested in each marriage process from beginning to end. The problem in this research is how the structure of traditional expressions in the marriage system of the Samin community and the cultural position in the marriage system of the Samin community. The purpose of this study is to describe the structure of traditional expressions in the Samin marriage system. In addition, this study aims to describe the cultural position in the Samin marriage system. The approach used in this study is a methodological approach and a theoretical approach. The methodological approach used is a qualitative descriptive approach, while the theoretical approach used is a sociocultural approach. Data collection used is interview techniques, observation techniques, and documentation techniques. Analysis of the data using qualitative descriptive analysis method. The results of this study indicate that the Samin community in running a marriage still adheres to the teachings of its ancestors, Ki Samin Surosentiko. In addition, at each stage of marriage there are traditional expressions. The expression has meaning to the stages of marriage carried out by the Samin community. The cultural position in the marriage system of the Samin community is that the marriage of the Samin community has a relationship and association with the elements of a culture, namely language, religion, and social (social) organizational systems. Based on the findings of this study, the advice that can be given is that the marriage of the Samin community is a cultural heritage of the Samin Surosentiko which is still maintained by the Samin community. Therefore, the local government should pay more attention to the culture of the Samin community which is still carried out until now and this research can be used as knowledge for the Blora community and the general public about marriage to the Samin community.
TRADISI REBO PUNGKASAN DI DESA LEBAKSIU LOR KECAMATAN LEBAKSIU KABUPATEN TEGAL Prasetyaningrum, Purwa
Sutasoma : Jurnal Sastra Jawa Vol 4 No 2 (2016): Sutasoma
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/sutasoma.v4i2.29017

Abstract

Tradisi Rabu Pungkasan di Desa Lebaksiu Lor Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal dilaksanakan pada bulan Sapar (bulan Jawa). Bulan Sapar merupakan bulan yang kurang baik menurut masyarakat Lebaksiu Lor karena mereka percaya bahwa Allah SWT menurunkan musibah yang besar bagi umatnya. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana bentuk ritual tradisi Rabu Pungkasan bagi masyarakat pendukungnya?, dan (2) Nilai-nilai apa saja yang terdapat pada upacara tradisi Rabu Pungkasan bagi masyarakat pendukungnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan folklor. Sumber data dalam penelitian ini yaitu sesepuh desa, perangkat desa, dan masyarakat desa. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan sesepuh desa dan masyarakat pendukung tradisi tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, teknik observasi, dan dokumentasi. Penyajian hasil analisis data dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Tradisi Rabu Pungkasan ini memiliki bentuk ritual, fungsi, makna simbolis dan nilai-nilai (nilai religi, nilai sosial, nilai moral, nilai kesusilaan, dan nilai budaya) bagi masyarakat pendukungnya. Bentuk ritual Tradisi Rabu Pungkasan terdiri dari lima bentuk, yaitu Tradisi Lek-lekan, Tradisi Sholat Duha, Tradisi Rajahan, Tradisi Slametan, dan Tradisi Ziarah ke Gunung Tanjung. Fungsi sosial, religi, dan budaya, yang terdapat dalam Tradisi Rabu Pungkasan  adalah sebagai upaya perbaikan sosial, sebagai pewarisan norma sosial, sebagai integrasi sosial, sebagai  wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,  sebagai upaya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan sebagai pelestarian budaya,. Nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi Rabu Pungkasan meliputi: nilai religi: mendidik berdoa dan bersyukur, nilai sosial: mendidik berbagi rezeki kepada orang lain dan berbaur memanjatkan doa bersama; nilai moral: mendidik bertanggung jawab dan bersikap adil; nilai kesusilaan atau budi pekerti: mendidik untuk menghormati leluhur dan menghormati orang lain; nilai budaya: mendidik supaya yakin dan patuh terhadap pewarisan adat istiadat. Saran yang dapat disampaikan yaitu: Tradisi Rabu Pungkasan di desa Lebaksiu Lor sebaiknya menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Tegal guna menindaklanjuti penelitian mengenai tradisi-tradisi di desa Lebaksiu Lor khususnya Kecamatan Lebaksiu demi perkembangan kesenian dan kebudayaan daerah Tegal. Sebaiknya penelitian ini juga dapat digunakan oleh guru sebagai bahan ajar dalam pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah. Selain itu penelitian Tradisi Rabu Pungkasan di desa Lebaksiu Lor Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal sebaiknya dapat dijadikan oleh penelitian lain sebagai bahan acuan dalam pengembangan penelitian folklor.  The Wednesday Pungkasan tradition in Lebaksiu Lor Village, Lebaksiu District, Tegal Regency, was held on the Sapar month (Javanese month). Bulan Sapar is an unfavorable month according to the Lebaksiu Lor community because they believe that Allah SWT decreases a great disaster for their people. The problems studied in this study are (1) What are the forms of the Pungkasan Wednesday traditional ritual for the supporting community ?, and (2) What values ??are contained in the Pungkasan Wednesday traditional ceremony for the supporting community. The method used in this study is descriptive qualitative using the folklore approach. Data sources in this study were village elders, village officials, and village communities. Data obtained from interviews with village elders and the community supporting the tradition. Data collection is done by interview techniques, observation techniques, and documentation. Presentation of the results of data analysis with descriptive analysis. The results showed that the Wednesday Pungkasan Tradition had ritual forms, functions, symbolic meanings and values ??(religious values, social values, moral values, moral values, and cultural values) for the supporting community. The form of the Wednesday Pungkasan Tradition ritual consists of five forms, namely Lek-lekan Tradition, Duha Prayer Tradition, Rajahan Tradition, Slametan Tradition, and Pilgrimage Traditions to Mount Tanjung. Social, religious and cultural functions, which are found in the Pungkasan Wednesday Tradition, are as an effort to improve social, as inheritance of social norms, as social integration, as a form of gratitude to the Almighty God, as an effort to draw closer to God Almighty, and as cultural preservation. The values ??contained in the Pungkasan Wednesday tradition include: religious values: educating praying and giving thanks, social values: educating sharing sustenance to others and mingling praying together; moral value: educate responsibly and be fair; the value of morality or character: educating to respect ancestors and respect others; cultural values: educate so that they are sure and obedient to the inheritance of customs. Suggestions that can be conveyed are: Pungkasan Wednesday Tradition in Lebaksiu Lor village should be of concern to the Tegal Regency Government to follow up research on the traditions in Lebaksiu Lor village, especially Lebaksiu District, for the development of arts and culture in the Tegal region. We recommend that this study can also be used by teachers as teaching materials in learning Javanese Language in schools. In addition, the Wednesday Pungkasan Tradition study in Lebaksiu Lor village, Lebaksiu Subdistrict, Tegal Regency, should be used by other studies as reference material in the development of folklore research.
Struktur Teks Wayang Gombal di Majalah Jaya Baya Masdar, Muhamad
Sutasoma : Jurnal Sastra Jawa Vol 4 No 2 (2016): Sutasoma
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/sutasoma.v4i2.29010

Abstract

Cerita wayang gombal merupakan bentuk penggambaran ide, gagasan, dan inspirasi pengarang dari lakon cerita wayang Mahabarata. Cerita Wayang Gombal di majalah Jaya Baya memiliki struktur teks yang membangun cerita tersebut, diantaranya terdapat tokoh penokohan, alur dan latar. Tujuan dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan tokoh dan penokohan, alur dan latar pada cerita Wayang Gombal. Sasaran penelitian meliputi: tokoh penokohan, alur dan latar dari enam cerita Wayang Gombal di majalah Jaya Baya. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak dan catat. Penelitian ini menggunakan teknik analisis struktural. Hasil penelitian ini meliputi: Tokoh dan penokohan yang digunakan dalam cerita wayang gombal semuanya berasal dari tokoh Mahabarata. Karakter dalam cerita tersebut juga sama dengan karakter tokoh Mahabarata. Latar yang digunakan dalam cerita wayang adalah latar tempat dan latar waktu pada zaman modern. Alur cerita yang digunakan dalam cerita wayang adalah alur sederhana. The story of wayang gombal is a form of depiction of ideas, ideas, and inspiration of the author of the plays Mahabarata puppet story. The Wayang Gombal story in Jaya Baya magazine has a text structure that builds the story, including characters of characterization, plot and background. The purpose of this research is to describe characters and characterizations, plot and background on wayang gombal story. Research targets include: characterization figures, plot and background of six stories Wayang Gombal in Jaya Baya magazine. Techniques of data collection using techniques refer and note. This research uses structural analysis technique. The results of this study include: Figure and characterizations used in the story puppet gombal all come from Mahabarata figures. The characters in the story are also similar to the characters of the Mahabharata. The setting used in wayang stories is the setting of the place and the backdrop of modern times. The storyline used in wayang stories is a simple groove.
Perluasan dan Penyempitan Makna Kata Bahasa Jawa dalam Cerkak-Cerkak Panjebar Semangat Bashiroh, Akhil
Sutasoma : Jurnal Sastra Jawa Vol 4 No 2 (2016): Sutasoma
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/sutasoma.v4i2.29011

Abstract

Perluasan dan penyempitan makna kata yang terdapat dalam cerkak-cerkak pada majalah Panjebar Semangat yang diambil secara acak yang dikaji menggunakan teori perubahan akna khususnya meluas dan menyempit. Masalah dalam penelitian ini yaitu: (1) bagaimana bentuk kata yang mengalai perluasan makna,(2) bagaimana bentuk kata yang mengalami penyempitan makna, (3) dan apa saja faktor yang memengaruhi perubahan makna. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk kata yang mengalami perluasan dan penyempitan makna dalam cerkak-cerkak Panjebar Semangat serta faktor yang mempengaruhinya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan teoretis dan metodologis. Teknik analisis data menggunakan analisis konten. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat kata yang mengalami perluasan makna mengalaim penyempitan makna. Data diambil dari cerkak-cerkak Panjebar semangat terbitan tahun 2015 yang dipilih secara acak. Expansion and contraction of the meaning of words contained in the magazine cerkak-cerkak Panjebar Semangat drawn at random were studied using the theory of change akna especially extends and retracts. The problem in this research are: (1) how to form words that are seen extension of meaning, (2) to find how tenses narrowing of meaning, (3) and any factors that affect the change of meaning. The purpose of this study was to describe the form of words that undergo expansion and constriction of meaning in cerkak-cerkak Panjebar Semangat and the factors that influence it. The approach used is a theoretical and methodological approaches. Data were analyzed using content analysis. The results of this study there were undergoing expansion and meaning narrowing of meaning. Data taken from cerkak-cerkak Panjebar Semangat of publications in 2015 were selected randomly.
Rekonstruksi Cerita Rakyat Kyai Arsantaka di Kabupaten Purbalingga Ariyati, Yuli
Sutasoma : Jurnal Sastra Jawa Vol 4 No 2 (2016): Sutasoma
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/sutasoma.v4i2.29012

Abstract

Penelitian ini membahas tentang cerita rakyat Kyai Arsantaka di Kabupaten Purbalingga yang dikaji dengan menggunakan pendekatan objektif dan analisis struktur model Vladimir Propp. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam cerita rakyat Kyai Arsantaka di Kabupaten Purbalingga mempunyai lima versi cerita. Versi crita yang paling lengkap adalah versi kesatu yang mempunyai 28 fungsi pelaku serta 12 motif pelaku. Hasil rekonstruksi cerita rakyat Kyai Arsantaka ditemukan 28 struktur fungsi pelaku. Motif cerita yang ditemukan adalah motif cerita kepahlawanan. Hasil rekonstruksi cerita rakyat Kyai Arsantaka dapat dijadikan buku pengayaan dengan menggunakan dialek Banyumasan dan diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif bahan ajar dalam pembelajaran bahasa Jawa di sekolah. This study discusses the folklore of Kyai Arsantaka in Purbalingga Regency studied using objective approach and structural model analysis of Vladimir Propp. The results of this study indicate that in the folklore Kyai Arsantaka in Purbalingga District has five versions of the story. The most complete version of the crita is the first version that has 28 performer functions and 12 principal motives. The results of the reconstruction of Kyai Arsantaka's folklore found 28 functional structures of actors. Motif of the story found is the motive of the story of heroism. The results of the reconstruction of Kyai Arsantaka's folklore can be used as an enrichment book using Banyumasan dialect and is expected to serve as an alternative teaching material in learning Javanese in school.
MAKNA NAMA-NAMA KERIS DI KERATON KASUNANAN SURAKARTA Sutasoma, Author; Septiana, Arum
Sutasoma : Jurnal Sastra Jawa Vol 4 No 2 (2016): Sutasoma
Publisher : Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/sutasoma.v4i2.29015

Abstract

Keraton Kasunanan Surakarta sangat kaya dengan simbol-simbol kebudayaan, salah satunya adalah keris. Keindahan keris akan semakin terlihat pada seni kehidupan dan filosofinya. Keris mempunyai rahasia yang terdapat didalamnya, yaitu rahasia yang berupa falsafah kehidupan. Penamaan-penamaan keris di Keraton Kasunanan Surakarta dapat dilihat dari wujud ornamen atau ricikannya. Ricikan keris dibuat berdasarkan pada paugeraning urip yaitu pusaka, wisma, kukila, turangga, dan garwa. Tidak semua masyarakat luas mengetahui makna nama-nama keris tersebut. Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) apakah nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta?, (2) makna apa yang terkandung dalam nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna apa saja yang terdapat dalam nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan semantik. Pendekatan semantik digunakan untuk mengetahui makna yang terdapat pada nama-nama keris di Keraton Kasunan Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data dari penelitian ini diperoleh dari nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta, sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data lisan dan sumber data tertulis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan teknik observasi, teknik dokumen, dan teknik dokumentasi. Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa makna nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta meliputi tiga makna yaitu, (1) makna leksikal, (2) makna kultural, (3) makna filosofi. Berdasar temuan tersebut, saran yang diharapkan dari hasil penelitian ini, sebagai salah satu wacana yang berkaitan untuk pengenalan nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta. Selain itu, nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta memiliki makna filosofi yang terkandung dalam nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta. Pada penelitian makna nama-nama keris di Keraton Kasunanan Surakarta ini merupakan penelitian awal, sehingga ada peluang untuk melakukan penelitian dengan kajian yang berbeda The Surakarta Kasunanan Palace is very rich in cultural symbols, one of which is a kris. The beauty of the kris will increasingly be seen in the art of life and its philosophy. Kris has a secret contained in it, namely a secret in the form of a philosophy of life. The names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace can be seen from the form of ornament or ricikannya. Kris Ricikan is made based on urip paugeraning, namely heirloom, homestead, cucila, turangga, and garwa. Not all the public knows the meaning of the names of the kris. The formulation of the problems examined in this study are (1) what are the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace ?, (2) what meaning is contained in the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace? This study aims to determine what meaning is contained in the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace. The approach used in this study is a semantic approach. The semantic approach is used to find out the meaning contained in the names of the kris in the Kasunan Palace Surakarta. The method used in this research is descriptive method. Data from this study were obtained from the names of kris in the Surakarta Kasunanan Palace, while the data sources in this study were sources of oral data and written data sources. Data collection techniques in this research are observation techniques, document techniques, and documentation techniques. The findings of the research show that the meanings of the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace include three meanings namely, (1) lexical meaning, (2) cultural meaning, (3) philosophical meaning. Based on these findings, the expected suggestions from the results of this study, as one of the discourses relating to the introduction of the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace. In addition, the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace have philosophical meanings contained in the names of the kris at the Surakarta Kasunanan Palace. In the study of the meaning of the names of the kris in the Surakarta Kasunanan Palace this was an initial study, so there was an opportunity to conduct research with different studies

Page 1 of 2 | Total Record : 12