cover
Contact Name
Laelatul Qodaryani
Contact Email
jtibbsdlp@gmail.com
Phone
+6285641147373
Journal Mail Official
jtibbsdlp@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Tanah dan Iklim
Core Subject : Agriculture,
Jurnal TANAH dan IKLIM memuat hasil-hasil penelitian bidang tanah dan iklim dari para peneliti baik dari dalam maupun dari luar Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Jurnal ini juga dapat memuat informasi singkat yang berisi tulisan mengenai teknik dan peralatan baru ataupun hasil sementara penelitian tanah dan iklim.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 38, No 1 (2014)" : 7 Documents clear
PREDIKSI AWAL MUSIM HUJAN BERDASARKAN INDEKS VARIABILITAS IKLIM DI PULAU JAWA Rohmawati, Fithriya Yulisiasih; Boer, Rizaldi; Faqih, Akhmad
Jurnal Tanah dan Iklim (Indonesian Soil and Climate Journal) Vol 38, No 1 (2014)
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jti.v38n1.2014.35-42

Abstract

Abstrak. Informasi terkait awal musim hujan (AMH) memiliki peranan penting dalam penyusunan strategi tanam guna meningkatkan hasil pertanian yang optimum. Penelitian ini bertujuan menyusun model prediksi AMH di Jawa sebagai daerah sentra pangan di Indonesia menggunakan indeks variabilitas iklim seperti El Nino Southern Oscilation (ENSO), El Nino Modoki, Indian Ocean Dipole (IOD) dan Sea Surface Temperature (SST) serta Madden Julian Oscillation (MJO). Model persamaan AMH disusun menggunakan model regresi linier dan skill model prediksi dievaluasi menggunakan Relative Operating Characteristics (ROC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ENSO (indeks anomali SST Nino 3.4) menjelaskan sebagian besar variabilitas AMH di Jawa. Oleh karena itu, ENSO bulan Juli dan Agustus digunakan sebagai prediktor AMH. Model persamaan yang disusun berdasarkan indeks tersebut mempunyai skill baik. Rata-rata skill model prediksi mencapai 84% (ENSO bulan Juli) dan 76% (ENSO bulan Agustus) untuk AMH maju dari normal dan 83% (ENSO bulan Juli) dan 86% (ENSO bulan Agustus) untuk AMH mundur dari normal. Dengan hasil tersebut, maka model persamaan dalam penelitian ini cukup dapat memberikan solusi terhadap masalah keakuratan informasi AMH terutama untuk AMH mundur dari normal yang berdampak pada kegagalan panen. Abstract. Monsoon onset information plays an important role in setting up planting strategy for achieving optimum yield. This study aimed to develop forecasting model for the monsoon onset in main rice growing areas of Java, Indonesia using climate variability indices, namely the El Niño Southern Oscillation (ENSO), El Nino Modoki, Indian Ocean Dipole (IOD), and Sea Surface Temperature (SST) and Madden Julian Oscillation (MJO). The forecasting models of the monsoon onset were developed using a linear regression model and that skill of the prediction models were evaluated using Relative Operating Characteristics (ROC). It was found that ENSO (anomaly SST Nino 3.4) explained most of the variability of monsoon onset across Java. Therefore, the SST Nino 3.4 index (in July and August) can be used as one of predictors for predicting the onset. The models developed using this index have a better skill. The average skill of the models for forecasting advanced monsoon onset reached 84% (July?s ENSO) and 76% (August?s ENSO), then for the delayed monsoon onset reached 83% (July?s ENSO) and 86% (August?s ENSO). According to this result, the equation?s model can provide a sufficient solution for the accuracy of monsoon onset information particularly if there is a delay in monsoon onset that can lead to the crop failure.
Dampak Perubahan Muka Air Laut pada Daerah Rawa dengan Irigasi Pasang Surut: Pemodelan Daerah Rawa Tabunganen Indra setya Putra; Haryo Istianto
Jurnal Tanah dan Iklim (Indonesian Soil and Climate Journal) Vol 38, No 1 (2014)
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jti.v38n1.2014.43-49

Abstract

ANALISIS VARIASI GEOGRAFIS POLA HUJAN DI WILAYAH PAPUA Rouw, Aser; Hadi, Tri Wahyu; H.K., Bayong Tjasyono; Hadi, Safwan
Jurnal Tanah dan Iklim (Indonesian Soil and Climate Journal) Vol 38, No 1 (2014)
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jti.v38n1.2014.25-34

Abstract

Abstrak. Studi ini menekankan pada sejauh mana aspek variasi geografis pola hujan di wilayah Papua berdasarkan terminologi pola hujan monsunal (A), ekuatorial (B), dan lokal (C) yang telah dikaji secara saintifik dan digunakan dalam operasional prakiraan musim di Indonesia. Analisis dilakukan pada data rata-rata curah hujan bulanan dari 362 stasiun penakar hujan di seluruh wilayah Papua mulai dari tahun 1901-2010 dengan panjang pengamatan 5-100 tahun menggunakan analisis PCA, cluster dan analisis spasial. Ditemukan 21 cluster variasi pola hujan di wilayah Papua, yaitu: (i) pola monsunal A dengan variasi pola, A1, A2, A3, A4, A5, dan A6, (ii) pola hujan ekuatorial B dengan variasi B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, B8, B9, dan B10, serta (iii) pola hujan lokal C dengan variasi C1 dan C2. Secara geografis pola hujan tersebut bervariasi menurut tiga area geografis utama, yaitu 7 cluster pola hujan: A2, A3, A4, A5 B6, B7, dan B8 di dataran rendah utara; 5 cluster pola hujan: A1, B3, B4, B5, dan B9 di deretan pegunungan tengah; dan 9 cluster pola hujan: A, A6, B, B1, B2, B10, C, C1, dan C2 di dataran rendah selatan Papua. Temuan pola hujan berimplikasi pada dua hal pokok dari sektor pertanian di wilayah Papua, yaitu pewilayahan komoditas pertanian, dan strategi budidya pertanian dengan mempertimbangkan keadaan klimatologis pola hujan serta variabilitas temporalnya. Abstract. This study emphasizes on the variation aspects of the geographical rainfall patterns in the Papua region based on the terminology of the A, B, and C rainfall patterns in Indonesian archipelago that have been scientifically assessed and used in seasonal forecasting in Indonesian. Analyses were performed on an average monthly rainfall of 362 rain gauges with the distributed observation length of 5 to 100 years (from 1901 to 2010) using PCA, cluster, and spatial analyses. It was found that there were 21 clusters of rainfall patterns in the Papua region Variation patterns of the monsoon A rainfall: A1, A2, A3, A4, A5, and A6; the equatorial rainfall pattern B: B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, B8, B9, and B10, and the local rainfall patterns C: C1 and C2. Geographically, the rainfall patterns vary according to three main areas, namely seven clusters in the northern lowlands: A2, A3, A4, A5 B6, B7, and B8; 5 clusters in the central mountain range: A1, B3, B4, B5, and B9; and 9 clusters in the southern lowlands: A, A6, B, B1, B2, B10, C, C1, and C2. The findings of the rainfall patterns have implications for two major issues of the agricultural sector, viz.,, zoning of agricultural commodities, and planting strategy by considering the state of climatological rainfall patterns and its temporal variabilities.
Karakteristik Tanah Sawah dari Endapan Lakustrin di Sulawesi Hikmatullah Hikmatullah; Suparto Suparto
Jurnal Tanah dan Iklim (Indonesian Soil and Climate Journal) Vol 38, No 1 (2014)
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jti.v38n1.2014.1-14

Abstract

Abstrak. Dataran lakustrin di Sulawesi umumnya digunakan untuk lahan sawah, akan tetapi penelitian karakteristik mineral dan sifat-sifat fisik-kimianya masih sedikit dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari komposisi mineralogi dan sifat-sifat kimia tanah sawah dari endapan lakustrin yang berasal dari beberapa sumber bahan induk. Sebanyak delapan profil tanah sawah dari endapan lakustrin dari daerah-daerah Tondano, Kotamobagu dan Dumoga (Sulawesi Utara), Limboto dan Paguyaman (Gorontalo), Napudan Bariri (Sulawesi Tengah), dan Sengkang (Sulawesi Selatan) telah diteliti sifat-sifat morfologinya di lapangan dan sebanyak 36 contoh tanah telah dianalisis komposisi mineral fraksi pasir dan liat, serta sifat-sifat fisik-kimianya di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi mineral dan sifat-sifat fisik kimia tanah sawah tersebut cukup bervariasi yang dipengaruhi oleh sumber bahan induknya. Tanah sawah Tondano seluruh lapisannya dipengaruhi bahan volkan intermedier, yang mengandung gelas volkan tinggi (54-80%), asosiasi mineral plagioklas-piroksen dan haloisit hidrat-alofan. Tekstur lempung berdebu, kandungan C organik dan KTK tanah tinggi (31-39 cmolc kg-1), dan bereaksi masam (pH 4,5-4,9). Tanah sawah Kotamobagu dan Dumoga juga dipengaruhi bahan volkan intermedier, dengan sedikit gelas volkan (2-5%), asosiasi plagioklas-amfibol-piroksen dan semektit-kaolinit. Meskipun mengandung semektit, KTK tanahnya rendah-sedang (11-23 cmolc kg-1). Berbeda dengan tanah sawah di atas, tanah sawah Limboto, Paguyaman dan Sengkang dipengaruhi oleh rombakan bahan volkan masam, sedimen dan metamorfik, yang didominasi oleh mineral kuarsa, asosiasi feldspar-plagioklas-amfibol, dan mineral liat semektit. Dominasi mineral semektit menyebabkan kandungan basa-basa dan KTK tanah tinggi (25-55 cmolc kg-1) dan bereaksi agak masam-alkalis (pH 5,7-8,0). Tanah sawah Napu dan Bariri didominasi oleh mineral kuarsa dan feldspar, serta asosiasi kaolinit-vermikulit, yang diduga berasal dari rombakan batuan granit-biotit dan sedimen. Hal ini ditandai dengan kandungan K2O total (eks. HCl 25%) sangat tinggi (187-752 mg 100g-1) sebagai hasil dari pelapukan biotit dan feldspar. Tekstur lempung berpasir, kandungan basa-basa dan KTK tanah rendah (2-10 cmolc kg-1) dan breaksi masam (pH 5,2-5,6). Pengaruh bahan induk, terutama bahan volkan telah memberikan dampak positif terhadap sifat-sifat tanah sawah terutama cadangan sumber hara tanah yang cukup tinggi, sehingga kesuburan tanah sawah dapat terpelihara dalam jangka panjang. Abstract. Lacustrine plain in Sulawesi is generally used for paddy fields. However, study on their mineralogical and chemical properties is limited. The aim of the study was to characterize the mineralogical composition and chemical properties of paddy soils derived from lacustrine deposits with different sources of parent materials. Eight paddy soil profiles developed from lacustrine deposits in Tondano, Kotamobagu and Dumoga (North Sulawesi), Limboto and Paguyaman (Gorontalo), Napu and Bariri (Central Sulawesi), and Sengkang (South Sulawesi) have been studied their morphological characteristics in the field and 36 soil samples were collected and analysed for mineralagical composition and physico-chemical properties in the laboratory. Results showed that mineral composition and chemical properties of the paddy soils were varied, depending on the source of parent materials. All layers of paddy soil from Tondano were influenced by intermediary volcanic materials containing high volcanic glass (54-80%), association of plagioclase-pyroxene and hydrated halloysite-allophane. Soil texture was silt loam, high organic C and soil CEC (31-39 cmolc kg-1), and acid reaction (pH 4.5-4.9). Paddy soils from Kotamobagu and Dumoga were also influenced by intermediary volcanic material with little differences in mineralogical compositions, contained few volcanic glass (2-5%), association of plagioclase-amphibole-pyroxene and smectite-kaolinite. Although smectite was present, the soil CEC was low to moderate (11-23 cmolc kg-1). Paddy soils from Limboto, Paguyaman and Sengkang differed from those aforementioned soils. In the former, soils were influenced by weathered acid volcanic materials,sedimentary and metamorphic rocks, where minerlogical compositions were dominated by quartz, association of feldspar-plagioclase, and smectite clay mineral. The dominance of smectite promoted high content of base cations, high soil CEC (25-55 cmolc kg-1) and slightly acid to alkaline reaction (pH 5.7-8.0). Paddy soils from Napu and Bariri weredominated by quartz and feldspar, and association of vermiculite-kaolinite, which probably derived from weathered biotite-granite and sedimentary rocks.. These were indicated by very high K2O (HCl 25% extraction) (187-752 mg 100g-1) deriving from the weathering of biotite and feldspar. Soil texture was sandy loam, low base cations and CEC (2-10 cmolc kg-1), and acid reaction (pH 5.2-5.6). The influence of parent materials, especially volcanic materials have given a positive impact in providing high nutrient reserve for paddy soils to maintain a long term of soil fertility.
Sifat-Sifat Tanah pada Lahan Potensial untuk Pengembangan Pertanian di Provinsi Jambi dan Implikasi Pengelolaannya Rudi Eko Subandiono; Erna Suryani; Djadja Subardja
Jurnal Tanah dan Iklim (Indonesian Soil and Climate Journal) Vol 38, No 1 (2014)
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jti.v38n1.2014.51-62

Abstract

Evaluasi Curah Hujan TRMM Menggunakan Pendekatan Koreksi Bias Statistik Bambang Dwi Dasanto; Rizaldi Boer; Bambang Pramudya; Yuli Suharnoto
Jurnal Tanah dan Iklim (Indonesian Soil and Climate Journal) Vol 38, No 1 (2014)
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jti.v38n1.2014.15-24

Abstract

Water Productivity of Newly Developed Lowland Rice Field Sukristiyonubowo Sukristiyonubowo; Heri Wibowo; Hendri Sosiawan; Diah Setyorini
Jurnal Tanah dan Iklim (Indonesian Soil and Climate Journal) Vol 38, No 1 (2014)
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jti.v38n1.2014.63-68

Abstract

Abstract. Newly developed wetland rice fields require more water because plough pan layer are not developed. Plough pan is established several years after the field development and its formation depends on the intensity of rice cultivation and the soil properties. Plot scale study was conducted on newly developed wetland rice field originated from upland in Pati village, North Kalimantan Province, Indonesia in 2013. The aim of this experiment was to study the water productivity of the newly developed wet land rice fields. Different water ponding treatments including water ponding layer of 5 cm as control (T0), ponding layer of 3 cm (T1) intermittent with two weeks wetting and one week drying (T2), and saturated condition with water layer of 0.5 cm (T3) were tested. Rice growth, rice grains yield and water productivity were evaluated. Water productivity was computed according to the ratio between rice grains yield and water input. Water input was predicted based on the difference between incoming and outgoing water. In this study water balance was not taken into account in calculating the water input. The results indicated that under saturated condition (T3), plant height and tiller number were significantly lower than the 5 cm ponding and also significantly lower than other treatments. Water productivity between 0.78 and 0.40 gram liter-1 were recorded under ponding water depth of 0.5 cm and intermittent ponding of 5 cm in the wet period. Abstrak. Sawah bukaan baru membutuhkan banyak air karena lapisan tapak bajak belum terbentuk. Lapisan tapak bajak akan berkembang setelah beberapa tahun tergantung pada intensitas penanaman padi. Percobaan pada skala plot dilaksanakan pada sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering di Dusun Pati, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara pada tahun 2013. Penelitian bertujuan untuk mempelajari produktivitas air pada sawah bukaan baru. Beberapa perlakuan tinggi genangan air diuji dalam penelitian ini meliputi tinggi genangan air 5 cm sebagai kontrol (T0), tinggi genangan air 3 cm (T1), Intermitten dengan dua minggu periode basah dan satu minggu periode kering (T2), dan macak-macak atau jenuh air dengan tinggi genangan air 0,5 cm (T3). Data yang diambil meliputi pertumbuhan tanaman padi, hasil gabah dan produktivitas air. Produktivitas air dihitung dengan perbandingan antara hasil gabah dengan air yang dibutuhkan, sedangkan air yang dibutuhkan dihitung berdasarkan selisih antara air yang masuk ke sawah dengan air yang keluar dari sawah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan macak-macak atau jenuh air dengan tinggi genangan 0,5 cm menghasilkan tinggi tanaman dan jumlah anakan padi yang secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol dengan tinggi genangan air 5 cm dan perlakuan lainnya, tetapi menghasilkan produktivitas air yang tertinggi yaitu 0,78 gram liter-1. Produktivitas air yang memberi harapan yang menjanjikan pada sawah bukaan baru adalah antara 0,78 – 0,40 gram liter-1 dengan perlakuan macak-macak dengan tinggi genangan air 0,5 cm dan intermitten dengan tinggi genangan air 5 cm pada periode basah.

Page 1 of 1 | Total Record : 7