cover
Contact Name
M. Riza Pahlefi
Contact Email
riza.pahlefi@uinbanten.ac.id
Phone
+6285383592121
Journal Mail Official
syakhsia@uinbanten.ac.id
Editorial Address
Jl. Jenderal Sudirman No. 30 Ciceri Serang Banten
Location
Kota serang,
Banten
INDONESIA
Syaksia : Jurnal Hukum Perdata Islam
ISSN : 2085367X     EISSN : 27153606     DOI : https://dx.doi.org/10.37035/syakhsia
Syakhsia: Jurnal Hukum Perdata Islam, is an open access and peer-reviewed journal published biannually (p-ISSN: 2085-367X and e-ISSN: 2715-3606). It publishes original innovative research works, reviews, and case reports. The subject of Syakhsia covers textual and fieldwork with various perspectives of Islamic Family Law, Islam and gender discourse, and legal drafting of Islamic civil law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember" : 9 Documents clear
Tinjauan Hukum Islam Tentang Penggunaan Harta Waris Yang Belum Dibagikan ( Studi di Desa Talagasari Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang ) Ukhrowiyatunnisa Ukhrowiyatunnisa
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2357

Abstract

Abstrak Hukum kewarisan Islam diatur dengan sistematis, terperinci, dan penuh dengan keadilan. Dalam hukum Islam telah dikenal asas kewarisan salah satunya adalah asas Ijbari dalam asas ini berarti dimana harta waris bersifat memaksa, yaitu secara otomatis harta waris beralih kepada ahli waris baik suka maupun tidak. Selain itu pula harta waris harus segera dibagikan kepada ahli wari yang berhak mendapatkannya.akan tetapi di Desa Talagasari Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang terdapat beberapa masyarakat melakukan penundaan pelaksanaan pembagian harta waris sehingga menimbulkan masalah baru yaitu harta yang belum dibagi tersebut digunakan bahkan dijual oleh salah satu ahli waris tanpa seijin oleh ahli waris yang lain,dimana hal ini tidak sesuai dengan ajaran yang ada dalam Hukum Islam, dimana setiap ahli waris berhak atas harta tersebut.sehingga dengan hal ini penulis tertarik untuk menganalisis serta mengkaji masalah tersebut. Perumusan dari penelitian ini adalah bagaimana konsep dan kedudukan harta waris sebelum dibagikan menurut hukum Islam? Bagaimana pandangan tokoh agama dan tokoh masyarakat tentang penggunaan harta waris sebelum dibagikan di Desa Talagasari Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang? Bagaimana dampak hukum dari penggunaan harta waris yang belum dibagikan? Kesimpulannya bahwa harta yang belum dibagikan kepada ahli waris yang berhak merupakan harta bersama para ahli waris akan tetapi bukan berarti salah satu ahli waris berhak menguasai seluruh harta tersebut.maka harta waris harus segera dibagikan sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 7, 11, dan 12. Para tokoh agama berpendapat bahwa menjual harta waris atau menggunakan harta tersebut sebelum ibagikan merupakan perbuatan yang bhatil karna ditakutkan akan memakan hak orang lain. Selain itu akibat hukum yang akan timbul maka penggunaan tersebut tidak sah jika tidak adanya persetujuan ahli waris. Kata kunci: Waris, ijbari,
Hukum Ayah Menikahi Anaknya dari Hasil Zina (Studi Komparatif Madzhab Hanafi Dan Syafi’i) Faisal Nikmatullah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2358

Abstract

Abstrak Setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini tidak ada yang menginginkan terlahir dari akibat perzinahan, sekalipun setiap anak yang dilahirkan tidak mengandung dosa. Anak yang lahit dari hasil perzinahan itu menimbulkan permasalahan dan konsekuensi hukum di dalam status kemahraman hak memperoleh nafkah dan kewarisan, bahkan pada tingkat boleh dan tidak bolehnya melakukan pernikahan dengan ayah biologisnya dalam kasus ini menjadi masalah yang diperselisihkan. Penulis tertarik menguji persoalan ini dalam sebuah skripsi dengan perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hukum ayah menikahi anaknya dari hasil zina menurut mazhab Hanafi? 2. Bagaimana hukum ayah menikahi anaknya dari hasil zina menurut mazhab Syafi’i? 3. Bagiamana perbedaan dan persamaan pendapat menurut mazhab Hanafi dan Syafi’i tentang hukum ayah menikahi anaknya dari hasil zina? Penelitian ini merupakan studi kepustakaan (library research) dengan jenis kualitatif. Seluruh data dikumpulkan dengan cara, membaca dan menganalisis sumber-sumber data baik yang bersifat data a. Primer, b. Sekunder dan c. Tersier dianalisis secara induktif dan komparatif. Kesimpulan penelitian: 1. Menurut mazhab Hanafi, anak yang lahir dari hasil perzinahan memiliki hubungan nasab secara syar’i dengan ibu yang melahirkannya, namun anak tersebut menjadi mahram bagi ayah biologisnya karena secara biologis adalah darah dari dagingnya sendiri. Untuk itu anak yang dilahirkan dari hasil perzinahan menjadi mahramnya (tidak boleh dinikahi) bahkan berkewajiban untuk menafkahinya dan saling mewarisi. 2. Menurut mazhab Syafi’i, anak yang lahir dari hasil perzinahan boleh menikah dengan ayah biologisnya, karena tidak ada nasab dengan ayahnya. Karena tidak terlahir bukan dari pernikahan yang sah, karena timbulnya status kemahramannya terjadi karena sebab pernikahan. 3. Mazhab hanafi mengharamkan menikah dengan anak perempuanya yang berasal dari hasil zina. Sementara mazhab Syafi’i membolehkan menikah dengan anak perempuanya yang berasal dari hasil zina, walaupun sebaian ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa perbuatan tersebut makruh. Persamaan pendapat antara keduanya adalah masalah perwalian. Anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak mempunyai hak perwalian dari bapak biologisnya, bapak biologis tidak berhak menjadi wali baginya karena telah terputus nasab syar’i di antara keduanya yang menjadi syarat ditetapkannya hak perwalian. Adapun yang berhak menjadi walinya adalah hakim. Kata Kunci: Hukum Menikahi, Zina, Nasab
Menggagas Fiqih Moderat (Studi Analisis Kritis atas Metode Ijtihad Fiqih) Ahmad Sanusi
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2352

Abstract

Abstrak Ada sekelompok orang yang memahami nash secara tektual muncul lagi dengan jargonnya " kembali kepada al Quran dan Sunnah” menurutnya dalam menghasilkan hukum/fiqih tidak perlu lagi melihat pendapat ulama tetapi memahami langsung pada teks murni al Quran dan Hadis, mereka menganggap bahwa perkara yang tidak ada dalam al Quran dan sunnah dianggap bid;ah dan itu haram.sehingga mereka tidak melihat dan memmpertimbangkan perbedaan tempat, waktu dan kondisi sosial masyarakat mereka berada.Tulisan ini mencoba menjawab akan kelompok di atas dengan kesimpulanya: pertama: Fiqih adalah hail produk mujtahid yang bersifat luwes dan bisa berubah sesuai dengan zamannya. Kedua: Fiqih moderat dalah upaya untuk menyajikan fiqh dengan pemahaman moderat yakni tidak terlalu radikal juga tidak terlalu liberal, akan tetapi tengah-tengah yakni dalam memahami nas atau teks baik al quran maupun hadis harus dengan pendekatan ijtihad bayani, qiyas, dan istislahi atau maslahah, maka akan dapat menghasilakn hasil ijtihad yang moderat serta sesuai dengan zamannya. Kata Kunci : Quran, Hadis, Fiqh
Wakaf Uang Menurut Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf Sigi Hartati
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2360

Abstract

Abstrak Wakaf uang adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah yang dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf alayih. Pada dasarnya, penghimpunan wakaf uang dilakukan dengan menyebutkan atau menyampaikan program pemberdayaan atau peningkatan kesejahteraan umat (mawquf alayih). Namun demikian, dapat juga disebutkan jenis atau bentuk investasinya misalnya untuk usaha retail, hanya saja tetap terbuka untuk jenis investasi lainnya. Untuk itu Bagaimana pandangan hukum Islam tentang pengelolaan wakaf uang. Bagaimana pandangan Undang-undang no 41 tahun 2004 tentang Pengelolaan Wakaf. Serta Apa persamaan dan perbedaan hukum Islam dan Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf uang. Metode penelitian ini adalah Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode Komparatif, yaitu penelitian yang bersifat membandingkan. Hasil penelitian menunjukan bahwa, Dalam pandangan hukum Islam, hukum wakaf benda bergerak berupa uang adalah boleh.Dalam pandangan Undang-undang No.41 tahun 2004, melalui Lembaga Keuangan Syariah Wakaf Uang (LKSPWU) wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri agama.Persamaan pandangan hukum Islam dan UU No 41 Tahun 2004 sama-sama membolehkan wakaf uang. Sedangkan perbedaan pada penekanan aspek prosedural dan administrative saja dan pengolahan wakaf uang tersebut. Dalam hukum Islam wakaf tidak diwajibkan melalui mekanisme lembaga tertentu. Disamping itu peruntukkan wakaf juga hanya terbatas modal usaha dagang. Sedangkan dalam UU No 41 Tahun 2004, mekanisme pelaksanaan wakaf uang harus melalui prosedur lembaga formil yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Dan peruntukan wakaf tersebut tidak hanya digunakan sebagai modal usaha dagang, namun sudah lebih bervariasi dalam bentuk usaha produktif yang lain seperti investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, perkantoran, sarana pendidikan agama dan sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah. Kata kunci: Wakaf Uang, Hukum Islam, Undang-Undang
Pelanggaran Perjanjian Perkawinan Serta Akibat Hukumnya Analisis Hukum Positif Dan Hukum Islam Iin Ratna Sumirat
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2353

Abstract

Abstrak Perjanjian kawin melahirkan akibat hukum karena perjanjian tersebut dikehendaki oleh para pihak. Sebagai sebuah perjanjian maka bila salah satu pihak melakukan pelanggaran (ingkar janji) dapat dilakukan gugatan cerai atau ganti rugi. Karena masih saja memikirkan harta sedangkan sudah saling terikat. Hal ini berarti ada indikasi untuk melakukan perceraian atau memang sejak awal motivasi perkawinan tersebut adalah motivasi ekonomi atau politis. Sahnya suatu perjanjian sebenarnya sudah tercermin pada syarat perjanjian yang tersebut dalam pasal 1320 KUH Perdata dan pasal 45-46 Kompilasi Hukum Islam. Hanya dalam KUH Perdata terdapat pemisahan yang cukup tajam antara pelanggaran terhadap persyaratan subyektif dan persyaratan obyektif. Pelanggaran atau tidak terpenuhinya persyaratan subyektif akan berakibat perjanjian dapat dibatalkan sedangkan pelanggaran perjanjian terhadap persyaratan obyektif akan berakibat perjanjian batal demi hukum, tetapi dalam fiqih Islam pelanggaran terhadap syarat subyektif dan obyektif akan berakibat batalnya perikatan. Kata Kunci: Perjanjian,Pelanggaran, Batal demi Hukum
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Sidang Isbat Nikah Keliling Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2015 (Studi Di Kecamatan Tanara Kabupaten Serang) Salsabila Salsabila
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2361

Abstract

Abstrak Isbat nikah adalah penetapan perkawinan bagi pasangan suami isteri yang telah melakukan perkawinan sah secara hukum agama akan tetapi tidak dicatatkan di KUA, sehingga perkawinannya tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak adanya akta nikah sebagai bukti autentik. Dalam KHI Pasal 7 ayat 3 ada beberapa hal yang dapat diisbatkan, salah satunya hilangnya akta nikah atau tidak mempunyai akta nikah. Isbat nikah keliling dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2015 merupakan upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat yang terkendala jarak dan biaya. Faktanya masih banyak masyarakat Tanara belum memiliki akta nikah, karena masyarakat belum faham arti pentingnya isbat nikah sebagai sarana penghubung untuk mendapat buku nikah dari KUA. Untuk itu masalah yang diajukan adalah bagaimana urgensi pelaksanaan sidang isbat nikah keliling di Kecamatan Tanara. Kemudian bagaimana pelaksanaan sidang isbat nikah keliling di Kecamatan Tanara. Serta bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan sidang isbat nikah keliling di Kecamatan Tanara. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menganalisis data-data yang berkaitan dengan objek pembahasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sidang isbat nikah keliling menjadi sarana penghubung untuk memperoleh perlindungan hukum atas perkawinan yang sah menurut hukum agama dan belum dicatatkan di KUA, program ini merupakan solusi untuk menanggulangi kendala masyarakat Kecamatan Tanara, yaitu kendala jarak dan biaya perkara. Pelaksanaan sidang isbat nikah keliling di Kecamatan Tanara memiliki prosedur beracara yang sama dengan sidang di dalam gedung, yang membedakan hanya dari segi teknisnya yaitu didaftarkan secara kolektif oleh pihak kecamatan, menggunakan dana dari PEMDA Serang serta Hakim yang datang ke lokasi perkara dan satu kali sidang langsung mendapat penetapan. Pelaksanaan sidang isbat nikah keliling di Kecamatan Tanara menurut pandangan hukum Islam diperbolehkan (mubah), karena tidak ada nash yang menganjurkan serta melarangnya dan merupakan maslahah mursalah, sebagai bentuk implementasi kebaikan pemerintah terhadap masyarakat pedesaan yang terkendala jarak dan biaya dalam mengakses hukum ke Pengadilan Agama Serang untuk mendapatkan buku nikah. Kata kunci: Isbat, Nikah, Sidang Keliling
Mendiskusikan Kembali Sistem Sanad: Antara Penalaran Mustafa Azami Dan Joseph Schacht Asep Opik Akbar
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2355

Abstract

Abstrak Studi tentang “Sistem Sanad” bagi sebagian kalangan, mungkin bukan suatu kajian asing dalam diskursus pemikiran hukum Islam, sehubungan banyaknya informasi, kajian, dan karya terkait topik itu, baik pada tataran mondial maupun kawasan Nusantara. Namun bagi mereka yang haus akan keilmuan utamanya bagi penelitian dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tampaknya akan terus mengkaji dan mendalaminya. Diantara karya-karya monumental, mencuat dua tokoh pemikiran dua eksponen besar pemikir hukum Islam, yang banyak mengulas tentang sistem sanad, yaitu: Joseph Schacht dalam karyanya: The Origins of Muhammadan Jurisprudens, terbitan London: Oxford Press, tahun 1950, dan Mustafa Azami dalam karyanya: On Schacht Origin of Muhammadan Jurisprudence, Pakistan, Suhai Academy, terbit tahun 2004. Joseph Schacht seorang orientalis gaek berbangsa Yahudi, pemikir hukum Islam yang banyak melakukan kajian tentang sejarah pemikiran hukum Islam dengan analisis pendekatan sejarah. Sementara Musthafa al-‘Azami, lebih merefleksikan sosok Muslim oksidentalis, seorang Muslim saleh asal India Utara, mencoba mengkritisi karya Schacht tersebut dengan pendekatan doktriner, etik, disamping historis. Kedua ilmuwan ini: Joseph Schacht dan Mustafa Azami, dari sudut pandang keilmuan memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Sebagai manusia, keduanya memiliki pendukung masing-masing. Para ahli yang terbiasa dengan pendekatan sejarah banyak yang mendukung pandangan Schacht, terlebih kaum orientalis Barat. Sebaliknya sarjana atau pun ulama-ulama Islam, yang pada umumnya memilih sistem sanad sebagai bagian dari ideologi, doktrin normatif (sistem kyakinan), serta etika keislaman yang kuat, memilih dan mendukung pemikiran Azami. Kata Kunci: Sanad, Schacht, Azami
Tinjuan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Nafkah Anak Pasca Perceraian Tanpa Melalui Keputusan Hakim PA (Pengadilan Agama) Rita Widiyani
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2362

Abstract

Abstrak Perceraian merupakan suatu perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT, namun keberadaannya di masyarakat itu sering terjadi karena meskipun dibenci oleh Allah SWT tidak ada ayat ataupun hadits yang melarangnya. Dari setelah terjadinya perceraian terdapat adanya akibat yang ditimbulkan seperti nafkah anak, pengasuhan anak dan harta bersama. Jika perceraian itu dilakukan tanpa melalui keputusan hakim Pengadilan Agama maka tentu akan tidak terjaminnya hak keperdataan terutama pada anak. Akan tetapi, dalam hukum Islam seorang ayah meskipun sudah bercerai dengan istrinya hubungan dengan anaknya tidak terputus, sang ayah tetap berkewajiban memberi nafkah baik nafkah pemeliharaan maupun nafkah pendidikan anaknya. Dampak yang ditimbulkan dari perceraian tanpa melalui keputusan hakim Pengadilan Agama terhadap nafkah anak yaitu tidak terjamin dan tidak terlaksananya secara maksimal pemberian nafkah terhadap anak yang tinggal dengan mantan istri, karena tidak adanya kekuatan hukum dari perceraian yang dilakukan tanpa melalui keputusan hakim Pengadilan Agama, jika perceraian itu dilakukan di hadapan sidang pengadilan maka seorang ayah dapat dipaksa untuk membayar nafkah untuk anaknya karena peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia itu bersifat memaksa, namun dalam hukum Islam ayah tetap berkewajiban untuk memberi nafkah kepada anaknya karena memberi nafkah kepada anak itu wajib sebagaimana memberi nafkah kepada diri sendiri. Kata Kunci: Nafkah, Perceraian, Pengadilan Agama
Urgensi Dan Pola Pembentukan Keluarga Sakinah Perspektif Islam Hilman Taqiyuddin
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2356

Abstract

Abstrak Dalam UU Perkawin 1974, Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan dalam KHI disebut aqad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidza). Keluarga sebagai miniatur dari sebuah komunitas yang lebih luas (masyarakt, bangsa, negara). Eksistensinya sangat urgen dalam menopang dan membentuk sebuah bangsa/negara yang berkualitas lahir dan bathin. Oleh sebab itu pembentukan keluarga sakinah merupakan suatu kemestian. Keluarga sakinah perspektif Islam adalah sebuah keluarga yang tentram, damai diliputi rasa cinta dan kasih sayang (mahabbah wa rahmah) yang dilandasi nilai tauhid dan agama. Dan berpola integratif-komprehensif yang meliputi: Pranikah, saat pelaksanaan nikah dan saat menjalani bahtera rumah tangga (pasca aqad nikah). Kata kunci : Pola Pembentukan, keluarga Sakinan, Islam

Page 1 of 1 | Total Record : 9