cover
Contact Name
M. Riza Pahlefi
Contact Email
riza.pahlefi@uinbanten.ac.id
Phone
+6285383592121
Journal Mail Official
syakhsia@uinbanten.ac.id
Editorial Address
Jl. Jenderal Sudirman No. 30 Ciceri Serang Banten
Location
Kota serang,
Banten
INDONESIA
Syaksia : Jurnal Hukum Perdata Islam
ISSN : 2085367X     EISSN : 27153606     DOI : https://dx.doi.org/10.37035/syakhsia
Syakhsia: Jurnal Hukum Perdata Islam, is an open access and peer-reviewed journal published biannually (p-ISSN: 2085-367X and e-ISSN: 2715-3606). It publishes original innovative research works, reviews, and case reports. The subject of Syakhsia covers textual and fieldwork with various perspectives of Islamic Family Law, Islam and gender discourse, and legal drafting of Islamic civil law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 82 Documents
Pembaharuan Hukum Keluarga Di Maroko Usman Musthafa
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 1 (2019): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i1.1984

Abstract

Pembaharuan Hukum Islam yang, sebelumnya masih termaktub dalam kitab-kitab fiqh, menjadi undang-undang adalah sebuah prestasi bagi umat Islam. Hukum Islam yang termuat dalam kitab-kitab fiqh ini, sebenarnya telah menjadi hukum yang hidup (living law) dalam kehidupan umat Islam, beberapa abad lamanya. Tetapi upaya untuk melakukan pembaharuan (kodifikasi) dalam suatu kitab undang-undang, baru dimulai di Turki, Majallah al-Ahkam al-Adliyah. Pembaharuan hukum Islam yang dimulai di Turki, ternyata berpengaruh besar terhadap negara-negara Islam yang baru merdeka pada pertengahan abad ke-20, seperti Maroko. Prosesnya, mengikuti madzhab setempat yang dianut oleh masharakatnya. Upaya untuk melakukan pembaharuan hukum Islam sebagai Undang-undang sebenarnya merupakan wewenang umat Islam, melalui para ulama, cendekiawan dan umara atau pemegang kuasa politik. Tetapi yang disebutkan terakhir lebih kompeten ketimbang ulama dan cendikiawan, dalam melakukan pembaharuan hukum yang relevan dengan kehidupan sosial umat. Dan dalam kasus Maroko berarti perundang-undangan tersebut dibentuk berdasarkan madzhab Maliki. Karenanya, tulisan ini akan membahas implikasi kuasa politik terhadap pembaharuan hukum keluarga di Maroko? Berdasarkan bacaan dari literatur yang ada dapat disimpulkan bahwa kuasa politik berpengaruh terhadap pembaharuan hukum Keluarga yang, semula masih termuat dalam kitab-kitab fikih menjadi undang-undang yang implementatif; Upaya menjadikan hukum Islam yang termuat dalam kitab-kitab menjadi undang-undang yang implementatif, diperlukan political will dari pemerintah, jika tidak, maka upaya itu akan menjadi sia-sia; Sistem hukum keluarga di Maroko dipengaruhi oleh sistem hukum Prancis, karena pernah menjadi negara protektorat Prancis.
Teori Maqoshid Syariah dan Penerapannya pada Fatwa Korona (Studi Analisis Kritis) Ahmad Sanusi
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 21 No 1 (2020): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v22i1.2914

Abstract

Abstrak Setelah mewabahnya corona atau covid 19 di seluruh dunia termasuk Indonesia mau tidak mau dalam rangka memutus rantai penyebaran itu para ulama membuata fatwa terkait ibadah di dalam wabah corona, fatwa itu tentu berdarkan masukan-masukan dan ajuran-anjuran dari ahli Kesehatan dan organisasi Kesehatan dunia (WHO)yang mana dalam anjurannya di antaranya adalah hindari kontak fisik di antaranya bersalaman, dan hindari kerumunan. Dalam hal bagaimana beribadah di tengah pandemic virus corona atau covid 19 para ulama dunia sudah mengeluarkan fatwanya terkait hal itu, seperti ulama Saudi arabia, ulama al azhar, Mesir, Lembaga Fatwa Kerajaan Jordania, dan juga Majelis Ulama Indonesia (MUI), mereka sepakat untuk kebolehan meninggalkan shalat jumat dan diganti shalat dhuhur, menganjurkan shalat di rumah, mengajurkan tidak bersalaman, mengajurkan shalat tarawih di rumah, semua hal itu berdasarkan pendekatan masalahta dan maqoshid Syariah. Setelah dikaji penulis menyimpulkan dalam makalah ini adalah; pertaman: Tujuan Allah Swt. Menciptakan hukum, atauran dalam syariat Islam adalah untuk kemasalahatan manusia dan mencegah kemudharatan, maka wajar produk ulama dalam fiqh selalu berubah sesuai dengan zaman waktu dan keadaan di mana manusia itu hidup.Kedua: Penggunaan teori maqoshid Syariah dalam masalah hukum fiqih terkait dengan wabah corona atau covid 19 adalah sudah sesuai dengan dhawabit dan kaedah-kaedah umum dalam berijtihad, sehingga menurut penulis hal itu sudah tepat penerpanya.
Tinjauan Hukum Islam Tentang Penggunaan Harta Waris Yang Belum Dibagikan ( Studi di Desa Talagasari Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang ) Ukhrowiyatunnisa Ukhrowiyatunnisa
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2357

Abstract

Abstrak Hukum kewarisan Islam diatur dengan sistematis, terperinci, dan penuh dengan keadilan. Dalam hukum Islam telah dikenal asas kewarisan salah satunya adalah asas Ijbari dalam asas ini berarti dimana harta waris bersifat memaksa, yaitu secara otomatis harta waris beralih kepada ahli waris baik suka maupun tidak. Selain itu pula harta waris harus segera dibagikan kepada ahli wari yang berhak mendapatkannya.akan tetapi di Desa Talagasari Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang terdapat beberapa masyarakat melakukan penundaan pelaksanaan pembagian harta waris sehingga menimbulkan masalah baru yaitu harta yang belum dibagi tersebut digunakan bahkan dijual oleh salah satu ahli waris tanpa seijin oleh ahli waris yang lain,dimana hal ini tidak sesuai dengan ajaran yang ada dalam Hukum Islam, dimana setiap ahli waris berhak atas harta tersebut.sehingga dengan hal ini penulis tertarik untuk menganalisis serta mengkaji masalah tersebut. Perumusan dari penelitian ini adalah bagaimana konsep dan kedudukan harta waris sebelum dibagikan menurut hukum Islam? Bagaimana pandangan tokoh agama dan tokoh masyarakat tentang penggunaan harta waris sebelum dibagikan di Desa Talagasari Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang? Bagaimana dampak hukum dari penggunaan harta waris yang belum dibagikan? Kesimpulannya bahwa harta yang belum dibagikan kepada ahli waris yang berhak merupakan harta bersama para ahli waris akan tetapi bukan berarti salah satu ahli waris berhak menguasai seluruh harta tersebut.maka harta waris harus segera dibagikan sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 7, 11, dan 12. Para tokoh agama berpendapat bahwa menjual harta waris atau menggunakan harta tersebut sebelum ibagikan merupakan perbuatan yang bhatil karna ditakutkan akan memakan hak orang lain. Selain itu akibat hukum yang akan timbul maka penggunaan tersebut tidak sah jika tidak adanya persetujuan ahli waris. Kata kunci: Waris, ijbari,
Kedudukan Hak Waris Anak dari Pernikahan Incest dalam Perspektif Fiqih Maimunah Maimunah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3317

Abstract

Tujuan dari penulisan artikel ini memberikan pengetahuan tentang kedudukan hak waris anak dari pernikahan incest dalam perspektif fiqh. Pernikahan Incest merupakan pernikahan sedarah yang dilarang dalam agama Islam sehingga perlu dibatalkan pernikahan tersebut sebagaimana diatur dalam surat an-Nisa ayat 23. Di dalam Undang – Undang Perkawinan, larangan perkawinan incest diatur pada pasal 8, sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat pada pasal 39. Akibat dari pernikahan incest itu, tentu memiliki akibat hukum terhadap status kewarisan anak dari perspektif fiqih. Anak yang dilahirkan pernikahan incest tidak memiliki kesalahan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, sehingga perlu dilakukan perlindungan atas hak – haknya. Anak perlu mendapatkan perlindungan sebagaimana diatur dalam al-Qur’an dan perundang - undangan. Bila terjadi suatu sengketa dalam rumah tangga, baik ibu maupun bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata demi kepentingan si anak meskipun anak tersebut anak yang lahir dari hasil hubungan incest. Hak waris anak incest tidak diatur dalam hukum Islam, karena hukum Islam hanya mengenal anak sah dan anak tidak sah (anak zina). Jika keduanya sama-sama tidak mengetahui hubungan sedarah mereka, maka hukum yang berlaku adalah seperti konsep hilangnya beban hukum atas tiga orang, orang yang khilaf (QS. Al Ahzab: 5), lupa dan orang yang dipaksa. Jika keduanya tidak mengetahui adanya cacat nikah dari aspek larangan pernikahan, maka hubungan suami-isteri yang lalu adalah sah dan tidak dianggap sebagai perbuatan zina. Dan anak hasil perkawinan mereka tetap bernasab kepada bapaknya dan juga berhak mewaris kepada bapak dan ibunya.
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pernikahan Wali Hakim Akibat Wali Nasabnya Adhal Siti Nurjanah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 1 (2018): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v17i1.1121

Abstract

Wali hakim bisa menjadi wali nikah bila keseluruhan wali nasab sudah tidak ada, ata u wali qarib dalam keadaan adhal atau enggan mengawinkan tanpa alasan yang di benarkan. Apabila terjadi seperti itu, maka perwalian langsung pindah kepada wali hakim bukan kepada wali ab’ad karena adhal adalah dzalim dan yang menghilangkan dzalim adalah ha kim, maka perwalian tersebut jatuh kepada hakim. Maka dari itu saat ada seorang wali yang adhal, perempuan yang diwalikan bisa mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama setempat agar hakim dapat menjadi wali nikah atas wali yang adhal. Perumusan masalah adalah: bagaimana latar belakang terjadinya atas putusan perkara No. 0401/Pdt.P/2017/PA.Srg, Bagaimana pertimbangan hukum yang digunakan Pengadilan Agama Serang?, Bagaimana relevansi putusan dengan hukum Islam dalam pernikahan oleh wali hakim akibat wali nasabnya adhal?Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui mengapa terjadinya wali adhol, Untuk mengetahui dasar hukum yang dipertimbangkan hakim, Untuk mengetahui relevansi putusan dengan hukum islam dalam pernikahan oleh wali hakim akibat wali nasabnya adhal.Metode penelitian ini menggunakan penelitian lapangan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan menyelidiki hal -hal yang menyangkut dengan hukum baik hukum formal maupun non formal. Data diambil dari hasil dokumentasi, dan wawancara. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat di ketahui bahwa pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara No. 0401/Pdt. P/2017/PA. Srg dengan menggunakan hadits dari Aisyah yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah Dan Imam Tirmidzi, dan menggunakan KHI pasal 23 dan peraturan Menteri Agama No. 30 Tahun 2005, Yang mana dalam dasar hukum tersebut di jelaskan bahwa wali hakim dapat menjadi wali jika sudah mendapatkan putusan dari Pengadilan Agama.
Relasi Orangtua dan Anak Paska-Menikah dalam Islam Uup Gufron
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 1 (2019): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i1.1985

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengurai hubungan orangtua dan anak setelah menikah. Relasi orangtua dan anak paska-menikah menjadi penting untuk diperbincangkan dan diuraikan mengingat hal ini untuk menjawab bagaimanakan Islam mengatur hubungan orangtua dan anak setelah mereka menikah dan bagaiana pula hak dan kewajiban orangtua dalam mendidik anak, menantu, dan cucu. Artikel ini merupakan analisis diskriptif yang merupakan studi literasi. Studi yang digunakan adalah kehidupan Rasulullah dengan Fatimah Azzahra, Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, dan Husen bin Ali. Hasil dari analisis ini menunjukkan bahwa (1) orangtua masih punya kewajiban untuk mendidik, mengarahkan dan membimbing anak, menantu dan cucu; (2) orangtua juga berkewajiban untuk menjaga keharmonisan rumahtangga anakanaknya; (3) seorang anak masih berkewajiban untuk menafkahi orangtuanya meskipun sudah menikah; (4) nilai-nilai yang dibangun dalam relasi orangtua dan anak paska-menikah adalah saling kenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), dan saling menolong (tafakul).
Problematika Mendidik Anak Usia Remaja dan Solusinya Menurut Hj. Dede Rosidah Uup Gufron
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 21 No 1 (2020): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v22i1.2921

Abstract

Abstrak Artikel ini dimaksudkan untuk mengetahui problematika orangtua dalam mendidik anak di usia remaja dan solusinya. Para orangtua umumnya menghadapi banyak kendala dan tantangan dalam mendidik anak di usia remaja. Artikel ini menggali pandangan dai kondang Hj. Dede Rosidah atau yang familiar dikenal dengan nama Mamah Dedeh dalam persoalan mendidik anak di usia remaja. Pandangannya seputar mendidik anak remaja diambil dari konsultasi keluarga dari para pembaca kepada Mamah Dedeh yang dimuat dalam rubik “Konsultasi Keluarga Sakinah” majalah Hidayah tahun 2009-2013. Pandangannya tentang mendidik anak usia remaja didasarkan dengan pola pendidikan yang lemah lembut (hikmah), nasehat yang baik (mauidhah hasanah), komunikatif-dialogis (mujadalah), keteladanan yang baik (uswatun hasanah), dan pemberian reward and punishment (penghargaan dan hukuman) kepada anak.
Kafa’ah dan Perubahan Sosial Ahmad Harisul Miftah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 1 (2018): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v17i1.1111

Abstract

Banyak hal yang dapat menjadi dasar terjadinyapernikahan. Cinta, kasih sayang, keinginan, keperluan,kemampuan, adalah beberapa hal yang kerap menjadi alasanutama dua insan melangsungkan pernkah an,Pernikahan merupakan suatu kebutuhan manusia yangharus dipenuhi karena hal itu merupakan kebutuhan biologis danpsikologis yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.Namun terlepas dari itu Islam menganjurkan beberapa syarat yanghendaknya dapat dipenuhi sebelum seorang menjalani kehidupanperkawiinan, salah satunya adalah kafa’ahKafaah sesungguhnya adalah titik pertemuan sosiologisantara Islam yang memandang perempuan sebagai makhluk yangmemiliki kesederajatan dengan laki -laki dan pandangan moderntentang perubahan sosial. Oleh karena itu menjadi menarikapakah pertemuan tersebut mampu melahirkan cara pandangutama tentang konsep kafa’ah denga n teori-teori perubahan sosial.
Analisis Komparatif Kewarisan Mafqud (Orang Hilang) Berdasarkan Hukum Islam dan KUH Perdata Mirna Riswanti
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 1 (2019): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i1.1986

Abstract

Dalam kajian Hukum Islam (fiqh) orang hilang disebut “mafqud” yaitu orang yang terputus beritanya sehingga tidak diketahui hidup-matinya. Orang ini, sebelumnya pernah hidup dan tidak diketahui secara pasti apakah masih hidup atau meninggal. Orang hilang menjadi persoalan dalam hukum kewarisan karena kepastian hidup atau meninggal itu merupakan syarat pokok dalam kewarisan. Dalam kewarisan disyaratkan kepastian kematian pewaris dan kepastian status hidupnya pewaris saat pewaris meninggal dunia. Sedangkan dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek Voor Indonesia (BW) telah mencantumkan penjelasan mafqud (orang hilang) pada pasal 463. KUH Perdata tidak menggunakan istilah mafqud, akan tetapi menggunakan istilah “orang yang diperkirakan telah meninggal dunia” atau “seseorang yang tak hadir”. Pada pasal 463 KUH Perdata menjelaskan orang yang tidak hadir adalah orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang relatif lama, tanpa menunjuk orang lain untuk mewakili dan mengurus kepentingannya. Perumusan masalahnya adalah: Bagaimana pengaturan kewarisan orang hilang (mafqud) dalam Hukum Islam ? Bagaimana pengaturan kewarisan orang hilang (mafqud) dalam KUH Perdata ? Bagaimana relevansi pengaturan sistem kewarisan orang hilang (mafqud) antara Hukum Islam dan KUH Perdata ? Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui bagaimana pengaturan kewarisan orang hilang (mafqud) dalam Hukum Islam. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan kewarisan orang hilang (mafqud) dalam KUH Perdata. Untuk mengetahui bagaimana relevansi pengaturan sistem kewarisan orang hilang (mafqud) antara Hukum Islam dan KUH Perdata. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif. Seluruh data dianalisis secara deduktif komparatif yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman, karena data yang dibutuhkan dari penulisan skripsi ini yaitu dengan mencari buku-buku sebagai sumber datanya atau data penelitian dari penulisan penelitian ini yaitu dengan mencari data pustaka atau dokumen. Kesimpulannya bahwa pengaturan kewarisan orang hilang (mafqud) dalam hukum Islam, apabila Hakim (Qādhi) sudah memutuskan bahwa orang hilang (mafqud) telah meninggal, maka harta warisan orang hilang (mafqud) boleh dibagikan kepada ahli warisnya. proses pembagian hartanya hanya sebagian yang dibagikan kepada ahli waris dan sisanya ditangguhkan karena ditakutkan seseorang yang hilang (mafqud) tersebut kembali, apabila memang benar-benar orang hilang (mafqud) telah wafat maka harta yang telah ditangguhkan tersebut dibagi rata kembali kepada ahli warisnya. Sedangkan pengaturan kewarisan orang hilang (mafqud) dalam KUH Perdata, tercantum dalam pasal 478 KUHPerdata yaitu para ahli waris boleh membagikan harta peninggalan dari orang yang diperkirakan hilang yang telah mereka kuasai, dengan memperhatikan peraturan mengenai pemisahan harta peninggalan. Untuk mencapai suatu pembagian, barang-barang yang tak bergerak tidak diperbolehkan menjualnya, melainkan sekiranya tidak dapat dibagi, atau tak dapat dimasukkan dalam sesuatu kavling, barang-barang tersebut harus ditaruh dalam suatu penyimpanan, sedangkan pendapatannya akan dapat dibagikan menurut persetujuan mereka. Persamaan dan perbedaan tentang relevansi pengaturan system kewarisan orang hilang (mafqud) antara hukum Islam dan KUHPerdata adalah sebagai berikut : a. Persamaan, sama halnya dengan Hukum Islam dalam Hukum Perdatapun jika seseorang belum ditetapkan sudah meninggal oleh Qādhi (Hakim) maka harta warisannya tidak boleh dibagikan kepada ahli warisnya. Begitupun sebaliknya apabila Hakim (Qādhi) sudah memutuskan bahwa orang hilang (mafqud) telah meninggal maka harta warisan tersebut boleh dibagikan kepada ahli warisnya. b. Sedangkan perbedaan pengaturan kewarisan orang hilang (mafqud) berdasarkan hukum Islam dan KUH Perdata terletak pada penentuan batas waktu status berapa lamanya orang hilang (mafqud) tersebut hilang, karena batas waktu untuk menentukan seseorang yang hilang (mafqud) tersebut sangat mempengaruhi dalam pembagian harta ahli waris.
Pembaharuan Hukum Islam di Saudi Arabia Usman Mustofa
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 21 No 1 (2020): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v22i1.2915

Abstract

Abstrak Hukum Islam merupakan salah satu elemen paling penting dalam ajaran Islam. Pengaruh hukum Islam masuk ke dalam bidang-bidang lain dalam studi keislaman. Implikasi hukum Islam yang begitu kuat dalam kehidupan umat Islam, dapat dilihat dari kuatnya perspektif hukum dalam cara pandang umat Islam, untuk melihat problem kehidupan keseharian. Model pembaharuan hukum Islam di Saudi Arabia adalah pembaruan terbatas. Hukum Islam diletakkan berdampingan dengan tata hukum lainnya, yang dijadikan sebagai sumber hukum kedua. Mekanismenyya adalah al-Qur’an dan al-Sunnah berikut penjelasannya merupakan undang-undang langit. Raja berperan sebagai wakil Allah di muka bumi ini dalam menjalankan undang-undangnya.