cover
Contact Name
M. Riza Pahlefi
Contact Email
riza.pahlefi@uinbanten.ac.id
Phone
+6285383592121
Journal Mail Official
syakhsia@uinbanten.ac.id
Editorial Address
Jl. Jenderal Sudirman No. 30 Ciceri Serang Banten
Location
Kota serang,
Banten
INDONESIA
Syaksia : Jurnal Hukum Perdata Islam
ISSN : 2085367X     EISSN : 27153606     DOI : https://dx.doi.org/10.37035/syakhsia
Syakhsia: Jurnal Hukum Perdata Islam, is an open access and peer-reviewed journal published biannually (p-ISSN: 2085-367X and e-ISSN: 2715-3606). It publishes original innovative research works, reviews, and case reports. The subject of Syakhsia covers textual and fieldwork with various perspectives of Islamic Family Law, Islam and gender discourse, and legal drafting of Islamic civil law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 23 No 1 (2022): Januari-Juni" : 8 Documents clear
Model Keluarga Harmonis dalam Islam Hikmatullah ,
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 23 No 1 (2022): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v23i1.6471

Abstract

Model pendidikan keluarga harmonis dalam Islam yang dapat mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan tentang pendidikan keluarga harmonis dalam Islam. Berdasarkan fokus penelitian di atas, muncul beberapa masalah yang berkaitan dengan tingkat keefektifan model pendidikan keluarga untuk membentuk keluarga harmonis (sakinah) salah satu jaminannya adalah pemahaman, pengamalan, dan penghayatan ajaran agama dalam kehidupan keluarga islami. Keberadaan keluarga yang islami ini akan membantu terbentuknya masyarakat yang bermoral, damai dan sejahtera. Keluarga yang islami juga akan dapat mewujudkan kebahagiaan bagi segenap anggota keluarganya. Adapun objek kajiannya adalah model pendidikan keluarga sakinah dalam Islam. Pentingnya model pendidikan keluarga sakinah dalam Islam terutamanya dalam pembinaan bagi orang yang ingin meresmikan dan melegalkan hubungannya dalam suatu ikatan perkawinan.
Keutuhan Pasangan Suami Istri Tanpa Anak: Studi Kasus 2 Keluarga Desa Batuganda Permai Imam Faishol; Diki Ilham
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 23 No 1 (2022): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v23i1.5206

Abstract

Penelitian ini diangkat berdasarkan adanya berbagai permasalahan yang terjadi dalam suatu rumah tangga yang dapat merenggangkan hubungan antara pasangannya, salah satu dari permasalahan tersebut ialah ketika pasangan yang telah lama menikah namun juga belum dikaruniai seorang anak dalam pernikahannya. Sehingga terkadang pasangan ini menjadi malu terhadap lingkungannya serta bersedih terhadap keadaannya, inilah yang terkadang membuat retak didalam hubungan pasangan suami istri tersebut. Di desa Batuganda Permai terdapat beberapa keluarga yang mengalami hal tersebut. Berdasarkan hasil analisis peneliti mengenai cara untuk mempertahankan keutuhan pasangan suami istri tanpa anak di desa Batuganda Permai diantaranya yaitu keimanan, kemudian dengan iman yang kuat tersebut akan melahirkan rasa sabar serta selalu bersyukur terhadap segala ketentuan dari Allah SWT, kemudian kesetiaan yang juga menjadi salah satu alasan terpenting untuk mempertahankan keutuhan pasangan tersebut.
Dinamika Hukum Perkawinan Beda Agama dan Campuran di Dunia Islam dan Implementasinya di Indonesia Syamsul Bahri; Elimartati ,
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 23 No 1 (2022): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v23i1.6473

Abstract

Terminologi perkawinan campuran telah dikenal di Indonesia semenjak zaman kolonial Belanda melalui kitab undang-undang perdata HGR yang mengatur perkawinan antar ras dan etnis. Dalam perkembangannya, aturan ini diakomodir dalam UU No.1 Tahun 1974 dengan mendefenisikan perkawinan campuran dengan perkawinan antar pasangan yang berbeda kewarganegaraan. Akan halnya perkawinan campuran karena beda agama tidak diakomodir dan dinyatakan tidak sah. Namun kehadiran UU Nomor 23 tahun 2006 membuka celah hukum terjadinya pernikahan beda agama melalui putusan pengadilan. Penelitian ini secara kualitatif mendeskripsikan dinamika perkembangan hukum perkawinan beda agama dan campuran di dunia Islam dan menganalisis penerapannya di Indonesia. Dalam penerapannya, terjadi reformasi hukum yang sangat dinamis melalui unifikasi dan kodifikasi hukum perkawinan untuk mengayomi masyarakat Islam sebagai mayoritas. Penolakan pernikahan beda agama di Indonesia dimaknai dengan upaya menjaga kemaslahatan masyarakat banyak. Untuk kepentingan Sebagian kecil masyarakat maka dengan prinsip lex loci actus, perkawinan yang tidak tunduk pada ketentuan agama hanya bisa dilakukan di luar wilayah hukum Indonesia. Sementara pencatatannya diatur sesuai dengan tatacara agama yang digunakan untuk pengesahan perkawinan tersebut.
Nikah Sirri Perspektif Yuridis dan Sosiologis Masduki ,; Ahmad Zaini
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 23 No 1 (2022): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v23i1.6228

Abstract

Abstrak Pernikah akan sah apabila terpenuhi unsur-unsur: (1) adanya mempelai laki-laki dan perempuan. (2) Adanya dua orang saksi, (3) adanya wali, dan (4) aqad atau ijab kabul. Dalam unsur-unsur tersebut tidak disebutkan kewajiban terdaftar atau memiliki buku nikah yang dikeluarkan Kantor Urusan Agama (KUA). Atas dasar ini, sebagian kalangan yakin bahwa nikah secara sirri adalah sah. Muncul ungkapan dalam masyarakat yang berbunyi: “yang penting sah menurut agama”. Dalam ungkapan ini terkesan, nikah adalah urusan agama dan hanya perlu mematuhi aturan yang ada dalam agama, sehingga tidak berdosa kepada Allah. Dengan demikian muncul anggapan akan kebolehan menafikan ketentuan tambahan yang dibuat oleh manusia. Ketentuan nikah di hadapan pegawai KUA dan memiliki buku nikah hanya syarat tambahan tersebut. Jadi sekiranya tidak memiliki tambahan tersebut nikah tetap dianggap sah. Sejatinya masalah pernikahan bukan hanya sekedar sah saja, namun juga harus melihat dari perpektif lain, yaitu pengakuan oleh negera dalam bentuk dokumen atau akta pernikahan. Suatu fakta persolan yang masih terjadi dalam masyarakat adalah masih banyaknya perkawinan yang tidak tercatat yang berakibat tidak adanya bukti perkawinan yang sah.
Tinjauan Yuridis Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Sanksi dalam Pelanggaran Hukum Keluarga di Negara-Negara Muslim Lidiya Fadhlah Mastura; Elimartati ,
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 23 No 1 (2022): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v23i1.6483

Abstract

Sanksi dalam pelanggaran hukum keluarga merupakan salah satu bentuk reformasi hukum. Negara-negara muslim memiliki ketentuan hukum yang berbeda-beda terhadap sanksi pelanggaran hukum keluarga ini. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan/dokumentasi dan pendekatan yuridis normatif dengan meneliti data-data sekunder atau pustaka sebagai sumbernya. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku, undang-undang, putusan pengadilan, teori hukum dan pendapat ahli hukum yang berkaitan dengan sanksi hukum keluarga di negara-negara muslim serta penelitian-penelitian terdahulu seperti penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hukum tentang sanksi dalam pelanggaran hukum keluarga. Hasil pembahasan dan penelitian menjelaskan bahwa tidak semua negara memiliki ketentuan hukum mengenai sanksi dalam pelanggaran hukum keluarga ini dan ketentuan hukum mengenai sanksi ini berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Secara umum sanksi hukum tersebut terkait dengan pelanggaran berbagai masalah seputar perkawinan, seperti perkawinan di bawah umur, perkawinan secara paksa, pencegahan perkawinan yang dibolehkan hukum syara’, perkawinan yang dilarang, pencatatan perkawinan, perkawinan di luar pengadilan, mas kawin, biaya perkawinan, poligami, perceraian, nafkah, perlakuan terhadap istri, hak perempuan pasca cerai, dan hak waris.
Perjanjian Perkawinan Sebagai Syarat Mutlak Poligami: Studi Terhadap Pemikiran Ibrahim Hosen Persepetif Hak Perempuan Widya Sari; Muhammad Arif
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 23 No 1 (2022): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v23i1.6269

Abstract

Abstract This paper aims to examine Ibrahim Hosen's thoughts on the marriage agreement as a requirement for multiple polygamy in the perspective of women's rights. This is a library research. The data analysis method used is content analysis. The findings of this study reveal that polygamy can bring about the destruction of the household, therefore in order to narrow and / or reduce the number of polygamy actors, conditions are agreed upon in the form of an agreement both during marriage and in marriage. Meanwhile, in the context of narrowing the permissibility of polygamy by making the conditions made in the marriage contract or known as the marriage agreement, it is permissible because these conditions have benefits or benefits that return to women. This needs to be required in the form of a marriage agreement both during, during and during the marriage, so that when there is a violation of the marriage agreement, the wife can file a civil suit. The marriage agreement is not only related to marital assets, but also an agreement regarding monogamous marriage, the rights and obligations of husband and wife, will bring benefits and protect the sumi-wife couple and minimize the occurrence of disputes. Keywords: Marriage Agreement, Polygamy Absolute Terms, Ibrahim Hosen, Women's Rights Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pemikiran Ibrahim Hosen tentang perjanjian perkawinan sebagai syarat multak poligami perspektif hak perempuan Ini adalah kajian kepustakaan (library research) Metode analisis data yang digunakan adalah content analysis. Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa, poligami dapat membawa kehancuran rumah tangga, oleh sebab itu guna mempersempit dan/atau memperkecil jumlah pelaku poligami diperlukan syarat yang disepakati dalam bentuk perjanjian baik saat perkawinan maupun dalam perkawinan. Sementara itu, dalam konteks mempersempit kebolehan berpoligami dengan jalan membuat syarat yang dibuat di dalam akad pernikahan atau dikenal dengan perjanjian perkawinan, dibolehkan karena syarat tersebut memiliki manfaat atau faedah yang kembali kepada perempuan. Hal tersebut perlu di syaratkan dalam bentuk perjanjian perkawinan baik saat, sedang maupun selama perkawinan berlangsung sehingga ketika terjadi pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan tersebut, maka pihak istri dapat mengajukan gugatan perdata. Perjanjian perkawinan itu bukan hanya terkait dengan harta perkawinan, akan tetapi juga perjanjian mengenai perkawinan monogami, hak dan kewajiban suami istri, akan membawa manfaat serta melindungi pasangan sumi istri serta meminimalisir terjadinya perselisihan. Kata Kunci: Perjanjian Perkawinan, Syarat Mutlak Poligami, Ibrahim Hosen, Hak Perempuan
Radd Dalam Kewarisan Islam: Analisis Pendapat Imam Malik Usnul Islami; Hapizul Ahdi
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 23 No 1 (2022): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v23i1.6456

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pendapat imam Malik tentang Radd dalam kewarisan islam. Imam Malik dalam berpendapat bahwa radd itu tidak ada dalam kewarisan Islam adalah nash al-Qur’an yang terdapat dalam surat al-Nisa ayat 14 yang menjelaskan bahwa pada ayat sebelum ayat ini Allah telah menetapkan besar bagian masing-masing ahli waris, sehingga kita tidak boleh menambah dan mengurangi bagian-bagian tersebut. Selain dengan nash al-Qur’an, Imam Malik juga berdalil dengan hadits Nabi yang menjelaskan bahwa Allah memberikan orang yang memiliki hak akan haknya, maka ahli waris tidak boleh memperoleh lebih banyak dari haknya. Kedua nash di atas menjelaskan bahwa Jika radd itu dikembalikan kepada zul furuld, maka itu sama dengan menambah bagian yang telah ditetapkan Allah dan itu sama saja dengan mendurhakai apa yang telah Allah dan Rasul tetapkan dan nerakalah balasan bagi orang-orang yang durhaka. Selain dengan dalil naql Imam Malik juga menggunakan dalil aqli yang mengatakan bahwa Hukum Kewarisan Islam dibentuk atau ditetapkan dengan menggunakan dalil nash yang jelas seperti yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-Nisa, sedangkan kewarisan dengan radd merupakan kewarisan yang ditetapkan dengan ra’yi. Maka kewarisan dengan radd tidak dapat diterima.
Pencegahan Kematian Balita dalam Perspektif Maqashid asy-Syari’ah Ahmad Harisul Miftah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 23 No 1 (2022): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v23i1.6464

Abstract

Kematian bayi adalah salah satu persoalan pelik yang kerap kali dihadapi oleh negara-negara berkembang. Kematian bayi merupakan faktor penting yang mencerminkan keadaan derajat kesehatan suatu masyarakat. Indikator ini dilihat karena sensitifnya bayi merespon kesehatan lingkungan yang dibentuk dari kondisi sosial masyarakat, termasuk status sosial orang tua di lingkungan tersebut. Di sinilah kemudian hadir kkonsep maqashid syariah yang memberikan peluang penafsiran dalam mengatasi tingginya Angka Kematian Bayi (AKB). Dalam memahami teks-teks al-Qur’an dan Sunnah, maqasid Syari’ah digunakan untuk menemukan adanya maksud atauu tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Abu Ishaq al-Syatibi menerangkan lebih tegas lagi dengan memerinci maksud atau tujuan tersebut menjadi 3 macam tingkatan, yaitu kebutuhan dharuriyat, kebutuhan hajiyat, dan kebutuhan tahsiniyat

Page 1 of 1 | Total Record : 8