cover
Contact Name
Harianto GP
Contact Email
hariantogp@sttexcelsius.ac.id
Phone
+6282115511552
Journal Mail Official
hariantogp@sttecelsius.ac.id
Editorial Address
Barata Jaya IV No. 26, 28 Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi dan Pendidikan
ISSN : 26848724     EISSN : 26850923     DOI : https://doi.org/10.51730/ed.v4i2
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi, misiologi, dan Pendidikan Agama Kristen dengan nomor ISSN: 2684-8724 (print) dan e-issn: 2685-0923 (online) yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Excelsius dengan lingkup kajian penelitian adalah: Teologi Biblikal (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) Teologi Sistematika dengan pendekatan non-doktrinal Teologi dan Kontekstual Teologi Pastoral dan Etika Pelayanan Gerejawi Teologi dan Etika Kontemporer Misiologi Biblikal dan Praktikal Pendidikan Kristiani dalam Gereja, Keluarga, dan Sekolah Section Policies
Articles 83 Documents
Tantangan Pastoral Care bagi Transgender Dwi Indarti Hutami Dewi
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 3, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v3i1.10

Abstract

The existence of transgender people in the community cannot be denied. Some of them also have achievements both nationally and internationally. Some transgender individuals have strong self-esteem that persist in the midst of a society where the majority ignore and even reject them. Others experience feelings of grief and even despair until suicide due to severe rejection especially from the family. The church as a family home that must love and protect each member of the congregation must not be favoritism. The church needs to reach out to transgender people through pastoral care. Counseling services also need to be opened for them so that mental recovery can occur. Keberadaan orang transgender dalam komunitas tidak dapat disangkal. Beberapa dari mereka juga memiliki prestasi baik secara nasional maupun internasional. Beberapa individu transgender memiliki harga diri yang kuat yang bertahan di tengah-tengah masyarakat di mana mayoritas mengabaikan dan bahkan menolak mereka. Yang lain mengalami perasaan sedih dan bahkan putus asa sampai bunuh diri karena penolakan yang parah terutama dari keluarga. Gereja sebagai rumah keluarga yang harus mencintai dan melindungi setiap anggota jemaat tidak boleh pilih kasih. Gereja perlu menjangkau orang-orang transgender melalui perawatan pastoral. Layanan konseling juga perlu dibuka untuk mereka sehingga pemulihan mental dapat terjadi.
PENDOSA TERBESAR YANG MENERIMA KESELAMATAN (LUKAS 19:1-10) Sri Suwantie
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 4, No 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v4i1.33

Abstract

The Bible states that all have sinned and have lost God's glory. The fact that all have sinned and have lost God's glory can only be resolved by God himself. All forms of human effort can never save him. God must come into the world in Jesus Christ to give salvation to sinners. For the Son of Man came to seek and save the lost. This is the purpose and mission of the coming of the Lord Jesus into the world that Luke the Gospel writer wants to convey. God often initiates His meetings with people He wants to be blessed with. God so loved a Zacchaeus who had been ostracized by his own people. God rejects the view of many people that staying in a sinner's house means taking part in the wrong way of life. God also rejects the view that the greatest sinner is far beyond the salvation that God has given. God states that the salvation that He has given to all people, for all nations. Zacchaeus found the Messiah, Jesus. He received Jesus joyfully. He found the Savior, he got salvation. His life underwent a change. The greatest sinner becomes justified. Religious leaders and many people are just busy justifying themselves. They considered Zacchaeus more sinful than them. Their views make it difficult for them to open their hearts to understand the salvation that God has given through Jesus Christ. Their eyes and ears became blind and deaf to see and hear God's work of salvation through Jesus Christ. Even their hearts are dull to feel the mercy of Jesus to sinners.Alkitab menyatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Kenyataan bahwa semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah hanya dapat diselesaikan oleh Allah sendiri. Segala bentuk usaha manusia tidak akan pernah bisa menyelamatkan dirinya. Allah harus hadir ke dunia dalam Yesus Kristus untuk memberi keselamatan kepada orang berdosa. Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. Inilah tujuan dan misi kedatangan Tuhan Yesus ke dalam dunia yang ingin disampaikan oleh Lukas si penulis Injil tersebut. Allah sering kali memprakarsai pertemuaanNya dengan orang-orang yang hendak dikaruniaiNya. Allah begitu mengasihi seorang Zakheus yang telah mengalami pengucilan oleh bangsanya sendiri. Allah menolak pandangan orang banyak bahwa menumpang di rumah seorang pendosa berarti mengambil bagian dalam cara hidupnya yang salah. Allah juga menolak pandangan bahwa seorang pendosa terbesar berada jauh di luar keselamatan yang Allah berikan. Allah menyatakan bahwa keselamatan yang diberikanNya untuk semua orang, untuk semua bangsa. Zakheus menemukan Mesias yaitu Yesus. Ia menerima Yesus dengan sukacita. Ia menemukan juruselamat, ia mendapatkan keselamatan. Hidupnya mengalami perubahan. Seorang pendosa terbesar menjadi seorang yang dibenarkan. Pemuka agama dan orang banyak hanya sibuk membenarkan diri mereka sendiri. Mereka menganggap Zakheus lebih berdosa dari mereka. Pandangan mereka membuat mereka sukar membuka hati mereka untuk mengerti keselamatan yang Allah berikan melalui Yesus Kristus. Mata dan telinga mereka menjadi buta dan tuli untuk melihat dan mendengar karya keselamatan Allah melalui Yesus Kristus. Bahkan hati mereka tumpul untuk merasakan belas kasihan Yesus kepada para pendosa.
Theories of Leadership and Church Management Joseph Tong
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 3, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v3i1.6

Abstract

Management is the integration and coordination of resources to effectively move the organization towards the desired goals. The concepts and key elements in management are organizations. This organization is also divided into two namely: voluntary organizations and voluntary organizations. The objectives of this management are: (1) Vision and mission for existence; (2) Objectives and targets; (3) The desired destination and floating destination. Management effectiveness refers to how well an organization reaches its goals over a period of time. This emphasizes goals or mission (long distance) and goals (short term). Effectiveness contrasts with efficiency. Efficiency is a short-term measure of how well an organization uses resources. Healthy organization management must be effective and efficient. Leadership relates to people, while management pays more attention to tasks and performance. As far as the organization is concerned, these two things have the same function in promoting the well-being and development of healthy organizations to achieve organizational goals.  Manajemen adalah integrasi dan koordinasi sumber daya untuk menggerakkan organisasi secara efektif menuju tujuan yang diinginkan. Adapun konsep dan elemen kunci dalam manajemen yaitu organisasi. Organisasi ini pun dibagi menjadi dua yakni: organisasi sukarela dan organisasi tidak sukarela. Tujuan dari manajemen ini adalah: (1) Visi dan misi untuk eksistensi; (2) Tujuan dan target; (3) Tujuan yang diinginkan dan tujuan mengambang. Efektivitas manajemen mengacu pada seberapa baik sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya selama periode waktu tertentu. Hal ini menekankan pada tujuan atau misi (jarak jauh) dan tujuan (jangka pendek). Efektivitas kontras dengan efisiensi. Efisiensi adalah ukuran jangka pendek seberapa baik sebuah organisasi menggunakan sumber daya. Manajemen organisasi yang sehat harus efektif dan efisien. Kepemimpinan berkaitan dengan orang, sedangkan manajemen lebih memperhatikan tugas dan kinerjanya. Sejauh menyangkut organisasi, dua hal ini memiliki fungsi yang sama dalam mempromosikan kesejahteraan dan pengambangan organisasi yang sehat untuk mencapai tujuan organisasi.
MANUSIA DAN DUNIA: KONSEP KRISTOLOGI DENGAN PERSPEKTIF REFORMED Suryowati Wang
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 4, No 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v4i1.31

Abstract

Humans are special creatures of God with their true nature as guardians of the earth. The purpose of writing to find answers about human meaning, the meaning of the world, and how human relationships and their world? The study uses qualitative methods with a philology approach. The results of the study are: (1) man is not just a creation, he is also a person. Being a person means being able to make decisions, set goals, and move towards those goals. Humans are not robots whose actions are determined by forces outside themselves. To be one person means to be a "creation that has a choice". (2) the world is: First, in the perspective of the Bible is "creation", the whole existence of a place in which humans live with all the good blessings of God. Second, from a perspective outside the Bible, the world is identified with all sources of evil, containing: evil, bad, negative and imperfections. (3) the relationship between humans and the world is that humans must be missionaries in a Christological framework that has the duty to serve in the world as a source of evil. Humans become the "salt" and "light" of Christ fighting the source of evil.            AbstrakManusia adalah makhluk ciptaan Allah yang istimewa dengan hakekat sejatinya sebagai pemelihara bumi. Tujuan penulisan menemukan jawaban tentang makna manusia, makna dunia, dan bagaimanakah hubungan manusia dan dunianya? Penelitian menggunakan metode kualitatif  dengan pendekatan filologi. Hasil penelitian adalah: (1) manusia adalah bukan sekedar hanya ciptaan, ia juga satu pribadi. Menjadi suatu pribadi berarti mampu membuat keputusan, menetapkan tujuan, dan bergerak ke arah tujuan-tujuan itu. Manusia bukan robot yang tindakannya ditentukan oleh kekuatan di luar dirinya. Menjadi satu pribadi berarti menjadi “ciptaan yang memiliki pilihan”. (2) dunia adalah: Pertama, dalam perspektif Alkitab adalah  “tata cipta”, seluruh keberadaan tempat yang di dalamnya manusia hidup dengan segala berkat yang baik dari Allah. Kedua, dalam perspektif di luar Alkitab, dunia  adalah diidentikkan segala sumber kejahatan, berisi: hal-hal yang jahat, buruk, negatif dan ketidaksempurnaan. (3) hubungan manusia dan dunia adalah manusia mesti menjadi misioner dalam kerangka pikir Kristologi yang mempunyai tugas untuk melayani di dunia sebagai tempat sumber kejahatan. Manusia menjadi “garam” dan “terang” Kristus memerangi sumber kejahatan..
PENINGKATAN KEROHANIAN PELAJAR SEKOLAH TEOLOGI: STUDI FORMAT SPIRITUAL DI MALAYSIA EVANGELICAL SEMINARY BELAGA Angku Jalong
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 4, No 2 (2020): Desember 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v4i2.53

Abstract

Abstract: Spirituality is highly emphasized for someone who wants to dive into the field of theological schools, especially in Malaysia Evangelical Seminary Belaga highlights the three main pillars for the existing Theology schools, which is to want those schools to be identical to the three pillars that are standard. such as; High academic, high discipline and high spirituality. The question that arises in the following question: How important is the Spiritual Development of Theological Students? How is the Bible's Guide to Improving Spirituality? What is the spirituality of a Condition to Meet the Degree Standards of Theology School Students? The answer is (1) Learning strategies to increase spirituality in METS Belaga schools will definitely continue to be realized with the involvement and cooperation of the center and METS itself with full submission to the leadership of the Holy Spirit. (2) The guide to improving the quality of spirituality based on the Bible is that teachers should give comprehensive attention so that students can assess and track the extent of their spiritual development. (3) By giving systematic instruction to the students alone they can understand this life which must change constantly in this life for the glory of His name. Abstrak: Kerohanian sangat ditekankan bagi seseorang yang mahu menerjunkan diri dalam bidang sekolah teologi, khususnya di Malaysia Evangelical Seminary Belaga mengetengahkan tiga pilar utama untuk sekolah-sekolah Teologia sedia ada, iaitu mahu sekolah-sekolah tersebut identik dengan tiga pilar yang menjadi piawan(standard) seperti; Academis yang tinggi, disiplin yang tinggi dan kerohanian yang tinggi. Persoalan yang muncul dalam pertanyaan berikut: Bagaimanakah pentingnya Membangun Spiritual Pelajar Teologi? Bagaimanakah panduan Meningkat Mutu Kerohanian  berdasarkan Alkitab? Bagaimanakah kerohanian satu Syarat untuk Memenuhi Standar Gelar Pelajar Sekolah Teologi? Jawaban adalah (1) Strategi learning untuk meningkatkan kerohanian di sekolah METS Belaga pasti akan terus terealisasi dengan penglibatan dan kerjasama pihak pusat dan METS itu sendiri dengan penuh penyerahan kepada pimpinan Roh Kudus. (2) Panduan meningkat mutu kerohanian  berdasarkan Alkitab adalah para guru harus memberi perhatian yang menyeluruh agar para pelajar dapat menilai dan mengesan sejauh mana keadaan perkembangan kerohanian mereka. (3) Dengan memberi pengajaran yang sistematis kepada para pelajar saja mereka dapat mengerti kehidupan ini yang harus berubah terus menerus dalam hidup ini bagi kemuliaan nama-Nya.
Kompetensi Pedagogik Tuhan Yesus dalam Injil Matius Pasal 5-7 Ronald Yohanes Sinlae
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 3, No 2 (2019): Desember 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v3i2.15

Abstract

 AbstractIn Matthew chapters 5-7 Jesus teaches His disciples on the Mount. Jesus does not need a particular school or building, every circumstance and meeting are always used to convey the word of God. In His Teaching, the Lord Jesus has the goal to discuss various topics about religion and morality in a scientific or theoretical manner and to serve everyone who comes to Him. Jesus knew and understood the Characteristics of the students and followers who were listening to His teachings. In the teaching process Jesus always taught in a special way. Jesus did not give a teaching and tell others to believe it, but encouraged them to think and draw their own conclusions about what had been explained to His disciples. Keywords: Pedagogical Competence; Lord Jesus; Gospel of Matthew Abstrak Di dalam Matius pasal 5-7 Yesus mengajar murid-murid-Nya di atas Bukit. Yesus tidak memerlukan sekolah atau gedung tertentu, setiap keadaan dan pertememuan selalu di gunakan untuk menyampaikan firman Allah. Dalam Pengajaran-Nya, Tuhan Yesus mempunyai tujuan untuk membahas berbagai topik tentang keagamaan dan kesusilaan secara ilmiah atau teori dan melayani setiap orang yang datang kepada-Nya. Yesus mengenal dan memahami Karakteristik  murid-murid dan pengikut yang sedang mendengarkan pengajaran-Nya. Dalam proses pengajaran Yesus selalu mengajar dengan cara yang istimewa. Yesus tidak memberikan suatu ajaran dan menyuruh orang lain untuk mempercayainya, tetapi mendorong mereka untuk berpikir dan menarik kesimpulan sendiri atas hal yang telah dijelaskan kepada murid-murid-Nya. Kata kunci: Kompetensi Pedagogik; Tuhan Yesus; Injil Matius
PENDIDIKAN BERBASIS KELUARGA DALAM KITAB RUT BAGI PELAYANAN S2C DI GBI KELIR SAMARINDA Novelia Palele; Lina Triana
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 2, No 2 (2018): Desember 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v2i2.48

Abstract

Abstract: Theoretical basis: The family is a community that Allah has determined and defined for human needs. Research Objectives: (1) What is meant by family based education? (2) Why are some congregations lazy to follow Serving, and Confidant of God? (3) Why have some Serving, and Confidant of God congregations become discouraged? (4) What is the reason why some congregations refuse to follow Serving, and Confidant of God? (5) How is Family-Based Education and its application for Serving and Confidant of God services at GBI Kelir Samarinda? Method: Qualitative-Observative. Results of the study: (1) This education takes place in the family which is carried out by parents who are given to educate children in the family environment, (2) the congregation thinks the shepherd does not pay attention to it, the shepherd prefers the congregation, the congregation cannot keep secrets, the shepherd cannot be a good example. (3) Not comfortable attending worship, Thinking that this community is not important, Feeling just a waste of time, Worshiping too long. (4) Busy working, no desire to worship, rainy weather conditions, far distance to places of worship, do not have vehicles, do not have offerings for worship, there are conflicts among congregation members that have not been resolved. (5) through the communities of Salvation, Serving, and Confidant of God, we can reach out to every congregation in the church and through the communities of Salvation, Serving, and Confidant of God. Keywords: Education, Family, Service Abstrak: Landasan teori: Keluarga adalah komunitas yang Allah telah tentukan dan tetapkan bagi kebutuhan manusia. Tujuan Penelitian: (1) Apakah yang dimaksud dengan Pendidikan Berbasis Keluarga? (2) Mengapakah beberapa jemaat malas mengikuti Serving, dan Confidant of God? (3) Mengapa beberapa jemaat Serving, dan Confidant of God menjadi tawar hati? (4) Apakah penyebab beberapa jemaat yang tidak mau mengikuti Serving, dan Confidant of God? (5) Bagaimanakah Pendidikan Berbasis Keluarga dan penerapannya bagi pelayanan Serving, dan Confidant of God di GBI Kelir Samarinda? Metode:Kualitatif-Observatif. Hasil Penelitian: (1)Pendidikan ini berlangsung dalam keluarga yang dilaksanakan oleh orang tua yang diberikan untuk mendidik anak dalam lingkungan keluarga, (2) jemaat menilai gembala tidak memerhatikannya, gembala pilih kasih kepada jemaat, jemaat tidak bisa menyimpan rahasia, gembala tidak bisa menjadi teladan yang baik. (3) Kurang nyaman mengikuti ibadah, Menganggap bahwa komunitas ini tidak penting, Merasa hanya membuang waktu saja, Ibadahnya terlalu lama. (4) Sibuk bekerja, Tidak ada kerinduan beribadah, Keadaan cuaca hujan, Jarak tempat beribadah jauh, Tidak mempunyai kendaraan, Tidak mempunyai persembahan untuk beribadah, Ada konflik sesama anggota jemaat yang belum diselesaikan. (5) melalui komunitas Salvation, Serving, dan Confidant of God  dapat menjaungkau setiap jemaat-jemaat yang ada di gereja dan melaluin komunitas Salvation, Serving, dan Confidant of God. Kata Kunci: Pendidikan, Keluarga, Pelayanan
IMPLEMENTASI GAYA KEPEMIMPINAN YESUS SEBAGAI ROLE-MODEL DALAM KEHIDUPAN PEMURIDAN Christopher Alexander; Jonathan Aristo; Bait Adetya Situmorang; Tony Tedjo
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 5, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v5i1.64

Abstract

Kepemimpinan adalah hal yang tidak terelakkan lagi dalam kehidupan ini. Eksistensinya sangat diperlukan bahkan dalam setiap bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pemuridan dalam kehidupan bergereja. Itu sebabnya, gereja perlu membekali para pemurid sebagai orang yang akan memimpin orang lain, agar mereka dapat memuridkan dengan baik, salah satunya dengan bekal aspek kognitif. Pada kesempatan kali ini, penulis mengangkat topik “Implementasi Gaya Kepemimpinan Yesus Sebagai Role-Model Dalam Kehidupan Pemuridan”, untuk mengingatkan gereja masa kini agar gereja dapat melahirkan pemurid-pemurid yang berkualitas sesuai dengan teladan Yesus sebagai role-model bagi gereja.   Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan studi pustaka, di mana penulis mengambil berbagai argumen dari literatur-literatur yang ada. Yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah seorang pemurid haruslah memiliki empat aspek yang berkaca pada apa yang Yesus lakukan semasa pelayanan-Nya di muka bumi ini: (1) Prinsip dasar memuridkan, yaitu berpusatkan pada Kristus, memperkenalkan Allah sebagai Bapa, dan memimpin dengan hati yang berbelas kasih; (2) Tanggung jawab pemurid, yaitu mendelegasikan tugas serta mengevaluasi murid; (3) Bagaimana seorang pemurid harus bersikap, yaitu melayani dengan hati hamba, menjadi teladan dalam segala hal, dan menjadi gembala yang peduli dengan domba-dombanya; dan juga (4) Pola pemuridan, yaitu penerimaan, penemanan dan pengutusan.  Leadership is an inevitable thing in life. Its existence is indispensable even in every area of life, including discipleship in church life. That is why the church needs to equip the disciples as people who will lead others so that they can make good disciples, one of which is with the cognitive aspects. On this occasion, the author raised the topic "Implementation of Jesus’ Leadership Style as a Role-Model in the Life of Discipleship", to remind the church today so that the church can produce qualified disciples according to Jesus' example as role-models for the church. The method used in this research is the library research approach, in which the authors take various arguments from the existing literature. The conclusion in this study is that a disciple must have four aspects that reflect on what Jesus did during His ministry on this earth: (1) The basic principles of discipleship, namely being Christ-centered, introducing God as Father, and leading with compassionate heart; (2) Responsibilities of making disciple, namely delegating tasks and evaluating students; (3) How a disciple must behave, namely serving with a servant's heart, being an example in all things, and being a shepherd who cares for his sheep; and also (4) Discipleship patterns, namely acceptance, companionship, and commissioning.
PERANAN KONSELOR MENGATASI PERSELINGKUHAN DALAM HUBUNGAN PERNIKAHAN KRISTEN Erni Lase
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 5, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v5i1.65

Abstract

Dalam artikel ini ditulis berdasarkan kejadian yang umum terjadi dalam kehidupan berumah tangga masa kini. Konselor salah satu orang yang mempunyai keahlian dalam menyelesaikan suatu permasalahan baik itu masalah pribadi, keluarga dan bahkan masalah sosial sekalipun. Seorang konselor harus memperhatikan keadaan atau perasaan kliennya dengan tujuan untuk memberikan edukasi kepada calon pasangan yang hendak berumah tangga untuk lebih mengenal sesama pasangannya dan juga melatih kejujuran dalam kehidupan pasangan. Banyaknya hal yang terjadi dalam sebuah pernikahan yang akhirnya harus berujung yang tidak baik, menarik perhatian penulis untuk mengasah kemampuan dalam menjadi seorang konselor dalam kehidupan Kristen. Peran seorang konselor adalah harus mampu menerima keadaan kliennya tanpa memandang status: kaya atau miskin. Peran seorang konselor adalah harus mampu menerima keadaan kliennya tanpa memandang status: kaya atau miskin, selain itu peranan konselor juga harus mampu memiliki pengaruh yang cukup dalam mengajarkan pasangan yang hendak menikah, supaya tidak ada permasalahan yang mengakibatkan perpisahan. Peran konselor juga harus mampu memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan atau harapan seorang klein dimasa yang akan datang. In this article, it is written based on events that are common in today's married life. The counselor is a person who has expertise in solving a problem, be it personal, family and even social problems. A counselor must pay attention to the situation or feelings of his client with the aim of providing education to prospective partners who want to get married to get to know each other better and also train honesty in the partner's life. The number of things that happen in a marriage that ultimately has a bad end, has attracted the attention of the author to hone his skills in becoming a counselor in the Christian life. The role of a counselor is to be able to accept the client's situation regardless of status: rich or poor. The role of a counselor is to be able to accept the condition of his client regardless of status: rich or poor, besides that the role of the counselor must also be able to have sufficient influence in teaching couples who are about to get married, so that there are no problems that lead to separation. The role of the counselor must also be able to pay attention to what the needs or expectations of a clerk in the future are.
GURU SEBAGAI INOVATOR DALAM PENANAMAN NILAI MORAL SISWA BERDASARKAN PANDANGAN KRISTIANI DI ERA DIGITAL Nova Anggreani Ndraha; Wiyun Philipus Tangkin
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 5, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v5i1.67

Abstract

merosotnya nilai moral siswa adalah dampak dari perkembangan teknologi yang tidak disikapi dengan benar sehingga marak terjadi kasus kejahatan pada siswa. Di era digital guru memiliki peranan sebagai inovator untuk mengarahkan siswa terhadap nilai-nilai yang benar, tetapi kenyataannya banyak guru yang tidak menjalankan peranannya. Hasil pemetaan kompetensi guru dalam TIK menyatakan bahwa guru tidak memiliki inisiatif untuk mempelajari perkembangan teknologi. Tujuan dari tulisan ini adalah menguraikan peranan guru sebagai inovator dalam penanaman nilai moral siswa berdasarkan pandangan Kristiani di era digital. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah deskriptif kualitatif. Guru Kristen sebagai inovator harus mengalami lahir baru sebelum menanamkan nilai-nilai bermakna kepada siswa. Melalui lahir baru, pemikiran lama guru yang berdosa diperbaharui menjadi pemikiran menyukai kebenaran Allah. Guru Kristen memandang siswanya sebagai image of God, yaitu ciptaan yang berharga. Peranan guru sebagai inovator adalah pengantara yang menyampaikan nilai-nilai Kristiani kepada siswa di era digital. Pada akhirnya, guru sebagai inovator berperan membawa pembaharuan, inovasi, dan penyesuaian dengan perkembangan TIK dalam proses pembelajaran berdasarkan nilai-nilai Kristiani. Oleh sebab itu, guru Kristen perlu mengenali karakteristik siswa di era digital dengan cara berinteraksi dan membuat catatan mengenai sikap yang diekspresikan oleh siswa.