cover
Contact Name
Syahreza Fachran
Contact Email
padjadjaranlawreview@gmail.com
Phone
+6282113093118
Journal Mail Official
padjadjaranlawreview@gmail.com
Editorial Address
Jl. Dipati Ukur No.35, Lebakgede, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat 40132
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Padjadjaran Law Research and Debate Society
ISSN : 24076546     EISSN : 26852357     DOI : doi.org/10.56895/plr
Core Subject : Social,
Padjadjaran Law Review (PLR) merupakan Jurnal Hukum sejak tahun 2013 dan secara konsisten dikelola oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. PLR Bernaung dibawah Padjadjaran Law Research and Debate Society (PLEADS). PLR memiliki dua tujuan utama yakni untuk mengumpulkan karya-karya pemikir hukum terbaik sekaligus memberikan wadah penulis kritis untuk mempublikasikan karya mereka. PLR menerbitkan karya ilmiah orisinil yang membahas isu-isu hukum yang berkembang dari hasil penelitian dan kajian analitis dari para mahasiswa, dosen, profesor, hingga para praktisi hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 4 Documents
Search results for , issue "Vol. 7 No. 2 (2019): PADJADJARAN LAW REVIEW" : 4 Documents clear
Aktualisasi Kebebasan Berpendapat di Negara Demokrasi yang Lemah: Perbandingan Indonesia dan Singapura Yassar Aulia
Padjadjaran Law Review Vol. 7 No. 2 (2019): PADJADJARAN LAW REVIEW
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Setiap tahunnya, The Economist Intelligence Unit mengeluarkan laporan yang berisi indeks demokrasi di berbagai negara. Pada 2019, Indonesia dan Singapura diberikan predikat ‘negara dengan demokrasi yang lemah’ (flawed democracy). Keduanya mendapatkan agregat skor yang hampir sama secara keseluruhan (Indonesia: 6,39 dan Singapura: 6,38), dan untuk sub-kategori civil liberties Singapura meraih poin yang lebih tinggi (Singapura: 7,35 dan Indonesia: 5,59). Makna dari flawed democracy itu sendiri menurut The Economist Intelligence Unit adalah kondisi di suatu negara demokratis (penyelenggara pemilu bebas dan adil) dimana pada aspek demokrasi lainnya terdapat kelemahan yang signifikan. Poin yang hampir serupa secara keseluruhan dan status flawed democracy yang disematkan kepada kedua negara inilah yang menjadi salah satu dasar ditulisnya artikel ini. Melalui metode penelitian yang menggunakan pendekatan perbandingan hukum, dan dengan sifat pengolahan data deskriptif—analitis, akan ditelaah mengenai penjaminan kebebasan berpendapat di kedua negara, dengan menyoroti penjaminannya di tingkat Konstitusi, peraturan perundang-undangan serta standard operational procedure kepolisian, hingga pada praktik nyata di lapangan dengan menunjau beberapa kasus terkait. Kata Kunci: Kebebasan Berpendapat, Demokrasi Lemah, Indonesia, Singapura. Abstract Each year, The Economist Intelligence Unit issues a report that contains indices of democracy in various countries. In 2019, Indonesia and Singapore was given the status ‘country with a flawed democracy’. Both received almost the same aggregate scores (Indonesia: 6.39 and Singapore: 6.38), and on the sub-category of civil liberties, Singapore received higher points than Indonesia (Singapore: 7.35 and Indonesia: 5.59). The meaning of ‘flawed democracy’ itself according to The Economist Intelligence Unit is a condition in a democratic country (organizers of free and fair elections) where in other aspects of democracy there are significant weaknesses. The almost similar points overall and the status of ‘flawed democracy’ given to the two countries is one of the bases of writing this article. Through a method of comparative legal research approach, and with the data processing nature of analytical-descriptive, this article will examines the freedom of speech guarantee in both countries, highlighting their guarantees at the Constitution level, legislation and police operational standard procedures, to the actual practice on the ground by reviewing some related cases. Keywords: Freedom of Speech, Flawed Democracy, Indonesia, Singapore.
Menguji Normatifisasi Prinsip Kesempatan Yang Sama Sebagai Jaminan Terhadap Hak Pilih Penyandang Disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Terkait Glinggang Hima Pradana; Bimo Fajar Hantoro Fajar Hantoro
Padjadjaran Law Review Vol. 7 No. 2 (2019): PADJADJARAN LAW REVIEW
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) secara eksplisit menyebutkan prinsip kesempatan yang sama (equality of opportunity) sebagai landasan dalam pemenuhan hak politik dari penyandang disabilitas, spesifik berkenaan dengan hak pilih. Namun halnya, perlu dilihat bagaimana kemudian prinsip tersebut dibadankan dalam UU Pemilu beserta dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum terkait. Maka dari itu, dalam penelitian ini penulis mencoba menjawab bagaimana kesesuaian pembadanan normatif prinsip kesempatan yang sama dalam UU Pemilu dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum terkait. Penelitian ini menunjukkan bahwasanya paradigma kesempatan yang sama dalam UU Pemilu berkesesuaian dengan konsepsi prinsip kesempatan yang sama sebagaimana dicetuskan oleh John Rawls. Namun halnya, terdapat ketidaksesuaian dalam pembadanan prinsip tersebut pada UU Pemilu dan PKPU terkait, seperti halnya berkenaan dengan dipersempitnya addressat hanya terhadap penyandang disabilitas netra dan penyandang disabilitas fisik lainnya yang berhalangan untuk melaksanakan hak pilihnya. Pengejawantahan hak pilih penyandang disabilitas dalam PKPU seharusnya tidak menderogasi spektrum hak yang dijamin oleh UU Pemilu. Kata Kunci: UU Pemilu, penyandang disabilitas, hak pilih, prinsip kesempatan yang sama, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Abstract Law Number 7 of 2017 on General Election (General Election Law) explicitly states the principle of equality of opportunity as the basis for fulfilling the political rights of persons with disabilities, specifically with regard to their right to vote. However, it needs to be investigated on how then that principle are institutionalized on the General Election Law along with related General Election Committee Regulation. Therefore, in this research, the authors try to answer how is the conformity of normative institutionalization of equality of opportunity principle on General Election Law and related General Election Committee Regulation. This research shows that the equal opportunity paradigm in the General Election Law is consistent with the conception of the equal opportunity principle as coined by John Rawls. However, there are discrepancies in the institutionalization of that principle in the General Election Law and General Election Committee Regulation, such as with regard to the narrowing of addressat only for persons with visual impairments and other persons with physical disabilities who are unable to exercise their voting rights. General Election Committee Regulation as implementing law of General Election Law shall not derogate the right to vote of persons with disabilities. Keywords: General Election Law, persons with disabilities, right to vote, equality of opportunity principle, General Election Committee Regulation
Tindakan Represif Aparat Kepolisian terhadap Massa Demonstrasi: Pengamanan atau Pengekangan Kebebasan Berpendapat? Sarah Safira Aulianisa; Athira Hana Aprilia
Padjadjaran Law Review Vol. 7 No. 2 (2019): PADJADJARAN LAW REVIEW
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hak untuk menyatakan pendapat, sebagai bagian dari hak asasi manusia, diatur secara khusus melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Di tengah kontestasi dan polarisasi politik yang tengah terjadi, demonstrasi pun semakin marak terjadi. Hal ini turut menjadikan netralitas dan profesionalitas aparat kepolisian mendapatkan sorotan yang tajam dari berbagai kalangan masyarakat. Pembatasan kebebasan berpendapat di muka umum telah menimbulkan citra buruk bagi aparat kepolisian di mata masyarakat, akibat berbagai tindakan represif dan tidak terukurnya penggunaan diskresi yang kerap kali terjadi. Oleh karena itu, melalui metode yuridis normatif, tulisan ini akan menelisik bagaimana sejatinya negara menjamin akses dan keamanan atas seluruh bentuk penyampaian aspirasi masyarakat, termasuk dalam hal kebebasan memberikan pendapat di muka umum, serta menganalisis bagaimana seharusnya wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap penanganan unjuk rasa dilaksanakan. Kata Kunci: hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, unjuk rasa, tindakan represif, aparat kepolisian. Abstract Indonesia is a country that upholds human rights. The right to express an opinion, as part of human rights, is specifically regulated through Law Number 9 of 1998 concerning Freedom of Expression in Public. In the midst of the ongoing political contestation and polarization, demonstrations were increasingly rife. This has helped to bring the neutrality and professionalism of the police to a sharp spotlight from various sections of the community. Restrictions on freedom of speech in public has created a bad image for the police in the eyes of the community, due to various repressive actions and unmeasurable use of discretion that often occurs. Therefore, through normative juridical methods, this paper will examine how the state truly guarantees access and security for all forms of public aspirations, including in terms of freedom of expression in public, as well as analyzing how the authority of the National Police of the Republic of Indonesia towards handling demonstrations implemented. Keywords: human rights, freedom of speech, demonstration, repressive action, police officer.
Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perempuan Indonesia Di Tempat Kerja Dan Kaitannya Dengan Pembangunan Ekonomi Nasional Mohammad Robi Rismansyah; Yasmin Hadid
Padjadjaran Law Review Vol. 7 No. 2 (2019): PADJADJARAN LAW REVIEW
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) merupakan ciri dari Indonesia sebagai negara kesejahteraan. Layaknya negara kesejahteraan pada umumnya, Pemerintah Indonesia diwajibkan untuk aktif dalam memberikan kemakmuran bagi warga negaranya. Dalam hal ini, makna kemakmuran tidak terbatas kepada hal-hal yang bersifat materiil melainkan mencakup pula kemakmuran dalam pemenuhan hak asasi manusia (HAM). Telah menjadi rahasia umum bahwa Pemerintah atau pelaku usaha kerap kali secara sengaja ataupun tidak sengaja melakukan tindakan diskriminatif kepada pekerja, terutama kepada pekerja perempuan. Meskipun saat ini Indonesia telah memiliki beragam payung hukum yang seharusnya cukup untuk melindungi hak pekerja perempuan namun pada faktanya, aturan-aturan tersebut tidak cukup untuk melindungi hak pekerja perempuan. Dengan meningkatkan perlindungan terhadap hak pekerja perempuan, riset menunjukkan bahwa hal tersebut dapat membantu meningkatkan pembangunan ekonomi. Tulisan ini menggunakan penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang memfokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah atau norma dalam hukum positif. Kata Kunci: Diskriminasi, Hak Pekerja Perempuan, Negara Kesejahteraan, Pelecehan Seksual, Pembangunan Ekonomi. Abstract The fourth paragraph of the Preamble of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (UUD NRI 1945) is a characteristic of Indonesia as a welfare state. Like the welfare state in general, Indonesian government is required to be active in providing prosperity for its people. In this case, prosperity is not limited to material things but also includes prosperity in the fulfillment of human rights (HAM). We all know that sometimes government or even businessman conduct discriminatory actions against labor, especially towards women. Although Indonesia currently has many regulations that should be enough to protect the rights of women labor, in fact, those regulations are not enough. By increasing the protection of women’s labor rights, several studies have shown that women can help improve a country’s economic development. This paper uses normative juridical research, focuses on studying the application of norms in positive law. Keywords: Discrimination, Economic Development, Sexual Harrasment, Welfare State, Women’s Labor Rights.

Page 1 of 1 | Total Record : 4