cover
Contact Name
Fritz Humphrey Silalahi
Contact Email
fritz.humphrey11@gmail.com
Phone
+628111897169
Journal Mail Official
ksmpmisentris@gmail.com
Editorial Address
Jl. Ciumbuleuit No.94, Hegarmanah, Kec. Cidadap, Kota Bandung, Jawa Barat 40141
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Sentris
Core Subject : Economy, Education,
International Politics and Security International Politics and Economy International Organizations and Regime Politics, Media, and Transnational Society
Articles 108 Documents
DIPLOMASI PUBLIK SEBAGAI INSTRUMEN PENGGALANG DUKUNGAN INTERNASIONAL BAGI PALESTINA Giasinta Livia
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2017): International Phenomenon
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4121.1-16

Abstract

The preference of states to use public diplomacy strategy to support the realization of their national interests has become an international phenomenon nowadays. Public diplomacy in the modern era of International Relations turns out to be an instrument for states to exercise their soft power, as well as to convey specific messages intended for the international public. Thus, public diplomacy could be an alternative way for states that had serious barriers in practicing formal diplomacy in conventional ways. Palestine, as an entity whose legal status remains debatable, also utilizes public diplomacy as its strategy to gain support and recognition from the international community. This paper would aim to answer the research question on how Palestine exercises its public diplomacy, particularly digital diplomacy and citizen diplomacy, to gain international recognition for its statehood. By means of the use of social media and the exposure on Palestine’s internationally well-known figure, Palestine is building a perception that Palestine itself is a state with no difference with the other states — therefore deserves independence and total sovereignty over its territory.
Dunia Kontemporer: Trauma Atau Nostalgia Wibie Hambalie
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2017): International Phenomenon
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4122.17-30

Abstract

Keadaan dunia dan konstruksi sosial didalamnya tidak lahir secara instan melainkan melalui sebuah perjalanan panjang dan proses pemasukan nilai-nilai sosial kedalam konstruksi sosial. Berbicara tentang sebuah perjalanan dan proses pemasukan nilai tentu tidak akan lepas dari dua hal utama, yaitu waktu dan manusia. Waktu akan menjadi bermakna ketika ada nilai dari sebuah fenomena yang mengisinya dan nilai dalam waktu hanya bisa diberikan oleh manusia yang hidup pada masa itu saja. Emosi yang dimiliki manusia akan menentukan nilai dan makna apa yang diberikan pada waktu yang akan mengubah kedua hal tersebut menjadi sebuah konstruksi sosial. Perasaan senang, sedih, bangga, dsb akan memaknai peristiwa yang bersama dengan waktu akan melahirkan konstruksi sosial yang utuh. Kejadian seperti holocaust, Perang Dunia, dan Perang Dingin secara tidak langusng berkontribusi dalam pembentukan konstruksi sosial dalam dunia yang sekarang kita tinggali. Ketidakpercayaan hanyalah sebagian kecil warisan yang kita dapat dari peristiwa tersebut, meskipun setelah sekian lama usai apakah kita hidup dalam dunia yang trauma atau dunia yang sudah berhasil pulih adalah sebuah pertanyaan yang menarik untuk membantu memahami fenomena internasional yang terjadi saat ini.
Iran Hostage Crisis: A Sphere Full of Distrust and Failure Siti Adela
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2017): International Phenomenon
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4126.31-41

Abstract

There is no doubt that Iran hostage crisis has left quite a profound scar in U.S. history. It also signaled the inability of U.S. government, through President Jimmy Carter, to solve the problem that U.S. faced in the past. This paper delves into the brief history of the diplomatic crisis that happened between U.S. and Iran, also it stressed on how Carter tried to engage Iran in several warm negotiations, including the so-called ‘failed’ mission, which were mostly greeted by refusal from Iran itself
Justin Trudeau on Increasing the Role of Canada in the International Stage Andrea Celine Nugroho
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2017): International Phenomenon
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4127.42-49

Abstract

Kanada telah menjalani 9 tahun di bawah pemerintahan Partai Konservatif dan Stephen Harper sebagai Perdana Menteri hingga Oktober 2015. Kebijakan luar negeri yang dianut juga didasarkan pada pandangan kaum konservatif sebagai partai utama di Kanada. Terpilihnya Justin Trudeau dari Partai Liberal menjadi Perdana Menteri Kanada ke-23, menggantikan Stephen Harper, membawa Kanada pada arah baru kebijakan luar negeri dan peran Kanada di kancah internasional. Trudeau telah memperlihatkan dirinya sebagai pemimpin dunia muda yang membawa inovasi dan perubahan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Terobosan baru dalam politik luar negeri yang berbeda dengan Perdana Menteri Kanada sebelumnya dan keaktifannya melakukan diplomasi publik menyebabkan Trudeau menjadi figur politisi baru yang fenomenal. Lewat pemerintahan Trudeau, Kanada akan semakin memperluas pengaruh dan perannya dalam kancah internasional. Cara Trudeau dalam menyelesaikan agenda politik luar negerinya serta membangun citra baru Kanada yang lebih aktif di dunia internasional patut diulas lebih lanjut dengan menggunakan konsep public diplomacy dan pendekatan bureaucratic structures and processes to foreign policy, yang berfokus pada organizational processes model.
Praktik Hedging dan Dampaknya Terhadap Superpower: Dalam Konteks Asia Pasifik Aditya Pratama
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2017): International Phenomenon
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4128.50-61

Abstract

Paper ini akan menjelaskan praktik hedging yang dilakukan beberapa negara, khususnya di Asia Pasifik dan dampaknya terhadap hegemoni yang dimiliki Amerika Serikat. Dengan menggunakan teori stabilitas hegemoni dan kedua percabangannya, benevolent system dan coercive system, pada akhirnya, ditemukan bahwa praktik hedging berdampak kepada menurunnya hegemoni yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Tujuan dari ditulisnya paper ini adalah untuk mengetahui apakah negara superpower seperti Amerika masih memiliki kapabilitas untuk membuat negara lain bertindak sesuai dengan kehendaknya. Paper ini juga menyimpulkan bahwa praktik hedging adalah salah satu bentuk perubahan yang dialami oleh dunia internasional kontemporer yang berdampak kepada semakin berkurangnya power yang dimiliki oleh negara superpower dan juga menurunnya kestabilan sistem internasional yang dikendalikan negara hegemon
Strategi Luar Negeri Dubai Menjadi Sebuah Peradaban Modern (Melalui Kebijakan Luar Negerinya) Nindyo Setiawan
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2017): International Phenomenon
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4129.62-68

Abstract

Located in the Middle East region, Dubai has to face the reality to compete with other countries in a business that only consists of the oil market. However, it was predicted that in the year of 2005, Dubai’s oil resources will be run out. After the establishment of United Arab Emirates (UAE), Dubai has slowly shown its progress significantly. Started as a desert civilization who didn’t have anything into a metropolitan country with all of the majesties which is considered as a world class level, often called as the Singapore of the Middle East. However, the success of Dubai can't be separated from the foreign policy created by its leader, Sheik Mohammed bin Rashid Al Maktoum who is often called as the CEO of Dubai. After pointed as the leader of Dubai Defense Force by his father, Sheikh Rashid, Sheikh Mohammed began to help his father. He finally took the position as Emir of Dubai in 2006 after his brother Maktoum bin Rashid Al Maktoum died. Through this paper, the writer is going explore the foreign policy created by Sheikh Mohammed bin Rashid al Maktoum. The analysis itself is going to use Idiosyncratic Theory created by Margareth Hermann as a theoretical framework.
The Golden Age of China-Taiwan Relations: The Explanation and Its Future Daniel Tantra Wiratama
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2017): International Phenomenon
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4130.69-80

Abstract

The past eight years since 2008 under the leadership of Ma Ying-jeou, the relations between China and Taiwan have been experiencing the golden age. By cooperating in many sectors, like economic partnership; social interactions; tourism and some political dialogues, both countries have been building a good relationship between them. Looking back to the past, China and Taiwan have a long series of conflicts, which ended in the Chinese Civil War 1949 with the victory of the Chinese Communist party which has now become the People’s Republic of China. Meanwhile, its opposing democratic party has now become the Republic of China (Taiwan). Since then, China and Taiwan’s relations have been on a standstill Ma Yingjeou rose to power as the president of Taiwan. By using the concept of Economic Interdependence and Conflict in World Politics by Mark J.C. Crescenzi, this paper aims to explain how the golden age of China-Taiwan relations have been going on in the past eight years up until now, as well as the future of the relations itself under the new president of Taiwan, Tsai Ing-we. This paper has the following research question: how has the good relation between China and Taiwan been built since 2008, considering their previously severed relations in the past?
The Kardashians : A Parasocial Phenomenon Joshua Eldi Setio
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2017): International Phenomenon
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4131.81-90

Abstract

Tayangan Realitas Keeping Up With The Kardashians membawa keuntungan besar pada keluarga Kardashian yang sekarang menikmati ketenaran dan kekayaan dari kegiatan tersebut tetapi apakah yang membuat keluarga Kardashian menjadi sangat terkenal? Mereka tidak menampilkan tarian atau menyanyi, mereka hanya tampil di acara realitas yang menampilkan kegiatan sehari-hari mereka dan mereka dibayar jutaan dollar untuk melakukannya, mereka juga membombardir para penggemar mereka dengan gambar dan snap tentang keseharian mereka. Paper ini dibuat untuk menjelaskan sebuah fenomena media internasional yang dimanfaatkan oleh keluarga Kardashian: penggunaan Soft Propaganda dalam berbagai sarana untuk memasarkan diri mereka kepada para pemirsa, Soft Propaganda sendiri mengacu kepada kegiatan propaganda yang memiliki tujuan untuk tujuan low politics yang tidak bersifat konfliktual seperti propaganda masa perang yang digunakan untuk menghadirkan dikotomi “kita-mereka”. Fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru karena kita semua tahu bahwa setiap propaganda menggunakan interaksi parasosial untuk mempengaruhi para penerima pesan, tetapi dengan pengembangan teknologi media komunikasi membuat dampaknya jauh lebih besar di masa digital. Sejak lama sudah terbukti bahwa Komunikan dapat merasakan keintiman dengan komunikator tanpa harus bertemu secara langsung , namun peristiwa ini juga dapat menimbulkan masalah psikologis seperti radikalisasi dan pemujaan berlebihan terhadap idola. Memahami isu ini dapat membantu kita mengerti tentang penggunaan propaganda dalam lingkup sehari – hari baik dalam konteks bisnis maupun politik. Paper ini juga bertujuan untuk mengembalikan ketertarikan para peneliti kontemporer terhadap studi kebudayaan modern.
Fetishism and Sexual Objectification towards African (Black) Women in Modern Society: Analyzing the Portrayal of African Women in the Media Fransisca Bianca
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2017): International Phenomenon
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4132.91-99

Abstract

In the perspective of multicultural feminism, beside society needs to end the subordination of women to men, it also needs to end the subordination of women to fellow women depending on her race, religion, education, etc. Multicultural feminism also emphasizes the acknowledgement of the difference between each woman’s background to understand their issues. Even so, the fact remains that women of color; African women in the case of this paper, still face objectification by society. While considered as possessing the ideal physique to fit men’s sexual desires, African women are still considered subordinate than Caucasian women. This does not only emphasize the portrayal of women as objects to men, but also emphasizes the consideration of women of color being in lower class than Caucasian women. Thus, with consideration to the way African women are portrayed in the media as exemplified by the case analysis in this paper, it could be concluded that African women (and other women of color) are still more often objectified in modern society.
The Gender Lenses of the Nanking Massacre and Its Aftermath to the China-Japan Relations Teresa Retno Arsanti
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2017): International Phenomenon
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4133.100-111

Abstract

Hubungan antara China dan Jepang telah mengalami berbagai dinamika terutama berkaitan dengan insiden Pembantaian Nanking (1937) pada masa perang dunia kedua. Berawal dari Pembantaian Nanking, lalu China yang lebih berfokus pada permasalahan internal hingga China yang meminta pertanggung jawaban Jepang atas Pembantaian Nanking. Berikut pula Jepang yang mengakui hingga menolak tuduhan China. Dalam tulisan ini dibahas hubungan China-Jepang mulai dari Pembantaian Nanking dalam Perang Dunia kedua hingga bagaimana kedua negara bersikap atas sejarah mengenai perempuan tersebut melalui perspektif dan konsep dalam feminisme.

Page 1 of 11 | Total Record : 108