cover
Contact Name
haris kusumawardana
Contact Email
wijayakusuma.lrev@gmail.com
Phone
+6285778166646
Journal Mail Official
wijayakusuma.lrev@gmail.com
Editorial Address
Beji-Karangsalam Street, No. 25, Karangsalam Kidul, Kedung Banteng, Banyumas, Central Java, Indonesia 53152
Location
Kab. banyumas,
Jawa tengah
INDONESIA
Wijayakusuma Law Review
ISSN : 27229149     EISSN : 27229157     DOI : -
Core Subject : Humanities, Social,
Wijayakusuma Law Review aims to provide a forum for lecturers and researchers to publish the original articles about Law Science. The focus of Wijayakusuma Law Review is publishing the manuscript of a research study or conceptual ideas. We are interested in topics which relate Law issues (General) in Indonesia and around the world.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 2 (2023)" : 9 Documents clear
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN MAIN HAKIM SENDIRI DI TINJAU DARI PRESFEKTIF VIKTIMOLOGI Siti Duwi Lestari; Reza Agustin; Aster Sharon Destamara; Yusuf Sefudin
Wijayakusuma Law Review Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v5i2.256

Abstract

Abstract Lately, there has been a lot of news in the media, both online and conventional media, about the crime of vigilantism. Vigilantism is an action that can harm the perpetrator and even set a bad precedent for other communities. This results in the behavior of criminals being imitated when encountered or found by the community when they commit crimes in their own environment. Public unrest against the crimes that are often encountered makes some people who feel their security, peace of mind is disturbed and no longer trust law enforcement officials, so they take the law into their own hands against the perpetrators of crimes without following the applicable legal process. In these conditions, the role and function of the police to prevent actions that lead to vigilantism becomes important. Keywors : vigilante crime, victimology. Abstrak Akhir-akhir ini banyak sekali pemberitaan di media, baik di media online maupun konvensional yaitu tentang tindak pidana main hakim sendiri. Main hakim sendiri merupakan tindakan yang dapat merugikan pelakunya dan bahkan menjadi preseden buruk bagi masyarakat lain. Hal ini mengakibatkan perilaku pelaku kejahatan ditiru ketika ditemui atau ditemukan oleh masyarakat ketika mereka melakukan tindak pidana di lingkungannya sendiri. Keresahan masyarakat terhadap aksi kejahatan-kejahatan yang sering di temui membuat sebagian masyarakat yang merasa keamanan, ketentramannya terganggu dan sudah tidak mempercayai dengan aparat penegak hukum, sehingga melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan tanpa mengikuti proses hukum yang berlaku. Dalam kondisi seperti ini, peran dan fungsi kepolisian untuk mencegah tindakan yang mengarah pada tindakan main hakim sendiri menjadi penting. Kata Kunci : Tindak pidana main hakim sendiri, Viktimologi
Gagalnya Eksplorasi Panas Bumi Di Baturaden Dalam Perspektif Kriminologi Hijau Arif Awaludin; Teguh Anindito; Doni Adi Suprio
Wijayakusuma Law Review Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v5i2.251

Abstract

Abstract Geothermal is a renewable energy source that will contribute to the energy mix in Indonesia. Geothermal exploration is often carried out in forest areas in Indonesia. Many problems arise. The failure of geothermal exploration in Baturaden which has been carried out since 2017 has left two unproductive wells. Land clearing, deforestation and groundwater pollution are part of the damage caused. A Green Criminology approach is needed to uncover various potential crimes that arise and how to overcome them. Qualitative analysis is used to help reveal in detail the potential crimes that occur. A comprehensive policy is needed to overcome environmental crimes related to geothermal exploration in Indonesia. The existence of Law concerning Environmental Protection and Management Number 32 of 2009, Law Number 21 of 2014 concerning Geothermal Energy and Law Number 18 of 2013 concerning Prevention and Eradication of Forest Destruction need to be harmonized so that environmental law enforcement policies become more effective and efficient. Keywords: Geothermal Exploration, Baturaden, Green Criminology Abstrak Panas bumi adalah salah satu sumber energi terbarukan akan memberikan kontribusi bagi bauran energi di Indonesia. Eksplorasi panas bumi banyak dilakukan di wilayah hutan di Indonesia. Banyak permasalahan yang ditumbulkan. Kegagalam eksplorasi panas bumi di Baturaden yang dilakukan sejak tahun 2017 meninggalkan dua sumur yang tidak produktif. Pembukaan lahan, penebangan kayu hingga terkontaminasinya air tanah adalah bagian dari pengrusakan yang ditimbulkan. Pendekatan Green Criminology diperlukan untuk mengungkap berbagai potensi kejahatan yang muncul serta penanggulangannya. Analisis kualitatif digunakan untuk membanti pengungkapan secara rinci potensi kejahatan yang terjadi. Dibutuhkan kebijakan yang komprehensif untuk menanggulangi kejahatan lingkungan sehubungan dengan adanya eksplorasi panas bumi dI Indonesia. Adanya Undang-undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan perlu diserasikan agar kebijakan penegakan hukum lingkungan menjadi lebih efektif dan efisien. Kata Kunci: Eksplorasi Panas Bumi, Baturaden, Kriminologi Hijau
TINJAUAN VIKTIMOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN ARISAN ONLINE Siti Duwi Lestari; Yusuf saefudin
Wijayakusuma Law Review Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v5i2.258

Abstract

Abstract Online arisan is a group collection of money using a lottery system that is conducted online or without face-to-face contact. This is effective for people who want to join online arisan because it is easy to interact with online arisan and arouse people's interest in joining online arisan. However, this convenience can also have a negative impact, especially regarding the possibility of online arisan. Therefore, the purpose of this paper is to find out how crimes related to victims of online arisan fraud and their legal protection efforts in Indonesia. The research method used in this research is Normative Juridical research. Normative Juridical Research: Normative juridical research uses a statutory approach or secondary material. Article 378 of the Criminal Code regulates this. Although the criminal provisions regarding fraud are not specifically explained, people who commit online fraud must be held accountable for their actions by imposing sanctions on the perpetrators. Keywords : Crime of fraud, Victimology, Online Arisan Abstrak Arisan online adalah pengumpulan uang secara berkelompok dengan menggunakan sistem undian yang dilakukan secara online atau tanpa kontak tatap muka. Hal ini efektif bagi masyarakat yang ingin mengikuti arisan online karena mudahnya berinteraksi dengan arisan online dan menggugah minat masyarakat untuk mengikuti arisan online. Namun, kemudahan ini juga dapat berdampak buruk, terutama mengenai kemungkinan arisan online. Maka tujuan penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kejahatan yang berhubungan dengan korban tindak pidana penipuan arisan online serta upya perlindungan hukumnya di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Yuridis Normatif. Penelitian Yuridis Normatif: Penelitian yuridis normatif menggunakan pendekatan perundang-undangan atau bahan sekunder. Pasal 378 KUHP mengatur hal ini. Meskipun ketentuan pidana mengenai penipuan tidak dijelaskan secara spesifik, orang yang melakukan penipuan online harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan memberikan sanksi kepada pelakunya. Kata Kunci : Tindak Pidana Penipuan, Viktimologi, Arisan Online
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERSETUJUAN BANGUNAN GEDUNG OLEH DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG DI KABUPATEN PURBALINGGA Monita Rahayuningtyas; Esti Ningrum; Haris Kusumawardana; Wahyu Hariadi
Wijayakusuma Law Review Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v5i2.253

Abstract

Abstract Since the enactment of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation which has now been replaced by Law Number 6 of 2023 concerning the Stipulation of Government Regulation in lieu of Law Number 2 of 2022 concerning Job Creation to Become a Law, the government removed the term Building Permit (IMB) was replaced with a Building Approval (PBG) as one of the conditions for constructing a building. PBG is a permit granted to building owners to build new, change, expand, reduce, and/ or maintain buildings in accordance with building technical standards (Article 1 Number 17 Government Regulation Number 16 of 2021 concerning Implementing Regulations of Law Number 28 2002 concerning Building Buildings). This study aims to analyze the implementation of the Building Approval (PBG) policy based on the Regional Regulation of Purbalingga Regency Number 3 of 2022 concerning Retribution for Building Approvals and the obstacles in granting PBG by the Public Works and Spatial Planning Office in Purbalingga Regency. The research method uses a normative juridical approach and data analysis in this study uses qualitative analysis. Data collection techniques were carried out by reviewing laws and regulations related to buildings and conducting interviews as supporting or additional data. The results of this study indicate that in the provision of PBG by the DPU-PR Purbalingga there are still obstacles that affect the course of the policy, including the lack of public awareness of the importance of obtaining PBG, a lack of understanding of PBG procedures and requirements through SIMBG, and a lack of professional planners at the DPU-PR of the Regency Purbalingga. Keywords: Implementation, Policy Implementation, Building Approval (PBG) Abstrak Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang saat ini diganti dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Keja Menjadi Undang-Undang pemerintah menghapus istilah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) digantikan dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagai salah satu syarat untuk mendirikan bangunan gedung. PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/ atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung (Pasal 1 Angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gednung). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 3 Tahun 2022 tentang Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung dan kendala dalam pemberian PBG oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang di Kabupaten Purbalingga. Metode dalam penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan bangunan gedung dan melakukan wawancara sebagai data pendukung atau tambahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pemberian PBG oleh DPU-PR Purbalingga masih terdapat kendala yang mempengaruhi jalannya kebijakan antara lainkurangnya kesadaran masyarakat terhadap arti pentingnya memperoleh PBG, kurangnya pemahaman terhadap prosedur dan persyaratan PBG melalui SIMBG, dan kurangnya profesi tenaga perencana di DPU-PR Kabupaten Purbalingga. Kata Kunci: Implementasi, Implementasi Kebijakan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
Penerapan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Inses Anak Kandung Muhammad Yusril Irza
Wijayakusuma Law Review Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v5i2.259

Abstract

Abstract Incest is a form of sexual deviation that often occurs in social life, especially in the family. The factors that cause incest do not stand alone or single, but are an accumulation of various psychological, social problems, mental attitudes, morality and patriarchal culture of the perpetrator. This crime of incest is an immoral and immoral act that threatens children who are victims of sexual intercourse by their own families. Incest is very rampant in society because it is rarely reported due to the embarrassment for family members if it is known by others. The most common perpetrators of sexual violence, including incest, are fathers and uncles. This is sad, because many perpetrators of violence in the personal realm are considered and expected to be protectors such as fathers, uncles or husbands. Criminal liability for perpetrators of incest can be charged under Article 287 of the Criminal Code or Article 419 of Law No. 1 of 2023. Meanwhile, for the formulation of acts of incest against children, they can be charged using Article 294 paragraph (1) of the Criminal Code or Article 418 paragraph (1) of the Criminal Code. Law No.1 of 2023. Obstacles in accessing justice and recovery also occur when victims do not receive support from their families, which encourages victims to leave their homes and lose their rights to education and protection from their families. Keywords: Application, Criminal Liability, Incest, Children Abstrak Inses merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam keluarga. Faktor penyebab inses tidak berdiri sendiri atau tunggal, melainkan akumulasi berbagai permasalahan psikologis, sosial, sikap mental, moralitas, dan budaya patriarki pelaku. Tindak pidana inses ini suatu tindakan yang melanggar asusila dan tidak bermoral yang mengancam anak-anak korban persetubuhan oleh keluarganya sendiri. Inses tersebut sangat merajalela di kalangan masyarakat karena jarang dilaporkan dengan alasan rasa malu bagi anggota keluarga apabila diketahui oleh orang lain. pelaku kekerasan seksual, termasuk inses di dalamnya yang paling banyak, adalah ayah dan paman. Hal ini miris, karena banyak dari pelaku kekerasan di ranah personal yang dianggap dan diharapkan menjadi pelindung seperti ayah, paman, maupun suami. Pertanggunggjawaban pidana terhadap pelaku perbuatan inses dapat dijerat dengan Pasal 287 KUHP atau Pasal 419 Undang-Undang No.1 Tahun 2023. Sedangkan untuk rumusan perbuatan inses terhadap anak dapat dijerat menggunakan Pasal 294 ayat (1) KUHP atau Pasal 418 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 2023. Hambatan dalam mengakses keadilan dan pemulihan juga terjadi saat korban tidak mendapatkan dukungan dari keluarga yang mendorong korban meninggalkan rumah dan kehilangan hak-hak atas pendidikan dan perlindungan dari keluarga. Kata Kunci: Penerapan, Pertanggungjawaban Pidana, Inses, Anak
Implementasi Asas Persamaan Perlakuan Bagi Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Goeteng Taroenadibrata Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Publik Di Kabupaten Purbalingga Puja Kirana; Iskatrinah Iskatrinah; Esti Ningrum
Wijayakusuma Law Review Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v5i2.254

Abstract

Abstract This study aims to find out how the implementation of the principle of equality of treatment in public services in the health sector at the Regional General Hospital (RSUD) dr. R. Goeteng Taroenadibrata, Purbalingga Regency, and to find out what factors hinder the hospital in applying the principle of equality of treatment in the health sector to inpatients who use BPJS services (Social Security Administering Body) and patients who use public services. The approach method used in this study is a sociological juridical research method, and data analysis in this study uses qualitative analysis methods. The results of research at the Regional General Hospital (RSUD) dr. R. Goeteng Taroenadibrata in providing health services to inpatients using BPJS (Social Security Administering Agency) services and patients using public services, there are still differences in health services to inpatients using BPJS services (Social Security Organizing Agency) and patients using services In general, the difference is in the room facilities for inpatients. In Purbalingga Regency Regional Regulation Number 3 of 2020 concerning Public Services Article 4, it is clearly stated that there should not be unequal treatment (discrimination) in public services, one of which is related to health services. Even so, in the implementation of health services by applying the principle of equal treatment of patients, there are still several inhibiting factors. Factors hindering the implementation of the principle of equality of treatment in terms of health services to inpatients using BPJS services and general services at the Regional General Hospital (RSUD) dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga, namely: facilities and infrastructure (room facilities), responsiveness and communication between officers (medical staff) and patients. Keywords: Implementation, Equal Treatment Principle, Public Service Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi asas persamaan perlakuan dalam pelayanan publik pada bidang kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. R. Goeteng Taroenadibrata Kabupaten Purbalingga, dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat pihak rumah sakit dalam penerapan asas persamaan perlakuan pada bidang kesehatan terhadap pasien rawat inap pengguna layanan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan pasien pengguna layanan umum. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode penelitian yuridis sosiologis, dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. R. Goeteng Taroenadibrata dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien rawat inap pengguna layanan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan pasien pengguna layanan umum, masih terdapat perbedaan dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien rawat inap pengguna layanan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan pasien pengguna layanan umum, yang membedakan yaitu pada fasilias kamar untuk pasien rawat inap. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pelayanan Publik Pasal 4, telah jelas menyatakan bahwa tidak boleh adanya perlakuan yang tidak sama (diskriminasi) dalam pelayanan publik, yaitu salah satunya terkait pelayanan kesehatan. Meskipun demikian dalam pelaksaan pelayanan kesehatan dengan menerapkan asas persamaan perlakuan terhadap pasien, masih terdapat beberapa faktor yang menghambat. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan asas persamaan perlakuan dalam hal pelayanan kesehatan terhadap pasien rawat inap pengguna layanan BPJS dan layanan umum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yaitu: sarana dan prasarana (fasilitas ruangan kamar), ketanggapan dan komunikasi antara petugas (tenaga medis) dengan pasien. Kata Kunci: Implementasi, Asas Persamaan Perlakuan, Pelayanan Publik
Hubungan Dokter dengan Pasien Dalam Bidang Kesehatan Bing Waluyo
Wijayakusuma Law Review Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v5i2.249

Abstract

Abstract The relationship between doctors and patients begins with a vertical, paternalistic relationship pattern, which is based on the principle of father knows best, which gives birth to a paternalistic relationship. The position/position of the doctor and the patient are not equal, namely the position of the doctor is considered higher than the patient, because the doctor is considered to know best about all kinds of diseases and how to cure them, while the patient is considered to know nothing about the disease and he submits it completely to the doctor. Doctors are placed as patrons (protectors) and patients are placed as clients (protected people). Then, in its development, the vertical, paternalistic relationship pattern shifted to a horizontal, contractual relationship pattern. This relationship gives birth to a horizontal contractual legal aspect which is inspanningsverbintenis which is a legal relationship between two legal subjects (patients and doctors) who are of equal status, giving rise to rights and obligations for the parties concerned. This legal relationship does not promise anything (healing or death) because the object of the legal relationship is the maximum effort made by the doctor carefully and with tension based on his knowledge and experience in treating illnesses to cure the patient's illness. Keywords: Juridical Review, Relationship, Doctor and Patient, Health Sector. Abstrak Hubungan antara dokter dengan pasien bermula pada pola hubungan vertikal paternalistik, yang bertolak pada prinsip father knows best, yang melahirkan hubungan yang bersifat paternalistik. Kedudukan/posisi dokter dengan pasien tidak sederajat yaitu kedudukan dokter dianggap lebih tinggi daripada pasien, karena dokter dianggap paling tahu tentang segala macam penyakit dan cara penyembuhannya, sedang pasien dianggap tidak tahu apa-apa tentang penyakit.dan dia menyerahkan sepenuhnya kepada dokter. Dokter di tempatkan sebagai patron (pelindung) dan pasien di tempatkan sebagai klien (orang yang dilindungi). Kemudian pada perkembangannya pola hubungan yang vertikal paternalistik, bergeser menjadi pola hubungan horizontal kontraktual. Hubungan ini melahirkan aspek hukum horizontal kontraktual yang bersifat inspanningsverbintenis yang merupakan hubungan hukum antara dua subyek hukum (pasien dan dokter) yang berkedudukan sederajat, melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang bersangkutan. Hubungan hukum ini tidak menjanjikan sesuatu (kesembuhan atau kematian) karena obyek dari hubungan hukum itu berupa upaya maksimal yang dilakukan oleh dokter secara hati-hati dan penuh ketegangan berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalamannya dalam menangani penyakit untuk menyembuhkan penyakit pasien. Kata Kunci: Tinjauan Yuridis, Hubungan, Dokter dengan Pasien, Bidang Kesehatan.
Perlindungan Hukum Terhadap Watu Jaran Tanpa Kepala Di Desa Laren Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Rafie Azhar Hibatullah; Martiningsih Martiningsih
Wijayakusuma Law Review Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v5i2.255

Abstract

Abstract Abstract The Headless Watu Jaran is a historical site which is also a Suspected Cultural Heritage Object (ODCB) which has not been designated as a Cultural Conservation located in Laren Village, Bumiayu District, Brebes Regency. Law Number 10 of 2011 concerning Cultural Conservation guarantees legal certainty and protection for OCBD. The formulation of the problem is what form of legal protection for cultural heritage in Brebes Regency based on Law (UU) Number 11 of 2010 concerning cultural heritage and what are the obstacles in legal protection of the Headless Watu Jaran in Laren Village, Bumiayu District, Brebes Regency. Normative juridical research with descriptive-qualitative. Data sources are primary and secondary data. Primary legal materials include Law Number 11 of 2010, Government Regulation Number 10 of 1993 and Brebes Regency Regional Regulation Number 10 of 2015. The data collection technique is literature study. Research results: a) Law Number 11 of 2010 contains legal protection and legal certainty as well as Regional Regulation (Perda) of Brebes Regency Number 10 of 2015 concerning the Preservation and Management of Cultural Heritage and concrete efforts by the Government of Laren Village, Bumiayu District, Brebes Regency in protecting and preserving cultural heritage includes, Reporting on the discovery of Suspected Cultural Conservation Objects, care/maintenance, building perimeter/barrier fences, socialization and optimization for various interests. b) Obstacles include a minimum number of experts, regional performance is hampered because the Cultural Preservation Center is not optimal, synergy between the central government, provincial government, district/city government and village government and the community has not reached standards and there are still problems, legal sanctions have not been strictly enforced. Keywords: Legal Protection, Cultural Conservation, Headless Watu Jaran. Abstrak Watu Jaran Tanpa Kepala merupakan salah satu situs sejarah yang juga termasuk Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) yang belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya yang terletak di Desa Laren, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya menjamin kepastian dan perlindungan hukum terhadap OCBD. Rumusan masalah yaitu apa bentuk perlindungan hukum terhadap cagar budaya di Kabupaten Brebes berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya dan bagaimana kendala dalam perlindungan hukum terhadap Watu Jaran Tanpa Kepala di Desa Laren, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes. Penelitian yuridis normatif dengan deskriptif-kualitatif. Sumber data yaitu data primer dan sekunder. Bahan hukum primer meliputi UU Nomor 11 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 dan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 10 Tahun 2015. Teknik pengumpulan data yaitu studi pustaka. Hasil penelitian: a) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 memuat perlindungan hukum dan kepastian hukum serta pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Brebes Nomor 10 Tahun 2015 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya serta adanya upaya konkret Pemerintah Desa Laren, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes dalam menjaga dan melestarikan cagar budaya meliputi, Pelaporan penemuan Objek Diduga Cagar Budaya, perawatan/pemeliharaan, membangun pagar keliling/pembatas, sosialisasi dan optimalisasi untuk berbagai macam kepentingan. b) Kendala meliputi minimnya jumlah tenaga ahli, kinerja daerah terhambat karena Balai Pelesterian Kebudayaan belum maksimal, sinegritas antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerinah kabupaten/kota dan pemerintah desa serta masyarakat belum mencapai standar dan masih ada problematika, sanksi hukum belum tegas dilaksanakan. Kata kunci: Perlindungan Hukum, Cagar Budaya, Watu Jaran Tanpa Kepala
Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Perkara Perdata Di Pengadilan Negeri Purwokerto Kelas 1B Aris Priyadi
Wijayakusuma Law Review Vol 5, No 2 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v5i2.250

Abstract

Abstract Court decisions must be enforceable or enforceable. Court decisions are meaningless if they cannot be implemented. Therefore, the judge's decision has executorial power, namely the power to carry out what is stipulated in the decision, either voluntarily or under coercion by state instruments. Execution is the implementation of a court decision that has obtained permanent legal force (in kracht van gewijsde) which is carried out by force because the losing party in the case does not want to fulfill/obey the implementation of the court decision voluntarily. There are two forms of execution when viewed from the target to be achieved by the legal relationship stated in the court decision, namely actual execution and execution of payment of a sum of money. Purwokerto District Court Class 1 B, in the event that the execution has gone through an execution procedure. Keywords: Execution, Court Decision, Civil Case Abstrak Putusan pengadilan harus dapat dilaksanakan atau dijalankan. Suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidakdapat dilaksanakan. Oleh karena itu putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan baik secara sukarela maupun secara paksa oleh alat-alat negara. Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukumtetap ( in kracht van gewijsde) yang dijalankan secara paksa oleh karena pihak yang kalah dalamperkara tidak mau memenuhi/mematuhi pelaksanaan putusan pengadilan secara sukarela. Ada dua bentuk eksekusi apabila ditinjau dari sasaran yang hendak dicapai oleh hubungan hukum yang tercantum dalam putusan pengadilan, yaitu eksekusi riil dan eksekusi pembayaran sejumlah uang. Pengadilan Negeri Purwokerto Kelas 1 B, dalam hal pelaksanaan eksekusi telah melalui prosedur eksekusi. Kata Kunci: Eksekusi, Putusan Pengadilan, Perkara Perdata

Page 1 of 1 | Total Record : 9