cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Jurnal NESTOR Magister Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN" : 20 Documents clear
ANALISIS KRITIS TERHADAP PENEGAKAN HUKUM PASAL 273 UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MOHAMMAD RONI MUSTOFA, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThis thesis is studies of Straightening of law to Section 273 Law Number, 2009 About Traffic And Road Transportation. By the legal and social legal reseach method, obtained conclusion that : 1. Straightening of law to Section 273 Law Number, 2009, still be not able yet to be executed effectively, because : a. Arrangement un-clarity of meaning "road organizer" is institutionally or officials having authority in arrangement, construction, development, observation, keeping, and road research. b. Finds equipment of evidence that road organizer" not immediately and properly improve; repairs damage road, or doesn't give sign or fringe at damage road and has not been improve;repaired. c. Determines because strongest generates victim effect lightly injured and/or vehicle damage and/or goods, results hardly injured, and results others to pass away. 2. Effort which can be done by investigator Polri in applying Section 273 Law Number, 2009 is by increasing increases knowledge of law science, investigation skill, integrity, and morality as investigator Indonesia Police. Hereinafter is recommended to mean road organizer according to invitors Law Number 22, 2009 About Traffic and Road Transportation, and invitors Law Number 38, 2004 About Road following its execution regulation need to be clarified, that is enough limited to officials having authority does arrangement, construction, development, observation, keeping, and research of road good to national road, province, region road, city road, turnpike, and also special road.Key words : Law Enforcement, Traffic and Road TransportationAbstrakTesis ini membahas masalah Penegakan Hukum Pasal 273 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian 1okum1okum1ive dan Sosiologis, diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Penegakan 1okum Pasal 273 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, masih belum dapat dilaksanakan secara efektif, karena : a. Ketidakjelasan pengaturan makna “penyelenggara jalan” apakah secara kelembagaan ataukah Pejabat yang berkewenangan dalam pengaturan, pembinaan, pembangunan, pengawasan, pemeliharaan, dan penilikan jalan). b. Menemukan alat bukti bahwa “penyelenggara jalan” tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak, atau tidak memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki. c. Menentukan sebab yang paling kuat (langsung) menimbulkan akibat korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang, mengakibatkan luka berat, dan mengakibatkan orang lain meninggal dunia. 2. Upaya yang dapat dilakukan oleh penyidik Polri dalam menerapkan Pasal 273 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 adalah dengan meningkatkan pengetahuan ilmu 1okum, keterampilan penyidikan, integritas, dan moralitas sebagai penyidik Polri. Selanjutnya direkomendasikan agar makna penyelenggara jalan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan berikut Peraturan Pelaksanaannya perlu diperjelas, yaitu cukup sebatas Pejabat Yang Berkewenangan melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, pengawasan, pemeliharaan, dan penilikan jalan baik untuk jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, jalan tol, maupun jalan khusus.Kata Kunci : Penegakan Hukum, Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
IMPLEMENTASI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERDAGANGAN DAN TATALAKSANA IMPOR BARANG DI KAWASAN PERBATASAN INDONESIA – MALAYSIA KHUSUSNYA ENTIKONG – SERAWAK DITINJAU DARI PERSPEKTIF PERJANJIAN INTERNASIONAL FENY NOVIANTI FRATIWI, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractWith desentralisation and change pradigma in looking border area, have give mean in international trade. specialy which have relation with handle limit cross of trade to area which have akses or direct limited with other country, likes Border Entikong area Province West Borneo which have direct limited Kuching east Malaysia First time this limited area as isolir area to security bargaining, and then moved to frist Garda country with developing bargaining for comunity. Looking that problem, so the must gooddest which more effectif to handle control limit cross of trade and import commodity structure in border area must get acomodation of principle international trade without need national opportunity. The principle must most specific and which in aspiration and need local community at border area, so this regulation which have get most understanding and can be aspiration for community direct involved on cross of trade and import commodity structure at border entikong area west borneo.Key words: Border Regions, Economic Growth and Government RegulationabstrakMelalui semangat desentralisasi dan perubahan paradigma dalam memandang wilayah perbatasan, telah memberi makna tersendiri dalam bidang perdagangan internasional, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan perdagangan lintas batas pada daerah-daerah yang memiliki akses / perbatasan langsung dengan luar negeri, seperti halnya wilayah Border Entikong Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki perbatasan langsung dengan Kuching Malaysia Timur. Awalnya daerah perbatasan diperlukan sebagai daerah terisolir melalui pendekatan keamanan. Kemudian bergeser menjadi garda terdepan negara dengan pendekatan pembangunan kesejahteraan rakyat. Menghadapi permasalahan tersebut, maka solusi yang efekti dalam pengelolaan perdagangan dan tatalaksana impor dikawasan perbatasan adalah dengan mengakomodasi prinsip-prinsip perdagangan internasional tanpa mengorbankan kepentingan nasional dan daerah. Prinsip tersebut juga harus dibuat secara spesifik dengan mengedepankan aspirasi dan kebutuhan masyarakat di kawasan perbatasan. Sehingga kebijakan yang dibuat dapat lebih dimengerti dan dipahami serta menjadi aspirasi bagi masyarakat yang terlibat langsung dalam perdagangan dan tatalaksana impor di kawasan perbatasan entikong Kalbar.Kata Kunci: Wilayah Perbatasan, Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Pemerintah
ANALISIS HUBUNGAN HUKUM DAN AKSES DALAM TRANSAKSI MELALUI MEDIA INTERNET ZAKARIA, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstracDevelopment of information technology has caused the world to be without limit (bordeless) and cause significant social changes took place so quickly. Information and communication technology is currently being led to the convergence that facilitates the activities of man as creator, developers and users of the technology itself. One of them can be seen from the development of internet media very rapidly. Internet as a medium of information and electronic communication has been widely used for various activities, among others, to trade. Use of media in the world of e-commerce trade is an impact on the international community in general and people of Indonesia in particular. For the people of Indonesia this is related to the legal issues are very important. The importance of legal issues in the field of e-commerce is mainly in providing protection to the parties to a transaction via the internet.Key words: Protection Law - Agreements - Sale and purchase - e-commerce.AbstrakPerkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (bordeless) dan menyebabkan perubahan sosial secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi dan komunikasi saat ini sedang mengarah kepada konvergensi yang memudahkan kegiatan manusia sebagai pencipta, pengembang dan pengguna teknologi itu sendiri. Salah satunya dapat dilihat dari perkembangan media internet yang sangat pesat. Internet sebagai suatu media informasi dan komunikasi elektronik telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, antara lain untuk perdagangan. Pemanfaatan media e-commerce dalam dunia perdagangan sangat membawa dampak pada masyarakat internasional pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Bagi masyarakat Indonesia hal ini terkait masalah hukum yang sangat penting. Pentingnya permasalahan hukum di bidang e-commerce adalah terutama dalam memberikan perlindungan terhadap para pihak yang melakukan transaksi melalui internet.Kata kunci : Perlindungan Hukum – Perjanjian – Jual-beli – e-commerce.
EKSISTENSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) SEBAGAI LEMBAGA NEGARA PENUNJANG DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA FITRIA, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractKPK is an commission in Indonesia was established on 2003 incase to solve corruption problem in indonesia. This commission was established based on regulation number 30 tahun 2002 about the elimination of corruption commision. In held to increase public service to society and because of the corruption has becamed a way of life so the goverment need to established a new organization. In order size, the goverment thought that the job burder of the policy and the atthorney general was too much which caose many case deliquent. In case to make adjusment in system of republic indonesia state has forced the state to reforming every sector, included of reformation in organization. As an state institution which the name was included in constitution 1945, KPK has thought by apart of partij as an extra intitutional institution. The role of KPK in bring abaout assignment, obligation, competence which has eliminated corruption in indonesia was limited. In order to carried optimaling of productivity KPK, so internal mending of KPK and there are expansion of KPK competension in regulation is needed.Key words: Commision, Corruption, Constitusional SystemAbstrakKPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Demi tercapainya pelayanan publik yang optimal bagi masyarakat, maka pemerintah memandang perlu untuk membentuk lembaga baru.dalam hal ini beban kerja kepolisian dan kejaksaan dianggap terlalu banyak sehingga banyak terjadi tunggakan perkara. Sebagai langkah penyesuaian negara terhadap perkembangan sistem ketatanegaraan dan tuntutan masyarakat perubahan sistem ketatanegaraan RI memaksa negara melakukan reformasi dalam berbagai lini, termasuk reformasi kelembagaan. Sebagai organ kenegaraan yang namanya tidak tercantum dalam UUD Negara RI Tahun 1945, KPK dianggap oleh sebagian pihak sebagai lembaga ekstrakonstitusional. Peran KPK dalam merealisasikan tugas, kewajiban dan kewenangan yang dimiliki dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan sempitnya ruang gerak KPK di dalam peraturan perundang-undangan. Karena itulah, demi mendukung optimalisasi kinerja dan produktivitas KPK maka tidak saja dibutuhkan pembenahan secara internal dalam tubuh KPK namun juga perluasan ruang gerak KPK dalam Peraturan Perundang-undangan.Kata Kunci : Lembaga, Korupsi, Sistem Ketatanegaraan
ANALISIS PELAKSANAAN WAJIB LATIHAN KERJA SEBAGAI PENGGANTI PIDANA DENDA YANG TIDAK DIBAYARKAN OLEH ANAK PELAKU TINDAK PIDANA (STUDY PADA KEJAKSAAN NEGERI SINGKAWANG) MUHAMMAD, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThat the imposition of imprisonment and a fine of subsidiary compulsory vocational training for juvenile delinquents should be considered to include the child judges place or institution authorized to carry out the required job training. In order for the Prosecution no difficulty in carrying out the court's decision. It required an understanding in applying Act No. 3 of 1997 on Juvenile Justice, so that law enforcement officials, especially judges children, to ensure legal certainty for the creation of a sense of justice for the child. That being the wrong interpretation of the regulations specifically Legislation Law No. 3 Year 1997 on Juvenile Justice, the Implementing Regulations need to be made clear that the implementation of compulsory vocational training for children in legal penalties with mandatory training subsidiary of work carried on in institutions particular, in order to guarantee the implementation of court decisions that have permanent legal force (incraht).Key worsds : brat, Act No. 3 of 1997 on Juvenile JusticeAbstrakBahwa Penjatuhan pidana penjara dan denda dengan subsidair wajib latihan kerja terhadap anak nakal seharusnya menjadi pertimbangan hakim anak untuk mencantumkan tempat atau lembaga mana yang berwenang melaksanakan wajib latihan kerja tersebut. Agar Jaksa Penuntut Umum tidak kesulitan dalam melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Untuk itu diperlukan pemahaman dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, sehingga aparat penegak hukum, khususnya hakim anak, dapat menjamin kepastian hukum guna terciptanya rasa keadilan bagi anak tersebut. Bahwa agar tidak terjadinya Penafsiran yang salah terhadap peraturan Perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, perlu dibuatkan Peraturan Pelaksanaan yang menjelaskan bahwa pelaksanaan wajib latihan kerja bagi anak yang di hukum denda dengan subsidair wajib latihan kerja di laksanakan di lembaga tertentu, guna menjamin terlaksananya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (incraht).Kata Kunci : anak nakal, Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
PELAKSANAAN ASAS PERADILAN CEPAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Terhadap Penerapan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pontianak) SAWARDI, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract This paper is studies of The Jurisdicature principle Impementation Quickly In Corruption Crime Case. By the legal and social legal reseach method, obtained conclusion that : (1) Execution resistance of justice principle quickly in corruption crime case in Pontianak Justice of Corruption Crime because : a. Condition of defendant experiencing pain strenghtened by description of medical doctor, so that jurisdiction conference experiences the several postponement; b. Public procecutor cannot present witness for a few times court session because witness livings outside Pontianak City and the many witness from civil service occupying structural enough important, so that is not able yet to leaving duty to testify at the time of conference; c. One of judge councilor at the time of conference cannot present because obstructive while and/or executes other duty outside territory of jurisdiction of respected district court. (2) Positive impact of specifying of range of time 120 corruption crime case account days in district court as referred to Section 29 Law Number 46, 2009 Key words : Quick Justice, criminal offense Abstrak Makalah ini membahas masalah Pelaksanaan Asas Peradilan Cepat Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi. Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif dan Sosiologis, diperoleh kesimpulan bahwa : (1) Hambatan pelaksanaan asas peradilan cepat dalam perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pontianak dikarenakan : a. Kondisi terdakwa yang mengalami sakit yang diperkuat keterangan dokter, sehingga sidang peradilan mengalami beberapa kali penundaan; b. Jaksa penuntut umum tidak dapat menghadirkan saksi untuk beberapa kali persdangan karena saksi berdomisili di luar Kota Pontianak dan banyaknya saksi dari PNS yang menduduki jabatan struktural cukup penting, sehingga belum dapat meninggalkan tugas untuk bersaksi pada saat persidangan; c. Salah satu anggota majelis hakim pada saat persidangan tidak dapat hadir karena berhalangan sementara dan/atau melaksanakan tugas lainnya di luar wilayah hukum pengadilan negeri bersangkutan. (2) Dampak positif dari ditetapkannya kurun waktu 120 hari penyelesaian perkara tindak pidana korupsi di pengadilan negeri sebagaimana dimaksud Pasal 29 UU No. 46 Tahun 2009 Kata Kunci : Peradilan Cepat, Tindak Pidana
SINKRONISASI PENEGAKAN HUKUM PIDANA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN UNDANG-UNDANG YANG TERKAIT DENGAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan) AMANDA, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThe thesis addresses the problem of synchronization Environmental Criminal Enforcement With The Law Relating to the Environment (case study of land and forest fires). From the results of research using the research method used in this study is a normative legal research, in which normative legal research is a scientific procedure to find the truth by logic of normative science is viewed from the side, it is concluded that: 1. Environmental criminal law enforcement and the criminal provisions in the legislation relating to the environment associated with the case of forest fire is still not contained kesinkronan, either because of discrepancies in the regulation of criminal sanctions and the enforcement process. 2. Factors affecting the enforcement of environmental criminal law and criminal provisions in the legislation relating to the environment in the case of forest fire, including less maximum investigations, especially in finding the evidence, the differences between law enforcement agencies in view of the evidence, the judge in the case of forest fire is more oriented offender regardless of the impact on the environment, the limited means or facilities, and the lack of commitment of local governments and law enforcement agencies in tackling forest fires and land contamination and the resulting destruction of the environment.Keyword : synchronization of Environmental Criminal EnforcementAbstrakTesis ini membahas masalah sinkronisasi Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup Dengan Undang-Undang Yang Terkait Dengan Lingkungan (studi kasus kebakaran hutan dan lahan). Dari hasil penelitian menggunakan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, di mana penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dipandang dari sisi normatifnya, diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Penegakan hukum pidana lingkungan hidup dan ketentuan pidana dalam undang-undang terkait dengan lingkungan dihubungkan dengan kasus kebakaran hutan dan lahan masih belum terdapat kesinkronan, baik karena ketidaksinkronan dalam pengaturan sanksi pidananya maupun dalam proses penegakan hukumnya. 2. Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pidana lingkungan hidup dan ketentuan pidana dalam undang-undang terkait dengan lingkungan dalam menangani kasus kebakaran hutan dan lahan, antara lain kurang maksimalnya penyidikan terutama dalam menemukan alat bukti, adanya perbedaan pandangan antar aparat penegak hukum dalam memandang suatu alat bukti, hakim dalam menangani kasus kebakaran hutan dan lahan lebih berorientasi pelaku dengan mengabaikan dampaknya bagi lingkungan, terbatasnya sarana atau fasilitas, dan kurangnya komitmen pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang berakibat terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.Kata Kunci : sinkronisasi Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup
PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PASAL 351 AYAT (1) DAN AYAT (2) KUHP JO PASAL 352 MELALUI RESTORATIVE JUSTICE DI WILAYAH POLRESTA PONTIANAK PUJI PRAYITNO, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractApplying of Restorative Justice to solving of maltreatment crime case as referred to Section 351 Sentences (1) and (2) Jo Section 352 Criminal Law in Pontianak District Police, assessed enough effective and efficient in : a. builds participation with between perpetrators, victim, and group of public finalizes an event or light crime; b. Places perpetrator, victim, and public as " stakeholders" is working together and directly tries finds solution regarded as fair for all party (win-win solutions); c. Pushs finalizes an event or criminal in the way of which more informal and personal, from at solving of in the way of attends legal procedure formal (rigid) and impersonal; d. Prevents maltreatment perpetrator is not to repeat its deed and always braids the relation of personal and social with victim in peace. Seen from in perpective purpose of law, applying of restorative justice to acting light maltreatment crime, hardly chiming in with the theory the priority theory kasuistik teaching applying of the priority depends on to case faced. Besides, also chimes in with the progressive law theory affirming that his(its the real law for man, not on the contrary man to punish. f it is compared to formulation Section 581 until Section 590 Draft Of above Bill of Criminal Law, with formulation Section 351 until Section 355 Criminal Law, hence there is extension glares at maltreatment that is is not solely about maltreatment to body, but also enters fight in teams and hardness in household as " glares at maltreatment".Key words: Abuse, Restorative JusticeAbstrakPenerapan Restorative Justice terhadap penyelesaian kasus tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 351 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP Jo Pasal 352 KUHP di wilayah Polresta Pontianak, dinilai cukup efektif (berdayaguna) dan efisien (berhasilguna) dalam : a. Membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban, dan kelompok masyarakat menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana ringan; b. Menempatkan pelaku, korban, dan masyarakat sebagai ”stakeholders” yang bekerja bersama dan langsung berusaha menemukan penyelesaian yang dipandang adil bagi semua pihak (win-win solutions); c. Mendorong menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana dengan cara-cara yang lebih informal dan personal, dari pada penyelesaian dengan cara-cara beracara yang formal (kaku) dan impersonal; d. Memprevensi pelaku penganiayaan untuk tidak mengulangi perbuatannya dan senantiasa menjalin hubungan personal dan sosial dengan korban secara damai. Dilihat dari perspektif tujuan hukum, penerapan restorative justice terhadap tindak tindak pidana penganiayaan ringan, sangat bersesuaian dengan teori teori prioritas kasuistik yang mengajarkan penerapan prioritas tersebut tergantung kepada kasus yang dihadapi. Selain itu, juga bersesuaian dengan teori hukum progresif yang menegaskan bahwa hukum itu sejatinya untuk manusia, bukan sebaliknya manusia untuk hukum. Jika dibandingkan formulasi Pasal 581 sampai Pasal 590 Draft RUU KUHP di atas, dengan formulasi Pasal 351 sampai Pasal 355 KUHP, maka terdapat perluasan delik penganiayaan yang tidak semata-mata mengenai penganiayaan terhadap badan, tetapi juga memasukkan perkelahian secara berkelompok dan kekerasan dalam rumah tangga sebagai “delik penganiayaan”.Kata Kunci : Penganiayaan, Restorative Justice
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN PEMEGANG POLIS SEBAGAI ANGGOTA PERTANGGUNGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA BUMIPUTERA 1912 PONTIANAK FROCKY FALDIO, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractAJB Bumiputera 1912 is a company that is widely used to transfer risk. Where the insured is binding to the insurer to accept a number of premium that has been agreed. Bumiputera in the insurance business is not a form of PT and CV it is a "joint venture". Therein lies the difference between a company AJB Bumiputera 1912 with insurance companies eat it are clearly visible in the position of the holder of the policy. This study aims to determine the legal relationship between the policyholder by the company AJB Bumiputera 1912 and to learn about the interests of policy holders as a member of the AJB Bumiputera 1912've got protection. This study used a normative study. Legal relationship that occurs between the policyholder with a life insurance company Bumiputera 1912 Joint has occurred when the agreement is further evidenced by an insurance policy. interests of policyholders represented by a representative body of members (BPA), which is the highest organ of the company in accordance with the company in the form of joint venture. In a collaborative effort, the risk borne by the participants themselves as the owner of the company. Interests of all policyholders AJB Bumiputera 1912 can be channeled through representative bodies in which members will determine and oversee the company.Key words: legal aspects, the insurer, the insuredAbstrakAJB Bumiputera 1912 adalah sebuah perusahaan yang banyak digunakan untuk mengalihkan risiko. Dimana tertanggung mengikatkan diri kepada penanggung dengan menerima sejumlah premi yang telah disepakati. Dalam usaha perasuransian ini Bumiputera bukanlah berbentuk PT maupun CV melainkan sebuah “usaha bersama”. Disinilah letak perbedaan antara perusahaan AJB Bumiputera 1912 dengan perusahaan asuransi lannya yang jelas terlihat pada kedudukan pemegang polisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hukum antara pemegang polis dengan Perusahaan AJB Bumiputera 1912 dan Untuk mengetahui tentang kepentingan pemegang Polis sebagai anggota pada AJB Bumiputera 1912 sudah mendapat perlindungan. Dalam penelitian ini digunakan penelitian normatiF. Hubungan hukum yang terjadi diantara pemegang polis dengan perusahaan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 telah terjadi ketika adanya kata sepakat yang kemudian dibuktikan oleh suatu polis asuransi. kepentingan dari pemegang polis terwakilkan oleh badan perwakilan anggota (BPA) yang mana merupakan organ tertinggi dalam perusahaan sesuai dengan bentuk perusahaannya yang berbentuk usaha bersama. Dalam usaha bersama, risiko dipikul oleh para peserta sendiri sebagai pemilik perusahaan. Kepentingan dari seluruh pemegang polis AJB Bumiputera 1912 dapat tersalurkan melalui badan perwakilan anggota yang mana ikut menentukan serta mengawasi jalannya perusahaan.Kata kunci : Aspek hukum, penanggung, tertanggung
APLIKASI PASAL 56 AYAT (1) KUHAP SEBAGAI KEWAJIBAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA PADA TINGKAT PENYIDIKAN (STUDI KASUS DI POLRESTA PONTIANAK) MUHAMMAD MUSA SURIN, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThis thesis discusses the application of Article 56 paragraph (1) Criminal Procedure Code as a legal obligation in the settlement of criminal cases at the level of investigation at the Police Pontianak. In addition, it also has the objective is to reveal and analyze the application of Article 56 Paragraph (1) Criminal Procedure Code as a legal obligation in the settlement of criminal cases at the level of investigation at the Police Pontianak, the factors that hinder the application of Article 56 Paragraph (1) Criminal Procedure Code as a legal obligation in settlement of criminal cases at the level of investigation in the United Kingdom Police and legal efforts are being made to apply Article 56 Paragraph (1) Criminal Procedure Code as a legal obligation in the settlement of criminal cases at the level of investigation at the Police Pontianak.Key words : Application of Article 56 Paragraph (1) of the Criminal CodeAbstrakTesis ini membahas tentang aplikasi Pasal 56 ayat (1) KUHAP sebagai kewajiban hukum dalam penyelesaian perkara pidana pada tingkat penyidikan di Polresta Pontianak. Di samping itu juga mempunyai tujuan yaitu untuk mengungkapkan dan menganalisis aplikasi Pasal 56 Ayat (1) KUHAP sebagai kewajiban hukum dalam penyelesaian perkara pidana pada tingkat penyidikan di Polresta Pontianak, faktor-faktor yang menghambat aplikasi Pasal 56 Ayat (1) KUHAP sebagai kewajiban hukum dalam penyelesaian perkara pidana pada tingkat penyidikan di Polresta Pontianak serta upaya hukum yang dilakukan untuk mengaplikasikan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP sebagai kewajiban hukum dalam penyelesaian perkara pidana pada tingkat penyidikan di Polresta Pontianak.Kata Kunci : Aplikasi Pasal 56 Ayat (1) KUHP,

Page 2 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2012 2012


Filter By Issues
All Issue Vol 4, No 4 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 9, No 2 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 2 Vol 8, No 1 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 1 Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 5 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 8, No 1 (2012): Jurnal Nestor - 2012 - 1 Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 2 Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 1 Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 2 Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 1 More Issue