Cermin Dunia Kedokteran
Cermin Dunia Kedokteran (e-ISSN: 2503-2720, p-ISSN: 0125-913X), merupakan jurnal kedokteran dengan akses terbuka dan review sejawat yang menerbitkan artikel penelitian maupun tinjauan pustaka dari bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat baik ilmu dasar, klinis serta epidemiologis yang menyangkut pencegahan, pengobatan maupun rehabilitasi. Jurnal ini ditujukan untuk membantu mewadahi publikasi ilmiah, penyegaran, serta membantu meningkatan dan penyebaran pengetahuan terkait dengan perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat. Terbit setiap bulan sekali dan disertai dengan artikel yang digunakan untuk CME - Continuing Medical Education yang bekerjasama dengan PB IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia)
Articles
22 Documents
Search results for
, issue
"Vol 49, No 1 (2022): Bedah"
:
22 Documents
clear
Eksisi Luas dan Rekonstruksi Karsinoma Sel Basal Wajah
HD, Suyuthie;
WA, Harahap;
D, Khambri;
R, Rustam
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 1 (2022): Bedah
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (517.142 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v49i1.1641
Pembedahan adalah terapi paling efektif untuk karsinoma sel basal (KSB). Meskipun sangat jarang bermetastasis, KSB menyebabkan destruksilokal luas mencakup kerusakan jaringan lunak, kartilago, dan tulang, sehingga memerlukan penanganan lebih komprehensif termasukrekonstruksi. Tulisan ini melaporkan tata laksana kasus serial karsinoma sel basal di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Januari hingga Mei 2020.Surgical treatment is the most effective treatment in basal cell carcinoma (BCC). Although metastasis is rarely found, basal cell carcinoma causesextensive local destruction including soft tissue, cartilage, and bone damage requiring more comprehensive treatment including reconstruction.A series of basal cell carcinoma cases management in Dr. M. Djamil General Hospital Padang during January to May 2020 was reported.
Pemeriksaan Radiologi dan Imaging untuk Perforasi Hollow Organ Abdomen
Widayana, Komang Ady
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 1 (2022): Bedah
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (822.578 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v49i1.1646
Perforasi saluran gastrointestinal melibatkan organ lambung, duodenum, usus kecil, atau usus besar terjadi akibat kerusakan dinding saluran gastrointestinal disertai pelepasan konten intraluminal ke dalam rongga peritoneal atau retroperitoneal. Perforasi saluran gastrointestinal merupakan keadaan darurat medis umum dengan angka kematian tinggi; biasanya membutuhkan pembedahan darurat. Diagnosis dan pengobatan segera sangat penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Foto polos abdomen dapat menjadi bantuan penting untuk diagnosis perforasi saluran gastrointestinal. Ultrasonografi dapat berguna untuk menentukan tidak hanya keberadaan, tetapi juga penyebab pneumoperitoneum. Multidetector computed tomography merupakan modalitas pilihan untuk evaluasi dugaan perforasi karena sensitivitas dan akurasinya yang tinggi. Perforation of the gastrointestinal tract involves organs of the stomach, duodenum, small intestine, or large intestine that result from damage of the gastrointestinal tract accompanied by intraluminal content release into the peritoneal or retroperitoneal cavities. Gastrointestinal perforation is a common medical emergency associated with high mortality; usually requires emergency surgery. Prompt diagnosis and treatment is essential. Plain abdominal radiographs can be an important aid for diagnosis gastrointestinal perforation. Ultrasound can also be used to determine not only the presence, but also the cause of pneumoperitoneum. Multidetector computed tomography is the modality of choice for the evaluation of suspected perforation because of its high sensitivity and accuracy.Â
Perdarahan Neonatus Akibat Defisiensi Vitamin K: Diagnosis, Tata Laksana, dan Pencegahan
Linardi, Jadei Irene
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 1 (2022): Bedah
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (97.021 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v49i1.1649
Perdarahan neonatus akibat defisiensi vitamin K (PDVK) merupakan salah satu gangguan koagulasi didapat, dengan manifestasi tidak spesifik. Perdarahan dapat bervariasi mulai dari perdarahan kulit hingga perdarahan intrakranial yang mengancam jiwa. Terdapat 3 bentuk klinis PDVK, yaitu onset dini, klasik, dan lambat. Tata laksana meliputi pemberian vitamin K dan/atau fresh frozen plasma (FFP). Pencegahan dengan vitamin K profilaksis pada bayi baru lahir. Vitamin K deficiency bleeding (VKDB) in newborn is an acquired coagulation disorder with nonspecific clinical manifestations. The symptoms are from skin bleeding to a life-threatening intracranial bleeding. Three types of VKDB according to its onset are early, classic and late type. Proper managements of VKDB include administration of vitamin K and/or fresh frozen plasma (FFP). Prevention can be done by giving vitamin K prophylaxis in newborn.Â
Function after Wrist Arthrodesis with Non-Vascularized Fibular Graft in Distal Radius Giant Cell Tumor: Case Series
Rahmadhany, Heru
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 1 (2022): Bedah
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (163.054 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v49i1.1642
Giant cell tumor (GCT) of bone, the most common benign locally aggressive bone tumor, accounts for 4% to 5% of all primary bone neoplasmsand 20% of benign bone tumors. The distal radius is the third commonest site of involvement in about 10% of GCT cases. Due to the highrecurrence rate after curettage of the more progressed lesions, most surgeons prefer en bloc resection followed by reconstruction. Cases: Threedistal radius GCT Campanacci III cases underwent en bloc resection and wrist arthrodesis with non-vascularized fibular graft. The mean follow-upperiod was nine months (6-12 months). Patients were evaluated with the Disabilities of the Arm, Shoulder, and Hand (DASH) Score. Results: Unionhad been achieved in 2 patients, and implant removal was done. One patient needs cancellous bone grafting after implant removal—no sign ofrecurrence after one year. DASH score showed moderate disability. Conclusion: Autogenous non-vascularized fibular graft reconstruction canbe considered a reasonable option after en bloc resection of distal radius GCT. Giant Cell Tumor (GCT) adalah tumor tulang jinak yang paling sering dijumpai, bersifat agresif secara lokal, merupakan 4-5% dari seluruhneoplasma tulang primer dan 20% dari seluruh tumor tulang jinak. Radius distal merupakan lokasi GCT terbanyak ketiga, mencakup 10% kasusGCT. Mengingat tingginya rekurensi setelah prosedur kuretase, lebih disukai reseksi en bloc diikuti rekonstruksi. Kasus: Tiga pasien GCT padaradius distal (Campanacci III) menjalani reseksi en bloc disertai arthrodesis pergelangan tangan. Follow-up rata-rata selama 9 bulan (range 6-12bulan). Pasien dinilai menggunakan skor Disabilities of the Arm, Shoulder, and Hand (DASH). Hasil: Union tulang tercapai pada 2 pasien, dan implantelah dicabut. Satu pasien membutuhkan graft dari tulanag cancellous setelah pencabutan implan. Tidak didapatkan rekurensi pada periodefollow-up satu tahun. Skor DASH menunjukkan disabilitas sedang pada ketiga pasien. Simpulan: Prosedur rekonstruksi menggunakan nonvascularized fibular graft baik dilakukan setelah reseksi en bloc pada pasien GCT radius distal.
Sindrom Felty – Diagnosis dan Tata Laksana
Hardika, Putu Stephanie Apriliana
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 1 (2022): Bedah
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (198.122 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v49i1.1638
Sindrom Felty merupakan kondisi medis dengan karakteristik trias yaitu artritis reumatoid, neutropenia, dan splenomegali; terjadi pada beberapa kasus artritis reumatoid erosif yang sudah berlangsung lama. Hanya 1 – 3% pasien artritis reumatoid akan berkembang menjadi Sindrom Felty. Peran genetik (HLA-DR4) dan faktor lingkungan berperan dalam terjadinya kondisi ini. Neutropenia persisten dengan hitung neutrofil absolut umumnya kurang dari 1500/mm3 merupakan ciri khas diagnosis Sindrom Felty. Kondisi medis ini biasanya asimtomatik, infeksi lokal serius atau sistemik bisa menjadi petunjuk awal. Terapi farmakologi menggunakan disease-modifying anti-rheumatic drugs (DMARDs); methotrexate oral dosis rendah menjadi modalitas terapi lini pertama. Splenektomi merupakan upaya terakhir dalam algoritma penatalaksanaan Sindrom Felty. Felty Syndrome is a medical condition characterized by triad of rheumatoid arthritis, neutropenia, and splenomegaly; occurs in few cases of longstanding erosive rheumatoid arthritis. Only 1 – 3% rheumatoid arthritis patient developed Felty Syndrome. Genetic (HLA-DR4) and environmental factors are involved in its pathophysiology. Persistent neutropenia with absolute neutrophil count less than 1500/mm3 is a diagnosis hallmark. Felty syndrome may be asymptomatic, but local serious or systemic infections may be the first clue to the diagnosis. Pharmacological therapy as the first-line therapy use disease-modifying anti-rheumatic drugs (DMARDs) such as oral low dose methotrexate. Surgical approach (splenectomy) is the last resort in Felty Syndrome management.
Potensi Kurkumin Kombinasi Silibinin (Cur-Sil)-Loaded Nanopartikel Magnetik (Fe3O4) Termodifikasi [Poly(Ethyelene Caprolactone)-Poly(Ethyelene Glycol) (PCL-PEG)] Ko-polimer sebagai Inhibitor Gen Leptin dalam Tata Laksana Kanker Paru
Wisnawa, Ayu Dilia Febriani
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 1 (2022): Bedah
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (501.81 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v49i1.1643
Pendahuluan: Kanker paru merupakan kanker dengan insiden paling tinggi dan menyebabkan mortalitas yang signifikan pada pria. Leptin, sitokin derivat adiposit, memainkan peran penting pada proses karsinogenesis kanker paru. Kurkumin dan silibinin adalah komponen herbal alami dengan karakteristik antikanker bersifat multitarget. Diskusi: Teknologi nanopartikel magnetik (Fe3O4) memiliki sifat super-paramagnetik yang unik, sehingga meningkatkan kemampuan untuk mencapai target spesifik. Nanopartikel magnetik dilapisi dengan kopolimer polyethylene-caprolactone-polyethylene glycol (PCL-PEG) untuk meningkatkan stabilitas dan mengeliminasi kemungkinan agregasi permukaan substansi kurkumin dan silibinin yang dilapisi nanopartikel. Subtansi kurkumin dan silibinin dalam nanopartikel magnetik (Fe3O4) berbasis PCL-PEG termodifikasi digunakan sebagai inhibitor ekspresi leptin. Simpulan: Tinjauan pustaka menunjukkan berbagai manfaat farmakologi kurkumin dan silibinin ter-enkapsulasi nanopartikel magnetik berbasis kopolimer PCL-PEG termodifikasi sebagai inhibitor ekspresi leptin yang efektif tanpa toksisitas pada jaringan normal. Penemuan ini dapat digunakan sebagai alternatif tata laksana kanker paru di Indonesia.Introduction: Lung cancer is the highest incidence of cancer and causes significant mortality in male. Leptin, an adipocyte derivative cytokine, plays a role in carcinogenesis in lung cancer. Curcumin (CUR) and silibinin (SIL) are natural herbal compounds with multitargeted anticancer properties. Discussion: Magnetic nanoparticle (Fe3O4) technology has unique super-paramagnetic properties, increasing the ability to reach specific targets. Magnetic nanoparticles are coated with polyethylene-caprolactone-polyethylene glycol (PCL-PEG) copolymers to improve stability and to eliminate the possibility of surface aggregation of nanoparticles-load curcumin and silibinin substances. The modified PCL-PEG-based magnetic nanoparticles (Fe3O4) of curcumin and silibinin are used as inhibitors of leptin expression. Conclusion: Literature studies reveal various pharmacological advantages of curcumin and silibinin encapsulated with modified PCL-PEG copolymers magnetic nanoparticles as effective inhibitors in leptin expression without toxicity in normal tissue. It can be used as an alternative in lung cancer management in Indonesia. Â
Kualitas Hidup Penderita Presbikusis di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak tahun 2019
Safitri, Maisara;
Nurfarihah, Eva;
Handini, Mitra
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 1 (2022): Bedah
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (165.682 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v49i1.1635
Prevalensi presbikusis sebesar 30-35% di antara orang berusia 65-75 tahun di Indonesia. Presbikusis mengganggu komunikasi dan memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara gangguan pendengaran dan kualitas hidup penderita presbikusis di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak. Penelitian analitik dilakukan dengan pendekatan potong lintang. Subjek penelitian berjumlah 39 orang. Kualitas hidup pada penelitian ini diukur dengan kuesioner HHIE-S (Hearing Handicap Inventory for the Elderly-Screening). Analisis data dengan uji Kendall’s tau c menunjukkan p value = 0,0000 dan nilai korelasi sebesar 0,675. Terdapat korelasi kuat antara gangguan pendengaran dan kualitas hidup penderita presbikusis di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak tahun 2019. The prevalence of presbycusis among 65-75 year-olds in Indonesia is 30-35%. Presbycusis will reduce their communication ability and impact their quality of life. This study aimed to determine the correlation between degree of hearing loss and quality of life among presbycusis patients at RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie. Thirty nine subjects were included in this analytical cross-sectional study. The quality of life was measured using the HHIE-S (Hearing Handicap Inventory for the Elderly-Screening) questionnaire. Kendall’s tau c analysis resulted in p value = 0.0000 and correlation coefficient was 0.675. Severity of hearing loss is strongly related to quality of life among presbycusis patients at RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie in Pontianak in 2019.
Aspek Klinis Ambliopia
Yuliana, Jeni
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 1 (2022): Bedah
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (96.48 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v49i1.1639
Ambliopia didefinisikan sebagai kondisi penurunan tajam penglihatan pada satu atau kedua mata walaupun dengan koreksi tajam penglihatan terbaik (best corrected visual acuity), yang tidak berhubungan dengan kelainan struktural anatomi mata ataupun jaras penglihatan. Ambliopia merupakan penyebab penurunan tajam penglihatan paling sering pada anak dan dewasa. Sebagian besar kasus dapat dicegah dan reversibel apabila terdeteksi dini dan mendapat terapi yang tepat. Terapi ambliopia mencakup menghilangkan penyebab terhalangnya aksis penglihatan, koreksi kelainan refraksi yang ada, dilanjutkan terapi untuk merangsang penggunaan mata yang mengalami ambliopia. Amblyopia is defined as reduction of best-corrected visual acuity in one eye or both that cannot be attributed to any structural abnormality of the eye or visual pathways. Amblyopia is the most common cause of decreased visual acuity in children and adults. Most cases are preventable and reversible if detected early and with appropriate therapy. Treatment includes removal of any obstruction of the visual axis, correction of any significant refractive errors, followed by treatment designed to encourage utilization of the amblyopic eye.
Sirosis Hepatis - Reversibel atau Irreversibel?
Yong, Bernard Jonathan Christian;
Vidor, Marco
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 1 (2022): Bedah
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (177.724 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v49i1.1644
Sirosis hepatis adalah tahap akhir penyakit hati dengan berbagai penyebab, antara lain kelainan metabolik atau infeksi hepatitis B dan hepatitis C. Hingga saat ini, sirosis hepatis diyakini sebagai proses tidak reversibel, yang berujung dengan transplantasi hati. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan pemahaman tentang patogenesis, sirosis hepatis mungkin bersifat reversibel. Liver cirrhosis is a final stage of liver disease with many etiologies, i.e. metabolic disorder or infection like type B hepatitis and type C hepatitis. Liver cirrhosis is still being considered as an irreversible disease, which leads to liver transplantation. But as far as the development of technology and knowledge of liver cirrhosis pathogenesis, liver cirrhosis might be considered as a reversible process.
Pencegahan dan Manajemen Vaginosis Bakterial
Rosita, Fiska;
Dewi, Putti Fatiharani;
Aliwardani, Ambar
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 1 (2022): Bedah
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (151.211 KB)
|
DOI: 10.55175/cdk.v49i1.1640
Gangguan keseimbangan flora bakteri normal dalam vagina menyebabkan vaginosis bakterial. Vaginosis bakterial dapat tidak menunjukkan gejala atau ditandai dengan duh tubuh putih keabuan disertai bau amis. Skor Nugent merupakan standar emas untuk diagnosis. Penggunaan probiotik menunjukkan hasil memuaskan sehingga dipertimbangkan dalam manajemen bakterial vaginosis. Bacterial vaginosis is caused by disruption of normal bacterial flora balance in the vagina. This disease may show no symptoms; can be characterized by the presence of agrayish-white discharge accompanied by a fishy odor. Nugent score is the gold standard for diagnosis. The use of probiotics shows satisfactory results; and may be considered in the management of bacterial vaginosis.Â