cover
Contact Name
I Gede Yoga Permana
Contact Email
ejurnalwidyasastra@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
ejurnalwidyasastra@gmail.com
Editorial Address
Jalan Pulau Timor Nomor 24 Banyuning, Buleleng, Bali
Location
Kab. buleleng,
Bali
INDONESIA
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu
ISSN : 19079559     EISSN : 26567466     DOI : https://doi.org/10.36663/
Fokus dari Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu adalah penelitian dalam lingkup 1. Pendidikan Agama Hindu 2. Pendidikan Kebudayaan berbasis Agama Hindu 3. Pendidikan Agama Hindu berbasis Teknologi
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 2 No 2" : 9 Documents clear
OPTIMALISASI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI Gusti Ayu Putu Sukarmi
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 2 No 2
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (740.188 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v2i2.12

Abstract

Kemajuan mutu pendidikan utamanya peningkatan proses pembelajaran yang dilakukan guru di sekolah akan mampu diupayakan lewat sebuah penelitian tindakan. Oleh karenanya penulis mencoba melakukan penelitian ini demi adanya upaya perbaikan tersebut. Tujuan tersebut lebih jelas lagi dan lebih terfokus lagi adalah untuk meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti siswa Kelas 1 semester I SD Negeri 1 Sembung Gede Tahun Pelajaran 2017/2018 setelah optimalisasi penggunaan model pembelajaran Inkuiri dalam pembelajaran. Peningkatan prestasi belajar tersebut datanya diperoleh lewat pemberian tes, setelah data diperoleh, selanjutnya dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Perolehan data hasil penelitian ini, ternyata menggembirakan setelah cara pembelajaran yang konvensional dirubah menggunakan model Inkuiri. Kegiatan penelitian ini menghasilkan suatu peningkatan yang diharapkan yaitu meningkatnya perolehan data awal yang baru mencapai 69,79 dengan ketuntasan belajar 50% pada siklus I naik menjadi 72,44 dengan ketuntasan belajar 67%, dan pada siklus II naik menjadi 82,72 dengan ketuntasan belajar 94%. Hasil tersebut membuktikan keberhasilan penelitian ini sehingga peneliti berkesimpulan bahwa usaha maksimal penggunaan model pembelajaran Inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti siswa kelas 1 semester I SD Negeri 1 Sembung Gede tahun pelajaran 2017/2018.
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM AJARAN WEDA DAN IMPLEMENTASINYA PADA MASYARAKAT GRIYA DI KABUPATEN BULELENG I Nengah Dwi Endra Suanthara
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 2 No 2
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.468 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v2i2.13

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah: mengkaji nilai-nilai pendidikan budi pekertidalam ajaran Veda dan implemntasi pendidikan budi pekerti dalam masyarakatGriya di Kabupaten Buleleng. Beberapa teori yang digunakan untuk mengkajimasalah yang diteliti antara lain; materi yang berhubungan griya, pendidikan BudiPekerti dan Weda sebagai sumber pendidikan Budi Pekerti. Penelitian inidirancang dengan penelitian emperik jenis deskriptif kualitatif Teknik Penentuaninforman (Sampel) yang digunakan adalah purposive sampling dengan tekniksnowball. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalahwawancara, observasi dan dokumentasi/pencatatan dokumen. Sedangkananalisis data yang digunakan adalah: deskriptif kualitatif. Berdasarkan analisisdata diperoleh hasil sebagai berikut. Pendidikan budi pekerti yang ditemukandalam ajaran Weda antara lain: (a) menanamkan Sraddha (Keimanan) danReligiusitas, (b) berbhakti kepada orang tua, (c) mencintai dan menghormatiguru, (d) mencintai dan menghormati saudara, kakak dan adik, (e) mencintai danmenghormati sahabat dan teman-teman, (f) mencintai tanah air dan bangsa, (g)bersikap ramah dan berbicara manis, (h) mengembangkan kebajikan, (i)mengembangkan kesucian hati, (j) taat sembahyang dan rajin belajar, (k)kebenaran dan pengorbanan serta kegiatan yang benar, (l) kedamaian dankesabaran, (m) kesetaraan gender, (n) hak azasi manusia, (o) demokrasi danmusyawarah mufakat, (p) keadilan, (q) tanggungjawab, keuletan, dan kerjasama,(r) penghargaan dan harmonis dengan lingkungan sosial dan alam. Semua nilaitersebut masih tetap terimplementasi dalam keluarga Griya dengan mengikutiperkembangan jaman termasuk IPTEK
PAKAIAN ADAT KE PURA PADA GENERASI REMAJA HINDU DI DESA SARI MEKAR (PERSPEKTIF SOSIAL, BUDAYA DAN RELIGIUS) Ni Nyoman Sariyani
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 2 No 2
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (566.955 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v2i2.14

Abstract

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui: 1) jenis pakaian adat ke purapada generasi remaja Hindu di desa Sari Mekar; 2) pakaian adat ke pura pada generasiremaja Hindu di desa Sari Mekar dalam perspektif sosial; 3) pakaian adat ke pura padagenerasi Remaja Hindu di desa Sari Mekar dalam perspektif budaya; 4) pakaian adat kepura pada generasi Remaja Hindu di desa Sari Mekar dalam perspektif religius.Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metodepenelitian, yaitu: 1) penentuan informan dengan menggunakan dua metode yaituPurposive Sampling dan Snowball Sampling, 2) teknik pengumpulan data yang terdiridari teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen, 3) metode keabsahan data yangterdiri dari uji kredibilitas data, uji transibilitas data, uji reliabilitas data dan uji objektifitasdata, 4) analisis data.Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) jenis pakaian adat ke pura di desaSari Mekar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu berdasarkan kelengkapanpakaiannya yang terdiri dari pakaian adat nista atau pakaian adat yang belum lengkapyang terdiri dari kamen, selendang dan baju kaos untuk wanita serta kamen, selendang,baju kaos atau kemeja dan udeng untuk laki-laki, pakaian adat madya atau pakaian adatyang sudah lengkap secara filosofi yang terdiri dari kamen, sabuk, kebaya dan selendangserta rambut harus dipusung untuk wanita serta kamen, saput, selendang dan udenguntuk laki-laki. Dan pakaian adat utama atau payas agung yang merupakan pakaian adatyang sudah lengkap secara asesoris serta berdasarkan jenis kelamin; 2) pakaian adat kepura pada generasi remaja Hindu di desa Sari Mekar dalam perspektif sosial dapat dilihatdari pakaian adat yang dipakai. Pakaian adat juga dapat membedakan status sosialseseorang di masyarakat; 3) pakaian adat ke pura pada generasi Hindu di desa SariMekar dalam perspektif budaya dapat dilihat dari model pakaian adat yang dipakai.Pemilihan model pakaian adat ke pura dari yang sederhana sampai dengan modern baikberdasarkan jenis, motif serta model pakaian adat; 4) pakaian adat ke pura padagenerasi Hindu di desa Sari Mekar dalam perspektif religius dapat dilihat dari dua aspekyaitu berdasarkan tri angga yaitu dewa angga (pakaian adat dari leher ke kepala)manusa angga (pakaian adat dari atas pusar ke leher), butha angga (pakaian adat daribawah sampai pusar).
PURA SIWA MANIK DALANG DI DESA PEMARON (PERSPEKTIF FILOSOFOFIS, FUNGSI DAN BUDAYA) I Ketut Suardana
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 2 No 2
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (438.891 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v2i2.15

Abstract

Penelitian kualitatif ini memiliki manfaat teoritis dan praktis yang diulasmempergunakan Teori Religi, Teori Simbol dan Teori Fungsional Struktural. Dalampengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa metode, antara lain: metodeobservasi, metode wawancara, metode dokumentasi untuk mendokumentasikan kejadianyang ditunjang dari beberapa sumber pustka selanjutnya data dianalisis melalui langkahlangkah secara siklus yaitu mulai dari reduksi data, display/penyajian data, pengambilankesimpulan.Sejarah Pura Siwa Manik Dalang berawal dari perjalanan I Dewa Bagus ManikDalang yang merupakan orang yang pertama kali mementaskan kesenian wayang kulit diBali yang berasal dari Klungkung. Odalan di Pura Siwa Manik Dalang jatuh pada wukuWayang yang dimulai pada hari Minggu Wuku Wayang sampai hari Sabtu WukuWayang. Struktur pembangunan tempat suci di Pura Siwa Manik Dalang di bagi menjadidua bagian yaitu: Madya Mandala (Jaba Tengah), Utama Mandala (Jeroan).Pangempon/panyungsung Pura Siwa Manik Dalang adalah krama pemaksanDesa Pakraman Pemaron dari warga Arya Lanang Dauh serta sebagian warga PasekGelgel yang ada di Dusun Munduk Piseng, Desa Anturan, Kecamatan Buleleng. Di lihatdari segi budaya hindu pura siwa manik dalang merupakan pura yang sangat perludiletarikan karena pur tersebut dapat difungsikan sebagai pura pengobatan apabila adaorang yang lahir diantara wuku wayang sehingga perlu dib uatkan upacara penyapuleger.Dengan keberadaan pura ini umat hindu yang berada diwilayah buleleng tidakperlu lagi memohon tirta pengelukatan wayang jauh-jauh cukup dengan memohon dipura tersebut pelaksanaan upacara sudah dianggap selesai.
TRADISI GEBUG ENDE BENTUK RITUAL MEMOHON HUJAN PADA MASYARAKAT SERAYA DI DESA PATAS KABUPATEN BULELENG Dewa Nyoman Sucita
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 2 No 2
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.626 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v2i2.16

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai hal ikhwal terkait denganpementasan Gebug Ende yang dilaksanakan dalam kaitannya dengan memohon hujan padamasyarakat Seraya, di desa Patas, Kecamatan Gerogak, Kabupaten Buleleng. Untukmencapai tujuan itu digunakan beberapa metode, antara lain metode pendekatan purposivesampling dan snowball sampling, metode pengumpulan data, wawancara dan pencatatandokumen dan metode analisis data kualitatif. Di samping itu, ditunjang pula oleh teori relegidari Koentjaraningrat. Berdasarkan hal tersebut hasil yang diperoleh sebagai berikut: 1). Larabelakang pementasan tradisi Gebug Ende pada upacara memohon hujan adalah sejarahkemenangan prajurit-prajurit Karangasem yang berasal dari desa Seraya berkat adanyahujan lebat pada saat perang melawan prajurit Seleparang, sehingga setiapkekeringan/kemarau, dilaksanakan ritual mememohon hujan selalu disertai denganpermainan perang-perangan yang disebut Gebug Ende. 2). Upakara yang mengiringipementasan tradisi Gebug Ende di desa Patas, sangat sederhana, yakni berupa sesajenatau banten. Banten yang digunakan sangat sederhana terdiri dari beberapa jenis bantensaja, yaitu canang raka, daksina, dan segehan nasi hitam putih.3). Tempat pementasantradisi Gebug Ende tidak harus mencari tempat suci, melainkan tepat atau areal yang luasdan datar yang berada di wilayah atau kawasan desa Patas. Oleh karena itu, tempatnya bisaberpindah-pindah. 4). Pakaian dan perlengkapan peserta Gebug Ende di desa Patas hanyamenggunakan 1). Destar/ikat kepala berwarna merah sebagai lambang keberanian, (2).Kain/kamen, dipakai dengan mebulet ginting dan (3). Saput poleng, (hitam putih) sebagailambang rwa bhineda (baik buruk). 5).Tata cara pementasan tradisi Gebug Ende di desaPatas dipimpin oleh seorang saya, yang diawali dengan ritual keagamaan. Selanjutnya sayamenyampai aturan permainan.
KOMODIFIKASI TARI KECAK DALAM SENI PERTUNJUKAN DI BALI (KAJIAN ESTETIKA HINDU) Wayan Seriasih
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 2 No 2
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.835 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v2i2.17

Abstract

Tari Kecak adalah salah satu jenis kesenian tradisional dari Bali yang diciptakanpada kisaran tahun 1930 oleh seorang penari sekaligus seniman dari Bali yakni WayanLimbak. Selain antusias masyarakat Bali terhadap seni garapan Wayan Limbak ternyatapara wisatawan yang berkunjung ke Bali juga sangat tertarik dalam menyaksikan sebuahpertunjukan gerak seni ini. Tak heran jika pemerintah daerah setempat menjadikan tarianini sebagai salah satu icon kesenian dan kebudayaan daerah. Tari tradisional Bali iniberfungsi sebagai sarana hiburan sekaligus usaha melestari kebudayaan Hindu di Bali.Dalam tarian ini hampir tidak ada alat musik pengiring kecuali suara gemerincing sertasuara “cak-cak-cak-cak” dari para penari. Sendratari ini menceritakan tentang kisahRamayana yakni peristiwa diculiknya Dewi Shinta oleh Rahwana hingga pembebasannyayang dilakukan oleh Rama beserta pasukannya. Secara estetis Tari Kecak dapat dilihatdalam setiap ritme gerakannya dan juga tempat pementasannya.
WACANA PRANAWA MANTRA “OM” DALAM PERSPEKTIF LINGUSTIK BUDAYA I Wayan Gara
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 2 No 2
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (536.291 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v2i2.18

Abstract

Mantra dalam agama Hindu merupakan salah satu instrumen yang sangat vitalperanannya untuk pemujaan (sembahyang), persembahan yadnya, meditasi, dansebagainya. Demikian pula mantra/japa mantra memiliki daya magis dan mistik untukkeselamatan, kejayaan, dan kesuksesan dalam meraih cita-cita. Ketepatan dalamperapalan suatu mantra/japa mantra sesuai dengan fungsinya dapat memberikan fibrasidaya-daya mantra/japa mantra dimaksud.Pranawa Mantra ”Om” sangat menarik perhatian untuk diangkat dalam sebuahpenelitian ilmiah. Studi terhadap sebuah realitas simbolik yang fenomenal ini mengkajibentuk, makna, dan fungsi Pranawa Mantra ”Om”. Tujuannya untuk mengungkapkanrealitas hubungan bahasa dan budaya dalam Pranawa Mantra ”Om” yang memilikibentuk, makna, dan fungsi tertentu. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambahwawasan ilmu pengetahuan, terutama bidang ilmu interdispliner bahasa dan budaya.Demikian pula hasil penelitian ini berguna sebagai salah satu referensi sehubungandengan studi linguistik budaya dan spiritual yang bernuansa Hindu.Studi Pranawa Mantra ”Om” menggunakan teori linguistik budaya, yaknipengkajian bahasa dalam konteks budaya, terutama mempelajari makna di balik simbolbudaya yang fungsional. Metodologi penelitiannya meliputi: (1) pendekatanfenomenologik yang religius, empirik, komprehensif, dan etnografik – etnometodologik;(2) metode pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan observasi, wawancara,dan studi pustaka, yang ditunjang dengan teknik catat, pancing, dan rekam; (3) metodeanalisis data mencakup: reduksi data, penyajian data, dan simpulan.
OGOH-OGOH DAN HARI RAYA NYEPI I Dewa Gede Ngurah Diatmika
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 2 No 2
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (469.85 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v2i2.19

Abstract

Dalam memeriahkan hari raya nyepi, biasanya muda-mudi pada suatu desa pakramansetelah melakukan upacara taur kesanga menggelar pawai ogoh-ogoh. Pawai ogoh-ogoh inidilaksanakan sebagai ekspresi dari nyomia bhuta kala menjadi bhuta hita. Oleh karena itu, ogohogoh yang dibuat sehubungan dengan menyemarakkan hari raya nyepi hendaknya dalam wujudbhuta kala. Ogoh-ogoh itu selanjutnya diarak keliling desa pakraman yang bersangkutan sambildiiringi oleh tetabuhan baleganjur. Agar ogoh-ogoh yang sudah selesai diarak keliling desapakraman tidak dimasuki oleh bhuta kala, maka ogoh-ogoh itu sebaiknya diprelina dengan jalanmembakar di setra atau kuburan milik desa pakraman yang bersangkutan. Ogoh-ogoh yang diarakkeliling desa pakraman sebetulnya murni merupakan kreativitas seni dan budaya desa pakramansetempat, mengingat ogoh-ogoh itu tidak ada koneksitasnya dengan hari raya nyepi.
KURIKULUM IDEAL, KURIKULUM AKTUAL, DAN HASIL BELAJAR Ni Nyoman Mastiningsih
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 2 No 2
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (418.201 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v2i2.20

Abstract

Kurikulum merupakan komponen yang sangat vital harus diketahui oleh seorang guru, karena kurikulum dapat berperan sebagai tuntunan utama di dalam membuat RPP yang akan dikomunikasikan di kelas pada suatu bidang studi. Kurikulum yang digunakan untuk menyusun RPP oleh guru-guru bidang studi pada suatu sekolah menengah, yang merupakan turunan dari kurikulum ideal sering dikenal dengan kurikulum aktual. Sedangkan kurikulum yang dikeluarkan oleh Depdikbud yang seharusnya dikembangkan menjadi RPP dikenal sebagai kurikulum ideal. Makin jauh kesenjangan kurikulum aktual dengan kurikulum ideal, maka program pembelajaran yang dikomunikasikan oleh guru yang bersangkutan menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah, yang berefek lanjut pada kualitas sekolah yang rendah. Sebaliknya, makin sempit, bahkan tidak ada kesenjangan antara kurikulum ideal dengan kurikulum aktual, maka program pembelajaran yang dikomunikasikan oleh guru yang bersangkutan menyebabkan hasil belajar siswa menjadi tinggi, yang berefek lanjut pada kualitas sekolah yang tinggi.

Page 1 of 1 | Total Record : 9