cover
Contact Name
Sandy Theresia
Contact Email
sandytheresia.md@gmail.com
Phone
+6285350877763
Journal Mail Official
journalmanager@macc.perdatin.org
Editorial Address
Jl. Cempaka Putih Tengah II No. 2A, Cempaka Putih, Central Jakarta City, Jakarta 10510
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Majalah Anestesia & Critical Care (MACC)
Published by Perdatin Jaya
ISSN : -     EISSN : 25027999     DOI : https://doi.org/10.55497/majanestcricar.xxxxx.xxx
Core Subject : Health,
We receive clinical research, experimental research, case reports, and reviews in the scope of all anesthesiology sections.
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 33 No 2 (2015): Juni" : 10 Documents clear
Koreksi Hipokalemia dengan KCL pada Pasien-pasien di ICU Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung Januari–Februari 2014: Dede A Hidayat, Iwan Fuadi, Ruli H. Sitanggang Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 2 (2015): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1760.09 KB)

Abstract

Hipokalemia (K plasma<3.5mEq/L) merupakan gangguan elektrolit yang paling sering dijumpai pada pasien di Intensive Care Unit (ICU). Sebagian besar kasus hipokalemia di ICU berhubungan dengan keadaan asupan yang kurang, gangguan pencernaan, gangguan ginjal, pemberian diuretik, insulin, dan infeksi berat. Hipokalemia bisa tanpa gejala sampai dengan komplikasi yang bervariasi hingga menyebabkan kematian. Penelitian dilakukan dengan metoda prospektif observasional pada pasien yang dirawat di ICU Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung selama bulan Januari–Februari 2014, dari hasil penelitian didapatkan hipokalemia ringan sebanyak 17 pasien (51,5%), hipokalemia sedang 13 pasien (39,4%) dan hipokalemia berat 3 pasien (9,1%). Hasil koreksi KCl intravena (i.v.) pada hipokalemia ringan didapatkan hasil perbaikan pada 9 pasien (53%), pada hipokalemia sedang sebanyak 3 pasien (23.1%) dan pada hipokalemia berat tidak ada perubahan. Komplikasi terutama terjadI pada pasien hipokalemia berat yang tidak respons terhadap koreksi. Simpulan penelitian ini adalah angka kejadian hipokalemia di ICU RSHS Bandung selama bulan Januari sampai dengan Februari 2014 sebanyak 33 orang pasien (31,4%). Pascakoreksi dengan KCl i.v., 12 orang pasien (36,4%) mengalami perbaikan dan 21 orang pasien (63%) tidak mengalami perubahan dan mengalami perburukan.
Efektivitas Fentanil 1 μg/kgBB untuk Mencegah Agitasi Saat Pulih Sadar Setelah Anestesi Umum dengan Sevofluran pada Pasien Pediatrik: Renny Bernouli, Yusni Puspita, Endang Melati Maas, Theodorus Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 2 (2015): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1852.338 KB)

Abstract

Agitasi pulih sadar merupakan suatu masalah pasca anestesi umum yang mengganggu pemulihan seorang anak dan memberikan tantangan tersendiri dalam penilaian dan manajemennya. Fentanil dihipotesiskan dapat mencegah agitasi pulih sadar setelah anestesi umum dengan sevofluran pada pasien pediatrik. Dalam penelitian uji klinis eksperimental buta ganda ini, 34 anak (umur 2–7 tahun) yang menjalani operasi minor dalam anestesi umum dengan sevofluran, telah dipilih untuk mendapat pemberian fentanil intravena 1 μg/kgBB atau plasebo sebelum akhir operasi. Dalam periode 30 menit setelah akhir anestesi, dilakukan evaluasi kejadian agitasi saat pulih sadar (berdasarkan skor WATCHA ≥3) dan efek samping pemberian fentanil. Karakteristik pemulihan, termasuk waktu bangun, durasi agitasi, skor nyeri menggunakan skor FLACC, dan waktu memenuhi kriteria pindah juga dicatat. Semua data dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 21 dan dikatakan bermakna bila p<0,10. Kejadian agitasi pulih sadar pada kelompok fentanil lebih rendah dibanding plasebo (17,6% dibanding dengan). 52,9%) dan berbeda secara statistik (p=0,071Kejadian muntah sama (5,9%) dan tidak ada perbedaan bermakna waktu bangun. Fentanil 1 μg/kgBB intravena terbukti efektif untuk mencegah agitasi pulih sadar setelah bangun dari anestesi umum dengan sevofluran pada pasien pediatrik.
Angka Kejadian Post Dural Puncture Headache (PDPH) Pasca-operasi dengan Anestesi Spinal di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Bulan Februari–April 2015: Suwarman, Rully H. Sitanggang, Ferra Mayasari, Hendro Sudjono Yuwono Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 2 (2015): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2054.911 KB)

Abstract

Nyeri kepala pascapungsi duramater atau post dural puncture headache (PDPH) terjadi akibat kebocoran cairan serebrospinal karena penusukan duramater. Nyeri kepala ini merupakan komplikasi yang masih didapatkan setelah anestesi spinal dan memengaruhi kesejahteraan pasien pasca-operasi. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran angka kejadian PDPH pasca-operasi dengan anestesi spinal di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dan gambaran karakteristik faktor yang berasosiasi dengan kejadian PDPH. Penelitian observasional potong lintang (cross sectional) ini dilakukan pada 156 subjek pasca-operasi dengan anestesi spinal yang dilakukan pada periode bulan Februari sampai dengan April 2015. Nyeri kepala PDPH didapatkan pada 10 orang subjek (6,41%). Karakteristik yang memiliki hubungan dengan PDPH dan bermakna secara statistika (nilai p<0,05) adalah teknik penusukan ganda median dan paramedian (RP=19,722; IK 95% 6,377; 60,996), riwayat PDPH sebelumnya (RP=17,222; IK 95% 9,235; 32,469), dan jumlah percobaan penusukan lebih dari 1 kali atau multiple puncture (RP=6,400; IK 95% 1,406; 29,132). Sedangkan karakteristik yang memiliki hubungan dengan PDPH secara independen adalah teknik penusukan ganda median dan paramedian (POR=29,121 IK 95% 33,842;220,745). Kesimpulan dari penelitian ini adalah dokter ahli anestesiologi memilki peranan untuk mencegah terjadinya PDPH dengan pemilihan jarum spinal, pemilihan teknik yang dikuasai dan peningkatan keterampilan.
Korelasi Modified Clinical Pulmonary Infection Score dengan Lama Ventilasi Mekanis pada Pasien dengan Pneumonia di UPI RSUPN Cipto Mangunkusumo: Amir S Madjid, Adhrie Sugiarto, Regina Prima Putri, Anas Alatas Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 2 (2015): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2131.046 KB)

Abstract

Parameter ektubasi saat ini masih belum akurat sehingga terjadi kesulitan penyapihan ventilasi mekanis pada pasien pneumonia. Salah satu sistem penilaian untuk diagnosis dan evaluasi pneumonia adalah modified clinical pulmonary infection score (MCPIS). Skor ini menilai suhu tubuh, hitung jenis dan jumlah leukosit, volume dan sifat sekret trakea, oksigenasi dan rontgen toraks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi MCPIS dengan lama ventilasi mekanis pada pasien dengan pneumonia di UPI RSUPN Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif pada pasien pneumonia dengan ventilasi mekanis di UPI RSUPN Cipto Mangunkusumo bulan Oktober 2014 sampai Februari 2015. Subjek dinilai dengan MCPIS pada awal dan setelah 72 jam perawatan. Tanggal pasien diekstubasi dicatat untuk mengetahui lama ventilasi mekanis. Sebanyak 48 subjek diikutsertakan dalam penelitian. Skor MCPIS awal (median 6) lebih tinggi dari skor MCPIS setelah 72 jam (median 5) dengan lama ventilasi mekanis berkisar 3–19 hari (median 7). Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara skor MCPIS awal dengan lama ventilasi mekanis (p=0,180; r=0,197). Terdapat korelasi yang bermakna antara skor MCPIS setelah 72 jam dengan lama ventilasi mekanis dengan kekuatan korelasi sedang dan arah korelasi positif (p=0,000; r=0,539). Pada penelitian ini didapatkan korelasi bermakna antara skor MCPIS setelah 72 jam dengan lama ventilasi mekanis pada pasien pneumonia di UPI.
Penatalaksanaan Anestesi pada Pasien dengan Perforasi Uterus ec. Tumor Trophoblastik Ganas dengan Hipertiroidism: Caroline Wullur, Budiana Rismawan Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 2 (2015): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2067.962 KB)

Abstract

Tumor trofoblas ganas berasal dari proliferasi abnormal dari jaringan mola dan sebagian besar tidak disertai dengan komplikasi. Namun, kondisi yang membahayakan nyawa seperti hipertiroidisme dapat terjadi. Seringkali diagnosa hipertiroidisme terjadi retrospektif, karena dapat terlewatkan pada skenario emergensi pasien yang memerlukan evakuasi mola. Hipertiroidisme trofoblas menjadi tantangan tersendiri bagi dokter anestesi. Gagal jantung sekunder akibat tirotoksikosis, badai tiroid, hipertensi dan disseminated intravascular coagulation dapat terjadi pada periode perioperatif. Berikut adalah laporan kasus akan penatalaksanaan anestesi pada pasien dengan tumor trofoblas ganas dan hipertiroidisme yang menjalani trans-abdominal histerektomi.
Tata Laksana Jalan Napas pada Pasien Trauma Maksilofasial, Cedera Kepala Ringan, Fraktur Tulang Cervikal, Fraktur Depressed Terbuka dan Fraktur Basis CRANII: Reza Widianto Sudjud, Suwarman, Meilani Patrianingrum Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 2 (2015): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2372.939 KB)

Abstract

Jalan napas yang aman penting bagi pasien trauma. Kesalahan dalam mengelola jalan napas dapat berujung pada morbiditas dan mortalitas. Pengelolaan jalan napas pada pasien trauma maksilofasial merupakan tantangan tersendiri. Terlebih pasien ini sering kali dijumpai mengalami cedera kepala dan cedera pada tulang cervikal. Pada laporan kasus ini dibahas laki-laki, 41 tahun, datang ke RS Dr. Hasan Sadikin dengan keluhan luka di daerah kepala dan wajah akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien ini selain menderita trauma maksilofasialis, pula dengan cedera kepala ringan, fraktur depressed terbuka lebih dari satu tabula, cedera cervical inkomplit dan fraktur basis cranii.Teknik penguasaan jalan napas pada pasien ini adalah dengan spontaneous breathing yang dicapai dengan pemberian propofol secara bertahap dan gas inhalasi Sevofluran. Sedangkan untuk mencegah gejolah hemodinamik saat laringoskopi diberikan Fentanyl. Untuk mencegah terjadinya flexi leher saat laringoskopi intubasi, maka dilakukan manual in-line stabilization.Waktu dan pengambilan keputusan terkait pengelolaan jalan napas seringkali membawa perbedaan yang bermakna antara hidup dan matinya pasien. Pada kasus dimana penguasaan jalan napas sulit, teknik intubasi yang dipilih adalah yang seorang anestesi paling kuasai dan dirasakannya nyaman. Kedua faktor ini lebih relevan ketimbang pilihan teknologi.
Keseimbangan Asam Basa: Pendekatan Stewart: Erwin Pradian, Andy Pawana Destiara, Tinni Trihartini Maskoen Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 2 (2015): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2043.811 KB)

Abstract

Pendekatan Henderson-Hasselbalch dalam keseimbangan asam basa memberikan penjelasan secara kuantitatif pada berbagai gangguan fisiologi keseimbangan asam basa dan masih digunakan secara luas pada praktek klinis. Namun, pada keadaan gangguan metabolik yang kompleks, seperti pada kondisi pasien yang sakit kritis, pendekatan ini sulit untuk menjelaskan penyebabnya dan tidak dapat dilakukan terapi lanjut. Peter Stewart mengajukan pendekatan yang beda terhadap fisiologi asam basa berdasarkan prinsip-prinip fisika kimia, yang terdiri dari kenetralan muatan kimia listrik, dan hukum aksi massa. Menurut Stewart, hanya terdapat tiga variabel yang dapat mempengaruhi disosiasi suatu larutan. Variabel-variabel independen ini adalah pCO2, konsentrasi total asam lemah [ATot] dan strong ion difference (SID). Perbedaan lain yang jelas terlihat antara H-H dengan Stewart ini adalah jika pada pendekatan H-H perhatian tertuju pada ion bikarbonat, maka pada pendekatan Stewart ion klorida merupakan anion terpenting sebagai faktor kausatif sehingga dikenal pula istilah asidosis hiperkloremik, asidosis dilusi, dan alkalosis kontraksi.
Manifestasi Klinis Iskemik dan Injuri Reperfusi: Erwin Pradian, Rizki, Tinni Trihartini Maskoen Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 2 (2015): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2122.3 KB)

Abstract

Walaupun restorasi aliran darah ke organ iskemik adalah penting untuk mencegah cedera jaringan ireversibel, reperfusi dapat mengakibatkan respon inflamasi lokal dan sistemik yang dapat menambah cedera jaringan lebih dari yang dihasilkan oleh iskemia saja. Kerusakan sel setelah reperfusi jaringan yang sebelumnya iskemik layak didefinisikan sebagai cedera iskemia-reperfusi (I-R). Cedera I-R ditandai dengan produksi oksidan, aktivasi komplemen, adhesi sel leukosit-endotel, agregasi trombosit-leukosit, peningkatan permeabilitas mikrovaskular dan penurunan relaksasi endotelium-dependen. Dalam bentuk yang terburuk, I-R cedera dapat menyebabkan disfungsi multiorgan atau kematian. Meskipun pemahaman dari patofisiologi dasar cedera I-R secara signifikan telah maju dalam dekade terakhir, ide-ide eksperimental belum sepenuhnya diintegrasikan ke dalam praktek klinis. Selanjutnya, pengobatan cedera I-R masih dibatasi oleh fakta bahwa penghambatan I-R saat peradangan dapat mengganggu respons pelindung fisiologis atau mengakibatkan imunosupresi. Reperfusi tepat waktu pada daerah iskemik berisiko tetap menjadi landasan praktek klinis. Namun demikian, Pendekatan terapi seperti preconditioning iskemik, reperfusi terkontrol dan antioksidan, terapi komplemen atau terapi neutrofil dapat berkontribusi untuk mencegah atau membatasi cedera I-R.
Perbandingan antara Anestesi Umum dengan Anestesi Spinal untuk Seksio Sesarea terhadap Skor APGAR: Monica Christiana, Tatang Bisri Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 2 (2015): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1794.52 KB)

Abstract

Beberapa dekade terakhir, angka seksio sesarea meningkat secara drastis. Pemilihan teknik anestesi untuk prosedur operasi perlu mempertimbangkan efeknya terhadap keamanan ibu maupun neonatus. Penilaian skor APGAR pada neonatus digunakan sebagai parameter kesejahteraan neonatus dan kesuksesan teknik anestesi obstetri. Beberapa studi sebelumnya merekomendasikan keunggulan teknik anestesi regional dibandingkan anestesi umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan efek anestesi umum dengan anestesi spinal untuk seksio sesarea terhadap skor APGAR.Studi retrospektif pada 64 pasien parturien yang dilakukan seksio sesarea elektif periode Januari- Juni 2015. Data diambil dari rekam medis Rumah Sakit Ibu dan Anak Melinda, Bandung. Subjek penelitian terbagi dalam dua kelompok, masing-masing berjumlah 32 orang. Kelompok I mendapatkan anestesi umum, lainnya mendapatkan anestesi spinal. Parameter yang diukur adalah nilai APGAR, tekanan darah, laju nadi, dan saturasi oksigen perifer (SpO2). Data hasil penelitian di analisis dengan t test dengan nilai p<0.05 dianggap signifikan. Skor APGAR menit pertama tercatat secara tidak signifikan lebih tinggi (p=0,326) pada kelompok anestesi umum (8,87± 0,33) dibanding kelompok anestesi spinal (8,78±0,42). Akan tetapi skor APGAR menit ke-5 ditemukan secara siginifikan (p=0,000) lebih baik pada kelompok anestesi spinal (9,75±0,46) dibanding dengan kelompok anestesi umum (9,25±0,44). APGAR skor ≥6 tidak ada beda antara kedua kelompok. Teknik anestesi spinal untuk seksio sesarea memiliki efek yang signifikan lebih baik dibanding anestesi umum terhadap nilai APGAR bayi, akan tetapi keduanya mempunyai nilai APGAR ≥9.
Emergence Agitation Pascaoperatif pada Pasien Anak yang Menjalani Anestesia Umum Inhalasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo: Kajian terhadap Angka Kejadian dan Faktor-faktor yang Memengaruhi: Andi Ade Wijaya, Christopher Kapuangan, Betardi Aktara Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 2 (2015): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1789.857 KB)

Abstract

Emergence agitation (EA) selama periode pemulihan anestesia umum merupakan masalah yang sering ditemukan pada pasien anak. Etiologi EA pada pasien anak belum sepenuhnya diketahui, faktor-faktor risiko yang dianggap memengaruhi terjadinya EA diantaranya usia prasekolah, penggunaan gas anestesia modern, kemampuan adaptasi yang rendah, dan kehadiran orangtua selama proses pemulihan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan angka kejadian dan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya EA pada pasien anak yang menjalani anestesia umum inhalasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Tujuh puluh delapan anak berusia 2–12 tahun dengan status fisik ASA I, II, dan III dimasukan dalam penelitian observasional ini. Perilaku anak selama induksi anestesia dinilai berdasarkan nilai pediatric anesthesia behavior (PAB). Di ruang pemulihan kejadian EA dinilai berdasarkan skala Aono pada saat pasien tiba (T0), setelah 5 menit (T5), 15 menit (T15) dan 30 menit (T30). Angka kejadian EA pada pasien anak yang menjalani anestesia inhalasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo mencapai 39,7%. Angka kejadian EA lebih tinggi pada pasien dengan usia 2–5 tahun yang memiliki nilai PAB 2 atau 3. Midazolam, jenis gas anestesia, dan keberadaan orangtua selama pemulihan tidak berhubungan dengan kejadian EA. Usia dan perilaku anak selama induksi anestesia memiliki hubungan yang kuat terhadap terjadinya EA pada pasien anak yang menjalani anestesia inhalasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo.

Page 1 of 1 | Total Record : 10