cover
Contact Name
Sandy Theresia
Contact Email
sandytheresia.md@gmail.com
Phone
+6285350877763
Journal Mail Official
journalmanager@macc.perdatin.org
Editorial Address
Jl. Cempaka Putih Tengah II No. 2A, Cempaka Putih, Central Jakarta City, Jakarta 10510
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Majalah Anestesia & Critical Care (MACC)
Published by Perdatin Jaya
ISSN : -     EISSN : 25027999     DOI : https://doi.org/10.55497/majanestcricar.xxxxx.xxx
Core Subject : Health,
We receive clinical research, experimental research, case reports, and reviews in the scope of all anesthesiology sections.
Articles 268 Documents
Perbandingan Pengaruh Pemberian Bupivakain 0,25% Intraperitoneum dan Infiltrasi Kulit dengan Plasebo terhadap Nilai Skala Analog Visual Pascaoperasi Laparatomi Ginekologi dengan Anestesi Umum: Romi, Ruli Herman, Suwarman Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 34 No 1 (2016): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1394.62 KB)

Abstract

Nyeri pascaoperasi adalah masalah penting dalam pembedahan. Studi terbaru menyatakan bahwa pemberian analgesik perioperatif dapat mencegah serta mengurangi nyeri pascaoperasi. Studi ini bertujuan untuk menjelaskan efek analgesik preemtif dalam penanganan nyeri pascaoperasi laparatomi ginekologi. Jenis penelitian ini adalah prospektif, uji acak terkontrol buta ganda dan uji plasebo-kontrol, dimana 46 pasien dengan American Society Association (ASA) I dan II yang menjalani operasi laparatomi ginekologi secara acak di central operating theatre (COT), RS. Dr. Hasan Sadikin pada September sampai Desember 2012 diberikan 50 mL bupivakain 0,25% dengan epinefrin 5μ per mL atau 50 mL normal salin; setiap 25 mL nya dimasukkan ke dalam rongga peritoneum dan infiltasi kulit. Skor nyeri pasien dievaluasi dengan sistem Visual Analog Scale (VAS) saat diam dan mobilisasi, dinilai 6 jam pertama, lalu dilanjutkan jam ke- 8,12 dan 24 pascaoperasi. Dihitung jumlah pemakaian analgesik pertolongan selama 24 jam pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nyeri saat mobilisasi grup plasebo (P) lebih tinggi dibandingkan denga group bupivakain (B). Skor nyeri group P secara signifikan lebih tinggi daripada group B saat mobilisasi (p<0,05). Kombinasi bupivakain secara intraperitoneum dan infiltrasi kulit akhir operasi laparatomi ginekologi dapat mengurangi nyeri pascaoperasi saat mobilisasi.
Perbandingan Efektivitas Salin Normal dengan Udara dalam Pengembangan Balon Pipa Endotracheal untuk Mengurangi Risiko Sakit Tenggorokan Pascaintubasi: Dessy Adhriyani, Kusuma Harimin, Zulkifli, Irsan Saleh Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 32 No 1 (2014): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1371.993 KB)

Abstract

Membandingkan efektivitas penggunaan saline normal dan udara dalam pengembangan balon pipa endotrakeal untuk mengurangi risiko sakit tenggorokan pascaintubasi pada pasien yang mendapatkan anestesi umum inhalasi dan N2O. Penelitian ini merupakan uji klinik secara tersamar buta ganda terhadap 70 pasien dengan status fisik American society of anesthesiologist (ASA) I-II yang akan menjalani anestesi umum. Pasien dibagi dalam dua kelompok dengan jumlah masing masing 35 pasien. Kelompok pertama menggunakan udara sebagai media pengembangan balon pipa endotrakeal, sedangkan kelompok kedua menggunakan saline normal. Rasa nyeri dinilai dengan mengunakan skala VAS. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tekanan balon pipa endotrakeal pada kelompok salin normal lebih rendah dibandingkan dengan kelompok media udara dimana rata-rata tekanan balon selama operasi pada kelompok salin normal 26,71±0,92 mmHg dengan rata-rata VAS adalah 0,91±1,29 cm sedangkan pada kelompok media udara 34,63±4,81 mmHg dengan rata-rata VAS adalah 2,37±1,190 cm (p<0,0001). Penggunaan salin normal lebih efektif dibandingkan dengan media udara dalam pengembangan cuff ETT untuk mengurangi risiko sakit tenggorokan pascaintubasi pada pasien yang mendapatkan anestesi umum inhalasi dan N2O.
Pengaruh Penggunaan Pipa Endotrakea dengan Drainase Sekret Subglotis Terhadap Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung: Achmad Afif S, Iwan Fuadi, Tinni T. Maskoen Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 32 No 1 (2014): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1350.414 KB)

Abstract

Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan Hospital associated pneumonia (HAP) yang paling sering terjadi di intensive care unit (ICU). Salah satu strategi pencegahan terjadinya VAP yang termasuk dalam VAP bundle adalah penghisapan sekret subglotis dengan menggunakan pipa endotrakea dengan drainase sekret subglotis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan pipa endotrakea dengan drainase sekret subglotis terhadap angka kejadian VAP di ICU Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Penelitian dilakukan dengan uji acak tersamar tunggal terhadap 26 subjek yang menggunakan ventilator lebih dari 48 jam di ICU RSHS Bandung. Setelah dilakukan randomisasi secara blok permutasi, subjek penelitian dikelompokan menjadi dua, yaitu 13 subjek kelompok kontrol menggunakan pipa endotrakea standar dan 13 subjek kelompok perlakuan menggunakan pipa endotrakea dengan drainase sekret subglotis. Sekret subglotis dihisap setiap 2 jam dan tekanan balon pipa endotrakea diperiksa setiap 4 jam. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji statistik yaitu uji independent t, Uji Mann Whitney dan uji chi kuadrat, di mana nilai p<0,05 dianggap bermakna. Analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok perlakuan terhadap kejadian VAP (p=0,033), dimana kejadian VAP lebih sedikit pada kelompok yang menggunakan pipa endotrakea dengan drainase subglotis (0%) dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan pipa endotrakea standar (23,1%). Simpulan dari penelitian ini adalah penggunaan pipa endotrakea dengan drainase sekret subglotis dapat menurunkan kejadian VAP di ICU RSHS Bandung.
Perbandingan Efektivitas antara Kombinasi 1,5 mg/kgBB Propofol 1% + 0,5 mg/kgBB Ketamin 1% dengan 1,5 mg/kgBB Propofol 1% + 2 mg/KgBB Fentanil terhadap Nilai Bis pada Tindakan Dilatasi dan Kuretase: Bonny Brian Sinurat, Endang Melati, Yusni Puspita, Theodorus Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 32 No 1 (2014): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1354.295 KB)

Abstract

Nyeri akibat prosedur dilatasi dan kuretase memerlukan suatu manajemen anestesi. Kombinasi obat anestesi yang menghasilkan efek sedasi dan analgesi adekuat, hemodinamik stabil dan efek samping minimal dibutuhkan.Penelitian untuk mengetahui perbandingan efektivitas antara kombinasi 1,5 mg/kgBB propofol 1% + 0,5 mg/kgBB ketamin 1% dengan 1,5 mg/kgBB propofol 1%+2 μg/kgBB fentanil terhadap nilai Bispectral Index Scale (BIS) pada tindakan dilatasi dan kuretase. Uji acak terkontrol, buta ganda, dilakukan di Central Operating Theatre RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, dari bulan Juni sampai Agustus 2013. Sebanyak 66 subjek penelitian diikutsertakan dan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diberikan kombinasi 1,5 mg/kgBB propofol 1% + 0,5 mg/kgBB ketamin 1% dan kelompok kedua diberikan kombinasi 1,5 mg/kgBB propofol 1% + 2μg/kgBB fentanil. Selama prosedur, kedalaman BIS dicatat setiap 3 menit. Status hemodinamik dan lama bangun juga dicatat. Data dianalisis dengan statistical product and service solution (SPSS) versi 20. Lama bangun kedua kelompok secara statistik bermakna (p<0,05), sedangkan kedalaman sedasi, dan perubahan hemodinamik tidak (p>0,05). Kedalaman sedasi pada kedua kelompok dipertahankan antara BIS 40–60 dan secara klinis perubahan hemodinamik pada kombinasi propofol–ketamin lebih stabil. Kombinasi propofol-ketamin lebih efektif dibandingkan dengan propofol-fentanil karena menghasilkan kedalaman sedasi yang adekuat, lama bangun yang lebih singkat, status hemodinamik yang lebih stabil, serta tidak menimbulkan efek samping pada prosedur dilatasi dan kuretase.
Perbandingan Cystatin C Serum dan Kreatinin Serum untuk Deteksi Cedera Ginjal Akut pada Pasien Sepsis di Ruang Rawat Intensif Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan: Heru Kurniawan, Achsanuddin Hanafie, Chairul M Mursin Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 32 No 1 (2014): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1302.715 KB)

Abstract

paralel dengan perubahan kreatinin serum. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kegunaan dari cystatin C serum dan kreatinin serum sebagai penanda biologis fungsi ginjal pada pasien sepsis di ruang rawat intensif (RRI). Sebuah studi cross-sectional dilakukan pada pasien dewasa usia 18–65 tahun di RRI RSUP Haji Adam Malik. Kreatinin serum, cystatin C serum dan creatinin clearance (CrCl) 24 jam urin diobservasi pada 24 pasien sepsis. CrCl 24 jam urin yang disesuaikan dengan luas permukaan tubuh digunakan sebagai “baku emas” untuk menentukan LFG. Kreatinin serum, cystatin C serum dan CrCl 24 jam urin (nilai rata-rata ± standar deviasi [range]) adalah 1,53 ± 1,13 mg/dL (0,3–4,2 mg/dl), 1,71 ± 1,1 mg/L (0,6–4,48 mg/L), dan 66,33 ± 37,77 ml/min/1,73 m2 (4–137 mL/min/1,73 m2). 17 dari total 24 pasien mengalami CGA. Cystatin C serum memilki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 82,4% dan 85,7%. Sedangkan kreatinin serum memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 52,9% dan 85,7%. Cystatin C secara diagnostik lebih superior dibandingkan kreatinin serum dengan area under the curve (AUC) 0,874 untuk cystatin C serum dan 0,785 untuk kreatinin serum. Cystatin C serum dengan nilai cutt-off 1,03 mg/L dan kreatinin serum dengan cutt-off 1,0 mg/dL memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama yaitu 82,4% dan 85,7%. Cystatin C adalah penanda biologis yang akurat dalam mendeteksi perubahan akut pada LFG, dan terbukti lebih superior dibandingkan kreatinin serum dalam mendiagnosa CGA pada pasien sakit kritis.
Pengaruh Perioperative Albumin Infusion dan Diet Normal Protein terhadap Perubahan Sitokin Proinflamsi (TNFα, IL1 and IL6) dan CRP: Utariani, E. Raharjo, D.S. Perdanakusuma Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 32 No 1 (2014): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1362.637 KB)

Abstract

Malnutrisi dapat mempengaruhi sitokin proinflamasi TNF, IL1, IL6 dan CRP perioperatif, sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Sedangkan patofisiologi interaksi ini masih belum jelas. Penelitian ini dirancang untuk menganalisis peran perioperatif albumin infus dan protein diet pada perubahan sitokine proinflamasi TNFa, IL1, IL6 dan CRP. Penelitian eksperimental murni dilakukan dengan menggunakan dua puluh lima tikus Sprague Dawley diacak dan dibagi menjadi 5 kelompok; kelompok kontrol (A) yang diberi diet protein normal, kelompok hipoalbuminemia diberikan infus albumin praoperasi (B), kelompok hipoalbuminemia dengan perioperatif diet protein normal (C), kelompok hipoalbuminemia diberiinfus albumin pasca operasi (D) dan hypoabuminemia dengan diet rendah protein (E). Metode pemeriksaan Elisa digunakan untuk mengukur plasma TNF, IL1, IL6, dan CRP. Penelitian ini menunjukkan hasil diet protein rendah praoperasimeningkatkan TNF, IL1, IL6 dan CRP secara signifikan. Sedangkan pemberian infus albumin dan diet protein normal praoperasi menurunkan TNF, IL1, IL6 dan CRP secara signifikan, pemberian infus albumin praoperasi dan pasca operasi terjadi perubahan penurunan TNF, IL1, IL6, dan CRP namun tidak signifikan. Simpulan penelitian ini adalah pemberian infus Albumin dan diet protein normal menurunkan sitokin proinflamasi (TNF , IL1 , IL6), dan CRP secara signifikan. Hal ini juga berarti dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas .
Penanganan Hipoperfusi Pascaoperasi Esophagectomy Gastric Pull Up dengan AKI dan Malnutrisi: Eko Budi Prasetyo, Dita Aditianingsih, Yohanes WH George, Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 32 No 1 (2014): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1738.55 KB)

Abstract

Pasien bedah dengan risiko tinggi adalah mereka yang menjalani pembedahan dengan resiko tinggi untuk morbiditas dan mortalitas dengan angka kejadian mortalitas lebih besar dari 5% karena adanya penyakit penyerta atau derajat pembedahan. Penelitian terakhir di Inggris menunjukan bahwa pasien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mencakup 12,5 % dari jumlah total pasien yang masuk ke rumah sakit tetapi lebih dari 80% kematian, dengan kurang dari 15% dari mereka yang masuk ke Intensive Care Unit (ICU) paskaoperasi. Berikut ini adalah sebuah laporan kasus dari seorang laki-laki berusia 75 tahun yang menjalani esofagektomi gastric pull up yang disebabkan oleh kanker esophagus. Sebelum operasi, pasien mengalami malnutrisi berat dan hipoalbumin. Pasien mengalami komplikasi yang mencakup hipoperfusi, cedera ginjal akut dan pneumonia di ICU. Berfokus pada penatalaksanaan hipoperfusi, pasien menjalani hemodinamik goal directed therapy dengan target metabolik akhir yaitu normalisasi laktat, ScV02 dan tingkat PC02 gap. Pasien dipindahkan ke ruang rawat dalam keadaan baik pada hari ke-9.
Anestesia dan Thalasemia: M. Deny Saeful Alam, Reza Widianto Sudjud, Indriasari Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 32 No 1 (2014): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1319.017 KB)

Abstract

Thalasemia merupakan penyakit keturunan atau herediter menurut hukum mandel yang melibatkan penurunan produksi salah satu atau lebih rantai globin (α,β,γ,δ) dari hemoglobin sehingga terjadi gangguan sintesis hemoglobin. Gejala sudah mulai terdeteksi sejak bulan pertama kehidupan ketika level Hb fetal menurun. Gejala klinis yang dijumpai biasanya berhubungan dengan anemia yang berat, erytropoisis yang inefektif, extramedular hematopoiesis, dan gejala yang muncul karena timbunnan tranfusion dan akibat peningkatan penyerapan besi. Kulit biasanya tampak pucat karena anemia dan kuning karena jaundice dari hiperbilirubinemia. Tulang kepala dan tulang-tulang yang lainnya biasanya mengalami deformitas karena erytroid hyperplasia dengan intramedullary expansion dan penipisan tulang kortek dikenal dengan facies colley. Pasien dengan thalasemia baik intermediate atau mayor pada suatu waktu mungkin memerlukan penanganan bedah seperti misalnya cholecystectomy ataupun spleenectomi sehingga memerlukan tindakan anestesi. Permasalahan yang perlu diperhatikan saat melakukan anestesi pasien thalasemia diantaranya komplikasi akibat anemia, komplikasi akibat timbunnan besi, dan komplikasi karena terapi chelation.
Manajemen Cairan pada Operasi Jantung: Ni Luh Kusuma Dewi, I Made Adi Parmana Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 32 No 1 (2014): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1352.341 KB)

Abstract

Terapi cairan merupakan salah satu topik paling kontroversial dalam manajemen perioperatif. Perdebatan yang terus berlangsung terutama mengenai jumlah dan tipe cairan resusitasi, metode monitoring dan strategi pemberian cairan pada operasi jantung. Laporan mengenai hipervolemia atau hipovolemia perioperatif semakin banyak dijumpai. Manajemen cairan perioperatif yang tidak tepat akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasca pembedahan. Dalam tinjauan pustaka ini dipaparkan fisiologi cairan tubuh, respon tubuh terhadap stress pembedahan, patofisiologi kelebihan dan kekurangan cairan perioperatif pada operasi jantung, penggunaan alat monitoring, pemilihan jenis cairan serta dampak pada fungsi organ dan aplikasi klinis.
Troponin dan Manajemen Iskemia Miokardium Perioperatif: Ery Leksana, Ika Cahyo Purnomo Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 32 No 1 (2014): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1332.447 KB)

Abstract

Penyakit jantung iskemik sering memberikan gambaran dan perkembangan yang membahayakan. Kejadian dari tahun ke tahun terus meningkat dan menyumbang angka mortalitas yang tinggi. Angina pectoris, gambaran iskemia pada EKG, dan peningkatan petanda jantung menunjukkan terjadinya infark miokard akut. Pasien dalam kondisi demikian sangat berisiko untuk menjalani proses pembiusan. Pemeriksaan troponin bersenstivitas tinggi telah diperkenalkan, namun hal ini memberikan tantangan yang baru dalam hal sensitivitas vs spesivisitas. Berbagai panduan telah diterbitkan untuk memandu dokter ahli anestesi melewati rintangan risiko pada penderita dengan iskemia miokard.

Page 1 of 27 | Total Record : 268