cover
Contact Name
Heribertus Dwi Kristanto
Contact Email
dwikris@driyarkara.ac.id
Phone
+6221-4247129
Journal Mail Official
admin.diskursus@driyarkara.ac.id
Editorial Address
Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jl. Cempaka Putih Indah 100A Jembatan Serong, Rawasari, Jakarta 10520
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
DISKURSUS Jurnal Filsafat dan Teologi
ISSN : 14123878     EISSN : 25801686     DOI : https://doi.org/10.36383/diskursus.v18i2
Founded in 2002 DISKURSUS is an academic journal that publishes original and peer-reviewed works in the areas of philosophy and theology. It also welcomes works resulting from interdisciplinary research at the intersections between philosophy/theology and other disciplines, notably exegesis, linguistics, history, sociology, anthropology, politics, economics, and natural sciences. Publised semestrally (in April and October), DISKURSUS aims to become a medium of publication for scholars to disseminate their novel philosophical and theological ideas to scholars in the same fields, as well as to the wider public.
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol. 10 No. 2 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara" : 9 Documents clear
Perbandingan Ajaran Shankara Dan Ramanuja Mengenai Manusia Dan Pembebasannya Antonius Sudiarja
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 10 No. 2 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.994 KB)

Abstract

Abstract: Shankara and Ramanuja were two leading figures of the Indian Philosophy in the Middle Ages. They were the founders of two important schools in orthodox Indian Philosophy (Darshana), the Advaita and Vishish advaita Vedanta respectively. Even though both of them claimed to follow faithfully the Vedanta tradition, it is clear that their doctrines are quite different with regard to God, man, and salvation. Shankara believed that reality is one without a second (monism), whereas Ramanuja main- tained that souls must be qualitatively distinguished from God, even though they cannot be separated from Him, or better said, they are held in the one reality of God (panentheism). Both systems imply naturally different doctrines with regard to salvation or human liberation. Keywords: Advaita Vedanta, Vishish advaita Vedanta, Purusharta, moksha, Atman, Nirguna Brahman, Saguna Brahman, avidya, Vaishnava. Abstrak: Shankara dan Ramanuja merupakan dua tokoh besar dalam filsafat India pada Abad Pertengahan. Keduanya memimpin mashab besar dalam aliran filsafat Hindu ortodoks (Darshana) tetapi berbeda ajarannya. Sementara Shankara mengajarkan realitas sebagai “Yang Satu” tidak ada duanya (monisme) dan mendirikan mashab Advaita Vedanta, Ramanuja mengajarkan adanya perbedaan kualitas antara jiwa dan Tuhan, kendati harus diakui bahwa jiwa tetap ada dalam rengkuhan Tuhan (panenteisme); Ramanuja mendirikan mashab Vishish advaita Vedanta. Kedua sistem ajaran ini mempunyai implikasi berbeda dalam visi mereka tentang manusia dan pembebasannya. Kata-kata Kunci: Advaita Vedanta, Vishish advaita Vedanta, Purusharta, moksha, Atman, Nirguna Brahman, Saguna Brahman, avidya, Vaishnava.
Pemikiran Hannah Arendt Mengenai Kekerasan Dalam Kekuasaan Yeremias Jena
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 10 No. 2 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (141.194 KB)

Abstract

Abstract: Hannah Arendt rejects the idea that violence is a justified means of defending democratic power. For her, violence can only be justified as “a last resort” to combat anarchists and dissidents who oppose demo- cratic power. This article shows that exercising democratic rule in a polis supported by the use of violence as a last resort, on the one hand, may lead to a tyranny of the majority, given the fact that the democratic political discourse is determined mostly by those with a certain level of education, economic circumstances, social status, and a wide access to information; and, on the other hand, the use of violence as a last resort could become the ground for the state to repress its people in the name of national security. This article maintains the position that the combination of participatory democracy proposed by Hannah Arendt and the cons- titutional democracy commonly practiced today can overcome the danger of a tyranny of the majority as well as prevent the abuse of power by a democratic ruler. Keywords: Violence, power, democracy, polis, speech, action, public discourse. Abstrak: Menurut Hannah Arendt, kekerasan tidak dapat dibenarkan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan yang demokratis. Kekerasan hanya dapat dibenarkan sebagai “pertahanan terakhir” dalam menghadapi para pengacau dan pembangkang kekuasaan demokratis. Artikel ini menunjukkan bahwa, di satu pihak, kekuasaan demokratis dalam sebuah polis yang didukung oleh praktik kekerasan yang sah sebagai pertahanan terakhir justru berbahaya karena dapat menciptakan tirani mayoritas, mengingat bahwa diskursus politik yang demokratis sebagai watak utamanya kerap kali lebih ditentukan oleh para peserta dari tingkat pendidikan, keadaan ekonomi, status sosial tertentu, dengan akses luas terhadap informasi. Di lain pihak, penggunaan kekerasan sebagai “pertahanan terakhir” dapat menciptakan kesewenang- wenangan negara dalam menindas rakyatnya atas nama keamanan nasional. Artikel ini mempertahankan posisi bahwa gabungan antara demokrasi partisipatoris sebagaimana diusulkan Hannah Arendt dan demokrasi konstitusional yang lazim dipraktikkan dewasa ini dapat menjadi jalan keluar dalam mengatasi bahaya tirani mayoritas sekaligus mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pemegang kekuasaan yang demokratis. Kata-kata Kunci: Kekerasan, kekuasaan, demokrasi, polis, perkataan, tindakan.
Analisis Etis Atas Kebenaran Dan Tanggung Jawab Dalam Dunia Komunikasi Sosial William Chang
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 10 No. 2 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: There is no society without social communication. One of the key roles of social communication is to promote truth and responsibility in a multicultural society. Everybody has his/her right to get true information from the field of communication. Being responsible for all activities in one’s social communication is a main obligation of a good communicator. The main goal of this article is to analyse the real situation of the mass communication in daily life. Those who get involved in the the field of social communication need to know more about the true meaning of truth and reponsibility so that they can respect the values of truth and responsibility in this field. Keywords: Social communication, truth, responsibility, pluralistic society, secret, common good, mutual respect, justice, peace, the dignity of the human person. Abstrak: Tiada masyarakat tanpa komunikasi sosial. Salah satu peran kunci komunikasi sosial adalah memajukan kebenaran dan tanggung jawab dalam sebuah masyarakat majemuk. Setiap pribadi memiliki hak untuk memperoleh informasi yang benar dalam bidang komunikasi sosial. Bertanggung jawab atas semua kegiatan dalam bidang komunikasi sosial adalah sebuah kewajiban utama seorang komunikator yang baik. Situasi komunikasi sosial yang sesungguhnya dalam hidup harian menjadi tujuan utama artikel ini. Mereka yang terlibat dalam bidang komunikasi sosial perlu mengetahui lebih banyak tentang makna sejati dari kebenaran dan tanggung jawab sehingga mereka dapat menghargai nilai-nilai kebenaran dan tanggung jawab dalam bidang ini.
Inspirasi, Abstraksi, Dan Historisasi Doktrin Trinitas Budi Hartono
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 10 No. 2 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.448 KB)

Abstract

Abstract: It is significant that the doctrine of Trinity, which was long pushed aside to the periphery of systematic theology, has made a comeback in recent years as a central and pivotal Christian doctrine. What is a new way to make sense of the teaching? How is the Trinity good news? How does faith in the Trinity inspire and motivate people to be an empowering community in Asia? The meaning of the affirmation that in the Christian faith God is tripersonal, known as Father, Son and Holy Spirit, is rooted in the devotion to Jesus and a Judeo-Christian experience of salvation. Methodologically speaking, it is opportune to move from a dogmatic and philosophical approach (faith seeking understanding) to the approach of faith seeking connections with God’s salvific plans. Eventually, the teaching on the Trinity will be further developed from a global (pastoral) perspective based on concerns for building a true human (ecclesial) community and for repairing social disintegrations caused by economic injustice, cultural maginalization and religious intolerance. Thus, the theology of “the Tripersonal God” is worth revisiting. Keywords: Trinity, Tripersonal God, homoousios, paschal event, devotion to Jesus, faith seeking connections, unity and plurality, interreligious dialogue. Abstrak: Doktrin mengenai Trinitas, yang cukup lama dipinggirkan dalam teologi sistematik, telah muncul kembali pada tahun-tahun terakhir ini sebagai ajaran Kristiani yang sangat penting dan sentral. Cara pendekatan baru manakah yang perlu digunakan supaya ajaran ini menjadi lebih masuk akal? Bagaimana ajaran tentang Trinitas dapat menjadi sebuah “kabar gembira?” Bagaimana iman akan Trinitas dapat memberikan inspirasi dan memotivasi orang untuk membangun sebuah komunitas yang memberdayakan di Asia ini? Makna dari afirmasi bahwa Allah adalah Tritunggal yang dikenal sebagai Bapa, Putra, dan Roh Kudus, berakar pada devosi kepada Yesus dan pada pengalaman Yudeo- Kristiani tentang keselamatan. Secara metodologis, sangatlah penting untuk beralih dari pendekatan dogmatik dan filosofis (iman mencari pemahaman) ke pendekatan iman mencari keterkaitan dengan rencana keselamatan dari Allah. Dalam artikel ini ajaran tentang Trinitas akan dikembangkan lebih lanjut dari sudut pandang keprihatinan pastoral global demi pembangunan sebuah komunitas yang benar-benar manusiawi, serta menjawab keprihatinan terhadap upaya menjembatani disintegrasi sosial yang disebabkan oleh ketidakadilan ekonomi, marjinalisasi kultural, maupun sikap agamawi yang tidak ramah terhadap kehidupan. Dengan keprihatinan tersebut, upaya meninjau kembali teologi mengenai “Allah Tritunggal” akan sungguh bermanfaat. Kata-kata Kunci: Trinitas, Allah Tritunggal, homoousios (sehakikat), peristiwa Paskah, devosi kepada Yesus, iman menuntut keterkaitan, kesatuan dan keragaman, dialog antaragama.
Refleksi Teologi Modern Tentang Yesus Kristus Penyelamat A. Sunarko
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 10 No. 2 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.967 KB)

Abstract

Abstract: If salvation is understood in the paradigm of deification, what usually becomes the focus of attention of the Jesus event is the incarnation. The divine became man so that human nature might become divine. But if salvation, on the other hand, is understood in the paradigm of satisfaction (satisfactio), the suffering and the death of Jesus on the cross becomes the focus of attention. Human beings are saved because Jesus— through his suffering and death on the cross—has become atonement for the sins of human beings. In the aforementioned paradigms, the rich meaning of Jesus’ life and ministry do not have sufficient place. In modern theology the life and ministry of Jesus have a more central place. Only in this way, can Christian theology respond to the quest of modern human beings for the meaning of life, and give inspiration for the efforts of human beings as subjects to realize themselves. Keywords: Modern, salvation, Jesus event, deification and Jesus’ birth, atonement and cross, life and ministry of Jesus. Abstrak: Bila keselamatan dimengerti dalam paradigma deifikasi (pengilahian), biasanya yang menjadi fokus perhatian dari peristiwa Yesus Kristus adalah natal/inkarnasi. Yang ilahi menjadi manusia sehingga kodrat manusia diilahikan. Bila keselamatan dimengerti dalam paradigma satisfactio/silih, maka terutama sengsara dan wafat Yesus di salib lah yang menjadi pusat perhatian. Manusia diselamatkan, karena Yesus—melalui sengsara dan wafat di salib—telah menjadi silih atas dosa-dosa manusia. Dalam kedua paradigma tersebut kekayaan makna hidup dan karya Yesus Kristus kurang mendapat tempat. Dalam teologi modern hidup dan karya Yesus Kristus hendak diberi tempat yang lebih sentral. Kiranya hanya dengan demikian teologi Kristiani dapat memberi tanggapan atas pencarian manusia modern akan makna kehidupan, dan memberi inspirasi bagi upaya manusia sebagai subjek untuk merealisasikan diri. Kata-kata kunci: Modern, keselamatan, peristiwa Yesus Kristus, deifikasi dan natal, silih dan salib, hidup dan karya Yesus.
Haryatmoko, Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politisi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011, 217 hl Franz Magnis-Suseno
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 10 No. 2 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.49 KB)

Abstract

Buku Haryatmoko—dosen tetap di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang juga mengajar di pelbagai Perguruan Tinggi lain di tanah air—ini menggabungkan dua hal yang jarang kita temukan: Kompetensi filosofis dan penguasaan bidang penerapan yang bersang- kutan. Etika publik adalah bagian etika yang menyangkut kewajiban dan tanggung jawab dalam pelayanan publik, atau, dalam rumusan Haryatmoko, ”refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik/ buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk meng- arahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik.” Kekuatan buku ini adalah bahwa penulisnya bukan hanya ahli etika, melainkan juga ahli tentang bidang publik. Bidang publik memuat apa pun yang berkaitan dengan kebijakan- kebijakan yang diwujudkan oleh aparat negara, Dewan Perwakilan Rakyat, dan pemerintah. Jelas sekali, kita amat berkepentingan agar seluruh unsur bidang publik luas itu dijalankan secara etis. Itulah yang dilakukan Haryatmoko secara mengesankan dalam bukunya ini. Buku ini sangat sistematik. Daftar isi yang rinci sangat membantu kalau kita mencari sesuatu yang khusus; misalnya penjelasan tentang apa itu etika institusional atau budaya etika, kaitan antara etika, akuntaliblitas dan transparansi, dan tentu saja tentang korupsi (namun sayang, tidak ada daftar istilah penting). .............................................................. Haryatmoko sudah menulis buku yang dikerjakan dengan sangat tangguh, berdasarkan pengetahuan objektif tentang bidang yang dibahas, jelas dalam mengangkat prinsip-prinsip etika dasar, yang karena itu mudah dipakai baik oleh mereka yang menjalankan bidang publik, maupun oleh warga masyarakat yang mau mengawasi bidang publik dengan kritis. Buku ini menunjukkan bahwa suatu usaha filosofis dapat langsung relevan bagi praksis kehidupan bermasyarakat. (Franz Magnis- Suseno, Program Doktor Ilmu Filsafat, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).
Al Gore, Our Choice: Rencana untuk Memecahkan Krisis Iklim, Terjemahan: Hardono Hadi, Yogyakarta: Kanisius, 2009, 248 hlm. Martin Harun
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 10 No. 2 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.497 KB)

Abstract

Masalah lingkungan hidup yang luas dan kompleks makin hari makin difokuskan pada krisis iklim sebab banyak sisi masalah itu akhirnya berujung ke situ. Krisis iklim perlu dipandang sebagai masalah hidup atau mati. Maka sangat berarti bahwa Al Gore, seorang Kristen Baptis, mengawali bukunya dengan mengutip tawaran Musa, “Kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu” (Ul 30:19). Lewat bukunya, Our Choice, Al Gore berusaha meyakinkan sidang pembaca yang luas tentang pilihannya sendiri yang sudah mantap. Dalam pendahuluan (hlm. 10-29) Gore membunyikan lonceng bahaya yang sedang mengancam bumi, bukan untuk melumpuhkan pembaca dalam ketakutan, tetapi untuk memperlihatkan bahwa situasi ini merupakan kesempatan unik bagi umat manusia, lintas bangsa dan lintas bidang, untuk secara global memecahkan sejumlah masalah yang memang dápat dipecahkan. Nadanya adalah optimis, kendati ia me- nyadari bahwa kebanyakan orang masih harus disadarkan dan di- gerakkan, dan—lebih buruk—tetap ada skeptisi yang meremehkan krisis ini. Dalam bab 1, “Yang Naik Harus Turun,” Gore menjelaskan bagai- mana pemanasan bumi disebabkan oleh aneka macam polutan (pelbagai macam karbon, juga metana, dan nitrus oksida) yang kita sendiri naikkan ke atmosfir dengan menggunakan sumber-sumber energi yang mudarat dalam industri, transportasi, pertanian, dan seterusnya. Maka dalam bab 2-8 dibicarakan pelbagai sumber energi. Energi sekarang kebanyakan masih berkaitan dengan bahan bakar fosil (batu bara, minyak, gas alam) yang merupakan sebab utama polusi udara dan atmosfir. Juga kebanyak- an pembangkit listrik masih menggunakan batu bara. Sebagian emisi karbonnya sesungguhnya secara teknologi dapat ditangani dengan menyimpannya di bawah tanah tetapi selama ini teknologi yang sudah tersedia tidak diterapkan oleh perusahaan manapun. Alternatif-alter- natifnya, diuraikan dalam beberapa bab berikutnya. Cahaya matahari dapat menghasilkan listrik, baik secara langsung (fotovoltaik) maupun tidak langsung dengan memanaskan air yang uapnya dapat meng- gerakkan generator listrik. Begitu juga sumber daya panas bumi dapat menghasilkan uap yang dibutuhkan untuk menggerakkan turbin-turbin pembangkit listrik. Turbin-turbin itu dapat juga digerakkan oleh sumber daya angin melalui kincir angin. Ketiganya secara teknis sudah sangat mungkin tetapi belum cukup menerima investasi dari dunia usaha atau pun pemerintah. Sebaliknya, energi biomassa sudah lebih banyak di- kembangkan, juga dengan maksud untuk mengurangi CO2 tetapi biofuel dari biomassa, khususnya kalau dari tanaman pangan, kini banyak dipermasalahkan dan akan perlu diatur dengan lebih ketat. Begitu juga tenaga nuklir yang setelah Perang Dunia II menjadi andalan baru untuk kebutuhan listrik, kini sarat dengan berbagai macam problem (mahalnya konstruksi, risiko bencana, kesulitan menyimpan limbahnya, ketakutan akan proliferasi senjata nuklir) sehingga perkembangannya kini makin macet.
Scott B. Noegel and Gary A. Rendsburg, Solomon’s Vineyard: Literary and Linguistic Studies in the Song of Songs, Ancient Israel and Its Literature, Atlanta, GA: Society of Biblical Literature, 2009, 267 + xvi hlm. T. A Deshi Ramadhani
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 10 No. 2 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.901 KB)

Abstract

Beberapa tahun yang lalu ada seorang perempuan berpindah dari Katolik ke Islam. Segera ia laku keras sebagai pemberi kotbah. Dari sekian banyak kritik tajam yang dilancarkannya, ia menyebut secara khusus Kitab Kidung Agung. Ia secara tegas mengajak para pendengarnya untuk tidak percaya akan kesucian dan kebenaran wahyu ilahi dalam Kitab Suci Kristiani, karena di dalamnya termuat tulisan-tulisan yang sangat sensual, erotis, bahkan bernuansa pornografi. Tidak mungkin Sang Mahasuci mewahyukan hal-hal semacam itu. Sementara itu, di kalangan Yudaisme—yang juga memiliki Kitab Kidung Agung dalam kanon Kitab Suci mereka hingga hari ini—ada posisi yang tegas untuk membela kesucian kitab tersebut. Rabi Akiba dalam Mishnah Yadayim 3:5 bahkan mengatakan demikian: “Tidak ada seorang pun di Israel yang boleh mempersoalkan status Kidung Agung... karena seluruh dunia ini seolah tidak ada artinya pada hari ketika Kidung Agung dianugerahkan kepada Israel; karena seluruh tulisan adalah kudus, tetapi Kidung Agung adalah yang paling kudus dari antara yang kudus itu.” ......................................................... Tentu di sini selalu ada yang bisa diperdebatkan. Apakah memang benar bahwa bahasa puisi yang sangat eksplisit menunjuk pada hal-hal seputar organ kelamin dan aktivitas seksual adalah sebuah kendaraan yang efektif untuk melancarkan protes politik melawan penguasa lalim? Jika benar demikian, mungkinkah itu ditampilkan juga dalam terjemahan baru bahasa Indonesia? Apakah terjemahan menjadi “Vaginamu seperti sebuah mangkuk yang dalam, yang jangan sampai kekurangan cairan kenikmatan. Vaginamu lebat ditumbuhi dan dikelilingi rambut” masih bisa dibaca sebagai sebuah tulisan suci? Mungkin, di sinilah justru letaknya bukti bahwa kitab ini adalah yang paling suci dari segala pe- wahyuan ilahi. Jika ini menggoncang, mungkin ini juga bukti ketidakmampuan pembaca modern zaman ini untuk masuk ke wilayah kesucian pada tingkat itu. (T. A. Deshi Ramadhani, Program Studi Ilmu Teologi, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).
Carl Anderson and José Granados, Called to Love: Approaching John Paul II’s Theology of the Body, New York: Doubleday 2009, xii+260 hlm Matheus Purwatma
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 10 No. 2 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.378 KB)

Abstract

Melalui “Teologi Tubuh,” Paus Yohanes Paulus II memberikan suatu pandangan yang utuh mengenai manusia, jiwa dan tubuh. Beliau menjelaskan makna ilahi dari tubuh manusia dalam keutuhannya, suatu sumbangan yang besar bagi dunia yang tidak lagi menghargai tubuh manusia. Buku Called to Love yang ditulis oleh Carl Anderson dan José Granados mengajak kita untuk mendalami gagasan Yohanes Paulus II mengenai Teologi Tubuh. Tubuh berbicara mengenai Allah, mewah- yukan kebaikan dan kebijaksanaan Allah. Tubuh juga berbicara menge- nai kita, manusia, laki-laki dan perempuan, dan panggilan kita untuk mengasihi (hlm. vii). Pengalaman kasih merupakan dasar dari visi Yohanes Paulus II tentang manusia. Pengalaman kasih merupakan kunci untuk mendekati manusia dari dalam dan secara serius menanggapi persoalan-persoalan manusia. Kasih membawa manusia pada perjum- paan dengan yang lain, dengan yang ilahi, dan dengan kebaruan hidup (hlm. 11). ...................................................................... Buku ini terdiri dari tiga bagian. Pada bagian pertama, pembaca diajak untuk mendalami bagaimana kasih itu mewahyukan sesuatu kepada kita dan mengajak kita untuk mengikuti jalannya. Tubuh me- wahyukan kehendak Allah untuk saling mengasihi, sehingga mem- bentuk suatu persekutuan. “Inilah tulang dari tulangku, daging dari dagingku” (Kej 2:23), menandai perjumpaan kasih yang menyatukan. Paus Yohanes Paulus II menyebutnya “kesatuan asli” (hlm. 40). Dalam kesatuan itulah tampak identitas dan perbedaan satu sama lain (hlm. 44). Dalam relasi kasih laki-laki dan perempuan itulah semakin ditegaskan manusia sebagai gambar Allah. Maka persekutuan kasih itu juga sekaligus menampilkan gambar Allah Tritunggal sendiri. Bagian kedua berbicara mengenai kesulitan dalam mengikuti jalan kasih itu, tetapi Kristus memberikan kekuatan. Dosa manusia menyebabkan manusia terasingkan dari tubuhnya sendiri (hlm. 109). Hal ini mengakibatkan keretakan dalam macam-macam relasi yang terjadi antarmanusia. Namun demikian Kristus datang untuk menyembuhkan manusia dari ketidakmampuannya untuk mengasihi. Bagian ketiga berbicara me- ngenai bagaimana Kristus memimpin kita, baik yang hidup dalam per- kawinan maupun dalam keperawanan, kepada kepenuhan kasih di surga. Buku ini pantas dibaca sebagai sebuah refleksi teologis-spiritual yang mengundang kita untuk menghargai tubuh manusia yang meng- ungkapkan diri manusia sebagai citra Allah yang dicintai oleh Allah. Pengalaman kasih yang benar akan membawa manusia membangun persekutuan dengan satu sama lain tanpa meleburkan identitas masing- masing. (Matheus Purwatma, Program Magister Ilmu Teologi, Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta).

Page 1 of 1 | Total Record : 9


Filter by Year

2011 2011


Filter By Issues
All Issue Vol. 19 No. 2 (2023): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 19 No. 1 (2023): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 18 No. 2 (2022): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 18 No. 1 (2022): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 17 No. 2 (2018): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 17 No. 1 (2018): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 16 No. 2 (2017): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 16 No. 1 (2017): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 15 No. 2 (2016): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 15 No. 1 (2016): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 14 No. 2 (2015): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 14 No. 1 (2015): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 13 No. 2 (2014): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 13 No. 1 (2014): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 12 No. 2 (2013): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 12 No. 1 (2013): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 11 No. 2 (2012): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 11 No. 1 (2012): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 10 No. 2 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 10 No. 1 (2011): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara Vol. 9 No. 2 (2010): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara More Issue