cover
Contact Name
Mochamad Nuruz Zaman
Contact Email
scientium@scientium.co.id
Phone
+6281232891993
Journal Mail Official
editorial@scientium.co.id
Editorial Address
Jl Tebet Raya No.2 Blok C lt.3 Tebet Barat, Tebet. Jakarta Selatan, DKI Jakarta - 12810
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Scientium Law Review
ISSN : 28295811     EISSN : 28297644     DOI : https://doi.org/10.56282/slr.v1i1.52
Core Subject : Humanities, Social,
Scientium Law Review aims to publish new work of the comprehensive critical analysis and research on all law issues. The journal may include but are not limited to various fields of law such as civil law, law and history, religious jurisprudence law, constitutional law, legal philosophy, sociology of law, adat law, legal theory, Islamic law, international law, environmental law, legal pluralism, and another section related to contemporary issues in legal scholarship.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 3 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 3 (2022): Scientium Law Review" : 3 Documents clear
REFORMULATION OF THE PRELIMINARY EVIDENCE AUDIT TYPE IN TAXATION: : WHEN LEGAL HERMENEUTICS MEETS THE RULE OF LAW (PART 2 OF 2) Denny Irawan; Henry DP Sinaga
Scientium Law Review (SLR) Vol. 1 No. 3 (2022): Scientium Law Review
Publisher : Scientia Integritas Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56282/slr.v1i3.92

Abstract

Adanya fakta berupa dua putusan praperadilan yang memutuskan dua pemeriksaan bukti permulaan tidak sah dan dinyatakan batal, menunjukkan perlunya menangani pergeseran makna yang menyebabkan terdapatnya jenis pemeriksaan bukti permulaan. Berdasarkan metode legal hermeneutics yang dibingkai dalam kerangka the rule of law, dihasilkan dua kesimpulan. Pertama, telah terjadi pergeseran makna pemeriksaan bukti permulaan yang terdapat dalam UU KUP, yakni terdapatnya jenis pemeriksaan bukti permulaan secara tertutup dalam Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011dan PMK Nomor 239/PMK.03/2014. Pemaknaan tersebut dapat menjadi permasalahan dalam hal tax enforcement harus proporsional dalam menegakkan kepastian hukum, kemanfaatanpublik, dan keadilan, dan dalam hal penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang harus berdasarkan asas legalitas, asas perlindungan terhadap hak asasi manusia, dan asas umum pemerintahan yang baik. Kedua, reformulasi pemeriksaan bukti permulaan harus dilakukan dengan menghapus jenis pemeriksaan bukti permulaan secara tertutup, sebagaimana sisi pemahaman dan sisi eksplanasi dari legal hermeneutics telah memaknai pemeriksaan bukti permulaan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa bukti permulaan terhadap orang pribadi dan atau badan terkait suatu keadaan, perbuatan, dan/atau bukti yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakandan dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, perlu dilakukan penghapusan teks hukum terkait jenis pemeriksaan bukti permulaan secara tertutup.
Reformulation of Dual Authority of Article 44B of the General Provisions and Tax Procedures Law in Indonesia: An Opportunity Principle Perspective Setia Untung Arimuladi; Faisal Arif
Scientium Law Review (SLR) Vol. 1 No. 3 (2022): Scientium Law Review
Publisher : Scientia Integritas Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56282/slr.v1i3.212

Abstract

Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang telah mengalami dua kali perubahan ternyata berpotensi menimbulkan kewenangan ganda mengingat asas oportunitas yang hanya dimiliki oleh Kejaksaan tidak selayaknya diatur dalam lex specialist di bidang perpajakan. Berdasarkan metode yuridis normatif yang pengumpulan datanya berasal dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, studi ini menghasilkan dua kesimpulan. Pertama, penghentian penuntutan dalam tindak pidana di bidang perpajakan di Indonesia melekat pada UU Kejaksaan, bukan pada Pasal 44B UU KUP. Kedua, pengaturan yang ideal terkait penghentian penuntutan dalam tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan asas oportunitas sebagaimana diatur dalam Pasal 30, Pasal 30C, dan Pasal 35 UU Kejaksaan, tidak boleh didasarkan pada Pasal 44B UU KUP. Perlu Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Jaksa Agung yang harus diterbitkan oleh Kejaksaan dalam hal penanganan perkara tindak pidana perpajakan terkait penuntutan dan pra penuntutan dalam rangka pemulihan kerugian pada pendapatan negara, mengingat masih terdapatnya ketidakseragaman penafsiran dan/atau ketidaklengkapan peraturan perundang-undangan perpajakan dan hukum acara yang berlaku.
SENTENCING DISPARITY IN TAXATION AND EFFORTS TO OVERCOME THE CONSEQUENCES (Part 2 of 2) Didit Santoso; Henry Sinaga
Scientium Law Review (SLR) Vol. 1 No. 3 (2022): Scientium Law Review
Publisher : Scientia Integritas Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56282/slr.v1i3.126

Abstract

The juridical and empirical gaps that occur in many criminal decisions in the field of taxation in Indonesia still cause frequent sentencing disparity problems without a clear justification. It is necessary and urgent to conduct a normative juridical study in answering 2 (two) formulations of existing problems, considering that the primary function of taxes is the budgetary function and the function of regulating (regulerend). It is concluded that currently, there is only Article 44B of the KUP Law that can reduce sentencing disparity in the field of taxation in Indonesia, so the concept of equality before the law and checks and balances are needed in handling sentencing disparity in Indonesia, which generally consists of disparity across the integrated criminal justice system, horizontal judicial disparity, and vertical judicial disparity. It is suggested that there should be a Supreme Court Regulation on Guidelines for Sentencing of Taxation Crimes and a Supreme Prosecutor's Regulation on Guidelines for Prosecution and Pre-Prosecution of Criminal Acts in the Field of Taxation, examination, and public dissemination of every decision that results in a decision containing sentencing disparity without a clear justification, and strengthening the supervisory institutions of each integrated criminal justice system, such as the Judicial Commission, and the Supreme Court.

Page 1 of 1 | Total Record : 3