cover
Contact Name
Khairil Umami
Contact Email
khairilumami@iainponorogo.ac.id
Phone
+6285749001991
Journal Mail Official
antologihukum@iainponorogo.ac.id
Editorial Address
Jl. Puspita Jaya, Pintu, Jenangan, Ponorogo, Jawa Timur 63492
Location
Kab. ponorogo,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Antologi Hukum
ISSN : 28091078     EISSN : 28090748     DOI : https://doi.org/10.21154/antologihukum
JURNAL ANTOLOGI HUKUM adalah jurnal yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah, IAIN Ponorogo, Indonesia. Jurnal ini diterbitkan setahun dua kali. JURNAL ANTOLOGI HUKUM berfokus pada hasil penelitian dalam bidang hukum dan pranata sosial. JURNAL ANTOLOGI HUKUM memiliki spesialisasi hasil penelitian baik secara teoritis, pendekatan tertentu, atau secara geografis di bidang: Hukum Ekonomi Syariah, Hukum Bisnis Syariah, Hukum Perbankan Syariah, Hukum Lembaga Keuangan Syariah, Industri Keuangan Non Bank, Fatwa, Ekonomi Syariah, Hukum Islam, Hukum Ekonomi, Hukum Bisnis, Hukum Keuangan, Fiqh, Usul Fiqh, Hukum Islam di berbagai Negara, Hukum Keluarga Islam, Hukum Pidana Islam, Hukum Tata Negara Islam.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 2 No. 2 (2022)" : 10 Documents clear
Waris Transgender: Studi Komparatif antara Fikih Mawaris dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Eka Abriyani; Lia Noviana; Gushanda Lala Amalina; Nurhidayati Putri
Jurnal Antologi Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.092 KB) | DOI: 10.21154/antologihukum.v2i2.1326

Abstract

Transgender is a modern social phenomenon, transgender people whose way of behaving or looking is not by their gender role or dissatisfaction with their genitals. In Islam, transgender is called mukhannath which means to act like a woman or have many feminine and gentle qualities. The existence of the transgender phenomenon certainly impacts various aspects, one of which is regarding the concept of inheritance. Neither the Civil Code nor the Al-Qur'an and Al-Hadith explain the inheritance provisions for transgender heirs. The problem that is the focus of this research is what is the status of transgender inheritance and what is the portion of transgender inheritance according to Fiqh Mawaris and the Civil Code. This type of research includes library research which uses a comparative library approach, namely a study conducted by comparing provisions, rules, principles, or the legal system. The study results show that the concept of inheritance for transgender heirs according to the Civil Code is the status of inheritance and the portion of inheritance given to them is not affected by their gender. In contrast, in the concept of transgender inheritance, according to Fikih Mawaris, transgender inheritance status is determined based on the reason for the person having sex surgery, if genital surgery is carried out to change without any urgent reasons, the inheritance status is based on gender before surgery. However, suppose the operation is carried out to perfect or repair as in khuntha for reasons that can be proven medically. In that case, the person's inheritance status is by the sex after the repair operation. This inheritance status also impacts the portion of inheritance obtained by transgender or mukhannath. For the portion of khuntha inheritance, in the opinion of some madhhab scholars, it has a different portion from people who do not have abnormalities in their sex. Transgender merupakan fenomena sosial modern, Transgender orang yang cara berperilaku atau berpenampilan tidak sesuai dengan peran gender atau ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Dalam Islam transgender disebut dengan mukhannath yang berarti bertingkah laku seperti perempuan atau memiliki banyak sifat kewanitaan dan lemah lembut. Adanya fenomena transgender tentu berdampak juga dalam berbagai aspek, salah satunya adalah mengenai konsep warisnya. Dalam KUHPerdata maupun Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak dijelaskan ketentuan mewaris bagi ahli waris transgender. Permasalahan yang menjadi titik fokus pada penelitian ini adalah bagaimana status waris transgender dan bagaimana bagian waris transgender menurut Fikih Mawaris dan Kitab undang-undang hukum Perdata. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) yang menggunakan metode pendekatan komparatif pustaka yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan membandingkan ketentuan, kaidah, asas ataupun sistem hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep waris bagi ahli waris transgender menurut KUHPerdata adalah status waris dan bagian waris yang diberikan kepadanya tidak terpengaruh oleh jenis kelaminnya, sedangkan konsep waris transgender menurut Fikih Mawaris, status waris transgender ditentukan berdasarkan alasan orang tersebut melakukan operasi kelamin, jika operasi kelamin dilakukan dengan tujuan perubahan tanpa ada alasan mendesak maka status warisnya berdasarkan jenis kelamin sebelum operasi. Namun, jika operasi dilakukan dengan tujuan penyempurnaan atau perbaikan seperti pada khuntha karena ada alasan dapat dibuktikan secara medis maka status waris orang tersebut sesuai dengan jenis kelamin setelah operasi penyempurnaan. Status waris ini juga berdampak pada bagian waris yang didapatkan oleh transgender atau mukhannath dan untuk bagian waris khuntha menurut pendapat beberapa ulama mahzab memiliki bagian berbeda dengan orang yang tidak memiliki kelainan pada kelaminnya
Kredit Barang Rumah Tangga Prespektif Etika Bisnis Islam Maulidda Fitria; Moh. Mukhlas; Rike Navasa Wiji Lestari; Rizka Putri Nurhaliza
Jurnal Antologi Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.762 KB) | DOI: 10.21154/antologihukum.v2i2.1327

Abstract

In the case of credit for household goods in Mawatsari Hamlet, several items can be taken as credit items, including carpets, mattresses, pillows, pans, and several other household items, and in this place, only use payment transactions with two options, namely by repay in installments every month or pay off directly at the end of a predetermined time, usually the payment time is 3 to 4 months after receiving the goods because you can't pay directly sometimes it makes many people who originally had money to pay but then when the time for payment comes to the money to pay is already used for other things. This study aims to: explain the implementation of household goods credit in Mawatsari Hamlet, Datangan District, Madiun Regency, and to describe the Perspective of Islamic Business Ethics on Credit for Household Goods in Mawatsari Hamlet, Datangan District, Madiun Regency. In this study, the authors conducted field research (field research). Researchers used a qualitative approach, namely collecting data from existing facts. For data processing, the authors used editing and finding results. On this basis, credit was used. This study concluded that: the credit agreement for household goods in Mawatsari Hamlet is not by Islamic business ethics because there is still non-fulfillment of agreements made before the transaction is carried out. Some factors trigger lousy credit. Dalam kasus kredit barang rumah tangga di Dusun Mawatsari terdapat beberapa barang yang dapat diambil sebagai barang kredit di antaranya yaitu: karpet, kasur, bantal, panci, dan beberapa barang rumah tangga lainnya, dan di tempat ini hanya menggunakan transaksi pemembayaran dengan dua pilihan yaitu dengan mencicil setiap bulan atau melunasi langsung di akhir waktu yang telah ditentukan, biasanya p waktu pembayaran 3 sampai 4 bulan setelah penerimaan barang, karena tidak dapat membayar langsung terkadang menjadikan banyak orang yang semula mempunyai uang untuk membayar namun dikemudian saat waktu pembayaran tiba uang untuk membayar sudah digunakan untuk hal lainnya.Penelitian ini bertujuan untuk : menjelaskan pelaksanaan kredit barang rumah tangga di Dusun Mawatsari Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun dan untuk mendeskripsikan Prespektif Etika Bisnis Islam terhadap Kredit Barang Rumah Tangga Di Dusun Mawatsari Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun. Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian lapangan (fileld ressearch. Peneliti dalam melakukan penggalian data menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu mendata dari fakta yang ada. Untuk pengolahan data penulis menggunakan editing dan penemuan hasil. Pada landasaan ini yang digunakan yaitu kredit. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: akad kredit barang rumah tangga di Dusun Mawatsari belum sesuai dengan etika bisnis Islam, karena masih adanya ketidakterpenuhinya kesepakatan yang telah dibuat sebelum transaksi dilakukan, dan adanya faktor yang memicu terjadinya kredit mancet.
Praktik Hutang Piutang Online pada Aplikasi Pinjaman Now Tinjauan Fatwa DSN MUI dan KHES Annisa Firdausi Nuzula; Ahmad Junaidi; Luqman Hakim; Mahatir Muhamad Ihsan
Jurnal Antologi Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (539.829 KB) | DOI: 10.21154/antologihukum.v2i2.1328

Abstract

Qardh is a property that is lent or given by (the creditor) to someone in need (the debtor), intended to help the debtor, and he must return it with the same value and time that both parties have determined. There are several ways to carry out accounts payable, one of which is by using online media or online applications. The legality of an online loan is also required to have a permit and be registered with the Financial Services Authority (OJK). The "Loan Now" online application is an online platform in great demand by the public. However, its existence is still in doubt. Moreover, it contradicts the DSN MUI Fatwa Number 117/DSN-MUI/IX/2018 rules and the Compilation of Sharia Economic Law (KHES). This paper focuses on: 1) How is the analysis of the legality of the application on online accounts payable practices of the "Loan Now" application from the perspective of DSN MUI Fatwa 117/DSN-MUI/IX/2018 and Compilation of Sharia Economic Law (KHES), 2) How is the analysis of DSN Fatwa MUI 117/DSN-MUI/IX/2018 and Compilation of Sharia Economic Law (KHES) on profit margins in Debt and Receivable Practices in the "Loan Now" Application. This research library research uses library data collection methods, reads and records, and processes research materials. This study utilizes library sources to obtain research data. The results of this study can be concluded as follows: 1) The legality of the "Now Loan" online application does not meet the requirements of a legal online loan as stated in the Fatwa of the National Sharia Council Number 117/DSN-MUI/IX/2018 and the Compilation of Sharia Economic Law (KHES). 2) Setting the margin in the "Loan Now" application is not by the Fatwa of the National Sharia Council Number 117/DSN-MUI/IX/2018 and the Compilation of Sharia Economic Law because, firstly, there is an addition to a substantial principal fund. Secondly, there is a fine if it is late in repayment or past maturity. Qardh adalah harta yang dipinjamkan atau diberikan oleh (kreditur) kepada seseorang yang membutuhkan (debitur) yang dimaksudkan untuk membantu pihak debitur dan dia harus mengembalikan dengan nilai yang sama dan waktu yang sudah ditentukan kedua belah pihak. Ada beberapa cara untuk melakukan hutang piutang, salah satunya dengan menggunakan media online atau aplikasi online. Legalitas suatu pinjaman online juga diperlukan agar pinjaman online tersebut dapat mempunyai izin dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Aplikasi online “Pinjaman Now” merupakan platform aplikasi online yang banyak diminati oleh masyarakat. Namun saat ini keberadaanya masih diragukan. Terlebih dalam praktiknya sangat terbalik dengan aturan yang ada di dalam Fatwa DSN MUI Nomor 117/DSN-MUI/IX/2018 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Tulisan ini berfokus pada: 1) Bagaimana analisis terhadap legalitas aplikasi pada praktik hutang piutang online aplikasi “Pinjaman Now” perspektif Fatwa DSN MUI 117/DSN-MUI/IX/2018 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), 2) Bagaimana analisis Fatwa DSN MUI 117/DSN-MUI/IX/2018 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) terhadap margin keuntungan dalam Praktik Hutang Piutang di Aplikasi “Pinjaman Now”. Penelitian library research ini menggunakan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitiannya. Penelitian ini memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Legalitas aplikasi online “Pinjaman Now” tidak memenuhi syarat sebagai pinjaman online yang legal seperti yang tertuang dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 117/DSN-MUI/IX/2018 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). 2) Penetapan margin pada aplikasi “Pinjaman Now” tidak sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 117/DSN-MUI/IX/2018 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah karena pertama adanya penambahan pada dana pokok yang sangat besar dan kedua adanya denda jika terlambat dalam pelunasan atau melewati jatuh tempo.
Implementasi Kewenangan Ex-Officio Hakim dalam Perkara Cerai Talak di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri Erysa Indira Ihzafitri; Rif'ah Roihanah; Rifqi Aulia Salsabila; Qatrunnada Fairuz Mudhi'ah
Jurnal Antologi Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.678 KB) | DOI: 10.21154/antologihukum.v2i2.1329

Abstract

This research stems from one of the judges' decisions at the Religious Court of Kediri Regency which decided ex-officio civil cases, namely deciding cases that were not in the petitum. This started because one of the litigants has limited information and knowledge of legal rights. This study aims to analyze the actions of judges in implementing ex-officio authority in terms of civil procedural law and the ex aequo et bono principle. The research method used is a qualitative method of literature with a juridical-normative approach. Data collection techniques using documentation and interview. From the data analysis, concluded that first, in terms of civil procedural law, the judge's actions in ex-officio decisions do not violate one of the principles of civil procedural law, namely the ultra petita principle. Second, in terms of the ex aequo et bono principle, the action of the panel of judges to decide ex-officio in this case, is in accordance with what is stated in the ex aequo et bono principle that judges can get out of rigid legal provisions as long as this is done for the protection of somebody rights, in this case to protect the rights of the wife and children after divorce. Penelitian ini membahas tentang salah satu putusan hakim di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri yang memutus perkara perdata secara ex-officio yaitu memutus perkara yang tidak ada dalam petitum atau tuntutan. Sebab salah satu pihak yang berperkara memiliki keterbatasan informasi dan pengetahuan mengenai hak-hak hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tindakan hakim dalam menerapkan kewenangan ex-officio ditinjau dari hukum acara perdata dan asas ex aequo et bono. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis-normatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan pertama, majelis hakim memutus secara ex-officio berpedoman pada Pasal 41 huruf c Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang merupakan ketentuan khusus dari ketentuan umum yaitu Pasal 178 ayat (3) HIR tentang asas ultra petita. Bahwasannya ketentuan khusus lebih dahulu diberlakukan daripada ketentuan umum atau lex specialis derogate legi generali. Kedua, ditinjau dari asas ex aequo et bono tindakan majelis hakim memutus secara ex-officio dalam perkara ini, sudah sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam asas tersebut bahwasannya hakim dapat keluar dari ketentuan hukum yang kaku selama hal itu dilakukan demi perlindungan terhadap hak seseorang, dalam hal ini untuk melindungi hak istri dan anak pasca perceraian.
Akad Qardh Perspektif Fatwa DSN-MUI tentang Qardh: Studi Kasus pada Gabungan Kelompok Tani Ngudi Makmur Magetan Rakhma Ikafitria; Soleh Hasan Wahid; Lutvia Izzul Islami; Rahma Zafira Putri
Jurnal Antologi Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.653 KB) | DOI: 10.21154/antologihukum.v2i2.1333

Abstract

The purpose of this research is to explore the system of lending money under other people's names from the perspective of the DSN-MUI fatwa No. 19/DSN-MUI/IV/2001 Regarding Qardh in the Ngudi Makmur Farmer Group Association of Magetan, and what is the default settlement system? This study uses field research methods. At the same time, data collection is done through interviews, documentation, and observation. This observation concluded that the Ngudi Makmur Farmers Group Association gave illegal loans in other people's names. Because according to the DSN-MUI fatwa No. 19/DSN-MUI/IV/2001, Qardh is a loan given to a customer in need, and the card's terms, it is also explained that a loan is considered valid if the person holding the loan is the borrower. However, in this case, the management of Gapoktan Ngudi Makmur provides loans to non-members in the name of members, where members have died, but their names are used for loans of money by other people who are not members. Then the default dispute resolution system in Gapoktan Ngudi Makmur uses non-litigation channels, namely by negotiations carried out by deliberation between the parties, namely the combined management of the Ngudi Makmur farmer group and members who experience defaults to find a fair way out of the problems at hand. The settlement of defaults at Gapoktan Ngudi Makmur is by the DSN-MUI fatwa No. 19/DSN-MUI/IV/2001 Concerning Qardh. Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi sistem pemberian pinjaman uang dengan nama orang lain perspektif fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Qardh Pada Gabungan Kelompok Tani Ngudi Makmur Magetan, serta bagaimana sistem penyelesaian wanprestasinya? Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan. Sedangkan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi. Dari proses pengamatan ini disimpulkan bahwa Gabungan Kelompok Tani Ngudi Makmur memberikan pinjaman uang dengan nama orang lain tidak sah. Karena menurut fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001, Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah yang membutuhkan dan dalam syarat qardh juga dijelaskan bahwa pinjamanadianggap sah apabila yang memegang pinjaman adalah peminjam. Namun, dalam permasalahan ini pengurus Gapoktan Ngudi Makmur memberikan pinjaman uang kepada bukan anggota dengan nama anggota, dimana anggota sudah meninggal tetapi namanya digunakan untuk pinjaman uang oleh orang lain yang bukan anggota. Kemudian sistem penyelesaian sengketa wanprestasi di Gapoktan Ngudi Makmur menggunaan jalur non litigasi yaitu dengan negosiasi yang dilakukan dengan musyawarah oleh antara para pihak yaitu pengurus gabungan kelompok tani Ngudi Makmur dengan anggota yang mengalami wanprestasi untuk mencari jalan keluar yang adil dari permasalahan yang dihadapi. Penyelesaian wanprestasi di Gapoktan Ngudi Makmur ini sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Qardh.
Perempuan Pencari Nafkah dalam Perspektif Imam Shafi’i dan Feminisme Liberal Zanida Iqraminati; Isnatin Ulfah; Rifqi Annurrahmadhani; Mipa Andakhir
Jurnal Antologi Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.409 KB) | DOI: 10.21154/antologihukum.v2i2.1334

Abstract

: Marriage raises the rights and obligations of husband and wife, but there is a perception of the obligation for the wife to work to provide for the family. The uniqueness is that a wife who doesn't work for a living will get stereotyped by society. The point of the problem is what is the perspective of Imam Shafi'i and liberal feminism regarding the rights and obligations of women as breadwinner wives in the Panjen Complex, Petung Hamlet, Tempuran Village, Sawoo District, Ponorogo Regency. This research is a field research with a qualitative approach. The results of the study concluded: first, according to Imam Shafi'i, the rights of a wife are appropriate, including material maintenance, dowry, and part of spiritual maintenance. The wife's obligations according to Imam Shafi'i, the wife informants had carried out their obligations as wives, namely obeying their husbands and providing services to their husbands. Still, there were discrepancies related to domestic obligations. Second, rights according to liberal feminism, the wife, as a rational being who prioritizes rights over goodness, does not get her right to choose her role (housewife) because she obeys the prestige (compulsion) of the stereotypes that come to her. Pernikahan menimbulkan hak dan kewajiban suami istri, namun terdapat persepsi kewajiban bagi istri untuk wajib bekerja mencari nafkah keluarga. Keunikannya adalah di mana istri yang tidak ikut mencari nafkah dia akan mendapatkan stereotip oleh masyarakat. Titik permasalahannya yakni bagaimana perspektif Imam Shāfi’ī dan feminisme liberal tentang hak dan kewajiban perempuan sebagai istri pencari nafkah di Komplek Panjen Dusun Petung Desa Tempuran Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan: pertama, hak istri menurut Imam Shāfi’ī sudah sesuai, meliputi nafkah kebendaan, mahar, dan sebagian nafkah batin. Kewajiban istri menurut Imam Shāfi’i, para informan istri telah melaksanakan kewajibannya sebagai istri yakni taat pada suami, dan memberi pelayanan kepada suami, namun terdapat ketidaksesuaian yakni terkait kewajiban domestik. Kedua, hak menurut feminisme liberal, istri sebagai makhluk yang rasional yang memprioritaskan hak dari pada kebaikan tidak mendapatkan haknya untuk memilih perannya (ibu rumah tangga) disebabkan menuruti gengsi (keterpaksaan) akan stereotip yang datang padanya.
Analisis Normatif Putusan Hakim tentang Pemberian Iddah dan Mut’ah sebelum Ikrar Talak Itsna Faiqatul Himmah; Endrik Safudin; Putri Oktafiani; Rahmawati Laila Alfia
Jurnal Antologi Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.559 KB) | DOI: 10.21154/antologihukum.v2i2.1335

Abstract

The consequences of breaking up a marriage are regulated in the Compilation of Islamic Law (KHI) Chapter XVII Article 149 Compilation of Islamic Law, post-divorce maintenance is carried out after the pronouncement of the divorce vow, what is meant by the breakup of the marriage is after the divorce has occurred, in which divorce is considered valid if the arrangement for the divorce pledge is carried out in front of the judges. The provision of Iddah and Mut'ah in the Compilation of Islamic Law and Legislation is not explained precisely when it should be given. Still, in the Decision of the Ponorogo Religious Court Number 1978/Pdt.G/2021/Pa.po, its ruling states that providing iddah and mutah Mut'ah is given to the wife before pronouncing the divorce vow. This study aims to answer questions (a) What is the legal basis for the judges of the Ponorogo Religious Court in deciding Case Number 1978/Pdt.G/2021/Pa.po concerning the provision of iddah and mut'ah maintenance before pronouncing the divorce pledge? (b) What is the juridical implicit of the provision of iddah and mut'ah maintenance before the pronouncement of the divorce pledge in Case Decision Number 1978/Pdt.G/2021/Pa.po at the Ponorogo Religious Court? This field research using a qualitative approach shows that (a) in deciding case Number 1978/Pdt.G/2021/Pa.po the judge prioritized PERMA Number 3 of 2017, because it is more responsive to women and can protect women's rights post-divorce (b) The Juridical Implications of Decision Number 1978/Pdt.g/2021/Pa.po is by the Compilation of Islamic Law Article 131 letter c, the Petitioner is given a deadline of 6 months and if the Applicant is unable to fulfill the iddah and mut'ah maintenance payments, then the implementation of the pronouncement of the divorce vow cannot be carried out (aborted), the Petitioner and the Respondent will remain legally husband and wife because they are considered not serious about carrying out a divorce. Akibat dari putusnya perkawinan diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Bab XVII Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam, pemberian nafkah pasca perceraian dilakukan setelah pengucapan ikrar talak, yang dimaksud putusnya perkawinan adalah setelah terjadinya perceraian, yang mana perceraian dianggap sah apabila pengucapan ikrar talak dilakukan di depan majelis hakim. Pemberian nafkah Iddah dan Mut’ah dalam Kompilasi Hukum Islam dan Peraturan Perundangan tidak dijelaskan secara pasti kapan seharusnya diberikan, namun dalam Putusan Pengadilan Agama Ponorogo Nomor 1978/Pdt.G/2021/Pa.po dalam amarnya menyatakan bahwa pemberian nafkah iddah dan mut’ah diberikan kepada isteri sebelum pengucapan ikrar talak. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan (a) Bagaimana dasar pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Agama Ponorogo dalam memutuskan Perkara Nomor 1978/Pdt.G/2021/Pa.po tentang pemberian nafkah iddah dan mut’ah sebelum pengucapan ikrar talak? (b) Bagaimana implikasi yuridis terhadap pemberian nafkah iddah dan mut’ah sebelum pengucapan ikrar talak pada Putusan Perkara Nomor 1978/Pdt.G/2021/Pa.po di Pengadilan Agama Ponorogo?. Penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif ini menunjukkan bahwa (a) dalam memutus perkara Nomor 1978/Pdt.G/2021/Pa.po hakim mengutamakan PERMA Nomor 3 Tahun 2017, karena lebih responsif terhadap perempuan, dan dapat melindungi hak-hak perempuan pasca perceraian, (b) Implikasi Yuridis dari Putusan Nomor 1978/Pdt.g/2021/Pa.po ini sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 131 huruf c, Pemohon diberi tenggat waktu 6 bulan dan apabila Pemohon tidak bisa memenuhi pembayaran nafkah iddah dan mut’ah, maka pelaksanaan pengucapan ikrar talak tidak dapat dilaksanakan (gugur), Pemohon dan Termohon akan tetap menjadi suami isteri yang sah, karena dianggap tidak serius untuk melaksanakan perceraian
Pelaksanaan Distribusi Zakat Fitrah Perspektif Keadilan Distributif Yusuf Al-Qardhawi Retno Novita Diningrum; Fuady Abdullah; Lilis Rohmawati; Rista Sasputri
Jurnal Antologi Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.345 KB) | DOI: 10.21154/antologihukum.v2i2.1339

Abstract

Distribution of zakat fitrah at the Al-Muhajirin mosque, Mojorejo Village, Kebonsari District, Madiun Regency, evenly distributed to each group of zakat recipients. The committee distributed four mustahik groups: the needy, poor, amil, and fi sabilillah. In distributing zakat fitrah, the committee distributes it evenly with the same amount for each group. The distribution model at the Al-Muhajirin mosque is still equalized for each group, the distribution for the needy, the poor may be exaggerated because it is seen from the daily perspective of the recipient of zakat. There is no set rule, but it will be different for each person according to their circumstances. Based on research that has been carried out at the Al-Muhajirin Mosque, Mojorejo Village, Kebonsari District, Madiun Regency, it can be concluded: the practice of distributing zakat fitrah at the Al-Muhajirin Mosque is only distributed evenly with the same amount for each group. The distribution of zakat fitrah at the Al-Muhajirin mosque is not by Yusuf Al-Qardhawi's theory of distribution because the distribution is still equalized with the same amount, and does not see the needs of each recipient of zakat, ideally, the distribution is in the al-Muhajirin mosque committee determines the four groups who are entitled to receive zakat, in its distribution the committee prioritizes the poor group which is prioritized. We look at the size of the distribution of zakat to these groups in terms of inability from an economic standpoint because each individual has a minimal income, so it is very lacking to meet their daily needs. Pendistribusian zakat fitrah di masjid Al-Muhajirin Desa Mojorejo Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun mendistribusikan secara merta setiap golongan penerima zakat. Panitia mendistribusikan empat golongan mustahik yaitu golongan fakir, miskin, amil dan fi sabilillah. Dalam pendistribusian zakat fitrah panitia mendistribusikan secara merata dengan jumlah yang sama setiap golongannya. Model pendistribusian di masjid Al-Muhajirin dalam pembagiannya masih di samaratakan setiap golongan individunya, pendistribusian bagi fakir,miskin boleh dilebihkan karena melihat dari segi kesehariannya si penerima zakat. Tidak ada suatu ketentuan yang dipastikan, tapi akan berbeda-beda untuk tiap orang sesuai dengan keadaan mereka. Berdasarkan penelitian yang sudah di lakukan di Masjid Al-Muhajirin Desa Mojorejo Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun dapat di simpulkan: praktik pendistribusian zakat fitrah di Masjid Al-Muhajirin hanya di distribusikan secara merata dengan jumlah yang sama setiap golongannya. Pendistribusian zakat fitrah di masjid Al-Muhajirin belum sesuai dengan teori distribusi Yusuf Al-Qardhawi, karena dalam pendistribusiannya masih disama ratakan dengan jumlah yang sama, dan tidak melihat kebutuhan dari masing-masing penerima zakat, idealnya pendistribusian yang ada di masjid al-muhajirin panita menetukan empat golongan yang berhak menerima zakat, dalam pendistribusiannya panitia lebih mengutamakan golongan fakir miskin yang di prioritaskan. Ukuran pembagian zakat kepada golongan tersebut kita pandang segi ketidakmampuan dari sisi ekonomi, karena setiap individu memiliki penghasilan yang minim sehingga untuk memenuhi kebutuhan kesehariannya sangat kurang.
Telaah Kritis Kehalalan Produk di Toko Frozen Food: Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif Wildah Amalina; Umarwan Sutopo; Rizki Amalia Farhana; Marlon Eka Damara
Jurnal Antologi Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (442.263 KB) | DOI: 10.21154/antologihukum.v2i2.1340

Abstract

Technology and knowledge in Indonesia are increasing daily so that they can create sophisticated and valuable goods for everyday life. But on the other hand, we must pay attention to information on the results of food technology, which sometimes cannot be fully understood by producers and consumers, so that it can harm consumers. Through LPPOM and the Fatwa Commission, MUI seeks to provide guarantees for halal products through halal certificates. However, many processed food and beverage products, such as frozen food, are still not yet halal-certified. This research aims to review Islamic law and positive law on the halalness of Babadan Ponorogo frozen food products. This type of research is field research with a qualitative approach. While data collection techniques using observation, interviews, and documentation. The analytical method used in this study is the inductive method. From this study, it can be concluded that in a review of Islamic law, frozen food products that are halal certified are safe for consumption, food that is not yet halal certified but has a label can be deemed halal provided that the composition contained in the product does not contain food that is prohibited by Islamic law, while products that are not yet halal certified and without a label it is better to avoid because there is no clarity whatsoever about the product to prevent the occurrence of danger or the mixing of haram goods in the product. While a positive legal review regarding the halalness of Babadan Ponorogo frozen food products, it can be concluded that halal-certified products are safe for consumption and halal. In contrast, those that have not been halal-certified are still doubtful about their halal status because there has been no submission to LPPOM-MUI. And the product violates Law Article 4 Number 33 of 2014 and Law Article 97 paragraph (3) Number 18 of 2014. Teknologi dan pengetahuan di indonesia semakin hari semakin meningkat sehingga mampu menciptakan barang-barang yang canggih dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Tetapi disisi lain harus memperhatikan informasi hasil teknologi pangan yang terkadang tidak dapat diketahui secara utuh oleh produsen maupun konsumen, sehingga dapat merugikan konsumen. MUI melalui LP POM dan Komisi Fatwa berupaya untuk memberikan jaminan produk halal melalui sertifikat halal. Tetapi pada kenyataannya masih banyak produk makanan dan minuman olahan yang belum bersertifikat halal seperti produk makanan frozen food. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui tinjauan hukum Islam dan hukum positif terhadap kehalalan produk frozen food Babadan Ponorogo. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode induktif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam tinjauan hukum Islam produk frozen food yang bersertifikat halal sudah aman dikonsumsi, makanan yang belum bersertifikat halal tetapi ada labelnya bisa dihukumi halal dengan syarat komposisi yang terdapat dalam produk tersebut tidak terdapat makanan yang diharamkan oleh syariat Islam sedangkan produk yang belum bersertifikat halal dan tidak ada labelnya lebih baik dihindari karena tidak ada kejelasan apapun dari produk tersebut guna bertujuan untuk mencegah timbulnya bahaya atau tercampurnya barang haram dalam produk tersebut. sedangkan tinjauan hukum positif tentang kehalalan produk frozen food Babadan Ponorogo dapat disimpulkan bahwa produk yang bersertifikat halal aman dikonsumsi dan jelas kehalalannya, sedangkan yang belum bersertifikat halal masih diragukan kehalalannya karena belum ada pengajuan kepada LPPOM-MUI. Dan produk tersebut melanggar undang-undang pasal 4 Nomor 33 Tahun 2014 dan Undang-undang pasal 97 ayat (3) Nomor 18 Tahun 2014.
Praktik Jual Beli di Destinasi Wisata: Sebuah Tinjauan Etika Bisnis Islam Meri Anti Khusnawati; Ima Frafika Sari; Marsha Falia Rifai; Ravinza Husen Samudra
Jurnal Antologi Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (401.543 KB) | DOI: 10.21154/antologihukum.v2i2.1341

Abstract

Buying and selling is the most important aspect of muamalah in social life. The practice of buying and selling food and drinks at Pancer Door Beach, many vendors do not list prices on their food menus and there are several vendors who distinguish prices from local tourists and out-of-towners. Sellers give higher prices to out-of-town tourists. The purpose of this study is to determine the implementation of buying and selling without the inclusion of prices and pricing for local and out-of-town tourists in the tourist attractions of Pancer Door Pacitan Beach in terms of Islamic business ethics. This type of research is field research. The research approach used in this research is a case study approach. The results of this study were analyzed by inductive methods. From this research, it can be concluded that the practice of buying and selling without the inclusion of prices in the tourist attractions of Pancer Door Pacitan Beach is in accordance with the principles in Islamic business ethics. Some traders who provide different pricing for local tourists and out-of-town tourists at the tourist attractions of Pancer Door Pacitan Beach have violated the basic principles of Islamic business ethics, namely the principle of equilibrium and the principle of truth (benevolence and honesty). Furthermore, when viewed from Islamic business ethics in pricing, there are several principles that are not in compliance, namely the principle of justice and the prohibition of Tadlis. Jual beli merupakan aspek muamalah yang penting dalam kehidupan sosial. Pada praktik jual beli di Pantai Pancer Door Pacitan, pedagang tidak mencantumkan harga pada menu makanan mereka dan terdapat beberapa pedagang yang membedakan harga antara wisatawan lokal dan wisatawan luar kota. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui praktik jual beli tanpa pencantuman harga dan penetapan harga bagi wisatawan lokal dan luar kota di tempat wisata Pantai Pancer Door Pacitan ditinjau dari etika bisnis Islam. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu dengan cara melakukan wawancara kepada para pedagang dan pembeli di Pantai Pancer Door Pacitan. Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah pendekatan studi kasus. Hasil dari penelitian ini dianalisis dengan metode induktif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli tanpa pencantuman harga di tempat wisata Pantai Pancer Door Pacitan telah sesuai dengan prinsip-prinsip dalam etika bisnis Islam. Beberapa pedagang yang memberikan penetapan harga berbeda bagi wisatawan lokal dan wisatawan luar kota di tempat wisata Pantai Pancer Door Pacitan telah melanggar prinsip dasar etika bisnis Islam yaitu prinsip keseimbangan (equilibrium) dan prinsip kebenaran (kebajikan dan kejujuran). Selanjutnya, jika dilihat dari etika bisnis Islam dalam penetapan harga, terdapat beberapa prinsip yang belum sesuai yaitu prinsip keadilan dan larangan Tadlis.

Page 1 of 1 | Total Record : 10