cover
Contact Name
TIMBO MANGARANAP SIRAIT
Contact Email
lppmuta45@uta45jakarta.ac.id
Phone
+6281221003683
Journal Mail Official
lppmuta45@uta45jakarta.ac.id
Editorial Address
Jl. Sunter Permai Raya, Jakarta Utara. Fakultas Hukum
Location
Kota adm. jakarta utara,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL HUKUM STAATRECHTS
ISSN : -     EISSN : 24610798     DOI : https://doi.org/10.52447/sr.v6i1
Core Subject : Humanities, Social,
Jurnal Hukum STAATRECHTS adalah jurnal berkala yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Jurnal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mempublikasikan gagasan-gagasan di bidang hukum dalam rangka mendorong kemajuan pemikiran hukum di Indonesia. Jurnal Hukum STAATRECHTS terbit 1 tahun 2 kali, pada periode bulan Juni dan bulan Desember
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1 (2022): JURNAL STAATRECHTS" : 5 Documents clear
PENGARUH PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PERSYARATAN PEMBERIAN PERSETUJUAN PENGGUNAAN KAPAL ASING TERHADAP PENERAPAN ASAS CABOTAGE DI INDONESIA Yohana Christien Baneuli Sirait
JURNAL HUKUM STAATRECHTS Vol 5, No 1 (2022): JURNAL STAATRECHTS
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/sr.v4i2.6099

Abstract

Asas Cabotage mengatur bahwa hanya kapal berbendera Indonesia dan Awak Kapal yang berkewarganegaraan Indonesia yang dapat berlayar di Indonesia, dan diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 2 Tahun 2021 tentang PM 2 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberian Persetujuan Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Lain Di Wilayah Perairan Indonesia Yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang Dan Barang. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa implementasi Asas Cabotage berpengaruh besar terhadap industri pelayaran nasional yang terbukti semakin berkembangnya Jumlah perusahaan pelayaran dan kapal nasional dari tahun ke tahun, serta menurunkan jumlah pengangguran sehingga menguntungkan untuk kemakmuran rakyat. Penelitian ini merujuk pada  data yang ada dalam praktik (das sein) yang selanjutnya dihubungkan dengan ketentuan hukum yang berlaku (das sollen) dengan pendekatan kasus melalui metode wawancara langsung dengan salah satu pengurus Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) tentang pengaruh Asas Cabotage dan ketentuan yang berkaitan, dan  disimpulkan bahwa ada ketentuan yang masih memperbolehkan Kapal Asing yang masuk ke Indonesia dengan syarat. Kata Kunci: Asas Cabbotage, Perhubungan laut, Kapal, Peraturan,Abstract            The Cabotage principle stipulates that only Indonesian-flagged ships and crew members with Indonesian citizenship can sail in Indonesia, and is regulated in Article 8 of Law Number 17 of 2008 concerning Shipping with the provisions of the Regulation of the Minister of Transportation Number PM 2 of 2021 concerning PM 2 of 2021 Regarding Procedures and Requirements for Granting Approval to the Use of Foreign Ships for Other Activities in Indonesian Waters Excluding Activities for Transporting Passengers and Goods. Based on the results of the study, it was found that the implementation of the Cabotage Principle had a major influence on the national shipping industry which was proven to be growing in the number of national shipping companies and ships from year to year, as well as reducing the number of unemployed so that it was beneficial for the prosperity of the people. This study refers to data that is in practice (das sein) which is then linked to the applicable legal provisions (das sollen) with a case approach through direct interviews with one of the administrators of the Indonesian National Shipowners' Association (INSA) about the effect of the Cabotage Principle and the provisions related, and it is concluded that there are provisions that still allow foreign ships to enter Indonesia with conditions.Keywords: Cabotage Principle, Sea Transportation, Ship, Regulation
Kesalahan Penerapan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dalam Kasus Pencabulan Anak (Studi Kasus Putusan MA Nomor 195PK/Pid.Sus/2017) Winas Halim; Timbo Mangaranap Sirait
JURNAL HUKUM STAATRECHTS Vol 5, No 1 (2022): JURNAL STAATRECHTS
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/sr.v4i2.6095

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan dasar penerapan hukum pidana materiil terhadap tindak pidana pencabulan pada anak pada putusan MA perkara Nomor 195PK/Pid.Sus/2017. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan cara membaca dokumen putusan dan peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang berhubungan dengan tindak pidana pencabulan pada anak yang penulis lakukan dalam penelitian yang tertuang dalam skripsi. Setelah semua data terkumpul, selanjutnya data yang tersedia dipelajari dan dianalisa secara kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan sebagai berikut, (1) putusan MA Nomor 195PK/Pid.Sus/2017 telah salah menerapkan dakwaan pada Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (dakwaan ke 3) yang seharusnya menerapkan dakwaan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (dakwaan ke 1), karena Pasal 63 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyatakan : ayat (1) jika suatu perbuatan pidana masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat; ayat (2) jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus itulah yang diterapkan. (2) Majelis Hakim dalam persidangan terlalu fokus ke Dakwaan Alternatif Ketiga (Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), dengan mengabaikan dakwaan lainnya (Dakwaan Alternatif Kesatu / Lex Specialis) pada saat semua unsur pada dakwaan alternative ketiga terpenuhi, sehingga selain tidak menjalankan Pasal 63 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Majelis Hakim juga mengabaikan peraturan perundang-undangan dalam hal ini Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang dibuat oleh Legislatif dan disahkan serta diundangkan oleh negara dengan tujuan memperberat sanksi hukuman bagi pelaku tindak pidana pencabulan pada anak sekalian sebagai upaya untuk menekan angka tindak pidana pencabulan pada anak.Kata Kunci : Tindak Pidana Pencabulan Pada Anak, Aturan Pidana
PENEGAKAN HUKUM TINDAKAN MAIN HAKIM SENDIRI YANG MEMENUHI UNSUR PASAL 170 DAN PASAL 351 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Willi Adiansyah; Warih Anjari
JURNAL HUKUM STAATRECHTS Vol 5, No 1 (2022): JURNAL STAATRECHTS
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/sr.v4i2.6094

Abstract

Negara Indonesia merupakan Negara Hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka segala sesuatunya berlangsung sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku, termasuk mengenai tindakan main hakim sendiri. Main hakim sendiri (Engenrichting) adalah tindakan kesewenang-wenangan individu atau sekelompok orang dengan melakukan kekerasan atau penganiayaan, terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana tanpa melalui proses hukum. Penegakan hukum terhadap tindakan kekerasan dan penganiayaan yang memenuhi unsur-unsur pidana harus di proses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Norma-norma hukum secara nyata berfungsi sebagai pedoman terhadap hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun pada kenyataannya Penegakan Hukum terhadap tindakan Main Hakim Sendiri yang memenuhi unsur Pasal 170 atau Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum pidana tidak mencerminkan Penegakan Hukum. Peneliti menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif dengan menggunakan data sekunder dan data primer dengan metode wawancara dengan dua orang pakar hukum sebagai data tambahan. Hasil Penelitian menjelaskan (1) Penegakan hukum terhadap tindakan main hakim sendiri yang memenuhi unsur-unsur pasal 170 KUHP tentang kekerasan atau pasal 351 KUHP tentang penganiayaan harus di proses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku demi terciptanya penegakan hukum dan kepastian hukum serta keadilan bagi pihak korban. (2) Akibat Hukum adanya tindakan main hakim sendiri telah melahirkan hukum tidak berjalan dengan semestinya dan bertentangan dengan teori Negara Hukum yang ada di Indonesia. Main hakim sendiri dapat merugikan pihak korban yang mengalami luka ringan atau berat, cacat tubuh, gangguan mental dan kematian sehingga perlu adanya peningkatan kesadaran hukum dalam masyarakat agar masyarakat memahami hak dan kewajibannya, serta aparat penegak hukum harus memperbaiki kinerja penegakan hukum agar dapat terwujudnya penegakan hukum yang diinginkan masyarakat.Kata Kunci : Penegakan Hukum, Main Hakin Sendiri, Unsur-unsur Pidana
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEJAHATAN PRAKTIK KEDOKTERAN ILEGAL (Kajian Putusan Nomor 863/Pid.Sus/2016/PN.Srg) Suherman Oppusunggu; Warih Anjari
JURNAL HUKUM STAATRECHTS Vol 5, No 1 (2022): JURNAL STAATRECHTS
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/sr.v4i2.6093

Abstract

Suatu kasus yang melibatkan tenaga kesehatan dengan pasien, akhir-akhir ini sering terjadi. Penanganan hukum terhadap kasus antara tenaga kesehatan dengan pasien tersebut pun sudah berjalan, namun dalam penegakan hukumnya, korban tindak pidana tenaga kesehatan belum mendapat perlindungan hukum terhadap korban yang mengalami cacat, luka, hingga meninggal dunia. Oleh karena itu menarik untuk dikaji perlindungan hukum yang diberikan kepada korban praktik kedokteran ilegal dalam Putusan Nomor 863/Pid.Sus/2016/PN.Srg, Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan studi kasus, dan sebagai rumusan masalah dari penelitian ini antara lain; 1) Apakah putusan Nomor 863/Pid.Sus/2016/PN.Srg telah memberikan perlindungan hukum bagi korban praktik kedokteran ilegal ? 2) Bagaimana Upaya Hukum yang dapat dilakukan dalam memenuhi perlindungan korban kejahatan praktik kedokteran ilegal terhadap Putusan Nomor 863/Pid.Sus/2016/PN.Srg ?. Hasil penelitian diketahui bahwa Putusan Nomor 863/Pid.Sus/2016/ PN.Srg belum memberikan perlindungan hukum terhadap korban praktik kedokteran ilegal. Hal ini terlihat dengan tidak adanya restitusi ataupun kompensasi bagi korban di dalam putusan tersebut. Putusan hakim lebih berfokus pada penghukuman bagi pelaku. Meski pengaturan perlindungan korban telah ada, akan tetapi dalam penegakan hukum kasus ini masih menggunakan paradigma penghukuman bagi pelaku tanpa pemenuhan hak terhadap korban.Kata Kunci: Praktik Kedokteran Ilegal, Perlindungan Korban, Upaya Hukum 
KEABSAHAN PERMOHONAN KEPAILITAN YANG DIAJUKAN DEBITOR BERITIKAD TIDAK BAIK (STUDI KASUS PUTUSAN NO. 15/PDT.SUS-PKPU/2020/ PN.NIAGA.SBY) Yerika Yerika
JURNAL HUKUM STAATRECHTS Vol 5, No 1 (2022): JURNAL STAATRECHTS
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/sr.v4i2.6098

Abstract

Tertekannya dunia usaha menyebabkan sebuah perusahaan kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran utang sehingga dapat mengakibatkan debitor mengajukan permohonan pailit terhadap diri sendiri. Hukum Kepailitan di Indonesia mempunyai tujuan yaitu salah satunya adalah memberikan perlindungan kepada Debitur yang beritikad baik dari para Krediturnya. Namun pada kenyataannya, tidak semua Debitur memiliki itikad yang baik. Ada Debitur yang benar-benar tidak sanggup melaksanakan kewajiban pembayarannya, namun ada juga yang “berpura-pura” tidak sanggup melunasi kewajibannya dan memanfaatkan kondisi krisis yang ada untuk melarikan diri dari tanggung jawab. Hal ini juga terjadi pada kasus pailit PT Phasco yang dinilai oleh mayoritas kreditur sebagai trik untuk tidak menyelesaikan kewajibannya. Bagian Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan pada kreditor dari debitor beritikad tidak baik dalam menyelesaikan hutangnya tidak terdapat dalam ketentuan manapun dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Bagian-bagian yang dilindungi dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dibuat hanya untuk keadaan dimana kepailitan dan PKPU telah terjadi atau sedang berlangsung, sehingga terkesan lebih sebagai upaya perlindungan yang bersifat represif dan bukan upaya perlindungan preventif terhadap Kreditor. Kelemahan utama dari Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang seringkali dimanfaatkan oleh debitor beritikad tidak baik adalah kemudahan dalam memenuhi persyaratan untuk mengajukan permohonan pailit dan PKPU terhadap debitor. Sehingga apabila persyaratan untuk memohonkan kepailitan dan PKPU tersebut direvisi menjadi tidak semudah dan tidak sesederhana ketentuan yang sudah ada saat ini, maka upaya debitor yang beritikad tidak baik yang berpikir untuk memanfaatkan lembaga kepailitan dapat dicegah. Melalui penelitian Yuridis Normatif, penulis meneliti pelaksanaan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU di lapangan, dimana sering terjadi ketidaksesuaian antara keadaan yang didambakan atau diharapkan dengan kenyataan di lapangan.Kata Kunci: Kepailitan, Itikad baik, PT Phasco  ABSTRACT The stress of the business world causes a company to find it difficult to meet debt repayment obligations so that it can cause debtors to file bankruptcy applications against themselves. Bankruptcy Law in Indonesia has a purpose, one of which is to provide protection to debtors in good faith from their creditors. But in reality, not all debtors have good faith. There are debtors who are really unable to carry out their payment obligations, but there are also those who "pretend" to be unable to pay off their obligations and take advantage of the existing crisis conditions to escape their responsibilities. This also happened to the bankruptcy case of PT Phasco which was considered by the majority of creditors as a trick not to settle its obligations. The part of the Bankruptcy Law and PKPU which specifically regulates the protection of creditors from debtors with bad intentions in settling their debts is not contained in any provisions of the Bankruptcy Law and PKPU. Sections that are protected in the Bankruptcy Law and PKPU are made only for situations where bankruptcy and PKPU have occurred or are in progress, so that it seems more as a repressive protection measure and not a preventive protection measure against creditors. The main weakness of the Bankruptcy Law and PKPU which is often exploited by debtors with bad intentions is the ease in fulfilling the requirements to file bankruptcy applications and PKPU against debtors. So that if the requirements for filing for bankruptcy and the PKPU are revised to be not as easy and not as simple as the existing provisions, the efforts of debtors with bad intentions who think about taking advantage of the bankruptcy institution can be prevented. Through normative juridical research, the author examines the implementation of the Bankruptcy Act and PKPU in the field, where there is often a mismatch between the desired or expected situation and the reality on the ground.Keywords: Bankruptcy, good faith, PT PhascoDAFTAR PUSTAKAA.  Buku, Publikasi Ilmiah, Makalah, Jurnal, SkripsiSjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan (Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, Cetakan IV, 2010.Alif Kurnia Putra, Jurnal Jurist-Diction, Vol. 2 No. 4, Juli 2019, Keabsahan Penolakan Permohonan Pailit Berdasarkan Alasan Debitor Dalam Keadaan Solven, Surabaya: Universitas Airlangga, 2019.Lucky Dafira Nugroho, Jurnal Era Hukum, No. 2, November 2016, Itikad Baik Sebagai Tolok Ukur Perbuatan Debitor Dalam Kepailitan, Jakarta Barat: Yayasan Universitas Tarumanagara, 2016.M. Fauzi, Journal SHS Web Conference ICoL GaS, Vol. 54, November 2018, Insolvency within Bankruptcy: The Case in Indonesia, Samarinda: Universitas Mulawarman, 2018.Robert and Rosa Agustina, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 20, Issue 1, January 2020, Punishing The Bankruptcy Fraudster: What Can Indonesia Learn from United States of America?, Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman, 2020.Serlika Aprita, Joni Emirzon and Muhammad Syaifuddin, International Journal of Civil Engineering and Technology (IJCIET), Vol. 10, Issue 5, May 2019, Restructural Justice-Based Legal Protection for Bankrupt Debtors In Settling Bankruptcy Disputes, IAEME, 2019.   B.  Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.  C.  Sumber InternetAli, Hukum Online, “Hakim Karier Menilai Proses Kepailitan Terlalu Mudah”,https://m.hukumonline.com/berita/baca/lt51eea824de1c3/hakim-karier-menilai-proses-kepailitan-terlalu-mudah/, diakses jam 19.28, tanggal 13 Juli 2021.Christiawan, Rio, “Menggagas Pembaharuan Aturan Kepailitan”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5dbf8781bf17c/menggagas-pembaharuan-aturan-kepailitan-oleh--rio-christiawan/, diakses jam 21.55, tanggal 29 April 2021.Christiawan, Rio, “Restrukturisasi Utang Melalui Pengadilan”, https://analisis.kontan.co.id/news/restrukturisasi-utang-melalui-pengadilan, diakses jam 20.04, tanggal 20 Mei 2021.Fitri N. Heriani, Hukum Online, “Enam Kesalahan UU Kepailitan”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt561737ed1a1cb/enam-kesalahan-uu-kepailitan/, diakses jam 19.09, tanggal 13 Juli 2021.Fitri N. Heriani, Hukum Online, “DPR Usul Revisi UU Kepailitan”,https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51372bada43a5/dpr-usul-revisi-uu-kepailitan/, diakses jam 19.46, tanggal 13 Juli 2021.   Tri, Hukum Online, “Ketua MA Prihatin Banyak Proses Kepailitan yang Disalahgunakan”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol9604/ketua-ma-prihatin-banyak-proses-kepailitan-yang-disalahgunakan/, diakses jam 19.57, tanggal 13 Juli 2021.

Page 1 of 1 | Total Record : 5