cover
Contact Name
Nurmalia Habibah
Contact Email
jurnal.fib@ugm.ac.id
Phone
+62274513096
Journal Mail Official
arnawa.journal@gmail.com
Editorial Address
Javanese Language, Literature, and Culture Program, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada Sosiohmaniora 3 St. Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta, Indonesia. 55281
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Arnawa
ISSN : -     EISSN : 30317657     DOI : https://doi.org/10.22146/arnawa
Arnawa is an intellectual sanctuary dedicated to unraveling the intricate layers of Javanese identity through the lenses of language, literature, and culture. Nestled within the cultural heartland of Java, this journal serves as a vibrant forum for the exchange of scholarly discourse, fostering a profound understanding of the diverse facets that define Javanese existence. Arnawa is a biannual publication of the Javanese Language, Literature and Culture Study Program, Faculty of Cultural Sciences at Gadjah Mada University, released in June and December each year. We extend an open invitation to scholars and practitioners alike, encouraging active participation in the vibrant exchange of ideas, insights, and research. This collaborative endeavor seeks to enrich our collective comprehension of the nuanced facets that characterize the world of Javanese culture.
Articles 10 Documents
Kajian Kodikologi Iluminasi dalam Serat Jaya Lengkara Wulang (1803) Devita Herda Ayu Mayasari
Arnawa Vol 1 No 1 (2023): Edisi 1
Publisher : Javanese Language, Literature, and Culture Study Program, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/arnawa.v1i1.11241

Abstract

This study aims to identify and analyze the symbols in the illumination of the Jaya Lengkara Wulang manuscript. This codicological study uses a qualitative descriptive method. This qualitative descriptive is used to explain the symbols in the illumination. The source of the research data is the illumination of the Renggan Jaya Lengkara Wulang district head, a collection of the British Library. The results showed that there were elements of pineapple, praba, sunflower, saton, daisies/asters, tlacapan, lung-lungan, and arrow motifs. In addition, there are also elements of color, namely gold, red, blue, yellow, and white. If it is related to the contents of the text, there are teachings to have broad insight, be firm in your stance, have good manners, and always be compassionate towards others. === Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis simbol-simbol dalam iluminasi naskah Jaya Lengkara Wulang. Penelitian kodikologi ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menjelaskan simbol-simbol dalam iluminasi. Sumber data penelitian adalah iluminasi wedana renggan Jaya Lengkara Wulang koleksi British Library. Hasil penelitian menunjukkan adanya unsur motif buah nanas, praba, bunga matahari, saton, bunga daisy/aster, tlacapan, lung-lungan, dan anak panah. Selain itu juga ada unsur warna, yaitu emas, merah, biru, kuning, dan putih. Jika dikaitkan dengan isi teks terdapat ajaran untuk berwawasan luas, teguh pendirian, memiliki tata krama, dan selalu berbelas kasih kepada sesama.
Fragmen Labuhan Merapi: Pengimplementasian Folklor Ki Sapu Jagad dalam Seni Pertunjukan, Beserta Sejarah Perkembangan dan Pelestariannya (Sebuah Kajian Budaya) Adjit Royan Mustafa Ganda Sukma; Haryo Untoro; Muhammad Siswoyo; Nanda Nursa Alya
Arnawa Vol 1 No 1 (2023): Edisi 1
Publisher : Javanese Language, Literature, and Culture Study Program, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/arnawa.v1i1.11242

Abstract

Pluralism is a cultural phenomenon that can be easily found in Indonesia. Cultural manifestations include ideas, traditions, and art that adorn the vast territory of Indonesia. Culture, in the form of tradition, is divided into oral tradition and written tradition. One of the manifestations of oral tradition is reflected in the Ki Sapu Jagad folklore, which is the background for the birth of the Labuhan Merapi tradition. Over time, this folklore was adapted by the people of Umbulharjo village in the form of performing arts as Labuhan Merapi Fragment. The Labuhan Merapi Fragment acts as a media novelty about the story of Ki Sapu Jagad. In addition, this fragment becomes an interesting thing for local people and tourists. This research aims to find out the existence, history, development, and inheritance of the Labuhan Merapi Fragment in all segments of society. Pertinent data were obtained through formal interviews and literature studies. The research method used is descriptive-qualitative. The data that has been collected is then processed with note-taking techniques. The implementation of the Labuhan Merapi Fragment is still routinely carried out from its inception to the present. This shows that the Labuhan Merapi Fragment is still sustainable and continues to be passed down continuously through the regeneration of performing arts presenters. With the existence of problems in efforts to maintain the existence of oral tradition, fragments of Labuhan Merapi still exist and have become the cultural identity of the people of Umbulharjo Village, Cangkringan District, Sleman Regency. === Pluralisme merupakan fenomena kebudayaan yang dapat dijumpai dengan mudah di Indonesia. Wujud kebudayaan antara lain berupa gagasan, tradisi dan seni yang menghiasi luasnya wilayah Indonesia. Kebudayaan berupa tradisi terbagi atas tradisi lisan dan tradisi tulis. Perwujudan tradisi lisan salah satunya tercermin pada folklor Ki Sapu Jagad yang melatarbelakangi lahirnya tradisi Labuhan Merapi. Seiring berjalannya waktu, folklor ini diadaptasi oleh masyarakat Desa Umbulharjo dalam bentuk seni pertunjukan sebagai Fragmen Labuhan Merapi. Fragmen Labuhan Merapi berperan sebagai kebaruan media mengenai kisah Ki Sapu Jagad. Selain itu, fragmen ini menjadi sebuah hal yang menarik bagi masyarakat lokal dan para wisatawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesejarahan, perkembangan, peran serta pewarisan Fragmen Labuhan Merapi kepada seluruh segmentasi masyarakat. Data-data yang bersangkutan diperoleh melalui wawancara formal dan studi pustaka. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan teknik catat. Pelaksanaan Fragmen Labuhan Merapi masih secara rutin dilakukan dari awal terbentuknya hingga masa sekarang ini. Hal itu menunjukan bahwa Fragmen Labuhan Merapi masih lestari dan terus diwariskan secara kontinuitas melalui regenerasi penyaji seni pertunjukan. Dengan adanya problematika dalam usaha pemertahanan eksistensi tradisi lisan, Fragmen Labuhan Merapi tetap eksis dan menjadi identitas kebudayaan masyarakat Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman.
Pemanfaatan Ilmuniasi Manuskrip dalam Bidang Ekonomi Kreatif Hendra Aprianto
Arnawa Vol 1 No 1 (2023): Edisi 1
Publisher : Javanese Language, Literature, and Culture Study Program, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/arnawa.v1i1.11243

Abstract

Manuscripts, traditionally studied or academically explored, have the potential to be employed for the cultural advancement within the realm of the creative economy. This research delves into the application of manuscript illumination as a reference for creating economically valuable products. The process involves transforming illuminated elements into creative works, such as designing apparel or t-shirts. The study employs literature review and the Business Model Canvas approach, which visualizes and outlines business ideas and concepts. It aims to explore the relationship and opportunities between manuscript illumination and the creative economy. Manuscripts play a crucial role in representing a nation and should be implemented in everyday life. Therefore, their preservation and safeguarding are vital amidst the growing influence of foreign cultures. === Manuskrip yang selama ini dipelajari atau dimanfaatkan secara teoritis—akademis ternyata dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan pemajuan kebudayaan dalam bidang ekonomi kreatif. Penelitian ini membahas mengenai pemanfaatan iluminasi manuskrip sebagai sumber referensi dalam penciptaan produk yang bernilai ekonomi. Proses pemanfaatan iluminasi manuskrip yaitu dengan mengalihmediakan iluminasi menjadi karya kreatif seperti desain kaos. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dan pendekatan Business Model Canvas yaitu pendekatan dengan strategi manajemen yang disusun untuk menjabarkan ide dan juga konsep sebuah bisnis ke dalam bentuk visual. Dalam penelitian ini akan menggali hubungan dan peluang iluminasi manuskrip dengan bidang ekonomi kreatif. Dikarenakan manuskrip merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk menjadi representasi sebuah bangsa dan harus diimplementasikan di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Hal tersebut juga harus dilestarikan dan dijaga akan eksistensinya di tengah tingginya budaya dan pengaruh asing.
Onomatope dalam Istilah-istilah Gamelan Jawa Tania Kristi; Hendrokumoro Hendrokumoro
Arnawa Vol 1 No 1 (2023): Edisi 1
Publisher : Javanese Language, Literature, and Culture Study Program, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/arnawa.v1i1.11244

Abstract

Onomatopoeia in Javanese is attached to the Javanese musical art activity called gamelan or Karawitan. Just as music is related to sounds, there are various gamelan terms which are onomatopoeia. The lack of research on the onomatopoeia of these terms motivated a preliminary study of how onomatopoeia is formed in Javanese gamelan terms and its use in both verbal and written. Data was taken from literature studies and independent reflection based on the author's observation experiences. Next, the data is classified based on word form and the use of terms in gamelan practice. This research found onomatopoeia in Javanese gamelan terms which are dominated by secondary forms of onomatopoeia, namely imitations of sounds from the gamelan instruments being played. Meanwhile, based on word formation, onomatopoeia of gamelan terms consists of (1) root words as basic words, (2) root words plus formative, (3) root words doubled, (4) two or more root words, and (5) compound words. Based on their use, these terms are divided into four functions, namely as a basis for naming gamelan instruments, naming gamelan percussion techniques, and to describe gamelan sounds. The use of these terms can also be seen verbally and written. === Onomatope dalam bahasa Jawa melekat pada aktivitas seni musik Jawa yang disebut dengan gamelan atau seni karawitan. Sebagaimana musik berhubungan dengan suara dan bunyi-bunyian, ada berbagai istilah gamelan yang merupakan bentuk onomatope. Minimnya penelitian tentang onomatope istilah-istilah tersebut memotivasi kajian awal terhadap pembentukan onomatope dalam istilah gamelan Jawa dan fungsi atau penggunaannya baik secara tertulis maupun secara verbal. Data diambil dari studi literatur dan refleksi mandiri berdasarkan pengalaman observasi penulis. Berikutnya, data diklasifikasikan berdasarkan pembentukan kata dan penggunaan istilah-istilah dalam praktik gamelan. Penelitian ini menemukan jenis onomatope dalam istilah-istilah gamelan Jawa yang didominasi bentuk onomatope sekunder, yaitu tiruan-tiruan bunyi dari instrumen gamelan yang dimainkan. Sementara itu, berdasarkan pembentukan katanya, onomatope istilah-istilah gamelan terdiri dari (1) akar kata sebagai kata dasar, (2) akar kata ditambah formatif, (3) akar kata diduakalikan, (4) dua akar kata atau lebih, dan (5) kata majemuk. Berdasarkan penggunaannya, istilah-istilah ini terbagi dalam empat fungsi yaitu sebagai dasar penamaan instrumen gamelan, penamaan teknik tabuh gamelan, dan untuk mendeskripsikan bunyi gamelan. Penggunaan istilah-istilah ini juga dapat dilihat secara lisan dan tertulis.
Ruang Antara yang Tampak dan Tak Tampak dalam Kisah Raden Somoyoso Mahardhika Kusumo Simbolon
Arnawa Vol 1 No 1 (2023): Edisi 1
Publisher : Javanese Language, Literature, and Culture Study Program, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/arnawa.v1i1.11245

Abstract

The story of Raden Somoyoso in the district of Gondang, Sragen, Central Java recounts about a prince who ran away from the palace. In this verbally transmitted story, Raden Somoyoso is depicted as someone who inhabits a space between the visible and the invisible. From an interview with a person who claims as the prince’s grandchild, this paper tries to unearth this local story and present it to a bigger Indonesian audience. By employing strategies of oral literature study and concepts of in-between space explored by Salam (2021), this paper discusses how Raden Somoyoso existed as a visible human while connected to the invisible realm in the perspective of those who lived with and around him and witnessed his actions. The result shows that Raden Somoyoso as a subject has an ability to fully exist in both the visible and the invisible spaces by camouflaging through the spaces albeit not instantly. Some people see this negatively as a disturbance of normality, but others especially his family sees him as a paragon of humility, endurance, and loyalty which he radiated through his deliberate choice of withdrawing from the visible space and becoming invisible. === Kisah Raden Somoyoso di Kecamatan Gondang, Sragen, Jawa Tengah berkisah tentang seorang pangeran yang melarikan diri dari istana. Dalam cerita yang disampaikan secara lisan ini, Raden Somoyoso digambarkan sebagai seseorang yang mendiami ruang antara yang kasat mata dan yang tak kasat mata. Dari wawancara dengan seseorang yang mengaku sebagai cucu sang pangeran, tulisan ini mencoba menggali cerita lokal tersebut dan menyajikannya kepada khalayak yang lebih luas di Indonesia. Dengan menggunakan strategi kajian sastra lisan dan konsep ruang di antara yang dieksplorasi oleh Salam (2021), tulisan ini membahas bagaimana Raden Somoyoso hadir sebagai manusia kasat mata sekaligus terhubung dengan alam tak kasat mata dalam perspektif orang-orang yang tinggal bersama dan di sekitarnya serta menyaksikan tindakannya. Hasilnya menunjukkan bahwa Raden Somoyoso sebagai subjek mempunyai kemampuan untuk eksis secara utuh baik dalam ruang kasat mata maupun ruang kasat mata dengan berkamuflase melalui ruang tersebut meskipun tidak secara instan. Beberapa orang melihat hal ini secara negatif sebagai gangguan terhadap normalitas, namun yang lain terutama keluarganya melihatnya sebagai teladan kerendahan hati, daya tahan, dan kesetiaan yang ia pancarkan melalui pilihan sengajanya untuk menarik diri dari ruang yang terlihat dan menjadi tidak terlihat.
Wayang Kulit sebagai Instrumen Edukasi: Re-Interpretasi Wayang Kulit di Museum Volkenkunde Leiden and Museum Wayang Kekayon Yogyakarta Kezia Permata
Arnawa Vol 1 No 2 (2023): Edisi 2
Publisher : Javanese Language, Literature, and Culture Study Program, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/arnawa.v1i2.11246

Abstract

This research aims to analyze the influence of the relocation and timing on the educational value embedded in wayang kulit. Using the theory of "way of seeing," the observations are conducted through a qualitative approach. The value of wayang as an educational instrument is assessed based on its function, both in performances and as exhibition objects in museums. A case study was carried out regarding the placement of wayang kulit at Volkenkunde Museum Leiden and Museum Wayang Kekayon. The differences in two locations at two different times have an impact on the placement of wayang collections. Through this research, it is evident that the educational value of wayang kulit remains unchanged even though different presentation methods are used. Whether in performances or as museum exhibition objects, wayang kulit continues to play a role as an educational medium that can be enjoyed by the public. === Penelitian ini bermaksud menganalisis pengaruh perpindahan lokasi dan waktu terhadap nilai edukatif yang terkandung dalam wayang kulit. Melalui teori cara melihat (way of seeing), pengamatan dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Nilai wayang sebagai instrumen edukasi ditimbang berdasarkan fungsinya baik dalam pertunjukan maupun sebagai objek pameran dalam museum. Studi kasus dilakukan terhadap penempatan wayang kulit di Volkenkunde Museum Leiden dan Museum Wayang Kekayon. Adapun perbedaan pada dua lokasi pada dua masa yang berbeda ini berpengaruh dalam penempatan koleksi wayang. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa nilai edukatif wayang kulit tidak berubah sekalipun metode penyajian yang berbeda. Baik dalam pertunjukan maupun sebagai objek pameran museum, wayang kulit tetap berperan sebagai media edukasi yang dapat dinikmati oleh masyarakat.
Anoman Angrĕrĕpi Munggeng Nagasĕkar: dari Rubrikasi Hingga Hubungan Intertekstual Sĕrat Rama Jayakusuman dengan Sĕrat Rama Yasadipuran Tio Cahya Sadewa
Arnawa Vol 1 No 2 (2023): Edisi 2
Publisher : Javanese Language, Literature, and Culture Study Program, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/arnawa.v1i2.11247

Abstract

This research discusses the rubrication of "Anoman Angrĕrĕpi munggeng Nagasekar" in the manuscript of Sĕrat Rama (Jayakusuman) in the collection of the Sonobudoyo Yogyakarta Museum Library (MSB/L.291) and then interprets and correlates it with the accompanying text. This study also attempts to compare the story of Anoman angrĕrĕpi 'singing' when delivering a message from Prabu Rama to Dewi Sinta contained in Sĕrat Rama (Jayakusuman) with the more widely known version, Sĕrat Rama (Yasadipuran). A descriptive research method with a philological and intertextual approach is used to determine the relationship between texts. In addition, a semiotic approach was used to interpret the meaning of the rubrication of the text. The data in this study are texts about the story of Anoman singing from each manuscript to be compared. The results show that in Sĕrat Rama (Jayakusuman) the story of Anoman "angrĕrĕpi" is an important topic, as evidenced by the special rubrication about it. The story of Anoman singing is not found in the Old Javanese Rāmāyaṇa. It is found in both texts of Sĕrat Rama (Yasadipuran and Jayakusuman versions) with different compositions. In Sĕrat Rama (Yasadipuran) the story is composed in the Mijil metre while in the younger Sĕrat Rama (Jayakusuman) the Dhandhanggula metre is used. The story of Anoman singing is the result of the creativity of the Surakarta Palace poet, R. Ng. Yasadipura II in the form of an interpretation of the Old Javanese Rāmāyaṇa which was later recomposed in a different version by B.P.H. Jayakusuma (son of Hamengku Buwana II). === Penelitian ini membahas tentang adanya rubrikasi “Anoman Angrĕrĕpi munggeng Nagasekar” pada naskah Sĕrat Rama (Jayakusuman) koleksi Perpustakaan Museum Sonobudoyo Yogyakarta (MSB/L.291) untuk kemudian diinterpretasi dan dikorelasikan dengan teks yang mengiringinya. Penelitian ini juga mencoba untuk membandingkan kisah tentang Anoman angrĕrĕpi ‘menembang’ pada saat menyampaikan pesan dari Prabu Rama kepada Dewi Sinta yang termuat dalam Sĕrat Rama (Jayakusuman) dengan versi yang lebih dikenal luas, yakni Sĕrat Rama (Yasadipuran). Digunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan filologi dan intertekstual untuk mengetahui hubungan antar teks. Selain itu, digunakan pula pendekatan semiotik untuk menginterpretasikan makna dari rubrikasi naskah. Data dalam penelitian ini adalah teks tentang kisah Anoman menembang dari masing-masing naskah untuk kemudian dibandingkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada teks Sĕrat Rama (Jayakusuman) kisah Anoman “angrĕrĕpi” merupakan topik yang penting, terbukti dengan adanya rubrikasi khusus mengenainya. Kisah Anoman menembang tidak didapati pada Rāmāyaṇa Jawa Kuna. Kisah ini ditemukan pada kedua teks Sĕrat Rama (versi Yasadipuran dan Jayakusuman) dengan gubahan yang berbeda. Pada Sĕrat Rama (Yasadipuran) kisah tersebut digubah dengan metrum Mijil sedangkan pada Sĕrat Rama (Jayakusuman) yang lebih muda digunakan metrum Dhandhanggula. Kisah Anoman menembang merupakan hasil kreatifitas pujangga Keraton Surakarta, R. Ng. Yasadipura II dalam bentuk pen-jarwa-an Rāmāyaṇa Jawa Kuna yang kemudian digubah lagi dengan versi yang berbeda oleh B.P.H. Jayakusuma (putra Hamengku Buwana II).
Kesempatan Penelitian Ejaan Naskah di Era Digital: Uji Coba Pengamatan Perilaku Huruf Berdasarkan Metode Willem Van Der Molen Styan Lintang Sumiwi
Arnawa Vol 1 No 2 (2023): Edisi 2
Publisher : Javanese Language, Literature, and Culture Study Program, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/arnawa.v1i2.11248

Abstract

This paper draws on Peter Worsley's idea in 1972 to catalog errors and spelling conventions of a manuscript that would be useful in uncovering its copying tradition. The spelling aspect of the theory has never been fully implemented, including Worsley himself. Willem van der Molen (1983) attempted to implement spelling analysis by looking at the behavior of each script in each manuscript, but he only tried it with two letter variations. He couldn't complete the work due to the large amount of data involved, which took too long. Current advances in information technology have made it possible to automate text data processing that previously had to be done manually. This research reviews the method offered by Willem van der Molen and shows how computing technology helps in such analysis. === Tulisan ini berangkat dari gagasan Peter Worsley pada tahun 1972 untuk membuat katalog kesalahan dan konvensi ejaan suatu naskah yang berguna dalam mengungkap tradisi penyalinannya. Aspek ejaan dalam teori tersebut belum pernah diimplementasikan secara tuntas, termasuk oleh Worsley sendiri. Willem van der Molen (1983) mencontohkan implementasi analisis ejaan dengan cara memperhatikan perilaku setiap aksara pada setiap naskah, namun ia hanya mencobanya pada variasi dua huruf. Analisis tersebut tidak dapat ia selesaikan karena cakupan data yang besar sehingga memakan waktu terlalu lama. Kemajuan di bidang teknologi informasi yang ada saat ini telah memungkinkan otomatisasi pengolahan data teks yang sebelumnya harus dilakukan secara manual. Penelitian ini dilakukan sebagai tinjauan ulang atas metode yang ditawarkan Willem van der Molen dan memperlihatkan bagaimana teknologi komputasi bermanfaat dalam analisis tersebut.
Internalisasi Wacana Pemberadaban Kolonial Hindia-Belanda dan Kebangkitan Ajaran Tasawuf di Jawa Abad 19: Sebuah Studi Kasus pada Dongeng Jaka Sakbar Muhamad Fahrizal Leo Pratama
Arnawa Vol 1 No 2 (2023): Edisi 2
Publisher : Javanese Language, Literature, and Culture Study Program, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/arnawa.v1i2.11249

Abstract

The development of Sufism studies in Java has been carried out by the palace poets in Surakarta in the 19th century. Various works resulting from the Islamization of classical Javanese literature indicate the efforts to transition from Hindu-Buddhist tradition. Along with the Islamization process in Java, in the early 19th to 20th century, Western Orientalists came with a mission to civilize the natives through the Gospel. This article discusses the teachings of Sufism in a Javanese fairy tale entitled Jaka Sakbar and its correlation to the evangelization process in Java in the 19th century. The Jaka Sakbar fairy tale is one of the story fragments in the collection of fairy tales in the Kěmpalan Dongeng Manuscript Collection of the Widyapustaka Library, Pura Pakualaman, Yogyakarta. Fairy tales are often characterized as mere fictional stories that serve only as entertainment. However, fairy tales do not rule out the possibility of becoming a means of social and religious teaching by adding elements of knowledge in a story. In addition, Sufism teachings were quite popular in Java in the 19th century, along with the growth of tarekat in the Nusantara, especially the reconciliation between Sunni Sufism and philosophical Sufism. The intention to include Sufism teachings in manuscripts in Java is a symbolic resistance by the Islamic Mataram Kingdom and Javanese poets due to colonial domination (missionaries) in the 19th century. === Perkembangan studi tasawuf di Jawa, setidaknya telah dilakukan oleh para pujangga Istana di Surakarta pada abad ke-18 hingga 19. Berbagai macam karya hasil Islamisasi terhadap karya Sastra Jawa periode klasik menujukkan terjadinya upaya peralihan dari tradisi Hindu-Budha. Bersamaan dengan proses Islamisasi di Jawa, pada rentang awal abad ke 19 hingga 20an, para Orientalis Barat datang dengan misi pemberadaban melalui kitab injil kepada kaum bumiputera. Artikel ini membahas mengenai ajaran tasawuf dalam sebuah Dongeng Jawa berjudul Jaka Sakbar dan korelasinya terhadap proses internalisasi wacana pemberadaban di Jawa pada abad ke-19. Dongeng Jaka Sakbar merupakan salah satu fragmen cerita dari kumpulan dongeng dalam Naskah Kěmpalan Dongeng Koleksi Perpustakaan Widyapustaka Pura Pakualaman Yogyakarta. Dongeng seringkali dicirikan sebagai sebuah cerita karangan belaka yang berfungsi sebagai hiburan fiktif. Akan tetapi, dongeng tidak menutup kemungkinan menjadi sebuah sarana pengajaran sosial dan agama dengan menambahkan unsur-unsur pengetahuan dalam sebuah cerita. Selain itu, ajaran tasawuf cukup digemari di Jawa pada abad ke-19 bebarengan dengan pertumbuhan tarekat di Nusantara khususnya rekonsiliasi antara tasawuf sunni dan tasawuf falsafi. Adanya intensi untuk memasukkan ajaran tasawuf dalam manuskrip di Jawa, merupakan salah satu bentuk perlawanan simbolik oleh Kerajaan Mataram Islam dan pujangga Jawa akibat dominasi kolonial (misionaris) pada abad ke-19.
Cerita Pandai Besi dalam Sêrat Rama, Arjunawiwaha, Saha Kempalan Dongeng: Kajian Filologi dan Kritik Respon Pembaca Hendra Aprianto
Arnawa Vol 1 No 2 (2023): Edisi 2
Publisher : Javanese Language, Literature, and Culture Study Program, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/arnawa.v1i2.11250

Abstract

Keris is a Javanese cultural product. Literacy on blacksmithing may be discovered in the document Sêrat Rama, Arjunawiwaha, Saha Kempalan Dongeng (SRASKD). The manuscript was started by a ruling king. The narrative of the blacksmith in SRASKD is told in 29 stanzas, however this essay will only look at 5 of them. The manuscript is housed at the Widyapustaka Pura Pakualaman library. This research employs philological analysis began by Oman Fathurahman and reader response critique initiated by Louise Rosenblatt. Philological analysis is used to characterize the manuscript and provide the text edition that was carried out using the script and language transfer technique. Furthermore, the translation findings are carried out at the reader interpretation stage to acquire a series of meanings in the SRASKD manuscript's macapat poetry. The following outcomes are derived based on the process of reading the characters and understanding the text. The first verse narrates the account of a blacksmith from Pajajaran, a kris empu with the rank of lurah. The second verse describes King Brawijaya's hunt for a highly competent kris smith. In the third stanza, the monarch finds a master empu, Kyai Supa, and his son (Ki Surawigya). Kyai Supa is resentful of his son in the fourth stanza because the king prefers his son's work. Ki Surawigya dies in the sixth stanza, and King Brawijaya is taken aback. In this article, the SRASKD manuscript is presented as a presentation of fascinating literary works on social phenomena at the time, which informs about the king's initiation to locate a kris master, which is still relevant now. === Keris merupakan produk budaya masyarakat Jawa. Literasi tentang pandai besi dapat ditemukan dalam dokumen Sêrat Rama, Arjunawiwaha, Saha Kempalan Dongeng (SRASKD). Naskah ini diprakarsai oleh seorang raja yang berkuasa. Narasi pandai besi dalam SRASKD diceritakan dalam 29 pada, namun tulisan ini hanya akan membahas 5 pada . Naskah ini tersimpan di perpustakaan Widyapustaka Pura Pakualaman. Penelitian ini menggunakan analisis filologi yang dimulai oleh Oman Fathurahman dan kritik respons pembaca yang digagas oleh Louise Rosenblatt. Analisis filologi digunakan untuk pendeskripsian fisik naskah dan memberikan edisi teks yang dilakukan dengan teknik alih aksara dan alih bahasa. Selanjutnya, hasil terjemahan dilakukan pada tahap interpretasi pembaca untuk mendapatkan serangkaian makna dalam puisi macapat naskah SRASKD. Hasil penelitian berikut ini diperoleh berdasarkan proses pembacaan aksara dan pemahaman teks. Bait pertama menceritakan kisah seorang pandai besi dari Pajajaran, seorang empu keris berpangkat lurah. Bait kedua menceritakan perburuan Prabu Brawijaya terhadap seorang empu keris yang sangat kompeten. Pada bait ketiga, sang raja menemukan seorang empu, Kyai Supa, dan putranya (Ki Surawigya). Kyai Supa merasa kesal kepada putranya pada bait keempat karena sang raja lebih menyukai hasil karya putranya. Ki Surawigya meninggal pada bait keenam, dan Raja Brawijaya terkejut. Dalam artikel ini, naskah SRASKD disajikan sebagai presentasi karya sastra yang menarik tentang fenomena sosial pada saat itu, yang menginformasikan tentang inisiasi raja untuk mencari seorang empu keris, yang masih relevan sampai sekarang.

Page 1 of 1 | Total Record : 10