cover
Contact Name
Fiska Maulidian Nugroho
Contact Email
fiska.fh@unej.ac.id
Phone
+6282229813506
Journal Mail Official
jak@unej.ac.id
Editorial Address
Jl. Kalimantan 37, Kampus Tegal Boto, Fakultas Hukum Universitas Jember, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur
Location
Kab. jember,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Anti Korupsi
Published by Universitas Jember
ISSN : -     EISSN : 29860741     DOI : https://doi.org/10.19184/jak
JURNAL ANTI KORUPSI is an open-access and peer-reviewed law journal. It is journal part of the Faculty of Law, University of Jember, Indonesia. The publication contains a rich store of legal literature analyzing the legal development of Indonesia. This journal is concerned to anti-corrpution issues.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 3 No 2 (2013): Edisi November 2013: Studi Kasus dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Telaah Pera" : 5 Documents clear
Penerapan Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi tanpa Pemidanaan dalam Perspektif Hukum Pidana Dandi Caliano Anugerah; U'ul Maliyah; Intan Putri Dwi Agustin; Muhammad Rifki Pradana; Tejo Hendri Pangistu
JURNAL ANTI KORUPSI Vol 3 No 2 (2013): Edisi November 2013: Studi Kasus dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Telaah Pera
Publisher : PUSAT KAJIAN ANTI KORUPSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jak.v3i2.38851

Abstract

Korupsi merupakan salah satu bentuk tindak pidana berupa penggelapan serta perampasan uang negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum, tentunya tindak pidana korupsi merupakan perbuatan pidana yang sangat merugikan negara maupun masyarakat. Korupsi merupakan salah satu urgensi atau masalah besar yang harus diatasi khususnya di Indonesia yang menjadi isu hangat belakangan ini, namun angka korupsi masih sangat sulit untuk ditentukan jumlahnya karena banyak tindak korupsi yang belum diketahui. Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan kabar terkait kasus korupsi, yaitu dalam setahun KPK mengurus 74 kasus dan menetapkan 274 tersangka dalam jangka waktu satu tahun. Kasus tindak pidana korupsi bisa terjadi karena beberapa faktor, yaitu gaya hidup, dan dilakukan karena adanya dorongan dari pihak lain. Dalam kasus tindak pidana korupsi, Negara berhak untuk melakukan perampasan aset. Dengan diterapkannya perampasan aset hasil tindak pidana korupsi tanpa pemidanaan ialah suatu bentuk pengembalian aset negara yang bertujuan memaksimalkan penerapan tindak pidana agar tidak terjadi suatu permasalahan baru dan sebagai wujud ganti rugi atau pengembalian keuangan negara dengan maksud untuk memberikan sanksi kepada pelaku dengan mengurangi aset kekayaan mereka. perampasan aset juga memiliki manfaat bagi masyarakat yaitu hasil dari perampasan tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengadaan program sosial serta pembangunan yang lebih baik dan memiliki manfaat bagi masyarakat serta negara. Tujuan dibuatnya jurnal ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan atau implementasi perampasan aset hasil tindak korupsi lebih baik atau tidak daripada melakukan pemidanaan. Dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai suatu masalah yang sedang terjadi saat ini dan yang terjadi pada saat penelitian dilakukan. KEYWORDS: Korupsi, Tindak Pidana, Perampasan Aset
Perspektif Alasan Pemberat Pidana dalam Kasus Korupsi Menteri Kelautan dan Perikanan : Penjelasan Frasa Keadaan Tertentu Lutfiah Salsabila; Muhammad Hamman Zufar; Unsiya Zulfa Ulinnuha; Eka Novian Rahmadani; Alfina Kusuma Rahmawati
JURNAL ANTI KORUPSI Vol 3 No 2 (2013): Edisi November 2013: Studi Kasus dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Telaah Pera
Publisher : PUSAT KAJIAN ANTI KORUPSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jak.v3i2.38842

Abstract

Kasus korupsi merupakan salah satu kejahatan besar (extraordinary crime) yang sudah mengakar di Indonesia. Hukuman bagi para koruptor dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana, dimana koruptor dapat dijatuhi hukuman mati dalam keadaan tertentu. Salah satunya adalah korupsi yang dilakukan dimasa pandemi covid-19. Tidak sedikit pejabat yang terkena Olah Tangkap Tangan KPK, salah satunya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Jabantannya sebagai seorang menteri yang melakukan korupsi dimasa pandemi tentu menjadi alasan munculnya pemberat pidana. Oleh karena itu penting untuk menganalisis yuridis dan fakta dalam kasus ini. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis alasan pemberat pidana terutama dalam perspektif waktu terjadinya kasus korupsi saat pandemi covid-19. Tujuan akhir adalah dapat menganalisis pertimbangan hakim dalam pekara ini apakah telah mencantumkan alasan pemberat pidana sebagai mana fakta yang terungkap. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan studi kasus. Data yang digunakan dalam penelitan ini adalah data sekunder meliuti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif yakni mengumpulkan literatur yang mendukung penelitian. Penelitian ini menunjukkan kelayakan hukuman yang diberikan kepada Edhy Prabawo atas kasus korupsi yang dilakukan dilihat dari alasan pemberat pidana. Adapun alasan pemberat pidana yakni dilakukan saat negara mengalami bencana nasional yang masuk sebagai keadaan tertentu, jabatannya sebagai seorang menteri dan kerugian yang diakibatkan. Jika dilihat sesuai fakta, seharusnya terdapat penambahan hukuman kepada terdakwa Edhy Prabowo sesuai dengan alasan pemberat pidana. Maka dari itu, diperlukan sebuah analisis yang meninjau kembali alasan pemberat pidana yang seharusnya dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim dalam memutus perkara ini.
Peran Non Governmental Organization dalam Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia: Studi Kasus Dugaan Korupsi Proyek Reklamasi Pantai Losari Andhini Rachmah Dhanti; Syeira Rezicha; Fania Putri Pradana; Faza Reta Rizqi Navia; Riska Puji Wardania
JURNAL ANTI KORUPSI Vol 3 No 2 (2013): Edisi November 2013: Studi Kasus dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Telaah Pera
Publisher : PUSAT KAJIAN ANTI KORUPSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jak.v3i2.38843

Abstract

Negara indonesia adalah negara hukum, sesuai dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI ) Tahun 1945 karena arti penting hukum sebagai pedoman dalam bertingkah laku dan untuk mengatur segala kehidupan berbangsa dan bernegara dalam masyarakat indonesia . seperti yang kita ketahui segala perbuatan warga negara telah diatur oleh hukum yang terdiri dari aturan,ketentuan, serta seluruh peraturannya masing-masing membahas hukum di dalam hukum terdapat 2 bidang yaini hukum perdata dan hukum pidana , membahas hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang aturan perbuatan yang dilarang seperti contohnya tindak pidana . tindak pidana adalah segala sesuatu perbuatan yang melanggar suatu aturan dan tentunya di dalam suatu pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi . Saat ini yang sangat menjadi sorotan di negara indonesia sendiri adalah tindak pidana korupsi atau yang sering masyarakat menyebut nya “TIPIKOR “ seiring pergantian pemerintah tetap saja kalah dalam upaya memerangi korupsi . yang artinya, tindak pidana korupsi tidak berkunjung padam. Upaya pemerintah dan keseriusannya dalam memberantas korupsi hingga membentuk KPK ( komisi pemberantasan korupsi) dalam penelitian ini akan membahas tentang tindak pidana korupsi pada suatu kasus dan sanksi apa yang diberikan .
Urgensi Hakim Ad Hoc dalam Tindak Pidana Korupsi Gibran Putra Ramadhan; Namira Putri Kirani; Favillrus Assaniyatul Jannah; Brenda Virgina; Nabil Taftazzany Muhammad
JURNAL ANTI KORUPSI Vol 3 No 2 (2013): Edisi November 2013: Studi Kasus dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Telaah Pera
Publisher : PUSAT KAJIAN ANTI KORUPSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jak.v3i2.38853

Abstract

Setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keadilan. Baik keadilan dari sekitar maupun dari pemerintah. Kejahatan yang semakin meningkat di Indonesia mengharuskan pemerintah untuk membangun lembaga yang bertugas untuk mengadili suatu kejahatan. Salah satu kejahatan serius dan rumit ialah korupsi. Korupsi merupakan kejahatan yang merugikan rakyat serta negara, maka dari itu pemerintah membangun lembaga Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Dengan adanya pengadilan ini dapat diharapkan agar dapat memberikan keadilan bagi warga maupun negara dan memberikan hukuman bagi individu atau kelompok yang melakukan tindak pidana korupsi. Hakim ad hoc adalah seorang hakim yang ditunjuk secara khusus untuk memutuskan sebuah kasus tertentu, biasanya di bidang hukum internasional. Mereka dipilih dari kalangan ahli atau pakar di bidang tersebut. Tugas hakim ad hoc terbatas pada menyelesaikan kasus tertentu dan mereka tidak menjadi bagian tetap dari pengadilan atau badan hukum tertentu. Mereka diangkat secara ad hoc atau khusus untuk menangani kasus yang memerlukan keahlian atau pengalaman khusus. Contoh penggunaan hakim ad hoc adalah dalam kasus-kasus di Mahkamah Internasional atau dalam sengketa antara negara-negara di tingkat internasional, di mana hakim ad hoc dapat ditunjuk untuk membantu dalam penyelesaian kasus tersebut. Tindak pidana adalah suatu perilaku atau tindakan yang melanggar hukum dan dilarang oleh undang-undang, serta dapat menimbulkan sanksi pidana. Tindak pidana dapat mencakup berbagai jenis tindakan seperti kejahatan, pelanggaran, dan tindakan ilegal lainnya yang melanggar norma hukum yang berlaku. Hal ini juga bisa didefinisikan sebagai perilaku yang dapat merugikan kepentingan masyarakat atau individu dan melanggar hak asasi manusia. Pidana adalah bentuk hukuman yang diberikan oleh negara sebagai akibat dari tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang.
Gratifikasi dalam Lingkungan Pendidikan di Indonesia: Sebuah Tantangan dalam Dunia Pendidikan yang Berkemajuan Mocammad Azmi; Mikail Alif Ferdiyan; Yohanes Andrey Pardosi; Teguh Prio Ganda Sembiring; Anugrah Marga Christian
JURNAL ANTI KORUPSI Vol 3 No 2 (2013): Edisi November 2013: Studi Kasus dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Telaah Pera
Publisher : PUSAT KAJIAN ANTI KORUPSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jak.v3i2.39591

Abstract

Kasus korupsi sekarang terdapat istilah pemberian “hadiah-hadiah” yang tidak berwujud namun memberikan kesenangan dan pengaruh kepada kinerja publik. Istilah pemberian kemudian berkembang dengan munculnya istilah gratifikasi yang terdapat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (yang selanjutnya disingkat menjadi UU PTPK). Pasal 12B UU PTPK mendefinisikan gratifikasi sebagai pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, komisi, pinjaman tanpa bunga, perjalanan wisata dan fasilitas lainnya. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah begitu meluas. Praktek korupsi pada masa sekarang mengalami perkembangan dengan munculnya praktek-praktek baru yang memanfaatkan celah atau kelemahan berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Pemberitaan mengenai gratifikasi yang mengarah kepada suap seakan tiada habisnya, setiap satu permasalahan, khususnya mengenai gratifikasi, dan umumya mengenai korupsi muncul lagi masalah lainnya menyangkut gratifikasi ataupun korupsi. Pada dasarnya gratifikasi bukanlah hal yang negatif dan hal yang salah, namun dasar pembentukan peraturan tentang gratifikasi atau pemberian ini merupakan bentuk kesadaran bahwa gratifikasi dapat mempunyai dampak yang negatif dan dapat disalahgunakan, khususnya dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik sehingga unsur ini diatur dalam perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi.

Page 1 of 1 | Total Record : 5