cover
Contact Name
Hidayati
Contact Email
hidayati.noerizza@gmail.com
Phone
+6281296404669
Journal Mail Official
jurnal.dirayah@stiqarrahman.ac.id
Editorial Address
Jl. Irigasi, Perum. ASABRI, Desa Sukasirna, Kec. Jonggol, Kab. Bogor, Prov. Jawa Barat
Location
Kab. bogor,
Jawa barat
INDONESIA
DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis
ISSN : 27461203     EISSN : 2746119X     DOI : https://doi.org/10.62359/dirayah
Hadith Studies and Living Hadith with various aspect of law, philosophy, mysticism, history, art, theology, sociology, anthropology, political science, gender, economic and others.
Articles 46 Documents
Membangun Kerukunan Umat Beragama Perspektif Sunnah : Kajian Pemikiran Ali Mustafa Ya’qub Nur Ikhlas
DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis Vol. 1 No. 1 (2020): DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Ar-Rahman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research shows that Islam is a religion that basically teaches tolerance towards non-Muslims. This is indicated by the religious arguments on the basis of the Sunnah and Hadith of the Prophet Muhammad, and the understanding explained by the figures of hadith in Indone sia, Ali Mustafa Yaqub. Because of the fact that conflicts between Muslims and non-Muslims are no longer rooted in religious issues, but the existence of third side such as politics and economics. This research was conducted by exploring his thoughts during his life through the works and activities he did, so that they became a symbol of tolerance of Muslims and non-Muslims in Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang pada dasarnya mengajarkan toleransi terhadap umat non-muslim. Hal ini ditunjukkan dengan dalil-dalil agama dengan dasar Sunnah dan Hadis Nabi Muhammad saw, serta pemahaman yang dijelaskan oleh tokoh hadis di Indonesia Ali Mustafa Yaqub. Karena faktanya konflik yang terjadi antara muslim dan non-muslim bukan lagi berakar dari persoalan agama, melainkan adanya pihak ketiga seperti politik dan ekonomi. Penelitian ini dilakukan dengan mengeksplorasi pemikiran beliau semasa ia hidup melalui karya-karya serta kegiatan-kegiatan yang dilakukannya, sehingga menjadi simbol toleransi umat muslim dan non-muslim di Indonesia .
Kedudukan Perawi Majhūl dalam Perspektif Abu Hātim Ar-Rāzi Rudi Wahyudi
DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis Vol. 1 No. 1 (2020): DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Ar-Rahman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

In the field of Hadith studies, Abu Hātim ar-Rāzi had its own position that was different from other hadith critics, where he was counted as the first generation of hadith critics. Therefore, he had many terms in the science of hadith that were different from the other who came after him. For example, the term of majhūl which he used a lot in criticizing hadith narrators, as quoted by his son Ibn Hātim ar-Rāzi, did not refer to a certain meaning but had many meanings. Sometimes, Abu Hātim ar-Rāzi used the term of majhul to refer to the narrator whose his hadith only narrated by one narrator afterwards. On the other hand, the term of majhūl sometimes referred to the narrator whose his hadith even narrated by more than six narrators as Ṣālih bin Jubair as-Syāmi. And sometimes it referred literally to a non-famous narrator as Mas’ūd bin ar-Rabī’, a friend of prophet Muhammad PBUH. Even, in the use of the term of majhūl, Abu Hātim ar-Rāzi used many terms. Sometimes he used the sentence “I didn’t know”, “ I didn’t understad him”, “I didn’t know the information about him”, no meaning”, “he was unknowed”, “his house is unknowed”, “he was shaykh”, and others. According to Abu Hātim ar-Rāzi, the narration of the unknown narrator “majhul” was rejected if his term had the same meaning as the others. Di bidang studi Hadits, Abu Hātim ar-Rāzi memiliki posisi yang berbeda dari kritik hadis lainnya, di mana ia dianggap sebagai generasi pertama kritik hadis. Karena itu, ia memiliki banyak istilah dalam ilmu hadits yang berbeda dari ulama lain yang datang setelahnya. Misalnya, istilah majhūl yang banyak digunakannya dalam mengkritik narator hadits, seperti dikutip oleh putranya Ibn Hātim ar-Rāzi, tidak merujuk pada makna tertentu tetapi memiliki banyak makna. Terkadang, Abu Hātim ar-Rāzi menggunakan istilah majhul untuk merujuk pada narator yang haditsnya hanya diriwayatkan oleh satu narator sesudahnya. Di sisi lain, istilah majhūl kadang-kadang menyebut narator yang haditsnya bahkan diriwayatkan oleh lebih dari enam narator sebagai Ṣālih bin Jubair as-Syāmi. Dan kadang-kadang merujuk secara harfiah kepada narator yang tidak terkenal sebagaimana Mas'ūd bin ar-Rabī ', teman nabi Muhammad SAW. Bahkan, dalam penggunaan istilah majhūl, Abu Hātim ar-Rāzi menggunakan banyak istilah. Kadang-kadang dia menggunakan kalimat "Aku tidak tahu", "Aku tidak mengerti dia", "Aku tidak tahu informasi tentang dia", tidak ada artinya "," dia tidak tahu "," rumahnya tidak tahu " , “Dia adalah syekh”, dan lainnya. Menurut Abu Hātim ar-Rāzi, narasi narator yang tidak dikenal "majhul" ditolak jika istilahnya memiliki arti yang sama dengan yang lain.
Pemberdayaan Perempuan pada Masa Rasulullah: Suatu Kajian Historis Hidayati Hidayati
DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis Vol. 1 No. 1 (2020): DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Ar-Rahman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research shows that women are a group that greatly benefits from the presence of the Prophet Muhammad. In the middle of the Arab tradition which views women as second-class creatures, she actually places the position of women in their proportions and erodes the darkness experienced by women in pre-Islamic times. He views women as noble beings and has various rights besides obligations. So that many female friends during the time of the Prophet had a significant role, both in the realm of religion, education, economics, and politics. This fact shows that the Prophet had made major changes in people's lives, especially women. This research is a descriptive qualitative research based on library research. Research data that contains information about how the Prophet's mission in lifting the dignity of women, and was obtained from Islamic literature in the form of traditions of the Prophet Muhammad, Islamic history books and Islamic political books that reveal the problem. The collected data were analyzed qualitatively by inductive analysis techniques. Penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan adalah kelompok yang sangat diuntungkan oleh kehadiran Nabi Muhammad SAW. Di tengah tradisi Arab yang memandang perempuan sebagai makhluk kelas dua, beliau justru menempatkan kedudukan perempuan pada proporsinya dan mengikis habis kegelapan yang dialami perempuan pada masa pra-Islam. Beliau memandang perempuan sebagai makhluk yang mulia dan memiliki berbagai hak di samping kewajiban. Sehingga banyak sahabat perempuan pada masa Nabi yang memiliki peran yang cukup signifikan, baik dalam ranah agama, pendidikan, ekonomi, dan politik. Fakta tersebut menunjukkan bahwa Nabi telah melakukan perubahan besar dalam kehidupan masyarakat, khususnya kaum perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang didasarkan pada kajian kepustakaan (library research). Data penelitian yang berisi informasi-informasi tentang bagaimana misi Rasulullah dalam mengangkat harkat dan martabat perempuan, dan diperoleh dari literatur Islam yang berupa hadis-hadis Nabi Muhammad Saw, buku-buku sejarah Islam serta buku-buku politik Islam yang mengungkap permasalahan tersebut. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan teknik analisis induktif.
Melacak Akar Geneologi Kritik Hadis: Studi atas Aplikasi Kritik Sanad dan Matan Masa Rasul serta Sahabat Arfian Arfian
DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis Vol. 1 No. 1 (2020): DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Ar-Rahman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research discusses the study of criticism of hadith (naqd al-hadîts) both sanad and matan. The discussion includes the methodology and application of the criticism of sanad and matan seen in the period of the Prophet and his companions. In this study the writer used a historical approach, and in analyzing the data the writer used the descriptive-analysis method. Regarding the study of hadith criticism, it has actually been carried out since the time of the Prophet and his companions. However, the sanad and matan criticisms in the initial phase have not been formulated systematically and methodologically as in the final phase (al-Muta`akhirîn). This is because there is still a prophet figure as an authoritative source to ask (clarify) what news a friend has heard. After the death of the Prophet Muhammad, problems in the hadith have not yet emerged, besides that there are still friends who always maintain their honesty and do not want to lie on behalf of the Prophet Muhammad. Criticism of the hadith at the time of the companions focused on testing the truth of whether the Prophet actually conveyed the hadith or not. Penelitian ini membahas tentang studi kritik hadis (naqd al-hadîts) baik sanad maupun matan. Pembahasan yang ada di dalamnya meliputi metodologi dan aplikasi kritik sanad dan matan yang dilihat pada periode Nabi dan sahabat. Dalam kajian ini penulis menggunakan pendekatan historis, dan dalam melakukan analisis data penulis menggunakan metode deskriptif-analisis. Berkaitan kajian kritik hadis sebenarnya telah dilakukan sejak masa Nabi dan sahabat. Akan tetapi kritik sanad dan matan pada fase awal belum diformulasikan secara sistematis dan metodologis sebagaimana fase akhir (al-Muta`akhirîn). Hal ini karena masih ada sosok nabi sebagai sumber otoritatif untuk bertanya (mengklarifikasi) kabar yang didengar sahabat. Pasca wafat Nabi Muhammad SAW, problematika dalam hadis juga belum banyak bermunculan, selain itu masih terdapat sahabat yang senantiasa menjaga kejujurannya dan tidak mau berbohong atas nama Rasulullah SAW. Kritik hadis pada masa sahabat tertuju pada uji kebenaran apakah Rasulullah benar-benar menyampaikan hadis tersebut atau tidak.
Periodesasi Penulisan Hadis Nabi Saw Muhammad Iskandar
DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis Vol. 1 No. 1 (2020): DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Ar-Rahman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Writing the traditions of the Prophet Muhammad or in Arabic terms al-kitâbah has occurred since the time of the Prophet SAW lived. Although there are some controversies about his ability. But the process of writing the hadith itself occurred during the time of the Prophet Muhammad, as well as writing the Qur'an also took place. This is the fact. The codification or in Arabic is called at-tadwîn is an effort to collect the traditions of the Prophet Muhammad both originating from the notes and memorization of the muhaddist, then then the validity of both the sides of the Sanad and the eyes and finally collected in one book. In this paper, the author will explain the stages of writing the hadith of the Prophet SAW since the Prophet SAW was still alive until the codification of hadith at the end of the first century hijiriyah. Among the things that will be discussed in this study is the understanding of the scholars of the traditions of the Prophet Muhammad about the prohibition and skill of writing the traditions of the Prophet SAW. Because this has been a matter of debate even today. Also very important to explain is the role of the Companions in maintaining the authenticity of the hadith of the Prophet after his death. In this study, it will be explained the persistence of the Companions and Tabinin in making a very rigorous selection in accepting a history that was based on the Prophet Muhammad. This attitude is also the forerunner to the emergence of sanad sciences. The condition of the Islamic community played a role in the codification of the hadith of the Prophet. The year of the death of the third caliph in Islam Uthman bin Affan in 35 H was known as the year of slander, after which the Muslims began to split into several groups. This turned out to have an impact on the emergence of false traditions among Muslims with the aim of seeking justification for their group. Likewise with the emergence of kalam science, schools of fiqh, bigotry towards tribes as well as in Islamic societies, many have caused the emergence of false traditions. Penulisan hadis-hadis Rasulullah SAW atau dalam istilah bahasa arab al-kitâbah sudah terjadi sejak masa Nabi SAW hidup. Walaupun terdapat beberapa kontroversi tentang kebolehannya. Namun proses penulisan hadis itu sendiri terjadi pada Masa Rasulullah SAW, sebagaimana penulisan al-Qur’an juga terjadi. Ini adalah faktanya. Adapun kodifikasi atau dalam bahasa arab disebut at-tadwîn merupakan upaya mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah SAW baik yang bersumber dari catatan-catatan maupun hafalan para muhaddist, lalu kemudian diteliti validitasnya baik dari sisi sanad maupun mata dan akhirnya dikumpulkan dalam satu kitab. Di dalam tulis ini, penulis akan memaparkan tahapan-tahapan penulisan hadis Nabi SAW sejak Nabi SAW masih hidup sampai terjadinya kodifikasi hadis pada akhir abad pertama hijiriyah. Di antara hal yang akan dikupas dalam kajian ini adalah pemahaman ulama terhadap hadis-hadis Rasulullah SAW tentang larangan dan kebolehan menulis hadis Nabi SAW. Karena hal ini menjadi hal yang diperdebatkan bahkan sampai saat ini. Hal yang juga sangat penting untuk dipaparkan adalah peran para sahabat dalam menjaga keautentikan hadis Nabi SAW setelah wafatnya beliau. Dalam kajian ini akan dipaparkan kegigihan para sahabat dan tabi’in melakukan seleksi yang sangat ketat dalam menerima suatu riwayat yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. Sikap ini juga merupakan cikal bakal munculnya ilmu-ilmu kajian sanad. Kondisi masyarakat Islam turut berperan dalam terjadinya kodifikasi hadis Nabi SAW. Tahun wafatnya khalifah ketiga dalam Islam Utsman bin Affan pada tahun 35 H dikenal dengan tahun fitnah, dimana setelah itu umat Islam mulai terpecah dalam beberapa kelompok. Hal ini ternyata berdampak pada munculnya hadis-hadis palsu di kalangan umat Islam dengan tujuan untuk mencari pembenaran terhadap kelompoknya. Begitu juga dengan kemunculan ilmu kalam, mazhab-mazhab fiqh, kefanatikan terhadap suku juga di dalam masyarakat Islam telah banyak menyebabkan munculnya hadi-hadis palsu.
Berinteraksi dengan Hadis Dha’if dalam Kehidupan Sehari-Hari Dede Permana
DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis Vol. 1 No. 1 (2020): DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Ar-Rahman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Muslims need to implement procedures based on principles of the Qur'an and Hadith to do worship and mu’amalah everyday,. The Qur'an as the word of God generally tells an outline (‘ām) in guiding humans to do their daily activities ideally, then explained in more detail (khāsh) about the technicalities of the application of these practices in various noble hadiths. Hadith covers what the Prophet Muhammad SAW do, say, agree, and what has become of the nature of the Prophet. This indicates that the Hadith is a complete package of life guidelines that we can follow. The Hadith certainly has an important role in applying the commands mentioned in the Qur'an, but it should be noted that some of the Hadith are acceptable such as the authentic hadith and hasan, and some need further review of the condition of the hadith such as the dla'if , and there are also false traditions (maudlū ') which we clearly reject because they are fabricated cases. Dla'if different from maudlū ', both in the status of the hadith and in practice. In the discussion this time we will review more deeply about the dla'if hadith and the limits of its practice. This discussion uses the literature study method with a descriptive qualitative approach, so that various discussions relating to the theme are collected and processed more proportionally to produce conclusions that answer the existing problems. This paper will answer the question, what is the urgency of embedding 'dha'if' for a hadith?", and what are the limits that must be possessed to interact with the hadith that are judged dla'if". From these two questions, we can conclude that this discussion aims to explain in more detail about the purpose of embedding dla'if for a hadith, and expressing various conditions that make us careful in practicing dla'if hadith. Dalam melaksanakan ibadah dan bermu’amalah sehari-harinya, tentunya umat Islam perlu menerapkan tata cara yang sesuai dengan prinsip Al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an sebagai firman Allah umumnya menceritakan garis besar (‘ām) dalam membimbing manusia untuk dapat menjalankan kegiatan sehari-hari secara ideal, selanjutnya dijelaskan lebih mendetail (khāsh) mengenai tekhnis penerapan amalan tersebut dalam berbagai Hadis yang mulia. Hadis meliputi apa yang Nabi Muhammad Saw. kerjakan, katakan, setujui, dan apa yang sudah menjadi sifat nabi (Ath-Thahhan 2004), hal ini menandakan bahwa hadis merupakan sebuah paket lengkap dari panduan kehidupan yang bisa kita ikuti. Hadis tentunya memiliki peran penting dalam mengaplikasikan perintah yang disebutkan dalam Al-Qur’an, namun perlu diperhatikan bahwa sebagian Hadis ada yang dapat diterima seperti hadis shahih dan hasan, dan sebagian lagi perlu dilakukan peninjauan lebih lanjut mengenai kondisi hadis tersebut seperti hadis dla’if, dan ada juga hadis palsu (maudlū’) yang sudah jelas kita tolak karena itu merupakan perkara yang dibuat-buat. Tentu saja dla’if berbeda dengan maudlū’, baik secara status hadis maupun secara pengamalannya. Dalam pembahasan kali ini kita akan meninjau lebih dalam mengenai hadis dla’if dan batasan-batasan pengamalannya. Pembahasan ini menggunakan metode studi literatur dengan pendekatan kualitatif deskriptif, sehingga berbagai pembahasan yang berkaitan dengan tema dikumpulkan dan diolah dengan lebih proporsional untuk menghasilkan kesimpulan yang menjawab permasalahan yang ada. Makalah ini akan menjawab pertanyaan, apa urgensitas penyematan ‘dha’if’ bagi suatu hadis, dan bagaimana batasan yang harus dimiliki untuk berinteraksi dengan hadis yang dinilai dla’if. Dari dua pertanyaan ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pembahasan ini bertujuan untuk menjelaskan lebih detail mengenai tujuan penyematan dla’if bagi suatu hadis, dan mengemukakan berbagai kondisi yang membuat kita berhati-hati dalam mengamalkan hadis dla’if.
أسبقية علماء المسلمين في منهج التفكير الناقد (علماء الحديث نموذجاً) Tajuddin al-Abbas
DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis Vol. 1 No. 1 (2020): DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Ar-Rahman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study aims to prove the superiority of scholars in critical thinking methods, in this case the ulama hadith as a model. This effort begins by showing the importance of critical thinking in Islam. Based on its development, Islamic attention to critical thinking does not only stop being written in a verse but also manifests itself in every action of every Muslim figure and scientist. Critical thinking is at the heart of the civilization of science. It allows scientists to continue to innovate, develop findings from previous studies, through corrections or even dismantle and offer originality never before imagined. In this study the authors used a historical approach with a descriptive-analysis method to collect research material, so that the research structure was framed into two topics, namely: first, understanding the concept of critical thinking and the history of its commencement, second, the method of critical thinking among modernists. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan keunggulan ulama dalam metode berpikir kritis, dalam hal ini adalah ulama hadis sebagai model. Upaya tersebut dimulai dengan menunjukkan betapa pentingnya pemikiran kritis dalam Islam. Berdasarkan perkembangannya, perhatian Islam terhadap berpikir kritis tidak hanya berhenti menjadi tulisan dalam sebuah ayat saja tetapi juga termanifestasikan dalam setiap tindakan setiap tokoh dan ilmuwan muslim. Berpikir kritis merupakan jantung dari peradaban ilmu. Ia mengizinkan ilmuwan untuk terus berinovasi, mengembangkan temuan-temuan dari studi sebelumnya, melalui koreksi atau bahkan membongkar dan menawarkan orisinalitas yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan historis dengan metode deskriptif-analisis untuk mengumpulkan bahan penelitian, sehingga struktur penelitian dibingkai dalam dua topik yaitu: pertama, pengertian konsep berpikir kritis dan sejarah dimulainya, kedua, metode berpikir kritis di kalangan modernis.
Pasang Surut Peran Wanita dalam Periwayatan Hadis Muhammad Iskandar
DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis Vol. 1 No. 2 (2021): DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Ar-Rahman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tidak bisa dipungkiri, bahwa wanita memiliki peran besar dalam periwatan hadis-hadis Nabi SAW, baik pada masa Rasulullah SAW hidup dan sesudahnya. Di dalam Kitab al-Mu’jam al-Kabîr Karangan Imam at-Thabarânî (360 H) terdapat 281 perawi wanita dari berbagai thabaqat. Sebagaian besar perawi wanita berasal dari kalangan sahabiyyat yaitu sebanyak 168 perawi, dari kalangan tabi’iyyat terdapat 95 perawi; dan dari kalangan tabi’iyyat tabi’in 18 orang perawi wanita.Dalam penelitian ini, penulis lebih menekankan peran dari segi kuantitas perawi wanita mulai dari generasi Shahabiyaat sampai Tabi’iyyat Tabi’in yang terdapat di dalam kitab al-Mu’jam al-Kabîr karya Imam Thabarânî (360 H). Alasan pemilihan kitab ini karena ia merupakan kitab hadis terbesar dan dikategorikan kitab hadis yang lahir pada abad keempat Hijriyah dengan asumsi akan dapat menemukan lebih banyak perawi wanita dibandingkan kitab hadis yang lain.Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan bersifat deskriptif analitis. Sumber data primer dalam penelitian ini untuk menemukan nama-nama perawi wanita adalah kitab al-Mu’jam al-Kabir. Adapun untuk menelusuri thabaqat para perawi, penulis merujuk pada kitab-kitab tarajum, yaitu: al-Ishâbah fî Tamyîzi ash-Shahâbah, Tahdzîbu at-Tahdzîb, Taqribu at-Tahdzîb ketiganya karya Ibn Hajar, Tahdzibu al-Kamâl karya al-Mizzy, ats-Tsiqât Ibn Hibban, Siyar A’lam an-Nubala` karya adz-Dzahabi, Usudu al-Ghâbah fi Ma’rifati ash-Shahâbah karya Ibnu ‘Atsir.
Analisis Pemahaman Nahdatul Ulama (Nu) dan Muhammadiyah Terhadap Hadis-Hadis Misoginis Melia Novera
DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis Vol. 1 No. 2 (2021): DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Ar-Rahman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini menunjukkan bahwa Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan organisasi masa terbesar di Indonesia, juga memiliki pandangan satu sama lain yang berbeda tentang hadis-hadis misoginis, yakni hadis yang isinya dipahami sebagai merendahkan martabat kaum perempuan. Di mana Nahdatul Ulama (NU) dikenal sebagai ulama tradisionalis sedangkan Muhammadiyah dikenal dengan ulama modernis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang didasarkan pada kajian kepustakaan (library research). Data penelitian yang berisi informasi-informasi tentang bagaimana antara Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah memaknai dan memahami serta menjelaskan hadis-hadis misoginis yang diperoleh dari buku-buku Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang mengungkap permasalahan tersebut. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan teknik analisis induktif.
Penyempurnaan Akhlak melalui Rekonstruksi Epistemologis dalam Istilah: Studi mengenai Rekonstruksi Terminologi “Kuat, Bokek dan Kaya” dalam Hadis Dede Permana
DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis Vol. 1 No. 2 (2021): DIRAYAH : Jurnal Ilmu Hadis
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Ar-Rahman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Manusia sering bertindak berdasarkan pemahaman yang disetujuinya, suatu keberuntungan apabila pemahaman tersebut sesuai dengan kemaslahatan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengkaji hadis-hadis Nabi Muhammad saw yang memberikan arahan tentang pentingnya memahami hakikat dalam suatu Istilah, sehingga manusia dapat menjalankan apa yang terdapat dalam bimbingan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukan bahwa terdapat beberapa istilah yang telah diartikan kurang bijaksana, sehingga berdampak pada pola pikir dan kinerja manusia.Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut: (1) Teknik observasi (2) studi pustaka (3) Komporasi dalam berbagai istilah. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif untuk menggambarkan tentang pemberian defenisi dari kata-kata terkait dilanjutkan dengan analisis data alir dari Miles dan Huberman (1984) yang mencakup 3 langkah dalam penelitian yaitu: reduksi data, display data dan kesimpulan untuk menarik kesimpulan tentang pemaknaan 3 kata yang sedang dibahas yaitu “Kuat, Kaya, dan Bokek”.Berdasarkan analisis tersebut peneliti menyimpulkan bahwa pentingnya pemberian defenisi istilah yang bermanfaat untuk dapat menyempurnakan akhlak. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis mengharapkan kepada peneliti berikutnya untuk mencari kata-kata lainnya yang dapat ditelusuri terkait defenisi yang sesuai dengan hakikat kehidupan ini, dengan menghindari pemahaman singkat berlandaskan sentimen pemuasan kehendak materil semata.