cover
Contact Name
Andreas Doweng Bolo
Contact Email
kontak_editor@jurnalpembumianpancasila.id
Phone
+62821-2710-5084
Journal Mail Official
kontak_editor@jurnalpembumianpancasila.id
Editorial Address
Jl. Delima I No. 3 Srengseng Sawah, Jagakarsa Jakarta Selatan - 12640
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Pembumian Pancasila : Mewujudkan TRISAKTI sebagai Pedoman Amanat Penderitaan Rakyat
ISSN : 27983196     EISSN : 29628415     DOI : -
Jurnal Pembumian Pancasila merupakan jurnal ilmiah yang terbit pertama kali pada tahun 2021 oleh Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila (DPP-GPP). Jurnal ini mempublikasikan artikel-artikel secara open access dalam lingkup bidang ilmu tentang Pancasila sebagai falsafah dan filsafat bangsa, dasar negara, ideologi dan spiritualitas bangsa serta kajian lain yang relevan. Jurnal Pembumian Pancasila diterbitkan dua kali dalam setahun yakni di bulan Juni dan Desember. Tim editorial jurnal menerima naskah yang belum pernah diterbitkan. Tim editorial akan mengedit setiap naskah yang masuk tanpa mengubah substasi naskah tersebut. Jurnal Pembumian Pancasila mempunyai ISSN cetak dan elektronik, yaitu P-ISSN: 2798-3198 dan E-ISSN: 2962-8415. Jurnal ini beralamat: Jln. Delima I No. 3 Srengseng Sawah, Jagakarsa Jakarta Selatan.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 1 (2021): Revitalisasi dan Rekonstruksi Kelahiran Pancasila 1 Juni dalam Menjawab Komplek" : 7 Documents clear
DIALEKTIKA PANCASILA DAN KONSEKUENSINYA Francis Wahono
Jurnal Pembumian Pancasila Vol. 1 No. 1 (2021): Revitalisasi dan Rekonstruksi Kelahiran Pancasila 1 Juni dalam Menjawab Komplek
Publisher : Gerakan Pembumian Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diskusi mengenai Pancasila selalu terjebak dalam sengketa yang tak berkesudahan. Masing masing pihak mempertahankan posisinya. Sebetulnya ada 3 (tiga) kutub pendapat, yang satu sementara sudah menyerah, walaupun masih berusaha dibangkitkan demi kepentingan kuasa dan harta, yakni pendapat yang menyokong rumusan Piagam Jakarta. Hal pertama dan ketiga masih kukuh tarik menarik, mencari mana yang terpenting. Rumus penggalian Pancasila Ir. Sukarno atau hasil rumusan sidang PPKI, 18 Agustus 1945 sebagai kesepakatan final para pendiri bangsa. Orang melupakan bahwa ini sebuah “proses menjadi” dari Pancasila, musyawarah dari para perintis dan pendasar kemerdekaan RI, di mana yang satu tidak bisa dilepas dari yang lain. Itu justru menunjukkan dinamika demokrasi telah terjadi sejak awal RI, pantas disyukuri, bukan disesali. Tesisnya adalah pidato Sukarno 1 Juni 1945. Anti tesisnya adalah rumus Pancasila Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Sintesisnya adalah rumusan resmi dan final 18 Agustus 1945. Konsekuensi dari cara pandang ini adalah ketika menggunakan rumusan resmi final RI 18 Agustus 1945, tentunya sudah melebur luluh kedua rumus yang lain. Satu persatu maupun bersama sama secara integral, diartikan dalam tindakan nyata, dikerangkai pembukaan dan pasal per pasal batang tubuh UUD 1945.
MENEMUKAN KEMBALI SPIRIT KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB: TIMBANGAN NALAR PHILOSOPHIA PERENNIS Muhammad Sabri
Jurnal Pembumian Pancasila Vol. 1 No. 1 (2021): Revitalisasi dan Rekonstruksi Kelahiran Pancasila 1 Juni dalam Menjawab Komplek
Publisher : Gerakan Pembumian Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di sebilah pagi cerah. Sekumpulan burung gereja bermain di trotoar. Bayangan pepohonan rindang rebah di rerumputan. Di Istana Negara, di langit cerah, Presiden Sukarno—di hadapan kader-kader Pancasila—pada 5 Juli 1958 memberi “Kursus Pancasila” dan mengurai secara mendalam “Perikemanusiaan dan Pancasila.” Sukarno mendaku, “Menschlichtkeit, kemanusiaan itu memang dari dulu ada. Rasa perikemanusiaan adalah hasil daripada pertumbuhan rohani, hasil daripada pertumbuhan kebudayaan, hasil daripada alam tingkat rendah ke taraf yang lebih tinggi. Perikemanusiaan adalah hasil daripada evolusi di dalam kalbunya manusia.”(sukarno, 1958). Pada saat yang sama, Mohammad Hatta dan Ki Hajar Dewantara, membentangkan semesta pemikiran mereka perihal kemanusiaan universal, yang jiwa, yang raga, keadaban, dan keadilan yang niscaya hadir dalam detak jantung sejarah kemanusiaan amat panjang. Berikut ini akan ditelaah lebih dalam, fundamental idea pikiran genial para pendiri negara, khususnya perihal “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” menyusul gelombang globalisasi yang kini menghantam setiap sendi kemanusiaan kita yang autentik.
AGAMA DAN PANGGILAN MENCINTAI SESAMA SEBAGAI CARA PEMBUMIAN PANCASILA Fransiskus Borgias
Jurnal Pembumian Pancasila Vol. 1 No. 1 (2021): Revitalisasi dan Rekonstruksi Kelahiran Pancasila 1 Juni dalam Menjawab Komplek
Publisher : Gerakan Pembumian Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Agama mempunyai tugas dan panggilan yang sangat luhur yaitu membangun manusia dan kemanusiaan. Khususnya agama dipanggil untuk semakin menyuburkan panggilan dan kewajiban mencintai sesama. Panggilan dan kewajiban itu merupakan tantangan etis bagi hidup manusia. Karena itu, ada dan kehadiran sesama manusia di dunia ini bukanlah untuk dibenci, juga bukan untuk menjadi sasaran dan objek kebencian apalagi kebencian yang dilandaskan pada agama. Melainkan mereka harus menjadi pihak dengan siapa orang berusaha membangun dialog dan komunikasi dialogis agar bisa semakin mencintai dan menghargai sebagai sesama manusia. Dengan cara demikian diharapkan orang bisa mewujudkan dua hal sekaligus di dalam kehidupan bermasyarakat. Pertama, orang bisa mencapai hidup dan kedamaian sosial yang harmonis. Terkait dengan hal ini, agama tidak lagi menjadi sumber permasalahan dalam relasi sosial-kemasyarakatan. Melainkan agama menjadi sumber ilham untuk membangun masyarakat yang harmonis dan penuh kedamaian. Kedua, dengan cara itu kita berusaha membumikan Pancasila, artinya membuat Pancasila itu benar-benar berurat-berakar di dalam hidup manusia. Upaya membumikan Pancasila berarti membuat Pancasila itu hidup secara nyata dan kongkret dalam hidup setiap anggota masyarakat sehari-hari. Dengan demikian Pancasila bukan lagi menjadi sebuah ideologi yang asing dari kehidupan sosial dan politik kemasyarakatan, melainkan ia menjadi sumber ilham yang mengatur dan mengarahkan hidup manusia sehari-hari.
PANCASILA, THE SCIENCE AND ETHIC OF HOLISTIC RELATIONSHIP: “Yang Menang Diangkat Menjadi Guru – Yang Kalah Siap Menjadi Murid” Jusuf Sutanto
Jurnal Pembumian Pancasila Vol. 1 No. 1 (2021): Revitalisasi dan Rekonstruksi Kelahiran Pancasila 1 Juni dalam Menjawab Komplek
Publisher : Gerakan Pembumian Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia dijajah Belanda 350 tahun (1602-1945), dan semakin disadari bahwa kegagalan perjuangan kemerdekaan diakibatkan karena sifatnya lokal, sektoral, fragmental. Kesadaran tentang pemikiran nasionalisme banyak dipengaruhi oleh Renan (1823-1892) yang selanjutnya pada tahun, 1908 munculah Kebangkaitan Nasional dan Sumpah Pemuda 1928. Semangat persatuan inilah yang menginspirasi proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dengan Dasar Negara, Pancasila. Pada tahun 1960 Bung Karno dalam pidato di PBB menekankan pentingnya “Nasionalisme dalam Tamansari Internasionalisme”. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Informasi membuat nation without border. Pancasila yang digali bottom up mendapatkan tantangan top down globalisasi yang tidak bisa dibendung. Pandemi membuka Era Pancasila menjadi nilai-nilai universal untuk dunia. Nilai-nilai universal tercermin dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ketika membuat program Keadilan Sosial, “Sustainable Development Goals SDGs” dalam 17 bidang dimana no one left behind. Klub Paris mengkonsolidasi dunia, menurunkan suhu pemanasan global dan pencemaran plastik menuju era konvergensi, “One World, Universe, Dream”. Pendekatan egosentris terus berevolusi menuju ‘humanisme’, dengan lahirnya psikologi compassion (welas asih atau bela rasa) supaya kehadiran manusia menjadi ‘rahmat bagi seluruh alam semesta’. Entropy yang diakibatkan ilmu pengetahuan-teknologi membuat disintegrasi yang memiskinkan diversity. Artificial intelligence harus mengoreksi diri supaya tidak terjadi chaos. Kehidupan bahagia di akhirat sudah dan sedang berproses sekarang dan di sini. Disinilah letak penting Pancasila.
PANCASILA DAN MODAL SOSIAL: Upaya Revitalisasi Pancasila sebagai Jalan Penguatan Modal Sosial dalam Rangka Penyelesaian Kompleksitas Persoalan Bangsa Dadang Darmawan Pasaribu
Jurnal Pembumian Pancasila Vol. 1 No. 1 (2021): Revitalisasi dan Rekonstruksi Kelahiran Pancasila 1 Juni dalam Menjawab Komplek
Publisher : Gerakan Pembumian Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hubungan antara modal social dengan ideologi sangatlah erat. Tegas Bung Karno (mengutip pernyataan seorang pemimpin besar asing) mengatakan bahwa suatu bangsa yang bersatu hanyalah dapat terlaksana jika bangsa tersebut memiliki suatu dasar yang lebih besar daripada bangsa itu sendiri (national unity can only be preserved upon a basic which is larger than the nation itself). Dasar itu adalah Pancasila. Bung Karno menyimpulkan bahwa a nation without faith can not stand. Bangsa yang tidak mempunyai geloof, bangsa yang tidak mempunyai kepercayaan, tidak mempunyai belief, bangsa itu tidak bisa berdiri (2006). Dalam penelitian ini, yang menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif di mana sumber data utamanya berasal dari studi pustaka dan dokumen-dokumen yang relevan, terbukti bahwa modal sosial bangsa Indonesia yang sangat luar biasa sebagai warisan leluhur bangsa yang berupa gotong royong, persaudaraan, senasib sepenanggungan, saling hormat-menghormati, taat pada aturan, yang menjadi pemersatu bangsa kini justru mengalami degradasi yang cukup dalam. Negara dan bangsa diambang masuk dalam jurang masalah yang semakin mendalam. Karenanya dibutuhkan upaya yang serius untuk melakukan revitalisasi terhadap nilai Pancasila, sehingga nilai-nilai luhur Pancasila kembali hidup dan bersemi dalam sanubari bangsa Indonesia.
PENETAPAN STATUS TERORIS KELOMPOK BERSENJATA DI PAPUA: UPAYA MENCARI PENYELESAIAN KOMPREHENSIF DEMI MENJAGA PERSATUAN INDONESIA Valerianus B Jehanu; Adrianus A.V Ramon
Jurnal Pembumian Pancasila Vol. 1 No. 1 (2021): Revitalisasi dan Rekonstruksi Kelahiran Pancasila 1 Juni dalam Menjawab Komplek
Publisher : Gerakan Pembumian Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kontroversi penetapan status teroris terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua mengemuka seiring dengan kompleksitas persoalan Papua yang menyertainya. Kompleksitas itu mengarah pada dua pandangan. Bagi yang mendukung menyatakan penetapan status teroris itu sudah tepat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pada kutub yang lain, penetapan status teroris itu problematik karena tindakan KKB Papua adalah tindakan politik, dan harus tidak dimaknai sebagai tindak pidana terorisme. Kelompok yang menolaknya menyatakan bahwa penetapan status teroris justru memperpanjang mata rantai konflik yang ada di Papua dan melanggengkan stigmatisasi terhadap orang Papua. Melalui penelitian ini kami bermaksud melihatnya dalam perspektif negara hukum Pancasila yang diuraikan oleh dua guru besar di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Soediman Kartohadiprodjo dan Arief Sidharta. Pandangan keduanya mengenai negara hukum Pancasila dapat mengantar kita pada titik krusial perdebatan ini, yang seharusnya dibingkai dengan semangat perbedaan dalam persatuan dan persatuan dalam perbedaan. Pancasila sebagai dasar dan falsafah pembentukan hukum adalah pemberi navigasi pada setiap rezim kekuasaan di Indonesia. Tidaklah boleh sebuah kekuasaan dilangsungkan dengan sewenang-wenang, mengabaikan hukum yang berlaku, dan berpisah dari Pancasila sebagai dasar hidup bernegara. Dalam penelitian ini akan ditampilkan pengaruh karakter kekuasaan dengan pergeseran nilai-nilai dan pembumian Pancasila. Jika pada mulanya raison d’etre Indonesia adalah untuk membebaskan bangsa-bangsa jajahan dari praktek imperialisme, dalam perkembangannya justru berpaling dari semangat itu dan jatuh pada semangat imperialistis. Dengan kembali pada semangat awalnya, Papua harus dipertahankan sebagai bagian dari kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PEMAHAMAN TERHADAP HAKIKAT PANCASILA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENERIMAAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA (UNDIKSHA) Sukadi Sukadi
Jurnal Pembumian Pancasila Vol. 1 No. 1 (2021): Revitalisasi dan Rekonstruksi Kelahiran Pancasila 1 Juni dalam Menjawab Komplek
Publisher : Gerakan Pembumian Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan hubungan antara tingkat pemahaman terhadap hakikat Pancasila dengan penerimaan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional di kalangan mahasiswa FHIS Undiksha. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian Survei. Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FHIS Undiksha pada Tahun akademik 2019/2020. Jumlah populasinya adalah 966 orang mahasiswa. Sampel dipilih dengan teknik proportional random sampling dengan melibatkan 298 orang mahasiswa. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan tes pemahaman hakikat Pancasila dan kuesioner penerimaan mahasiswa terhadap Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik statistika deskriptif dan manova. Hasil penelitian menunjukkan halhal berikut. Pertama, tingkat pemahaman mahasiswa terhadap hakikat Pancasila masih tergolong rendah. Kedua, tingkat penerimaan mahasiswa terhadap Pancasila sebagai dasar negara tergolong tinggi. Ketiga, tingkat penerimaan mahasiswa terhadap Pancasila sebagai ideologi nasional tergolong tinggi. Keempat, baik secara multivariat maupun univariat, sikap penerimaan mahasiswa terhadap Pancasila sebagai dasar negara dan sebagai ideologi nasional ditentukan secara signifikan oleh tinggi rendahnya tingkat pemahaman mahasiswa terhadap hakikat Pancasila.

Page 1 of 1 | Total Record : 7