cover
Contact Name
Elfa Ali Idrus
Contact Email
elfa@unpad.ac.id
Phone
+6281322180103
Journal Mail Official
sekre.jurnaloftalmologi@gmail.com
Editorial Address
Tim Kerja Penelitian, Gedung C Lantai 3, Jl. Cicendo No. 4, Babakan Ciamis, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat 40117
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Oftalmologi: Jurnal Kesehatan Mata Indonesia
ISSN : 27236935     EISSN : 25414283     DOI : https://doi.org/10.11594/ojkmi
Oftalmologi: Jurnal Kesehatan Mata Indonesia (P-ISSN: 2723-6935, E-ISSN: 2541-4283) is a scientific journal published by Cicendo Eye Hospital and accepts articles written in both English and Indonesian expected to become a media conveying scientific inventions and innovations in medical or health allied fields toward practitioners and academicians. Normally published every four months (April, August, December) using a peer review system for article selection. Papers dealing with results of case reports, systematic reviews, and clinical research related to visual science for ophthalmologists, eye nurses, and medical support in other fields of Ophthalmology.
Articles 64 Documents
BENZATHINE PENICILLIN G INTRAMUSCULAR SUCCESSFUL TREATMENT OF OCULAR SYPHILIS WITH HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS POSITIVE : A CASE REPORT
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 2 No 2 (2020): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Ocular Syphilis is a manifestation of multisystemic chronic infection caused by the spirochete Treponema pallidum, it can affect all structures and may present as anterior uveitis, posterior uveitis, panuveitis, retinitis, papillitis, making it ?a great masquerader?. Objective : To report successful treatment of ocular syphilis co infection with human immunodeficiency virus positive with Benzathine Penicillin G intramuscular. Case Presentation : A 28 year old man (heterosexual) presented with painless blurring of his eyes of three month?s duration. His visual acuity was hand movement in his right eye and 1/60 in the left with no dermatology lesion, funduscopy finding papillitis and vitreous cells in both eyes with retinal vasculitis and intraretinal hemorrhage in inferior region in left eye, serological tests revealed VDRL and TPHA test positive with ELISA was positive for human immunodeficiency virus. The patient immediately treated with benzathine penicillin G 2.4 million units intramuscularly once weekly for three consecutive weeks and antiretroviral. After three weeks, his visual acuity showed improvement and decreased VDRL titer three months later. Conclusion: Ocular Syphilis with HIV positive is curable with Penicillin G Intramuscular, with early detection and treatment are important for a good visual outcome.
A SUCCESSFUL AMNIOTIC MEMBRANE TRANSPLANT FOR ACUTE CORNEAL THERMAL INJURY: A CASE REPORT Dewi AAASN AAASN
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 2 No 2 (2020): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Burns to the eyelids, conjunctiva, cornea, or sclera, whether from thermal energy or a chemical cause, are a true ophthalmic emergency. Typical of the injury may vary but requires immediate evaluation and treatment. Ideal treatments aim to maximize corneal re-epithelialization and minimize both adnexal structural abnormalities as well as corneal vascularization or conjunctivalization. Objective: The objective is to present interventional management in patients with acute corneal thermal injury. Case Presentation: A 18 years-old girl was consulted from Plastic Surgery Department with diagnosed with grade I combustion at the face and right hand. Patient complained about ocular pain and blurred vision after got drenched with hot water on the right eye. The visual acuity measured 6/30 pin hole 6/15 on right eye. Normal intra ocular pressure on both eyes. The examination of the right eye revealed redness, swelling, combustion and excoriation on eyelid; ciliary injection on the conjunctiva, 360 degree chemosis limbal. The cornea was hazy with necrotic tissue and fluorescein test was positive with erosion whole surface, iris details were visible and lens was clear. The patient was planned for amniotic membrane transplant. The visual acuity one day after surgery was 2/60 and the examination was found ciliary injection, subjconjunctival bleeding and sutured amniotic membrane with bandage contact lens on the cornea. One month after surgery, her visual acuity become 6/6 with very light scar on the periphery of the cornea. Conclusion: Acute corneal thermal injury is a common injury and potentially blind if not treated properly. Good visual prognosis can still be obtained with early diagnosis and appropriate treatment, making correct and definitive diagnosis are very important in daily clinical practices for general ophthalmologist.
TINGKAT AKURASI PEMERIKSAAN KELAINAN REFRAKSI DENGAN MENGGUNAKAN TENTATIF KOREKSI DAN AUTOREFRAKTOMETER DI GIA OPTIKAL
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 2 No 2 (2020): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan : Kelainan refraksi merupakan permasalahan okular yang paling sering ditemukan di seluruh dunia. Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di dunia, atau mencakup 53% dari seluruh penyebab gangguan penglihatan derajat sedang dan berat. Pemeriksaan mata dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan salah satunya yaitu di optik. Pemeriksaan mata dilakukan salah satunya untuk mengetahui adanya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Terdapat 2 teknik pemeriksaan kelainan refraksi yaitu pemeriksaan secara subyektif dan obyektif. Pemeriksaan subjektif yaitu memeriksa kelainan pembiasan mata pasien dengan memperlihatkan kartu lihat jauh dan memasang lensa yang sesuai dengan hasil pemeriksaan bersama pasien. Pemeriksaan objektif yaitu melakukan pemeriksaan kelainan pembiasan mata pasien dengan alat tertentu tanpa perlunya kerjasama dengan pasien. Tujuan : Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi pemeriksaan kelainan refraksi dengan tentatif koreksi dan autorefraktometer. Metode : Agar dapat mempermudah dan mempercepat dalam melakukan pemeriksaan oleh seorang Refraksionis Optisien, dan penyediaan instrumen optikal. Pengambilan data dilakukan secara primer, yaitu dengan teknik pengumpulan data interview (wawancara) dan observasi (pengamatan) pada pasien yang datang ke optikal dengan keluhan kelainan refraksi tanpa disertai diagnosa kelainan organik. Hasil : Dari 25 responden yang mempunyai kelainan refraksi, didapatkan 68% hasil penelitian mempunyai tingkat akurasi yang sangat baik, ini membuktikan bahwa pemeriksaan kelainan refraksi dengan tentatif koreksi dan autorefraktometer adalah sesuai dengan tabel bennetts dan rabbetts. Kesimpulan : Dari semua pasien yang melakukan pemeriksaan, ditemukan paling banyak menderita kelainan refraksi adalah perempuan sebanyak 22 responden dengan presentase 88% dengan jenis kelainan refraksi astigmatisma.
VALIDITAS PEMERIKSAAN FOTO FUNDUS PORTABEL 3 LAPANGPANDANG MIDRIATIK SEBAGAI ALAT SKRINING RETINOPATIDIABETIK RINGAN
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 2 No 2 (2020): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan : Retinopati diabetik merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetesmelitus dan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kebutaan yang dapat dicegah. Metodeyang efektif pada skrining retinopati diabetik merupakan hal yang penting untuk deteksi dini, terutamapada populasi yang sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Keuntungan akan didapatkandengan penggunaan alat foto fundus yang murah, portabel, mudah dioperasikan, dengan kualitas citrafoto yang baik.Metode : Penelitian ini merupakan suatu uji diagnostik menggunakan desain penelitian potong lintang.Sebanyak 100 citra foto fundus dari penderita diabetes melitus dari pemeriksaan foto fundus portabel 3lapang pandang midriatik yang diikuti pemeriksaan standar dengan foto fundus 7 lapang pandangETDRS. Penilaian derajat retinopati diabetik terhadap citra foto fundus dilakukan oleh seorang ahlivitreoretina. Validitas pemeriksaan foto fundus portabel 3 lapang pandang midriatik dibandingkandengan pemeriksaan baku emas foto fundus 7 lapang pandang ETDRS ditentukan dalam mendeteksiretinopati diabetik ringan.Hasil : Pada penelitian ini dihasilkan sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan foto fundus portabel 3lapang pandang midriatik adalah 80% (95% KI : 64,1 ? 90,0%) dan 98,5% (95%KI : 91,8 ? 99,7%).Simpulan : Foto fundus portabel 3 lapang pandang midriatik dapat digunakan sebagai alat skriningyang efektif dalam mendeteksi retinopati diabetik ringan.
SERIAL KASUS TATALAKSANA RETINOPATHY OF PREMATURITY (ROP) PADA BERBAGAI ZONA DAN TINGKATAN
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 2 No 2 (2020): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Retinopathy of Prematurity (ROP) adalah penyakit vasoproliferatif pada pembuluh retina yang terjadi pada bayi prematur. Kasus ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan pada bayi jika tidak ditangani. Skrining bayi prematur merupakan langkah pertama dalam manajemen ROP. Adanya teknologi terbaru memfasilitasi modalitas diagnostik dan penatalaksanaan yang lebih baik untuk kasus ROP. Metode: Studi yang mendeskripsikan 3 kasus ROP berbagai zona dan tingkatan dengan penatalaksanaan berbeda. Laporan Kasus: Kasus 1 dengan ROP zona II stage 3 mata kanan, ROP zona III stage 3 mata kiri disertai Plus Diseases (ROP tipe 1) pada kedua mata yang mendapat terapi fotokoagulasi laser. Kasus 2 dengan Aggressive Posterior-ROP (AP-ROP) kedua mata yang mendapatkan suntikan anti vascular endothelial growth factor (anti-VEGF) intravitreal. Kasus 3 dengan ROP stage 4A kedua mata yang dilakukan tindakan vitrektomi. Simpulan: ROP tipe 1 merupakan indikasi untuk dilakukan fotokoagulasi laser. Injeksi anti-VEGF intravitreal dapat diberikan pada kasus AP-ROP. Operasi vitrektomi dilakukan pada ROP stadium 4-5. Penatalaksanaan yang baik sesuai tingkat keparahan ROP diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan meningatkan kualitas hidup bayi prematur.
XERODERMA PIGMENTOSUM DENGAN MANIFESTASI KARSINOMA SEL SKUAMOSA PADA PERMUKAAN OKULAR BILATERAL
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 2 No 2 (2020): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan : Xeroderma pigmentosum (XP) merupakan suatu penyakit langka yang disebabkan karena kelainan pada proses perbaikan DNA. Kelainan okular didapatkan pada sekitar 40% kasus XP. Pasien berisiko tinggi terjadinya keganasan pada kulit dan juga permukaan okular. Tujuan : Untuk melaporkan suatu kasus XP dengan manifestasi karsinoma sel skuamosa (KSS) pada permukaan okular bilateral. Laporan Kasus : Seorang anak perempuan berusia 6 tahun didiagnosis dengan Xeroderma Pigmentosum dari bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan dirujuk ke bagian Ilmu Kesehatan Mata dengan keluhan utama terdapat massa pada kedua mata sejak 1 tahun sebelum datang ke rumah sakit. Pasien menjalani examination under anestesia (EUA) dan didapatkan massa pada mata kiri yang menutupi hampir seluruh permukaan kornea, dan massa pada mata kanan menutupi hampir setengah dari bagian permukaan kornea dan terdapat massa konjungtiva sekitar kantus medial. Pasien menjalani eksisi massa pada kedua mata dan hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan KSS. Hasil pemeriksaan histopatologi dari lesi bagian kulit wajah juga menunjukkan KSS. Massa muncul kembali pada permukaan okular mata kanan setelah 5 bulan sejak eksisi terakhir dan biopsi menunjukkan sarcomatoid carcinoma. Mata kanan kemudian dilakukan tindakan enukleasi. Simpulan : Keganasan pada permukaan okular dapat terjadi pada pasien XP di usia yang sangat muda. Kebanyakan kasus keganasan permukaan okular yang ditemukan pada pasien XP adalah karsinoma sel skuamosa yang bersifat ganas, mengancam penglihatan, dan rekurensi yang tinggi, sehingga diagnosis awal dan tatalaksana yang sesuai sangatlah penting. Tatalaksana multidisiplin dengan dokter spesialis kulit dan dokter spesialis onkologi diperlukan untuk mencapai tatalaksana terbaik untuk pasien.
KARAKTERISTIK DAN PENANGANAN TRAKHOMA PASIEN RAWAT JALAN DI RS. MATA PASURUAN PERIODE OKTOBER 2019 ? JANUARI 2021
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 3 No 1 (2021): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/ojkmi.v3i1.09

Abstract

Pendahuluan: Trakhoma merupakan penyebab kebutaan ketiga setelah katarak dan glaukoma di seluruh dunia. Trakhoma penyebab gangguan penglihatan bagi sekitar 1,9 juta orang di seluruh dunia sekitar 1,4% diantaranya mengalami buta total. Di Indonesia prevalensi trakhoma yang menjadi penyebab kebutaan sekitar 0,98%. Penyakit trakhoma disebabkan oleh infeksi Chlamydia Trachomatis. Tujuan: Saat ini belum ada penelitian mengenai karakteristik dan pengobatan trakhoma di Pasuruan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan penanganan trakhoma pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Mata Pasuruan periode Oktober 2019 hingga Januari 2021. Metode: Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif diambil data retrospektif dengan metode cross sectional pada bulan Oktober 2019 hingga Januari 2021. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling. Data yang memenuhi kriteria inklusi selanjutnya dianalisis. Hasil: Dari 38 kasus trakhoma di Rumah Sakit Mata Pasuruan pada periode Oktober 2019-Januari 2021 didapatkan kasus terbanyak pada jenis kelamin perempuan (68,4%) dengan kategori usia 11-20 tahun (65,8%), trakhoma ODS trakhoma IIA jenis yang sering muncul (63,2%) dengan sebagian besar gejala muncul pada oculli dekstra sinistra (86,9%) dan penanganan dengan pemberian ointment oxytetracycline (55,3%). Simpulan : Secara umum trakhoma terbanyak pada jenis kelamin perempuan dengan usia 11-20 tahun, derajat yang sering muncul yaitu ODS trakhoma IIA dengan posisi gejala pada oculli dekstra sinistra, serta penanganan dengan pemberian ointment oxytetracycline. Penelitian ini merupakan hasil objektivitas peneliti terhadap kasus trakhoma, dan tidak ada maksud lain dari peneliti selain mendapatkan luaran hasil penelitian mengenai trakhoma...
PENGARUH KECANDUAN PENGGUNAAN SMARTPHONE TERHADAP HASIL SCHIRMER TEST PADA MAHASISWA FK UPH TAHUN 2019
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 3 No 1 (2021): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/ojkmi.v3i1.08

Abstract

Pendahuluan : Penggunaan gadget terutama smartphone telah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2019, pengguna gadget mayoritas adalah perempuan dengan persentase 71% dan sebanyak 2/5 dari mahasiswa menggunakan gadget selama 1-3 jam setiap harinya. Prevalensi populasi yang mengalami mata kering di Asia Tenggara memiliki variasi antara 20% - 52,4%. Pengguna smartphone dapat mengalami computer vision syndrome yang dapat menyebabkan mata kering. Salah satu pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah menggunakan schirmer test. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh kecanduan penggunaan smartphone terhadap hasil schirmer test pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode studi observasional dengan desain potong lintang pada 119 responden mahasiswa FK UPH yang menggunakan smartphone sehari-hari. Hasil Analisis Data : Data didapatkan dari 130 responden menggunakan kuesioner SAS-SV serta schirmer test. Data diolah menggunakan uji chi square. Penelitian ini menunjukkan adanya hasil yang signifikan antara kecanduan smartphone terhadap hasil schirmer test pada mahasiswa FK UPH dengan p value 0.001. Nilai odds ratio yang didapatkan sebesar 3.989 dan confidence interval 95% sebesar 1.744-9.124. Simpulan : Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecanduan penggunaan smartphone terhadap hasil schirmer test pada mahasiswa FK UPH.
IMMEDIATE MANAGEMENT OF OCULAR BEE STING RESULTS IN BETTER VISUAL OUTCOME ? A CASE REPORT
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 3 No 1 (2021): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/ojkmi.v3i1.10

Abstract

Introduction: Ocular bee stings is an uncommon environmental eye injury that can result in various ocular complications. Due to the rarity of cases and conatroversial management, there are only a few literatures reported. Unfortunately, delay in management will be fatal for patients. Purpose: To highlight early management and complication of ocular bee sting case Case Presentation: A 24-year-old man presented to our hospital with chief complaint pain and blurred vision on his right eye in the last 2 days ago after being stung by bee. A part of the sting was already revoked, and the eye was rinsed off with tap water. The visual acuity on the right eye was hand movement with corneal edema, and bee sting track seen at the cornea. The anterior chamber was covered with hypopion and fibrins. An emergency bee sting extraction was quickly performed. We found the sting pierced in a diagonal way to the iris. We injected triamcinolone acetate intracamerally to make sure the exact location and how deep the sting embedded. The visual acuity improved to 6/30 a day after the surgery, but the cornea was melted and anterior uveitis still discovered, with increasing intraocular pressure. Topical and systemic corticosteroid, oral acetazolamide, topical antibiotic, and atropine were prescribed. The last condition, 2 weeks after extraction, best corrected visual acuity became 6/12 and no anterior chamber reaction discovered with corneal scarring. Conclusions: Immediate bee sting extraction with triamcinolone acetate injection intracamerally to ensure the location of the sting can be beneficial to patient?s visual outcome..
PROGRESIVITAS DAN TATALAKSANA KERATOKONUS SETELAH SATU TAHUN TINDAKAN CORNEAL CROSS-LINKING
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 3 No 1 (2021): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/ojkmi.v3i1.11

Abstract

Pendahuluan : Keratokonus merupakan kelainan ektasia kornea bersifat progresif tanpa inflamasi dengan penipisan dan penonjolan kornea yang menyebabkan astigmatisme ireguler. Diagnosis keratokonus ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftamologi, dan pemeriksaan topografi. Tatalaksana keratokonus berupa kacamata, lensa kontak dan corneal cross-linking. Progresivitas keratokonus dapat diturunkan melalui tindakan corneal cross-linking. Tujuan : Untuk melaporkan progresivitas dan tatalaksana keratokonus setelah satu tahun tindakan corneal cross-linking. Laporan Kasus : Perempuan usia 30 tahun datang ke Rumah Sakit Mata Cicendo dengan keluhan buram kedua mata sejak 4 bulan yang lalu. Riwayat corneal cross-linking satu tahun yang lalu. Riwayat penggunaan kacamata 5 bulan yang lalu. Riwayat menggosok mata dan alergi. Pemeriksaan tajam penglihatan mata kanan 3/60 dengan pin hole 0,2 dan mata kiri 2/60 dengan pin hole 0,2. Tajam penglihatan terbaik dengan koreksi mata kanan S-5,00 C-5,00 x 180 sebesar 1,0 dan mata kiri S-6,00 C-6,00 x 170 sebesar 1,0. Pemeriksaan tomografi pentacam dibandingkan sebelum dan setelah tindakan cross-linking. Terdapat penurunan ketebalan kornea setelah satu tahun corneal cross-linking mata kanan 4% dan mata kiri 3,2%. Terdapat peningkatan nilai Kmax pada mata kanan 0,4D sedangkan mata kiri 2,6D. Simpulan : Tomografi pentacam dapat menilai progresivitas keratokonus. Tindakan corneal cross-linking dapat menurunkan progresivitas keratokonus. Tatalaksana keratokonus berdasarkan pada derajat keratokonus..