cover
Contact Name
Sudadi
Contact Email
dsudadi@ugm.ac.id
Phone
+62811254834
Journal Mail Official
jka.jogja@gmail.com
Editorial Address
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Jl. Farmako Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Komplikasi Anestesi
ISSN : 23546514     EISSN : 26155818     DOI : https://doi.org/10.22146/jka.v11i2.12773
Core Subject : Health,
JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI (e-ISSN 2354-6514) is a scientific and original journal which published as a forum for various scientific articles including research, literature reviews, case reports and recent book reviews. The presence of this journal, it is hoped that it can provide input of knowledge and knowledge in the field of Anesthesiology and Intensive Therapy for medical personnel.
Articles 298 Documents
Daya Guna Pethidin 0,1 Mg/Kgbb dan 0,2 Mg/Kgbb Intrathekal sebagai Adjuvant Bupivakain 0,5% 10 Mg dalam Mencegah Shivering pada Sectio Cesaria Nur Hesti Kusumasari; IG Ngurah Rai Artika; Djajanti Sari
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 1 (2013): Volume 1 Number 1 (2013)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i1.5517

Abstract

Pendahuluan. Shivering akibat anestesi spinal merupakan kejadian yang sering dijumpai dan dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi pasien. Berbagai macam obat telah dihunakan untuk mencegah dan memberikan terapi shivering. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan daya guna pemberian pethidin 0,1 mg/kg dan 0,2 mg/kg intrathekal dalam mencegah shivering setelah anestesi spinal pada operasi seksio sesaria. Metode dan Penelitian. Rancangan penelitian ini adalah Randomized Controlled Trial (RCT) dengan pembutaan ganda. Subyek penelitian dilakukan pada 196 wanita hamil, usia 18-40 tahun, status fisik ASA I dan II, umur kehamilan 37-42 mg, berat badan 40-70 kg (indeks masa tubuh < 30 kg/m2), tinggi badan > 145 cm yang menjalani operasi seksio sesaria dengan anestesi spinal, yang dibagi dalam 2 kelompok. Dilakukan anestesi spinal menggunakan bupivakain hiperbarik (0,5% 10mg), pethidin 0,1 mg/kg pada kelompok A, dan pethidin 0,2 mg/kg pada kelompok B dalam volume yang sama yakni 2,5 ml. Hasil. Data demografi, suhu ruang operasi, ketinggian blok, dan lama operasi secara umum tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p>0,05), kecuali pada tinggi badan dan tekanan sistolik (p<0,05). Kejadian shivering pada kelompok A dibanding kelompok B didapatkan perbedaan yang bermakna (35,71%) vs 22,44%; p<0,05). Kejadian efek samping mual muntah pada kelompok A lebih kecil dibandingkan kelompok B (8,33% vs 22,45%) (p<0,05). Kesimpulan. Tidak didapatkan efek samping depresi pernapasan dan pruritus dalam penelitian ini.
Perbandingan Angka Keberhasilan Pemasangan Laryngeal Mask Airway (Lma) Klasik pada Usaha Pertama Antara Teknik Standar dengan Modifikasi Teknik Menggunakan Rigid Stylet Bowo Adiyanto; IG Ngurah Rai Artika; Sudadi
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 1 (2013): Volume 1 Number 1 (2013)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i1.5522

Abstract

Pendahuluan. Angka keberhasilan pemasangan LMA klasik pada usaha pertama dengan teknik standar masih rendah dan bervariasi. Berbagai teknik dan modifikasi pemasangan LMA klasik telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan dan mengurangi komplikasi. Salah satu modifikasi adalah dengan menggunakan rigid stylet. Kami berharap dengan teknik ini kelemahan pemasangan LMA klasik dengan teknik standar dapat teratasi, LMA menjadi lebih kaku, lengkung pipa lebih sesuai dengan anatomi jalan napas, dan tidak memerlukan ruang yang lebih di rongga mulut sehingga diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan pemasangannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hipotesis bahwa pemasangan LMA klasik pada usaha pertama dengan modifikasi teknik menggunakan rigid stylet lebih baik dibandingkan teknik standar. Metode Penelitian. Merupakan penelitian prospektif, uji klinis acak terkontrol yang dilakukan pada 88 pasien sehat (ASA I atau II) yang menjalani umum anestesi dilakukan randomisasi dan dialokasikan ke salah satu dari 2 dua kelompok yaitu teknik standar (kelompok S) dan kelompok modifikasi teknik menggunakan rigid stylet (Kelompok R). Waktu pemasangan LMA, dan komplikasi pemasangan berupa nyeri tenggorokan dan bercak darah pada LMA secara statistik dianalisa. Hasil. Keberhasilan pemasangan LMA klasik pada usaha pertama adalah terpasangnya LMA klasik yang dinilai efektif memberikan ventilasi pada usaha yang pertama. Angka keberhasilan pemasangan LMA Klasik pada usaha pertama dengan teknik modifikasi dengan rigid stylet (93,%) lebih tinggi dibandingkan dengan teknik standar (83,7%) secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Waktu pemasangan secara signifikan lebih cepat pada teknik rigid stilet dibandingkan pada teknik standar. (15,52 ± 4,94 detik dibanding 7,12 ± 3,53 detik) (p<0.05). Kesimpulan. Angka keberhasilan pemasangan LMA Klasik pada usaha pertama dengan teknik modifikasi dengan rigid stylet (93,%) lebih besar dibandingkan dengan teknik standar (83,7%) secara statistik tidak bermakna (p>0,05).
Angka Mortalitas Perioperatif yang Terkait Anestesi di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Tahun 2010 – 2011 Heri Pujiono; Untung Widodo; Djajanti Sari
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 1 (2013): Volume 1 Number 1 (2013)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i1.5523

Abstract

Pendahuluan. Angka kematian merupakan jumlah kematian secara umum atau oleh sebab khusus dalam suatu populasi, berskala sesuai dengan besarnya populasi per unit waktu. Angka kematian yang terkait anestesi merupakan pengukuran dasar atau utama dari kualitas dan keselamatan pelayanan anestesi. Pencegahan mortalitas terkait dengan tindakan anestesi adalah bagian dari rangkaian pelayanan anestesi termasuk optimalisasi preoperatif, penatalaksanaan anestesi yang baik, bahkan hingga penanganan postoperasinya. Penelitian tentang mortalitas terkait anestesi yang cukup intens dapat meningkatkan perbaikan keselamatan pasien yang dianestesi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka mortalitas terkait anestesi di RSUP Dr Sardjito tahun 2010-2011. Subyek dan Metode. Penelitian ini menggunakan rancangan observasional kohort retrospektif dengan membandingkan dua macam kelompok subyek yang mempunyai variabel yang berbeda. Semua data pasien yang mendapatkan anestesi tahun 2010 sampai 2011 di RSUP Dr Sardjito diambil dari rekam medis RSUP Dr Sardjito kemudian dihitung angka kematiannya dengan kriteria meninggal < 24 jam setelah operasi/anestesi selesai dengan k ategori 1 apabila penyebab kematian disebabkan oleh faktor anestesi atau penyebab lain dibawah kendali anestesi, kategori 2 apabila ada keraguan penyebab kematian apakah faktor anestesi ataukah faktor lain yang masih dibawah kendali ahli anestesi dan kategori 3 apabila kematian disebabkan faktor operasi maupun anestesinya . Analisis dilakukan dengan analisa deskriptif, analisa bivariat menggunakan Chi- square dan analisa multivariat menggunakan uji regresi logistik. Hasil dianggap bermakna bila p<0,0 5. Hasil. Delapan belas ribu tujuh pasien telah menjalani pembiusan di tahun 2010- 2011. Sebanyak 17 pasien meninggal perioperatif dan 9 diantaranya terkait anestesi. Angka kematian per 10.000 pembiusan di RSUP Dr Sardjito untuk perioperatif (9,44) lebih rendah dibanding rata-rata negara maju (17,68) maupun negara berkembang (44,17), sedangkan kematian yang terkait anestesi (5) lebih tinggi dibanding rata-rata negara maju (2,813) maupun negara berkembang (3,645). Kesimpulan. Berdasarkan karakteristik variabel penelitian tidak ditemukan perbedaan yang bermakna terhadap kematian yang terkait anestesi sehingga analisis regresi logistik tidak dapat dilakukan.
Seksio Sesaria (SC) dan Total Abdominal Hysterektomi-Bisalphingo Ooforektomi (TAH-BSO) pada Kehamilan dengan Kistoma Ovarii Permagna Muhammad Iqbal; Yusmein Uyun; Bambang Suryono
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 1 (2013): Volume 1 Number 1 (2013)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i1.5524

Abstract

Seorang perempuan usia 28 tahun G1P0A0, hamil 33 minggu dengan Kistoma Ovarii Permagna yang menjalani operasi SC dan TAH-BSO. Penilaian preoperasi pasien sudah dalam kondisi yang optimal. Dilakukan anestesi dengan teknik General anesthesia (GA) Intubasi Endotracheal Tube (ET) no. 7 nafas kendali. Monitoring dilakukan dengan Non invasive blood pressure (NIBP), elektrokardiogram (EKG), saturasi oksigen perifer (SpO2) dan Central Venous Pressure (CVP). Operasi berlangsung selama ± 4 jam. Durante operasi terjadi penurunan tekanan darah saat dilakukan pengangkatan kistoma dan histerektomi disebabkan oleh perdarahan masif. Dilakukan resusitasi dengan pemberian cairan kristaloid, koloid, darah dan pemberian support obat norepinefrin dan dobutamin titrasi. Pasca operasi masih terpasang ET no.7 dan ditransport ke ICU. Dua puluh empat jam pasca operasi dilakukan operasi laparatomi ulang untuk mengeksplorasi kemungkinan perdarahan intraabdomen dan untuk melepas tampon abdomen. Setelah 9 hari perawatan di ICU pasien dipindah ke bangsal.
Tatalaksana Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) pada Operasi Craniotomi Evakuasi Hematom yang disebabkan oleh Hematom Intracerebral Yusuf Hisam; Sudadi; Sri Rahardjo
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 1 (2013): Volume 1 Number 1 (2013)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i1.5525

Abstract

Kami laporkan menejemen anestesi pada pasien seorang laki-laki 50 tahun dengan diagnosa ICH regio parietal dextra ec stroke hemoragik yang dilakukan craniotomi evakuasi hematom, dengan status fisik ASA II. Pasien sebelum dilakukan operasi dirawat di unit stroke selama 10 hari GCS E4M5V5dan hemiparesissinistra dengan keluhan utama nyeri kepala. Di Unit stroke telah dilakukan usaha-usaha penatalaksanaan stroke hemoragik dan penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial. Operasi dilakukan dengan general anestesi, prosedur menjaga keadaan stabil dan mempertahankan tekanan intrakranial tetap dalam kondisi yang optimal. Hemodinamik dijaga dengan mempertahankan MAP bekisar 80 mmHg. Operasi berlangsung selama 3 jam, post operasi dirawat dan dievaluasi di ICU selama 2 hari, kemudian pindah ke bangsal.Penatalaksanaan tekanan intrakranial sangat penting dalam perioperatif, baik sebelum dilakukan operasi, selama maupunsetelah operasi pada pasien craniotomi evakuasi hematom.
Manajemen Anestesi pada Pasien Mitral Stenosis Berat yang Menjalani Operasi STSG Asep Indah Wuddi Arief; Bhirowo Yudo Pratomo; IG Ngurah Rai Artika
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 1 (2013): Volume 1 Number 1 (2013)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i1.5526

Abstract

Telah dilakukan anestesi pada pasien dengan diagnosis Combutio gr III 29% disertai dengan stenosis mitral berat yang menjalani operasi debridement dan skin traction skin graft (STSG). Pasien dinilai status fisik ASA II. Anestesi dilakukan dengan general anestesi tehnik semi close, ET no 7, napas kontrol dengan pelumpuh otot. Premedikasi dengan midazolam 3 mg dan fentanil 100 mcg, induksi dengan Etomidate 16 mg, dan fasilitas intubasi dengan rokuronium 30 mg. Pemeliharan anestesi dengan O2, Isofluran dan Fentanil kontinyu. Tindakan pembedahan berlangsung selama kira-kira 4 jam. Selama pembedahan hemodinamik relatif stabil dengan tekanan darah sistol 100-120 mmHg, tekanan darah diastol 45-70 mmHg, laju jantung (HR) antara 60-75 x/menit dan saturasi oksigen antara 98-100%, perdarahan selama operasi kira-kira 200 cc, dan urine output ± 200 cc. Pasca operasi pasien dirawat di Unit Luka Bakar.
Apakah Blok Regional dapat Meningkatkan Keberhasilan Penanganan Nyeri pada Pediatrik? Djajanti Sari
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 1 (2013): Volume 1 Number 1 (2013)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i1.5527

Abstract

Sekarang ini teknik blok regional sudah banyak digunakan untuk penanganan nyeri pada pediatrik, baik terkait dengan fasilitasi tindakan operasi maupun kondisi medis lain yang memerlukan analgesi adekuat. Tindakan blok regional yang dapat digunakan untuk penanganan nyeri adalah blok neuraksial yaitu berupa caudal epidural, lumbal epidural, thorakal epidural, spinal anestesi dan blok saraf perifer. Teknik blok regional mudah dilakukan dan sederhana. Walaupun demikian, banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan teknik ini, khususnya dalam penanganan nyeri, antara lain faktor ketrampilan pelaksana dalam hal ini ahli anetesi, faktor pasien (seleksi, sesuai kondisi dan kebutuhan) serta faktor alat dan sarana yang ada. Untuk mengetahui apakah blok regional benar-benar dapat meningkatkan keluaran dalam penangan nyeri pada pediatrik dapat dilihat dari beberapa literatur maupun bukti ilmiah yang berupa laporan kasus, penelitian uji klinis, bahkan review article tentang penggunaan blok regional pada pediatrik khususnya keuntungan dan kerugian termasuk komplikasi yang ditimbulkan serta aspek ekonomis dan keamanan blok regional pada pediatrik. Dari bukti ilmiah yang ada menyebutkan bahwa blok regional memberi keuntungan nyata untuk penangan nyeri pada pediatrik, sementara komplikasi yang diakibatkan relatif kecil dan hampir tidak menimbulkan gejala sisa. Komplikasi yang terjadi kini dapat semakin diturunkan dengan penggunaan teknologi misalnya USG untuk mendukung teknik blok regional, sehingga makin meningkatkan angka keberhasilan penanganan nyeri pada anak-anak.
Optimizing Post Discharge Pain Management in Pediatric Elizeus Hanindito
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 1 (2013): Volume 1 Number 1 (2013)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i1.5531

Abstract

Nyeri adalah masalah yang paling sering dan paling bermakna bagi pasien pediatrik walaupun pada prosedur operasi minor dan masalah ini dapat diterapi dengan efektif. Penilaian keparahan nyeri secara berkala menggunakan beberapa teknik seperti numeric rating scales atau faces scale of Bieri untuk anak yang lebih besar dan behaviour pain scale seperti FLACC untuk usia ‘non-verbal’ dapat membantu mengoptimalkan penanganan nyeri. Penilaian nyeri post operasi untuk orang tua dapat digunakan jika pasien pediatrik sudah keluar dari ruang pemulihan. Nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) memberikan analgesia yang baik setelah prosedur operasi minor dan dapat menurunkan jumlah analgesi opioid yang dibutuhkan setelah prosedur yang lebih ekstensif apabila waktu pemberian obat diberikan secara benar. Meskipun kontrol nyeri yang baik umumnya diperoleh setelah operasi, perbaikan dari management nyeri post keluar dari ruang pemulihan seharusnya dioptimakan dengan meningkatkan penggunaan analgesi multimodal seperti standar perawatan, pemberian instruksi post operasi standard yang tertulis, penggunaan guideline analgesia pediatrik khusus untuk masing-masing prosedur operasi, karena laporan dan skor nyeri secara bermakna lebih tinggi pada perawatan di rumah dibandingkan di Rumah Sakit.
Anesthesia-Related in Recovery Room Complication: Coma and Delayed Emergence Siti Chasnak Saleh
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 1 (2013): Volume 1 Number 1 (2013)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i1.5532

Abstract

Pada saat ini anestesi sudah dianggap sebagai tindakan yang aman, karena penyulit pascaanestesi yang serius dan berkaitan langsung dengan anestesi (seperti koma dan kematian) jarang detemukan.Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa setiap hari hampir 60.000 pasien yang mendapat anestesi umum untuk tindakan pembedahan. Mortalitas perioperatif yang pada era sebelum tahun 1970 diperkirakan 1,06% turun menjadi 0,12% di era 1990-2000 an. Pemanjangan proses pulih sadar bahkan sampai koma, merupakan penyulit yang menggugah perhatian dokter anestesi. Data tahun 2005 menunjukkan bahwa angka kejadian koma pascaanestesi sebesar 0,5%. Berbagai penyebab dapat ditengarai berpengaruh terhadap pemanjangan proses pulih sadar, yang terutama berupa efek farmakologik obat, interaksi dari obat pelumpuh otot, dan adanya gangguan endokrin. Penyebab yang sering dihadapi dokter anestesi berupa adanya sisa pelumpuh otot, obat-obat depresi SSP, hipoksemi, hiperkarbi, hipotensi, hipotermi, hipoglikemi, hiperglikemi, dan gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa. Pengelolaan dan monitoring anestesi diharapkan dapat meminimumkan penyulit tersebut. Namun untuk mengatasi hal tersebut, maka ketiga faktor harus dianalisis secara bersamaan.
Awake Craniotomy Can be Done Humanly? Tatang Bisri
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 1 (2013): Volume 1 Number 1 (2013)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i1.5533

Abstract

“Humanly” atau berperikemanusiaan, berarti dapatkah awake craniotomy (AC) dilakukan dengan penuh rasa kemanusiaan. Tindakan yang penuh rasa kemanusiaan saat pembedahan yang dilihat dari sudut pandang anestesi pada saat dilakukan operasi otak dengan teknik awake adalah pasien bebas dari rasa sakit, cemas dan tetap nyaman selama dilakukan tindakan pembedahan walaupun pasiennya tetap sadar. Anestesi untuk AC bervariasi dari anestesi lokal ke anestesi umum dengan pasien harus bangun intraoperatif selama dilakukan mapping language dan reseksi tumor. Awake craniotomy dengan menggunakan obat anestesi lokal dan sedasi termonitor untuk operasi tumor intrakranial yang mengenai eloquent cortex merupakan suatu teknik yang dapat diterima. Dengan teknik ini dapat dilakukan mapping intraoperatif yang menyebabkan dapat dilakukan reseksi tumor yang lebih radikal serta meminimalkan morbiditas dengan memelihara jaringan yang berfungsi. AC adalah suatu prosedur yang mengagumkan yang tidak bisa dipercaya pada saat pertama kali. Prosedur sama dengan kraniotomi standar, dengan satu perbedaan bahwa pasien bangun selama pemetaan korteks dan reseksi tumor, pasien mampu berbicara dan bergerak normal, akan tetapi pasien tidak bangun sepanjang pembedahan, bisa tidur dalam 1–2 jam pertama, namun tidak ada rasa nyeri selama bangun. Awake craniotomy mempunyai dua keuntungan dibandingkan dengan pembedahan biasa dengan anestesi umum yaitu 1) memberikan kesempatan mapping cortex dan subcortex untuk mengurangi morbiditas neurologis dan memaksimalkan luasnya operasi, 2) untuk menghindari morbiditas akibat anestesi umum dan lebih cepat keluar dari rumahsakit. Tidak ada penelitian randomized controll yang telah dilakukan untuk mendukung pernyataan tadi, akan tetapi, pendukung teknik ini yakin akan menguntungkan untuk pasien. Obat yang diberikan selama prosedur harus mampu memberikan level sedasi dan analgesia yang adekuat untuk pengangkatan tulang kepala, tapi harus tidak mempengaruhi testing fungsional dan elektrokortikografi.

Page 1 of 30 | Total Record : 298