cover
Contact Name
Reno Ismanto
Contact Email
renoismanto@iainsasbabel.ac.id
Phone
+6281273254994
Journal Mail Official
ifj.iainsasbabel@gmail.com
Editorial Address
https://jurnal.lp2msasbabel.ac.id/index.php/IFJ/about/editorialTeam
Location
Kab. bangka,
Kepulauan bangka belitung
INDONESIA
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL
ISSN : -     EISSN : 27471934     DOI : https://doi.org/10.32923/ifj.v4i2
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL (E-ISSN: 2747-1934) is a journal published by the Faculty of Sharia and Islamic Banking State Islamic Institute of Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung. This journal first published in 2020 (electronic edition) to facilitate the publication of research, articles, and book review about Islamic family law. The Journal issued biannually in June and December.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 2 No 02 (2021): Islamitsch Familierecht Journal" : 5 Documents clear
Nikah Massal Dalam Persfektif Hukum Islam, Studi di Desa Serdang Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Muhammad Nurdin
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 2 No 02 (2021): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v2i02.2011

Abstract

Pernikahan bagi umat Islam merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri berdasar akad nikah yang diatur dalam undang-undang dengan tujuan membentuk keluarga sakinah atau rumah tangga yang bahagia sesuai dengan hukum Islam. Di Indoneisa pernikahan biasanya dilakukan dengan adat tertentu dan moment sakral, penuh khidmat dan suka cita. Lalu bagaimana jika pernikahan dilakukan secara bersama-sama, dengan menghadiri beberapa pasangan? Umumnya nikah massal hampir ada di setiap daerah di Indonesia, tidak terkecuali di Kepulauan Bangka Belitung. Tulisan ini melihat pernikahan massal yang dilakukan di Kepulauan Bangka Belitung yakni pernikahan massal di Kabupaten Bangka Selatan, tepatnya di Desa Serdang yang dilakukan setiap satu tahun sekali dalam pandangan Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode kualitatif dengan melihat fenomena yang terjadi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa nikah massal di Desa Serdang dilakukan seusai panen hasil kebun, tujuannya merupakan bentuk rasa sukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas apa yang diperoleh. Dalam prosesnya pernikahan ini telah sesuai dengan hukum Islam dan mengikuti aturan yang telah ada, baik secara undang-undang maupun adat istiadat di masyarakat.
Implementasi Wasiat dan Kewarisan dalam Perspektif Hukum Islam Winarno Winarno
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 2 No 02 (2021): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v2i02.2013

Abstract

Persoalan wasiat dan kewarisan dalam Islam merupakan suatu persoalan yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Walaupun secara otomatis ketika meninggalnya seseorang berlaku hukum kewarisan di mana keluarga yang ditinggalkan merupakan pewaris dari yang meninggal, namun persoalan kewarisan tersebut tidak secara langsung dapat dilaksanakan. Di samping harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal untuk biaya pengurusan jenazah dan hutang yang ditinggalkannya, di sisi lain apabila yang meninggalkan tersebut meninggalkan wasiat terhadap harta yang ditinggalkannya, maka wasiat tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu baru pembagian harta warisan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, persoalan wasiat yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal tersebut tidak boleh menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah ada, baik itu yang diatur dalam hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan yang ada. Apabila ketentuan hukum yang telah diatur dalam hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan yang ada dilanggar, maka persoalan wasiat dan kewarisan tersebut bisa dianggap batal demi hukum.
Status Anak Luar Nikah (Judicial Activism Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 46/PUU-VII/2010 Perspektif Mashlahah Izzuddin bin Abdissalam) Mahbub Ainur Rofiq; Tutik Hamidah
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 2 No 02 (2021): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v2i02.2014

Abstract

Terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VII/2010 menimbulkan polemik hukum, khususnya dalam pemikiran hukum Islam. Berbagai macam dukungan menyeruak ke permukaan, namun tidak sedikit pula kecaman dari kalangan ahli. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut memberikan kritik tajam dengan mengeluarkan fatwa Nomor 12 Tahun 2012 sebagai respon atas putusan tersebut. Hal ini karena Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap membuat hukum syariah sendiri dan melampaui kapasitasnya dengan melegalkan nasab anak yang lahir dari hubungan luar nikah kepada orang tua biologisnya. Berangkat dari persoalan di atas, maka penulis ingin menelaah kembali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VII/2010 dengan menggunakan pisau analisis teori mashlahah Izzuddin Bin Abdissalam. Penelitian ini adalah penelitian hukum Islam normatif dengan menggunakan metode penelitian literer (library research). Karena itu, penulis hendak menelaah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) putusan Nomor 46/PUU-VII/2010 tentang status anak di luar nikah dengan kacamata teori mashlahah Izzuddin bin Abdissalam. Adapun hasil penelitian ini, yaitu: Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengandung mashlahah, utamanya bagi nasib dan masa depan seorang anak sebagai korban hubungan di luar nikah. Kedua, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam tinjauan teori mashlahah -Izzuddin bin Abdissalam- merupakan mashlahah majazi (faktor pendorong) terwujudnya mashlahah haqiqiyyah (kebahagiaan bagi anak).
Batasan Memukul Anak untuk Melaksanakan Shalat Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif Harry Pribadi Garfes
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 2 No 02 (2021): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v2i02.2015

Abstract

Abstract This research is motivated by the misunderstanding of parents in giving punishments of beating their children in order to establish prayers, most parents beat their children without boundaries, so that parents have the potential to commit criminal acts. The purpose of this paper is to find out the limits in hitting children who are reluctant to pray, so that parents have knowledge and understanding in giving punishment to their children. This type of qualitative research uses content analysis in its conclusion. The results of this study are: Islamic law and positive law contain certain legal goals (maqashid al-syariah) in hitting children. In the hadith about the command to hit a 10-year-old child who is reluctant to pray it aims to maintain or maintain religion, while in positive law it aims to protect the soul or life of the child. As for the limitations in hitting a child, namely: Beating is carried out for mistakes that have occurred, not mistakes that are feared to occur, beatings may not injure the child and are adjusted to the circumstances and age of the child, beatings should not be carried out on vulnerable parts such as the stomach and head, beating with the purpose and basis of education and must not be excessive, the beatings must be carried out alternately, not in one part only, the beatings must be given a time lag, and must not be repeated, in hitting the elbows must not be lifted. beatings should not be carried out in a state of anger, refrain from hitting a child when he mentions the name of Allah, should not hit a child unless he is 10 years old. Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketidak pahaman orangtua dalam memberikan hukuman pemukulan kepada anak-anaknya dalam rangka mendirikan shalat, kebanyakan orangtua memukul anaknya tidak mengenal batasan, sehingga orangtua berpotensi melakukan tindak pidana. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui batasan dalam memukul anak yang enggan mengerjakan shalat, sehingga orangtua memiliki pengetahuan dan pemahaman dalam memberikan hukuman kepada anaknya. jenis penelitian kualitatif ini menggunakan analisis isi dalam penyimpulannya. Hasil penelitian ini yaitu: hukum Islam dan hukum Positif mengandung tujuan hukum (maqashid al-syariah) tertentu dalam memukul anak. Dalam hadits tentang perintah memukul anak 10 tahun yang enggan melaksanakan shalat bertujuan untuk menjaga atau memelihara Agama, sedangkan dalam hukum Positif bertujuan untuk menjaga jiwa atau kehidupan sang anak. Adapun batasan dalam memukul anak yaitu: Pemukulan dilakukan atas kesalahan yang telah terjadi, bukan kesalahan yang ditakutkan akan terjadi, pemukulan tidak boleh mencederai anak dan disesuaikan dengan keadaan serta usia anak, pemukulan tidak boleh dilakukan pada bagian yang rawan seperti perut dan kepala, pemukulan dengan maksud dan dasar pendidikan serta tidak boleh berlebihan, pemukulan harus dilakukan berselang-seling, bukan pada satu bagian saja, pemukulan harus diberikan jeda waktu, dan tidak boleh bertubi-tubi, dalam memukul tidak boleh mengangkat siku. pemukulan tidak boleh dilakukan dalam kondisi marah, urungkan niat untuk memukul anak ketika dia menyebut nama Allah, tidak boleh memukul anak kecuali ia tersebut berusia 10 tahun.
Politik Hukum Tindak Pidana Perzinahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Ndaru Satrio
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 2 No 02 (2021): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v2i02.2016

Abstract

Social, cultural, and religious values view that adultery in all its forms, whether committed by people who are married or who are not married, is a very disgraceful act, Political developments adultery criminal laws in the Book of the Criminal Justice Act and the Draft Code of Criminal Law, a. According RKUHP term used to refer to the term fornication is permukahan, b. Based on Article 483 paragraph (1) the concept of KUHP perpetrators of permukahan crimes are threatened with a maximum imprisonment of five years, c. the concept of KUHP is that the concept does not distinguish between married and unmarried perpetrators. d. RKUHP does not require any more for man’s subject to Article 27 BW (Civil Code).

Page 1 of 1 | Total Record : 5