cover
Contact Name
Reno Ismanto
Contact Email
renoismanto@iainsasbabel.ac.id
Phone
+6281273254994
Journal Mail Official
ifj.iainsasbabel@gmail.com
Editorial Address
https://jurnal.lp2msasbabel.ac.id/index.php/IFJ/about/editorialTeam
Location
Kab. bangka,
Kepulauan bangka belitung
INDONESIA
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL
ISSN : -     EISSN : 27471934     DOI : https://doi.org/10.32923/ifj.v4i2
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL (E-ISSN: 2747-1934) is a journal published by the Faculty of Sharia and Islamic Banking State Islamic Institute of Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung. This journal first published in 2020 (electronic edition) to facilitate the publication of research, articles, and book review about Islamic family law. The Journal issued biannually in June and December.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 39 Documents
Dinamika Historis Otoritas Hak Kepenghuluan Nikah di Indonesia Athoillah Islamy
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 1 No 01 (2020): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v1i01.1472

Abstract

Penelitian ini bermaksud untuk mengeksplorasi sejarah perkembangan tugas maupun wewenang penghulu di Indonesia dalam tiga masa, yakni masa kerajaan Islam di Nusantara, pemerintahan kolonial Belanda, dan pasca kemerdekaan. Peneltian ini merupakan penelitian kualitatif yang berupa kajian pustaka. Jenis penelitian hukum dalam penelitian ini masuk dalam kategori penelitian hukum normatif empiris dengan pendekatan sejarah. Hasil penelitian menunjukan bahwa tugas dan wewenang penghulu di Indonesia dari masa ke masa semakin mengalami penyempitan. Hal tersebut disebabkan oleh faktor dinamika sosial politik pemerintahan yang ada. Pada masa kerajaan Islam Nusantara, tugas dan wewenang penghulu sangat kompleks dan multi fungsi, yakni persoalaan agama secara umum, penasehat spritual pengusa, bahkan politik. Kemudian, pada masa pemerintahan kolonial Belanda, peran dan tugas penghulu dibatasi pada persoalan perdata Islam. Selanjutnya, pada masa pasca kemerdekaan, tugas dan wewenang penghulu semakin mengalami penyempitan, yakni dibatasi pada persoalan pernikahan dan perceraian.
Formulasi Maqasid Syariah Perspektif Jamaluddin Athiyyah Muhammad Nanda Fanindy
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 1 No 01 (2020): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v1i01.1489

Abstract

Kesejahteraan merupakan permasalahan yang terus menjadi perhatian utama bagi seluruh negara di dunia. Di Indonesia kesejahteraan warga negara dijamin oleh Undang-undang Dasar Indonesia, dan hal tersebut dimulai dari unsur yang paling kecil, yakni keluarga. Wacana keilmuan Islam tentunya juga menjamin hal tersebut, oleh sebab itu penulis mengambil pisau bedah maqasid syariah perspektif Jamaluddin Athiyyah untuk menelusurinya lebih jauh. Penelitian ini adalah penelitian pustaka, yang menjadikan buku-buku terkait sebagai referensi primer untuk membedah Perda DIY no. 7 Tahun 2018 tentang Ketahanan Keluarga. Sehingga dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa kajian maqasid merupakan pisau bedah yang tepat untuk membedah Perda tersebut. Serta Perda tersebut telah mengandung tujuan-tujuan syariah di dalam setiap pasal-pasalnya.
Makanan Haram dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Muhammad Anshori
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 1 No 01 (2020): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v1i01.1492

Abstract

This paper explains the interpretation of Surah al-Mā’idah verses 3-5 regarding unlawful food and its effect on life. Humans being are living creatures who need to food and drink, so Allah commands them to fulfill their daily lives in a good way. Teh Qur’an has explained several criteria for halal (lawfull) dan haram (ulawfull) foods. As a source of Islamic teachings, the Qur’an must be interpreted appropriately, so that it can be applied in the real life. Al-Qur’an continues to be studied with various methods and approaches untill gives the rises and develop the various the literatures of exegesis. One of the Styles of interpretation that has developed in the history of Islamic thought is the legal interpretation, or what is known with tafsīr aḥkām (legal exegesis/interpretation). Surah al-Mā’idah verses 3-5 is one form of the application of the tafsīr aḥkām (legal exegesis), because it describes some foods that are forbidden. Among the things that are forbidden was carcasses, blood, pork, animal that died from being beaten, died from being strangled, fall from high places, are gored by other animals, and animal that are slaughted in names othe than Allah. Understanding the verses 3-5 of surat Al-Mā’idah has a correlation with modern scientific discoveries so that the Al-Qur’an can be understandood contextually.
Problematika Jilbab dalam Perspektif Quraish Shihab Wildan Imaduddin Muhammad
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 1 No 01 (2020): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v1i01.1535

Abstract

This paper attempt to explain how Quraish Shihab’s argument on veil. In his books entitled Jilbab, the controversy emerges among Muslim in Indonesia. I argue that Quraish Shihab’s argument of veiling is based on Muslim scholars along classical period until now. There is no prohibition or suggestion specifically about the rule of veil. Quraish Shihab position himself as Muslim scholar who expose the whole argument that he believes its true.
Maqasid Pernikahan Perspektif Imam al-Gazali Berdasarkan Kitab Ihya 'Ulum al-Din Reno Ismanto
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 1 No 01 (2020): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v1i01.1569

Abstract

Setiap perintah dan larangan dalam syariat Islam mempunyai tujuan dan hikmah yang dinginkan oleh Pembuat Syariat. Ada syariat yang bersifat ma’qul makna, yaitu syariat yang hikmahnya dapat dirasio oleh pemikiran manusia. Ada juga bersifat sebaliknya ghairu ma’qul makna, seperti jumlah rakaat shalat, melempar jamarat, thawaf dan lain-lain. Pernikahan adalah syariat yang ditetapkan oleh Pembuat syariat yang bersifat ma’qul makna. Tujuan (maqasid), makna, hikmah dari pernikahan dapat dirasio oleh akal bahkan disebutkan secara eksplisit dalam ayat-ayat Al-Quran dan juga hadis Nabi Saw. Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menerangkan tujuan-tujuan dari syariat pernikahan. Makalah ini membahas pandangan-pandangan Imam Al-Gazali terkait maqasid pernikahan, berdasarkan karyanya yaitu Kitab Ihya Ulum Al-Din. Menurut Imam Gazali maqasid pernikahan ada yaitu: mendapatkan anak, menyalurkan syahwat, mendapat ketenangan dan kegembiraan, berbagi tugas rumah tangga dan mujahadah memenuhi keperluan istri.
Eksistensi Pemaknaan Santet pada Pembaharuan Hukum Pidana Reski Anwar
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 2 No 01 (2021): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v2i01.1700

Abstract

This paper discusses about witchcraft which is one of the controversial delict in draft criminal law september 2019 (RKUHP) in Indonesia. This is because most of the general public assumes that witchcraft is believed to be an act that can harm people, suffer and or even kill people. However, in accordance with the principle of legality and the difficulty of proof, witchcraft deeds so far can not be entered into the realm of justice so that it is not uncommon for people accused of witchcraft to lose their lives without going through legal process. Therefore, in this study by analyzing the witchcraft delict in the construction of RKUHP this study uses normative legal research methods whose data are obtained through literature studies. The results obtained revealed that witchcraft is a criminal act that must be constructed into the category of delik formil whose proof does not necessarily lead to the existence or absence of a supernatural force it self owned by the perpetrator or individual. However, what can be used as a delik is a criminal act committed that is a person who deliberately announces himself to have supernatural powers as article 252 paragraph 1 RKUHP.
Dimensi Maqasid Shariah Dalam Ritualitas Ibadah Puasa Ramadhan Athoillah Islamy
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 2 No 01 (2021): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v2i01.1785

Abstract

Ritualitas ibadah puasa ramadhan bukanlah sekedar ibadah yang berdimensi legal formalistik semata, seperti syarat, rukun, dan sah, batal atau tidaknya ibadah puasa tersebut. Namun demikian penting disadari bahwa pensyariatan ibadah puasa memiliki nilai-nilai falsafah hukum Islam yang termuat di dalamnya. Penelitian ini bermaksud untuk mengeksplorasi nilai-nilai maqasid shariah yang termuat dalam perintah kewajiban ritualitas ibadah puasa ramadhan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berupa kajian pustaka (library research) dengan pendekatan normatif filosofis. Sumber data yang digunakan, yakni pelbagai literarur ilmiah, baik berupa buku (kitab) dan artikel jurnal ilmiah terkait pembahasan nilai-nilai falsafah ibadah puasa ramdhan. Sementara itu, teori analisis yang digunakan, yakni teori maqasid shariah yang dikembangkan oleh Jasser Auda. Hasil penelitian menyimpulkan terdapat tiga nilai maqasid shariah yang termuat dalam ibadah puasa ramadhan, antara lain (1) Peningkatan keimanan sebagai orientasi hifz din (2) Pendidikan karakter sebagai orientasi hifz nafs (3) Kepeduliaan sosial sebagai orientasi hifz mal.
Tinjauan Hukum Islam terhadap Kewarisan Kelem pada Masyarakat Kecicang Islam Ijtihadul Umam
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 2 No 01 (2021): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v2i01.1814

Abstract

Kelem hereditary is one of the customary laws in the matter of the inheritance rights of grandchildren which is the result of the agreement of former community leaders in Kecicang Islam Village, Bungaya Kangin Village, Bebandem District, Karangasem Regency, Bali Province. Kelem comes from the Balinese language which means drowned. In terms of hereditary, kewarisan kelem means a grandson whose father or mother (the heir) died before the grandfather or grandmother (the inheritor) is said to have drowned (blocked) from inheritance rights because it is hindered by the parents’ brothers who are still alive. This is in contrast to the hereditary law system in Indonesia in the form of Islamic Law Compilation article 185 paragraph 1, which explains that, the heir who dies before the inheritors can be replaced by his child. The research method used was field research. This research was a descriptive analytic with juridical normative approach. Data collection methods used include interviews and documentation. After the data was collected, it was analyzed in a descriptive qualitative way with the 'urf and the theory of substitute heirs. The results showed that kelem hereditary is one of the customary laws as the result of the agreement of former community leaders in Kecicang Islam. This contradicts both Sunni and Shi'ah hereditary law systems as well as the hereditary laws in Indonesia.
Standar Nafkah Wajib Istri Perspektif Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam Reno Ismanto
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 2 No 01 (2021): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v2i01.1937

Abstract

Nafkah adalah salahsatu hak finansial yang ditetapkan oleh Syariat Islam yang muncul dari akad nikah yang sah. Dalam menentukan standar nafkah wajib ahli hukum Islam (fuqahā) melihat ada berbagai pertimbangan yang dapat dijadikan acuan yaitu kondisi suami (hāl az-zauj), kebutuahn atau kondisi istri (hāl az-zaujah) atau keadaan keduanya secara bersamaan. Sementara dalam hukum positif keluarga muslim Indoensia melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI) menetapkan bahwa ketentuan standar kewajiban nafkah menyesuaikan kondisi suami. Standar nafkah dalam fiqh mengakomodir banyak sisi, sementara dalam KHI lebih sederhana karena mengambil satu pandangan fiqh saja. Ketetapan dalam KHI bahwa standar nakfah menyesuaikan kondisi suami mengadopsi pandangan mazhab jumhur fuqaha.
Feminis Sebagai Alat Kesadaran dalam Perspektif Islam Tradisional Muhammad Nanda Fanindy
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 2 No 01 (2021): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v2i01.1938

Abstract

Tulisan ini berupaya menjelaskan tentang fenomena perempuan yang dianggap sebagai makhluk kelas dua oleh beberapa penafsiran klasik dari teks-teks Al-Qur’an. Sehingga kaum perempuan menjadi inferior. Hal tersebut diperparah dengan anggapan-anggapan yang diambil dari pemahaman-pemahaman budaya yang tidak konstruktif. Padahal perempuan diciptakan sama oleh Allah Swt sebagai manusia, kemudian mengapa mereka dibatasi ruang geraknya, mulai dari ruang-ruang di dalam rumah tangga (domestik) sampai pada ruang publik atau kehidupan sosial. Penelitian ini bermula dari kajian-kajian yang diambil dari buku-buku klasik (turast), kemudian dibandingkan dengan realitas kekinian sehingga menemukan akar masalah sekaligus solusi tentang interpretasi-interpretasi sebelumnya. Tulisan ini diharapkan dapat mewarnai keilmuan hukum keluarga di Indonesia.

Page 1 of 4 | Total Record : 39