cover
Contact Name
PAIR BATAN
Contact Email
pair@batan.go.id
Phone
-
Journal Mail Official
pair@batan.go.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Radiasi
ISSN : 19070322     EISSN : 25276433     DOI : -
Core Subject : Science,
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi terbit dua kali setahun setiap Bulan Juni dan Desember. Penerbit khusus dilakukan bila diperlukan
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 2 (2007): Desember 2007" : 5 Documents clear
TEKNOLOGI ISOTOP ALAM UNTUK MANAJEMEN EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI AIR TANAH Zainal Abidin; Hudi Hastowo
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Vol 3, No 2 (2007): Desember 2007
Publisher : BATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.29 KB) | DOI: 10.17146/jair.2007.3.2.555

Abstract

Indonesia secara iklim dan kondisi hidrogeologi mempunyai banyak kantong akifer yang merupakan sumber air tanah. Pada berbagai daerah banyak muncul mata air mulai debit skala kecil hingga besar yang menandai adanya potensi air tanah. Air tanah merupakan cadangan air yang potensial untuk digunakan semaksimal mungkin bagi berbagai keperluan seperti air minum, industri dan pariwisata. Kota besar seperti Jakarta, Bandung dan lainnya sebagian besar mengandalkan air tanah untuk keperluan industri dan hotel. Eksploitasi pemanfaatan air tanah untuk hal tersebut perlu dikontrol dan dilakukan sistem manajemen monitoring. Penelitian eksplorasi secara geofisik dan hidrogeologi yang menunjukan besarnya cadangan air tanah belum cukup untuk dapat digunakan sebagai justifikasi untuk eksploitasi, masih perlu parameter lain yaitu tentang asal-usul dan umur air tanah. Kedua faktor tersebut merupakan bagian pertimbangan dari sistem konservasi dan kesetimbangan air. Teknologi alternatif yang sangat cepat untuk menentukan kedua parameter tersebut adalah tenik isotop alam 18O, 2H dan 14C yang telah dikembangkan lebih dari tiga dekade dan digunakan di banyak negara diberbagai belahan dunia. Teknik isotop 18O dan 2H digunakan sebagai sidik jari untuk menentukan asal usul air (origin) sedangkan isotop 14C digunakan untuk menentukan umur air tanah. Isotop 18O dan 2H merupakan isotop stabil dalam bentuk senyawa air dan ikut dalam siklus hidrologi. Konsentrasinya yang sangat spesifik dalam air hujan pada berbagai elevasi digunakan sebagai sidik jari untuk menentukan daerah imbuh air tanah dan asal usulnya. Isotop 14C merupakan isotop alam bersifat radioaktif dengan waktu paruh 5730 tahun ikut dalam siklus hidrologi dan masuk ke dalam sistem air tanah melalui senyawa gas CO2 terlarut. Isotop 14C dapat menentukan umur air tanah dan mengindikasikan potensi/jumlah air tanah. Studi eksplorasi dan monitoring eksploitasi air tanah terpadu secara geohidrologi, geofisik dan isotop merupakan solusi untuk manajemen pengelolaan air tanah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Berbagai contoh studi terpadu tersebut telah dilakukan pada berbagai sumber air tanah seperti Jakarta, Bontang dll dan memberikan sumbangan yang berarti untuk sistem manajemen pengelolaan terpadu sistem akifer.
MODEL ESTIMASI AKTIVITAS Cs-137 DALAM CONTOH TANAH MELALUI PERSENTASE ORGANIK KARBON DAN DEBU-LIAT Barokah Aliyanta
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Vol 3, No 2 (2007): Desember 2007
Publisher : BATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.772 KB) | DOI: 10.17146/jair.2007.3.2.556

Abstract

Estimasi aktifitas Cs-137 dalam contoh tanah telah dilakukan di daerah Nganjuk melalui parameter kualitas tanah. Sebanyak 26 contoh tanah yang diambil dari daerah Nganjuk telah digunakan untuk membangun hubungan antara aktifitas Cs-137 dengan parameter kualitas tanah menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Parameter kimia contoh jauh lebih bervariasi dari parameter fisisnya. Aktifitas Cs-137 dalam tanah dapat dibangun melalui 2 parameter, yaitu persen total organik karbon dan persen kandungan debu-liat. Meskipun demikian, kedua parameter ini hanya dapat menerangkan 69,3 % aktifitas Cs-137, 30,7 % sisanya berkemungkinan besar disebabkan oleh 10 % dari kesalahan pengukuran, redistribusi tanah saat setelah hujan, sistim pertanian maupun cara olah tanah. Aktifitas Cs-137 di bawah limit deteksi juga dapat diestimasi melalui pendekatan parameter kualitas tanah, yang sangat berguna dalam estimasi kuantitatif laju erosi berdasarkan Model-Cs.
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI NUKLIR UNTUK MENINGKATKAN KEAMANAN DAN DAYA SIMPAN BAHAN PANGAN Zubaidah Irawati
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Vol 3, No 2 (2007): Desember 2007
Publisher : BATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (197.19 KB) | DOI: 10.17146/jair.2007.3.2.558

Abstract

Ketersediaan pangan yang aman, bergizi, dan tidak mengalami perubahan cita rasa saat dikonsumsi merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus selalu tersedia dengan jumlah yang cukup dan dalam jangka panjang untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Radiasi pengion, apabila diterapkan secara tepat dan benar sesuai dengan ketentuan standar (Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Radiation Practices (GRP) dapat memenuhi kebutuhan tersebut, karena teknologi radiasi lebih efektif, efisien dan praktis dibandingkan dengan teknik konvensional. Meskipun demikian aplikasi teknik nuklir untuk tujuan keamanan dan pengawetan komoditi pangan memerlukan regulasi dan legalisasi dari pemerintah, sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas. Komersialisasi bahan pangan iradiasi di Indonesia antara lain diatur dengan PERMENKES No. 826/MENKES /PER/XII/1987, No.152/MENKES/SK/II/1995 dan Undang Undang Pangan RI No.7/1996. Selain Indonesia, beberapa negara di kawasan Asia Pasifik seperti India, Thailand dan Vietnam juga telah mengimplementasikan teknologi nuklir pada komoditi pangan secara komersial untuk tujuan karantina, sanitasi dan sterilisasi baik untuk konsumsi lokal maupun untuk ekspor ke Eropa, Amerika dan Australia. Sosialisasi dan disimenasi pemanfaatan teknologi nuklir atau teknologi radiasi kepada publik yang tidak berkesinambungan dan kurang efektif dapat menimbulkan kesalah-pahaman tentang makna teknologi itu sendiri.
METODE SUSPENSI SEL UNTUK MEMBENTUK SPOT HIJAU PADA KULTUR IN-VITRO GALUR MUTAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L) Ita Dwimahyani
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Vol 3, No 2 (2007): Desember 2007
Publisher : BATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.475 KB) | DOI: 10.17146/jair.2007.3.2.559

Abstract

Jarak pagar sangat berpotensi sebagai energi alternatif (biofuel), karena mampu menghasilkan minyak nabati yang dapat diolah menjadi bahan bakar pengganti energi fosil. Peningkatan permintaan akan biodiesel mendorong ketersediaan bibit tanaman jarak pagar yang berkualitas. Untuk memenuhi hal tersebut pembibitan tanaman jarak pagar dalam skala besar sangat dibutuhkan. Metode perbanyakan dengan suspensi sel diharapkan dapat menghasilkan bibit tanaman jarak pagar yang benar-benar homogen. Telah dilakukan pengujian laboratorium untuk menguji keefektifan metoda sel suspensi dengan eksplan kotiledon galur mutan jarak pagar (JH-38) yang mempunyai keunggulan pada tinggi tanaman, umur genjah dan berbuah terus menerus. Dua jenis media pertumbuhan untuk induksi kalus yaitu media A (MS + 2,4-D 2,0 mg/l + BAP 0,5 mg/l + ekstrak malt 0,1 g + agar 8,0 g/l) dan B (MS + 2,4-D 3,0 mg/l + BAP 0,5 mg/l + ekstrak malt 0,1 g + agar 8 g/l). Untuk media regenerasi digunakan media cair dengan komposisi media induksi tetapi tanpa agar. Untuk media regenerasi setelah proses sel suspensi digunakan media padat ECS (Embryogenic Cell Suspension) dengan komposisi MS + glutamin 0.5 g + casein hidrolisat 0,5 g + IAA 0,5 mg/l + BAP 3 mg/l + agar 8,0 g/l. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan diameter kalus optimum diperoleh eksplan JH-38/3 yang diinduksikan dengan media A. Tingkat pertumbuhan sel embriogenik berkisar dari 0 sampai 130 %. Persentase pembentukan spot hijau optimum diperoleh dari eksplan JH-38/1 yang diinduksi dengan media A
IRRADIATION EFFECTS ON INSECTICIDES AS A POLLUTANT MODEL IN AQUEOUS SOLUTION Hendig Winarno; Ermin Katrin Harantung
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Vol 3, No 2 (2007): Desember 2007
Publisher : BATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17146/jair.2007.3.2.557

Abstract

Degradation of some insecticides i.e.: fenitrothion, prothiofos, and cypermetrin as a model pollutant was carried out using gamma irradiation of 60Co. Irradiation-induced of fenitrothion in solution acid medium gave the significant effect on the decrease of its concentration. The optimum condition for degradation of fenitrothion (55.5 mg/L) was irradiation at 6 kGy with aeration in initial pH 5.6. At this condition, the concentration of fenitrothion decreased up to 97%. Determination of organic acids in irradiated product by HPLC method showed that oxalic acid and formic acid were clarified as organic acid-degraded products of fenitrothion with the concentration of 23.0 mg/L and 2.5 mg/L respectively. The irradiation of prothiofos in aqueous solution (50 mg/L), showed that irradiation at a dose of 8 kGy and initial pH 7 gave the optimum degradation. At this condition, the concentration of prothiofos decreased up to 98%. Determination of irradiated product by HPLC method showed that oxalic acid (18 mg/L) was clarified as organic acid-degraded product of prothiofos. In the case of cypermetrin, the optimum condition for its degradation was irradiation with aeration of cypermetrin (40 mg/L) at a dose of 20 kGy, initial pH 11, and adding the catalyst 0.05% of FeCl3. At that condition, cypermetrin decreased up to 87% and COD of solution decreased up to 78%. The organic acid detected at optimum condition as degradation products were oxalic acid (1.1 g/L), maleic acid (9.0 g/L), formic acid (127.0 g/L), and acetic acid (286.0 g/L). From these results, it could be concluded that ionizing radiation can be used as a tool to degrade insecticides as organic pollutants.

Page 1 of 1 | Total Record : 5