cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Journal of Nutrition College
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 23376236     EISSN : 2622884X     DOI : -
Core Subject : Health, Social,
Journal of Nutrition College (P-ISSN : 2337-6236; E-ISSN : 2622-884X) diterbitkan oleh Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro sebagai media publikasi artikel-artikel ilmiah dalam biang Ilmu Gizi dengan skala terbit 4 kali dalam setahun, yaitu pada Januari, April, Juli, dan Oktober.
Arjuna Subject : -
Articles 14 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 1 (2017): Januari" : 14 Documents clear
Hubungan konsumsi cairan dengan status hidrasi pekerja di suhu lingkungan dingin Suprabaningrum, Annisa Ratih; Dieny, Fillah Fithra
Journal of Nutrition College Vol 6, No 1 (2017): Januari
Publisher : Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (537.324 KB) | DOI: 10.14710/jnc.v6i1.16896

Abstract

Latar Belakang: Pekerja indoor yang telah terpapar suhu dingin dalam waktu yang lama berpotensi mengalami dehidrasi karena ketidakcukupan asupan air  akibat kurangnya kepekaan  rasa haus serta pengeluaran air melalui urine dan sebagian  lainnya melalui  kulit dan pernapasan. Namun belum banyak penelitian yang melaporkan hal tersebut. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan konsumsi cairan dengan status hidrasi pada pekerja di lingkungan dingin.Metode: Penelitian Observasional dengan desain cross sectional, bertempat di PT Kompas Gramedia Semarang dengan jumlah sampel 34 subjek yang dipilih dengan simple random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik subjek, suhu lingkungan kerja, konsumsi cairan, gejala dehidrasi, dan status hidrasi. Konsumsi cairan diukur dengan menggunakan recall selama 1x24 jam dan status hidrasi diketahui dengan pemeriksaan berat jenis urin. Gejala dehidrasi diukur dengan kuesioner.Hasil: Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 44.1% pekerja mengonsumsi cairan kurang dari 2500 ml/hari dan 55.9 % mengonsumsi cairan  2500-4000 ml/hari (rerata total konsumsi cairan 2538.30 ± 456.01 ml dan kebutuhan cairan 2500-4000 ml). Sebanyak 67.6 % pekerja yang memiliki status hidrasi baik. Sisanya ditemukan mengalami dehidrasi ringan 32.4 %. Terdapat hubungan signifikan antara konsumsi cairan dengan status hidrasi pada pekerja di suhu lingkungan dingin ( p = 0,001).Simpulan: Terdapat hubungan konsumsi cairan dengan status hidrasi pada pekerja di lingkungan dingin. 
Hubungan usia ibu menikah dini dengan status gizi Balita di Kabupaten Temanggung Khusna, Nur Atmilati; Nuryanto, Nuryanto
Journal of Nutrition College Vol 6, No 1 (2017): Januari
Publisher : Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (709.796 KB) | DOI: 10.14710/jnc.v6i1.16885

Abstract

Latar Belakang : Pernikahan dini (menikah >18 tahun) dapat berpengaruh pada status gizi anak yang dilahirkan. Ibu yang menikah pada usia dini, berisiko memiliki anak berstatus gizi pendek, gizi kurus dan gizi buruk.Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia ibu menikah dini dengan status gizi batita di Kabupaten Temanggung.Metode :  Penelitian ini termasuk penelitian observasi dengan desain cross-sectional pada 72 anak yang berusia 0-2 tahun dari ibu yang menikah dini dan dipilih secara consecutive sampling. Ibu dikatakan menikah dini jika usia ibu saat menikah <18 tahun. Status gizi batita diperoleh dari z-score PB/U dan  BB/U menggunakan baku antropometri WHO 2005. Analisis data menggunakan uji Chi-Square.Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata usia ibu saat menikah dini adalah 15,9±0,98 tahun, sedangkan rerata usia batitanya saat ini 10,4±7,16 bulan. Persentase anak pendek pada kelompok usia ibu yang menikah dini saat berusia 14-15 tahun sebesar 43,5% dan pada kelompok yang menikah saat usia 16-17 tahun sebesar 22,4%. Persentase anak gizi kurang pada kelompok usia ibu yang menikah dini saat berusia 14-15 tahun adalah 17,4%, sedangkan pada  kelompok yang menikah saat usia 16-17 tahun sebesar 14,3%. Hal tersebut menunjukkan adanya kecenderungan semakin dini usia nikah ibu, semakin meningkat persentase anak pendek, tetapi secara statistik tidak berhubungan (p=0,067). Begitupula dengan gizi kurang yang juga terdapat kecenderungan semakin dini usia nikah ibu, semakin meningkat persentase gizi kurang, dan secara statistik juga tidak berhubungan (p=0,736).Kesimpulan : Terdapat kecenderungan semakin dini usia ibu menikah, semakin meningkat persentase anak pendek dan gizi kurang, tetapi secara statistik tidak ada hubungan antara usia ibu menikah dini dengan status gizi batita di Kabupaten Temanggung.
Perbedaan perilaku makan dan pola asuh pemberian makan antara balita gemuk dan non gemuk di Kota Semarang Yumni, Dienny Zata; Wijayanti, Hartanti Sandi
Journal of Nutrition College Vol 6, No 1 (2017): Januari
Publisher : Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (664.828 KB) | DOI: 10.14710/jnc.v6i1.16892

Abstract

Latar Belakang : Kegemukan kini tidak hanya ditemukan pada orang dewasa saja melainkan juga pada anak balita. Pola asuh pemberian makan dan perilaku makan balita merupakan dua faktor yang dapat mempengaruhi status gizi balita, sehingga peran keluarga khususnya ibu sangat penting untuk mengatasi kasus kegemukan dengan mengontrol asupan makan anak sehari-hari. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan pola asuh pemberian makan dan perilaku makan antara balita gemuk dan balita non gemuk di Kota Semarang.Metode : Subjek penelitian adalah pasangan ibu dan balita berusia dua sampai lima tahun yang terdiri dari 22 subjek kelompok kasus dan 22 subjek kelompok kontrol. Desain penelitian adalah case control. Penelitian dilakukan di Kelurahan Bangetayu Kulon dan Jangli, Semarang. Data yang diteliti meliputi perilaku makan dan pola asuh pemberian makan yang diperoleh melalui kuesioner. Analisis data yang dilakukan adalah uji komparatif kategorik Chi-square.Hasil : Kelompok balita gemuk sebagian besar memiliki skor penyuka makanan yang tinggi (95.5%), sedangkan dari kelompok non gemuk tidak terdapat balita dengan skor penyuka makanan tinggi (0.0%). Sementara itu, skor penghindar cenderung tinggi pada kelompok non gemuk (72.7%), sedangkan kelompok gemuk dengan skor penghindar makanan tinggi berjumlah lebih sedikit (27.3%). Pola asuh pemberian makan yang dominan pada kelompok gemuk adalah tipe pengabaian (59.0%), sedangkan pada kelompok non-gemuk adalah tipe demokratis (54.5%). Terdapat perbedaan perilaku penyuka makanan (p<0.01), perilaku penghindar makanan (p=0.07) dan pola asuh pemberian makan antara kedua kelompok (p<0.01).Simpulan : Terdapat perbedaan perilaku penyuka makanan, perilaku penghindar makanan dan pola asuh pemberian makan antara balita gemuk dan non-gemuk di Kota Semarang.
Pola asuh pemberian makan pada bayi stunting usia 6-12 bulan di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur Loya, Risani Rambu Podu; Nuryanto, Nuryanto
Journal of Nutrition College Vol 6, No 1 (2017): Januari
Publisher : Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (757.335 KB) | DOI: 10.14710/jnc.v6i1.16897

Abstract

Latar belakang;Pola asuh pemberian makan merupakan kemampuan orangtua dan keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memberikan makanan kepada anaknya.Stunting adalah masalah gizi yang terjadi sebagai akibat dari kekurangan zat gizi dalam kurun waktu yang cukup lama.Menurut WHO Child Growth Standart stunting didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.Metode ;Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain penelitian crosssectional menggunakan pendekatan studi kualitatif. Penelitian dilakukan di Kecamatan Katiku Tana Selatan di wilayah kerja puskesmas Malinjak.Pengambilan subyek menggunakan metode purposive sampling.Penentuan subyek sesuai dengan kriteria inklusi dan di dapatkan sejumlah 4 subyek berumur 6 bulan hingga 10 bulan. Analisis data yang dilakukan adalah analisis kualitatif yang disajikan berdasarkan data yang telah dikumpulkan kemudian disimpulkan.Hasil penelitian ;Pola asuh pemberian makan kepada balita stunting tidak sesuai dengan kebutuhan gizi subyek. Praktik pemberian ASI yang tidak ekslusif, pemberian MP – ASI yang terlalu dini pada subyek sebelum 6 bulan. Jenis MP – ASI yang tidak variatif, frekuensi pemberian makan yang tidak sesuai dengan anjuran DEPKES. Rendahnya pengetahuan ibu mengenai pola asuh pemberian makan pada balita adalah faktor ketidaksesuaian pemberian ASI dan pemberian MP – ASI kepada subyek penelitian.Kesimpulan ; Pola asuh pemberian makan pada balita usia 6 – 12 bulan yang salah berpotensi menyebabkan terjadinya stunting.
Perbedaan aktivitas fisik, screen time, dan persepsi ibu terhadap kegemukan antara balita gemuk dan non-gemuk di Kota Semarang Syahidah, Zulfah Asy; Wijayanti, Hartanti Sandi
Journal of Nutrition College Vol 6, No 1 (2017): Januari
Publisher : Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (660.575 KB) | DOI: 10.14710/jnc.v6i1.16886

Abstract

Latar Belakang: Kegemukan merupakan masalah gizi balita yang terus meningkat. Kurangnya aktivitas fisik dan lamanya menatap layar elektronik (screen time) dapat memicu kegemukan. Kegemukan pada balita kurang disadari orang tua sebagai suatu masalah. Persepsi ibu berperan penting dalam mengelola asupan dan aktivitas fisik anak yang berpengaruh terhadap kegemukan balita.Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan aktivitas fisik, screen time, dan persepsi ibu terhadap kegemukan antara balita gemuk dan non-gemuk, serta besar risikonya.Metode: Penelitian observasional dengan pendekatan kasus-kontrol dilakukan di Kelurahan Bangetayu Kulon dan Kelurahan Jangli, Semarang melibatkan 58 balita berusia 24-59 bulan beserta ibunya. Pengumpulan data meliputi identitas sampel, berat badan (BB), tinggi badan (TB), aktivitas fisik (AF), screen time (ST), dan persepsi ibu terhadap kegemukan balita. Data BB dan TB diambil melalui pengukuran antropometri, data AF, ST, dan persepsi diambil melalui wawancara dengan instrumen kuesioner, dianalisis dengan uji Chi Square.Hasil: Aktivitas fisik kurang ditemukan pada kelompok gemuk sebanyak 20(68.9%) dan kelompok non-gemuk 11(37.9%). Screen time tinggi terdapat pada kelompok gemuk sebanyak 25(86.3%) dan kelompok non-gemuk 11(37.9%). Persepsi negatif ibu terhadap kegemukan ditemukan pada kelompok gemuk sebanyak 15(51,7%) dan kelompok non-gemuk 17(58,6%). Perbedaan aktivitas fisik, screen time, dan persepsi ibu terhadap kegemukan balita ditunjukkan berturut–turut oleh p=0,034 (OR= 3,63; 95% CI:1,22;10,78), p<0,001 (OR= 10,22; 95% CI:2,80;37,33), dan p=0,792.Simpulan: Terdapat perbedaan aktivitas fisik serta screen time antara balita gemuk dan non-gemuk. Namun, tidak terdapat perbedaan mengenai persepsi ibu terhadap kegemukan balita pada kedua kelompok. Balita dengan aktivitas fisik kurang berisiko 3,63 kali lebih besar untuk mengalami kegemukan, sementara balita dengan screen time yang tinggi berisiko 10,2 kali lebih besar untuk mengalami kegemukan.
Konsumsi fast food dan aktivitas fisik sebagai faktor risiko kejadian overweight pada remaja stunting SMP Bonita, Ika Amalina; Fitranti, Deny Yudi
Journal of Nutrition College Vol 6, No 1 (2017): Januari
Publisher : Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (698.755 KB) | DOI: 10.14710/jnc.v6i1.16893

Abstract

Latar Belakang: Anak stunting pada usia sekolah dapat berisiko 3 kali menjadi remaja obesitas. Kejadian overweight pada anak stunting disebabkan karena adanya perubahan pola makan dan aktifitas fisik. Konsumsi fast food lebih dari 2 kali seminggu dan aktivitas fisik yang rendah cenderung meningkatkan kejadian overweight pada remaja.Tujuan: Mengetahui konsumsi fast food dan aktivitas fisik sebagai faktor risiko kejadian overweight pada remaja stunting SMP.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain case control. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Subjek penelitian terdiri dari 23 kelompok kasus (stunting overweight) dan 23 kelompok kontrol (stunting non overweight). Kriteria stunting menggunakan indikator TB/U sedangkan kriteria overweight menggunakan indikator IMT/U. Data frekuensi konsumsi makanan, asupan energi, lemak, natrium, dan serat diperoleh melalui formulir FFQ semi kuantitatif dan aktivitas fisik menggunakan kuesioner PAQ-A. Data tinggi badan diukur menggunakan microtoise sedangkan berat badan menggunakan timbangan digital.Hasil: Frekuensi konsumsi western fast food (OR= 8,7 (95%CI: 1,9-37,5), total energi fast food (OR= 3,5 (95%CI: 1,1-11,8), total lemak western fast food  (OR= 4,3(95%CI: 1,3-14,7), dan total natrium fast food (OR= 3,5 (95%CI: 1,1-11,8) merupakan faktor risiko kejadian overweight pada remaja stunting (p < 0,05).Simpulan: Frekuensi konsumsi western fast food, total energi fast food, total lemak western fast food, dan total natrium fast food merupakan faktor risiko kejadian overweight pada remaja stunting.
Konsumsi susu formula sebagai faktor risiko kegemukan pada balita di Kota Semarang Utami, Citra Tristi; Wijayanti, Hartanti Sandi
Journal of Nutrition College Vol 6, No 1 (2017): Januari
Publisher : Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (570.047 KB) | DOI: 10.14710/jnc.v6i1.16898

Abstract

Latar belakang: Saat ini kegemukan telah banyak ditemukan pada umur dini, yakni mulai dari umur 0-5 tahun. Pemberian susu formula dengan kandungan energi dan protein yang tinggi pada awal pertumbuhan dapat meningkatkan risiko terjadinya kegemukan pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara konsumsi susu formula dengan kegemukan pada balita di Kota Semarang.Metode: Desain penelitian ini adalah kasus-kontrol. Subjek penelitian terdiri dari 27 subjek pada kelompok kasus dan 27 subjek pada kelompok kontrol dengan umur 2-5 tahun. Kriteria kegemukan menggunakan indikator z-score BB/TB. Waktu pertama pemberian susu formula dan berat rata-rata konsumsi susu formula diperoleh melalui kuisioner. Asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak dihitung dengan formulir semi quantitative-food frequency questionaire (SQ-FFQ). Analisis bivariat menggunakan uji Chi-square. Analisis Multivariat menggunakan Regresi Logistik Ganda.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 85.2% subjek pada kelompok kasus pertama kali mengonsumsi susu formula sebelum umur 6 bulan, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 48.1%. Pada kelompok kasus, 77.8% subjek mengonsumsi susu formula >100 g/hari dibandingkan dengan kelompok kontrol hanya 33.3% dari subjek. Terdapat perbedaan pada waktu pertama pemberian susu formula (p= 0.004) dan konsumsi susu formula >100 g/hari (p= 0.001) antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Konsumsi susu formula >100 g/hari berhubungan secara signifikan dengan kegemukan pada balita setelah dikontrol dengan asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak (p = 0.009). Balita yang mengonsumsi susu formula >100 g/hari berisiko 7 kali lipat mengalami kegemukan dibandingkan dengan balita yang mengonsumsi < 100 g/hari.Simpulan: Balita yang mengonsumsi berat rata-rata susu formula >100 g/hari berisiko 7.0 kali mengalami kegemukan.
Studi kualitatif pengaruh pemberian konseling gizi terhadap perubahan sikap dan pemilihan makan pada remaja putri overweight Iriantika, Khory Afifah; Margawati, Ani
Journal of Nutrition College Vol 6, No 1 (2017): Januari
Publisher : Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (556.347 KB) | DOI: 10.14710/jnc.v6i1.16887

Abstract

Latar Belakang : Overweight merupakan suatu kondisi yang diakibatkan dari kelebihan asupan energi dibandingkan dengan energi yang digunakan. Faktor penyebab overweight antara lain perilaku makan, genetik, dan aktivitas fisik. Salah satu cara menangani overweigth dengan melakukan perubahan terhadap sikap dan pemilihan makan pada remaja melalui program konseling gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling gizi terhadap perubahan sikap dan pemilihan makan pada remaja putri overweight.Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview, observasi partisipasi, dan data sekunder. Jumlah subyek sebanyak 11 orang. Model konseling yang digunakan adalah transtheoritical model. Konseling dilakukan 1 kali tiap minggu selama 4 minggu. Subjek penelitian adalah remaja dengan status gizi overweightHasil : Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan sikap dan perilaku pemilihan makan setelah dilakukan konseling gizi. Perubahan perilaku pemilihan makan pada remaja menjadi lebih baik, ditunjukkan hampir seluruh responden menerapkan anjuran yang diberikan oleh konselor. Terdapat perbedaan antara sikap dan perilaku pemilihan makan remaja sebelum dan setelah dilakukan konseling gizi.Kesimpulan : Konseling gizi mempengaruhi perubahan sikap dan pemilihan makan pada remaja overweight.
Hubungan asupan zat gizi dan aktivitas fisik dengan status gizi dan kadar hemoglobin pada pekerja perempuan Setyandari, Renny; Margawati, Ani
Journal of Nutrition College Vol 6, No 1 (2017): Januari
Publisher : Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.842 KB) | DOI: 10.14710/jnc.v6i1.16894

Abstract

Latar belakang:Tenaga kerja perempuan sangat rentan mengalami masalah gizi. Keadaan khas yang mendorong terjadinya masalah gizi pada tenaga kerja perempuan  adalah haid, kehamilan, masa nifas dan menopause menjadi salah satu pendorong terjadinya defisiensi gizi apabila dalam keadaan tersebut tidak diimbangi dengan konsumsi gizi yang seimbang dan aktivitas fisik yang cukup. Asupan gizi dan aktivitas fisik dapat berpengaruh terhadap status gizi dan kejadian anemia pada pakerja perempuan yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja.Metode:Jenis penelitian obeservasional dengan desain cross-sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi (energi, protein, besi, vitamin C) dan aktivitas fisik dengan status gizi dan kadar hemoglobin pada pekerja perempuan. Besar subjek 77 sampel yang dipilih secara consecutive sampling. Kadar hemoglobin diukur dengan metode cyanmethemoglobin. Asupan energi, protein, zat besi dan vitamin C diperoleh melalui Food Frequency Semi Quantitative. Aktivitas fisik diperoleh melalui pengisian form aktivitas fisik. Analisis hubungan menggunakan uji Rank Spearman.Hasil: Asupan energi 64,9% tergolong baik, asupan protein 70,2%  tergolong baik, asupan besi 58,4% tergolong baik, 72,7 % tergolong baik dan 67,5% tergolong aktif.  Hasil data status gizi menunjukkan terdapat gizi kurang 20,7% dan lebih 10,4%. Status anemia pekerja menunjukkan bahwa sebesar 38,9% mengalami anemia. Analisis bivariat menunjukkan bahwa ada tidak ada hubungan antara asupan energi dan aktivitas fisik dengan status gizi (p=0,412)(r=0,095), (p=0,055)(r=-0,220) dan ada hubungan antara asupan gizi (energi, protein, zat besi,vitamin C) dengan kadar hemoglobin (p=0,043)(r=0,232), (p=0,006)(p=0,309),(p=0,020)(r=0,265) (p=0,045) (r=-0,229)dan tidak ada hubungan aktivitas fisik dengan kadar hemoglobin (p=0,105) (r=0,186)Kesimpulan:Tidak ada hubungan antara asupan energi dan aktivitas fisik dengan status gizi dan ada hubungan antara asupan gizi (energi,protein,zat besi dan vitamin C) dengan kadar hemoglobin dan tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar  hemoglobin.
Tingkat kecukupan zat gizi dan kadar glukosa darah pada atlet sepakbola Putri, Tri Andianne; Probosari, Enny
Journal of Nutrition College Vol 6, No 1 (2017): Januari
Publisher : Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (665.961 KB) | DOI: 10.14710/jnc.v6i1.16899

Abstract

Latar belakang: Saat ini kegemukan telah banyak ditemukan pada umur dini, yakni mulai dari umur 0-5 tahun. Pemberian susu formula dengan kandungan energi dan protein yang tinggi pada awal pertumbuhan dapat meningkatkan risiko terjadinya kegemukan pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara konsumsi susu formula dengan kegemukan pada balita di Kota Semarang.Metode: Desain penelitian ini adalah kasus-kontrol. Subjek penelitian terdiri dari 27 subjek pada kelompok kasus dan 27 subjek pada kelompok kontrol dengan umur 2-5 tahun. Kriteria kegemukan menggunakan indikator z-score BB/TB. Waktu pertama pemberian susu formula dan berat rata-rata konsumsi susu formula diperoleh melalui kuisioner. Asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak dihitung dengan formulir semi quantitative-food frequency questionaire (SQ-FFQ). Analisis bivariat menggunakan uji Chi-square. Analisis Multivariat menggunakan Regresi Logistik Ganda.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 85.2% subjek pada kelompok kasus pertama kali mengonsumsi susu formula sebelum umur 6 bulan, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 48.1%. Pada kelompok kasus, 77.8% subjek mengonsumsi susu formula >100 g/hari dibandingkan dengan kelompok kontrol hanya 33.3% dari subjek. Terdapat perbedaan pada waktu pertama pemberian susu formula (p= 0.004) dan konsumsi susu formula >100 g/hari (p= 0.001) antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Konsumsi susu formula >100 g/hari berhubungan secara signifikan dengan kegemukan pada balita setelah dikontrol dengan asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak (p = 0.009). Balita yang mengonsumsi susu formula >100 g/hari berisiko 7 kali lipat mengalami kegemukan dibandingkan dengan balita yang mengonsumsi < 100 g/hari.Simpulan: Balita yang mengonsumsi berat rata-rata susu formula >100 g/hari berisiko 7.0 kali mengalami kegemukan.

Page 1 of 2 | Total Record : 14