cover
Contact Name
Mahendra Wardhana
Contact Email
mahendrawardhana@unesa.ac.id
Phone
+628179925494
Journal Mail Official
jurnalnovum@unesa.ac.id
Editorial Address
Gedung K1 Jurusan Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang, Surabaya
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Novum : Jurnal Hukum
ISSN : -     EISSN : 24424641     DOI : doi.org/10.26740/novum
Core Subject : Social,
Jurnal novum memuat tulisan-tulisan ilmiah baik hasil-hasil penelitian maupun artikel dalam bidang ilmu hukum, hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, hukum administrasi negara dan bidang-bidang hukum lainnya.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 1,622 Documents
KEBEBASAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA PUTRI JAYANTI, ROBI
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 1 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.3242

Abstract

KEBEBASAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Robi Putri Jayanti Program S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, robiputri@yahoo.com. Abstrak (Times New Roman 10, Bold, spasi 1, spacing before 12 pt, after 2 pt) Kebebasan kekuasaan kehakiman adalan salah satu syarat sebuah negara hukum. Kebebasan kekuasaan kehakiman menjadi hal yang utama untuk menjamin tercapainaya keadilan, yang menjadi hak semua orang. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan jaminan tentang kebebasan kekuasaan kehakiman, namun tidak disebutkan kebebasan seperti apa yang ada dalam pasal tersebut. Harus dimilikinya kebebasan oleh kekuasaan kehakiman, mengakibatkan kebebasan adalah hak bagi kekuasaan kehakiman tersebut. Setiap hak selalu dibatasi oleh kewajiban, dan dari beberapa kewajiban hakim, beberapa diantaranya adalah imparsialitas dan akuntabilitas. Jaminan akan dilaksanakannya hak dan kewajiban tersebut dengan baik, membuat harus diadakannya pengawasan terhadap kekuasaan kehakiman. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konsep atau batasan-batasan kebebasan kekuasaan kehakiman dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Sebab peradilan pidana adalah sebuah proses yang berbeda dari proses peradilan lainnya, yang mana terdapat pemeriksaan pendahuluan dan penuntutan. Tugas pemeriksaan pendahuluan dan penuntutan membuat hakim tidak berhak untuk menerapkan hukum, kecuali menjatuhkan hukuman kepada terdakwa berdasarkan hukum yang digunakan oleh penuntut. Metode penelitian ini adalah normatif preskriptif. Pada akhirnya disimpulkan bahwa kebebasan kekuasaan kehakiman yang ada pada saat ini adalah kebebasan yang seluas-luasnya, sehingga seharusnya terdapat pengawasan terhadap kebebasan kekuasaan kehakiman tersebut yang dapat memberikan pressure lebih dari pengawasan yang saat ini ada. Hal tersebut karena pengawasan yang efektif pada saat ini adalah pengawasan dari internal Mahkamah Agung, sedangkan Komisi Yudisial yang sebenarnya adalah badan pengawasan kekuasaan kehakiman justru hanya berhak memeriksa dan memberikan rekomendasi hukuman, bukannya menjatuhkan hukuman. Kata Kunci: kebebasan kehakiman, peradilan pidana Abstract Independence of judicial authority is a term of condition in a constitutional country. Independence of judicial authority is a main requirement to ensure of a justice which is the right of the citizen. The Basic Costitutional Law of 1945 chapter 24 verse 1 The Republic of Indonesia guarantee the freedom power justice, but does not clearly state freedom as anything that is the article mentioned. Judicial power should have the authority of independence. Therefore, the independence is a right for authority judicial was. Every right always restricted by obligations. Among of the judges obligations, some of them are including impartiality and accountability. To ensure these obligations well carried of the duties, it is need to supervise the justice authority. The aim of this research is knowing the concept or limitations in independence of judicial authority of Indonesian criminal court’s system. The criminal court is a different process from others judgements process, which involves a preliminary investigation and prosecution. The task of a preface inspection and prosecution makes judges are not eligible to apply law, except to impose punishment to the accused based on law that is used by prosecutors. The method of this research is a normative prescriptive. Hence the result is a final assessment of the writer toward the independence of judicial authority. At the end of the research, it can be concluded that independence judicial authority has a wide area in implementation of judicial process at this time, so it is need an observation to it. This observation can give more pressure considered to the last observation. This was because vision the effective observation at present is the supervision of the internal Supreme Court, while the Judicial Commission is actually the real observation justice institution who has the right to inspect and gives judicial punishment recommendation neither to implement its punishment. Keywords: content, formatting, article.
ANALISIS YURIDIS SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA ANTARA KPK DAN POLRI ADHI NUGROHO, YOHANES
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 1 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.3915

Abstract

ANALISIS YURIDIS SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA ANTARA KPK DAN POLRI Yohanes Adhi Nugroho Program S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, yoye_gbt@yahoo.co.id Abstrak Amandemen UUD 1945 membuat kedudukan lembaga negara menjadi sejajar sehingga muncul mekanisme check and balances dimana masing-masing lembaga dapat mengawasi serta memperhatikan kinerja dari lembaga lain. Implikasi dari mekanisme itu adalah munculnya sengketa antar lembaga negara. KPK dan POLRI merupakan beberapa dari lembaga negara yang ada di Indonesia yang bersengketa. Sengketa antara KPK dan POLRI ini berkaitan dengan kewenangan proses Penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana korupsi. Sengketa Antara KPK dan POLRI ini apabila tidak diselesaikan akan menimbulkan kerugian terhadap proses penyelidikan dan penyidikan perkara tindak pidana korupsi juga menyebabkan ketidakpastian hukum lembaga yang berwenang menangani proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Sengketa antara KPK dan POLRI tidak dapat diselesaikan di Mahkamah Konstitusi karena Pihak yang dapat bersengketa di Mahkamah Konstitusi adalah Lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, sedangkan kewenangan KPK diberikan oleh Undang-Undang. Alternatif lain dari Penyelesaian sengketa KPK dan POLRI diserahkan kepada Presiden karena KPK dan POLRI masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penyebab terjadinya tarik menarik kewenangan atau sengketa kewenangan antara sehingga KPK dan POLRI dalam hal proses penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana korupsi. Selain dari pada itu penelitian ini bertujuan untuk menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan sengketa antara KPK dan POLRI agar pemberantasan tindak pidana korupsu di Indonesia berjalan dengan baik. Metode penelitian ini adalah normatif preskriptif dengan menggunakan pendekatan konsep, Undang-Undang dan Historis. Pada akhirnya disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal penyebab terjadinya sengketa antara KPK dan POLRI yang diantaranya adalah perbedaan Pemahaman peraturan perundang-undangan dan perbedaan pendapat mengenai prinsip hukum. Selanjutnya penyelesaian sengketa antara KPK dan POLRI lebih tepat diselesaikan oleh Presiden. Kata Kunci: Lembaga Negara, Kewenangan, Sengketa, KPK, POLRI
IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO.2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA RAKHMAWATI, OKTARIA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 1 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.3916

Abstract

IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO.2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA Oktaria Rakhmawati Prodi S1 Ilmu Hukum,Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, dewijustitia@gmail.com Dr. Pudji Astuti, S.H, M.H. Prodi S1 Ilmu Hukum,Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, toetche60@yahoo.co.id Abstrak PERMA No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ri ngan dan Jumlah Denda dalam KUHP bertujuan mengurangi penumpukkan beban perkara Tindak Pidana Ringan di Pengadilan. Karena masa berlakunya masih relatif singkat, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Penerapan/ Implementasi PERMA No. 2 Tahun 2012 tersebut di Pengadilan Negeri Surabaya. Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif kualitatif yang menggambarkan penerapan PERMA No. 2 Tahun 2012 di Pengadilan Negeri Surabaya. Data diperoleh melalui informan, yaitu Panitera dan Hakim di Pengadilan Negeri Surabaya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Di Pengadilan Negeri Surabaya terdapat 4 perkara Tipiring dengan nilai kerugian maksimal Rp 2,5 juta ternyata diproses dengan Acara Pemeriksaan Biasa (2 perkara) dan Singkat (2 perkara) dengan alasan pembuktiannya mudah / sulit. Sedangkan menurut PERMA No. 2 Tahun 2012, perkara Tipiring yang dimaksud Pasal 1 PERMA seharusnya diperiksa menggunakan Acara Cepat untuk mengurangi penumpukkan beban perkara di Pengadilan. Hakim berpendapat tidak menerapkan PERMA tersebut disebabkan, kedudukan PERMA yang berada di bawah Undang-Undang, tidak dapat menyesuaikan maupun merubah KUHP dan tidak dapat diterapkan bagi residivis. Menurut Peneliti, meskipun PERMA ada di bawah hierarkhi peraturan perundang-undangan, namun PERMA berwujud suatu peraturan, yang dibentuk oleh Mahkamah Agung, dan memiliki kekuatan mengikat, berdasarkan pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011. PERMA No.2 Tahun 2012 samasekali tidak bermaksud merubah KUHP, ia hanya melakukan perluasan nilai mata uang dengan masa kini. Kesimpulan yang diperoleh, Implementasi PERMA No. 2 Tahun 2012, belum berjalan secara efektif. Maka Untuk mengubah nilai nominal kerugian yang tercantum dalam KUHP, yang terkait dengan pencurian ringan, penipuan ringan, penadahan ringan, penggelapan ringan, Legislatif harus segera mengambil langkah konkrit untuk mengesahkan RUU KUHP menjadi Undang-Undang sebagai KUHP baru. Sehingga upaya pembaharuan hukum Pidana di Indonesia lebih efektif. Serta sosialisasi PERMA No. 2 Tahun 2012 harus lebih gencar agar PERMA dapat berjalan efektif. Kata Kunci: Implementasi; Tindak Pidana Ringan/ Tipiring. Abstract The Rules of Supreme Court /PERMA No. 2 in 2012 in 2012 about Adjustments Limitations of a Criminal Act lightweight and limitation of amercement in Criminal Code aims to reduce the burden matter of Criminal case in court. Because the effectuation PERMA No.2/2012 is still relatively short, researcher are interested to do the research about The application/ implementation of PERMA No. 2 in 2012 in the Court of Surabaya. This research is Descriptive qualitative research, that describes the application PERMA No. 2 in 2012 in the Court of Surabaya. Data obtained from the informers, the officials and Judges in the Court of Surabaya. Data was received by analyzed by using qualitative research approach. In the Court of Surabaya there are 4 criminal act lightweight case with the value of the loss maximum Rp 2.5 million in fact be processed with ordinary investigation (2 case) and brief investigation (2 case) on the grounds that this case verification is easy or difficult. While according to PERMA No. 2 in 2012, the Criminal Act Lightweight case that mentioned in Article 1 PERMA should be checked using Fast quickly to reduce their proliferation burden case to The Court. Judges do not implement PERMA was due, the position PERMA that are under Law, not being able to adapt and change Criminal Code and cannot be applied to recidive. According to researcher, even though it is under hierarchy PERMA regulation, but PERMA tangible a regulation, which was established by the Supreme Court, and has a binding power, based on article 8 paragraph (2) of Act No. 12 in 2011. PERMA No. 2 in 2012 it did not intend to alter the Criminal Code, it only expanding the currency values with the present. Conclusion, implementation of PERMA No. 2 in 2012, has not been running effectively. So, To change the nominal loss that was listed in Criminal Code, which are related to theft light, deception lightweight, light robbery case, embezzlement light, for the Legislature must immediately take concrete steps to confirm the Draft Law Criminal Code to new Criminal Code. So, the establish of legal reform in Indonesia more effective. And socialization PERMA No. 2 in 2012 must be more aggressive in order that PERMA can effectively run Keywords : Implementation, Criminal Act Lightweight/ Lichte Misdrijven.
EKS-NARAPIDANA SEBAGAI CALON KEPALA DAERAH (ANALISIS YURIDIS NORMATIF TERHADAP PERSELISIHAN PEMILUKADA KABUPATEN BENGKULU SELATAN) FADLY HABIBIE, MUHAMMAD
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 1 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.3918

Abstract

EKS-NARAPIDANA SEBAGAI CALON KEPALA DAERAH (ANALISIS YURIDIS NORMATIF TERHADAP PERSELISIHAN PEMILUKADA KABUPATEN BENGKULU SELATAN) Muhammad Fadly Habibie S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya, mf.habibie@yahoo.com Abstrak Eks-Narapidana sebagai seseorang yang pernah melakukan tindak pidana dalam melakukan kehidupan sehari-hari mempunyai keterbatasan khususnya dibidang politik. Pasal 58 huruf f Undang-Undang Pemda memberikan syarat kepada calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya lima tahun penjara atau lebih. Pada Pemilukada Bengkulu Selatan, KPUD dan Panwaslu daerah secara lalai meloloskan Dirwan Mahmud yang merupakan mantan narapidana menjadi salah satu calon Bupati dan Wakil Bupati Bengkulu Selatan. Pada putaran pertama pasangan tersebut memperoleh suara terbanyak dan oleh karena itu kompetitornya yaitu pasangan Reskan Efendi dan Rohidin Mersyah mengajukan permohonan pembatalan hasil perolehan suara kepada Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini akan menjawab pertanyaan mengenai setuju atau tidak putusan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan perkara pemilukada Bengkulu Selatan dan berhakkah eks-narapidana menjadi kepala daerah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dimana akan dilakukan analisis peraturan-peraturan terkait untuk menjawab permasalahan tersebut. Hasil analisis adalah Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan nomor 57/PHPU.D-VI/2008 dengan menyatakan pemilukada Bengkulu Selatan cacat hukum sejak awal dan memerintahkan untuk melaksanakan pemilukada ulang tanpa pasangan Dirwan Mahmud, SH. dan Hartawan SH., putusan tersebut adalah putusan yang tepat karena telah menyelamatkan pemilukada Bengkulu Selatan dari kecurangan. Permaslahan hak untuk menempati jabatan dalam pemerintahan yang tidak dimiliki oleh eks-narapidana berujung pada pengajuan pengujian kepada Mahkamah Konstitusi terhadap pasal 58 huruf f Undang-Undang Pemda. Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan nomor 4/PUU-VII/2009 yang pada intinya pasal 58 huruf f Undang-Undang Pemda bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 secara bersyarat dan Mahkamah Konstitusi memperbolehkan eks-narapidana menempati jabatan dalam pemerintahan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Kata Kunci Eks-Narapidana, Mahkamah Konstitusi, Pemilukada Bengkulu Selatan. Abstract Ex-Convict as someone who has done criminal acts in doing the daily life has specialized in political limitations. Article 58 letter f Law provided that the candidate's local governments provide the District Head of Regional Representatives never sentenced to prison because of the threat of crime do sentence of five years imprisonment or more. In regional election of Bengkulu Selatan, KPUD and Panwaslu default region conceding Dirwan Mahmud, a former prisoner to be one of the candidates Head regional of South Bengkulu. In the first round the couple get votes and their competitors are a couple by Reskan Effendi and Rohidin Mersyah apply for a vote result of the cancellation to the Constitutional Court. This research will answer questions about agree or not the decision of the Constitutional Court in solving this case over regional election result South Bengkulu and prove myself other ex-convict to the head the region. This Research methods or nomative juridical where it will be analysis of regulations related to answer the problem. Results of the analysis is the Constitutional Court decision number 57/PHPU.D -VI/2008 with state election in South Bengkulu legally since the beginning and ordered to conduct an election re-emerge without the couple Dirwan Mahmud, SH. and Hartawan SH., its decision was become right decision for saving of insincerity The Regional Election of South Bengkulu. The right problem to occupy the position in the government that is not owned by other ex-convict culminated in the proposed testing to the Constitutional Court to article 58 letter f of Act Regional Government. The Constitutional Court decision No. 4/PUU-VII/2009 to the effect that article 58 letter f of Act against the government to the 1945 Constitution in a and the Constitutional Court to allow other ex-convict occupies the position in government with the conditions that must be fulfilled. Keywords: Ex-Convict, The Constitutional Court, The Regional Election of South Bengkulu
ANALISIS YURIDIS PENAYANGAN IKLAN PENJUALANBAYI DAN ORGAN GINJAL MELALUI INTERNET ADE CHAYANI, IRQA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 1 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.4632

Abstract

Pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran pada hakikatnya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Keempat istilah tersebut merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran. Pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang akan dan/atau sedang digunakan dapat diketahui dari langkah-langkah pembelajaran yang telah tersusun dan/atau sedang terjadi. Pendekatan pembelajaran adalah cara umum dalam memandang pembelajaran. Sedangkan strategi pembelajaran adalah ilmu dan kiat di dalam memanfaatkan segala sumber belajar yang dimiliki dan/atau yang dapat dikerahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode mengajar adalah berbagai cara kerja yang bersifat relatif umum yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan teknik pembelajaran adalah ragam khas penerapan suatu metode sesuai dengan latar penerapan tertentu. Teknik pembelajaran mengambarkan langkah-langkah penggunaan metode mengajar yang sifatnya lebih operasional. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan teknik pembelajaran di antaranya adalah kemampuan dan kebiasaan guru, ketersedian sarana dan waktu, serta kesiapan siswa. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih strategi pembelajaran ialah tujuan pembelajaran, jenis dan tingkat kesulitan materi pelajaran, sarana, waktu yang tersedia, siswa, dan guru.
IMPLEMENTASI PERATURAN PELABELAN PANGAN PADA INDUSTRI RUMAH TANGGAPANGAN DI DESA PUGERAN KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO OKTARIYADI, DINI
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 1 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.6295

Abstract

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari,sehingga pangan yang dikonsumsi harus sehat dan aman bagi tubuh manusia. Dalam pemenuhan kebutuhan pangan,terdapat interaksi antara pelaku usaha dan konsumen. Salah satu penyuplai produk pangan yaitu industri rumah tanggapangan. Sebagai pelaku usaha pangan, terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, salah satunya adalah untukmencantumkan label pangan pada kemasan pangan hasil produksinya. Label pangan sangat penting untuk dicantumkanbaik bagi pelaku usaha maupun konsumen.Tujuan penelitian ini adalah memperoleh deskripsi mengenai (1) implementasi pelabelan pangan oleh pelakuusaha pangan skala rumah tangga di Desa Pugeran Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto, (2) kendala-kendalayang dialami oleh pelaku usaha pangan skala rumah tangga dalam proses pelabelan pangan yang diproduksi dan (3)upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan berkaitan dengan pelabelan pangan oleh pelaku usaha pangan skala rumahtangga yang tidak sesuai peraturan label pangan.Metode penelitian ini adalah yuridis non doktrinal.Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancaradan observasi untuk memperoleh data yang bersifat deskriptif kualitatif. Teknik wawancara dan observasi digunakanuntuk memperoleh data kualitatif tentang proses pelabelan pangan oleh pelaku usaha pangan skala rumah tangga.Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pelaku usaha pangan skala industri rumah tangga tidakmencantumkan label pangan secara lengkap. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran hukum oleh para pelaku usahayang bersangkutan. Selain karena kurangnya kesadaran hukum, yang menjadi kendala dalam proses pelabelan panganoleh pelaku usaha tersebut disebabkan karena faktor dari luar, yaitu karena hal tersebut atas dasar permintaandistributor. Sedangkan Dinas Kesehatan belum pernah menerapkan adanya sanksi secara tegas kepada pelaku usahapangan skala rumah tangga yang tidak mencantumkan ketentuan label pangan secara lengkap.Kata Kunci :pelabelan pangan, industri rumah tangga panganAbstractFood is one of the basic human needs that must be fulfilled in daily life, thus the consumed food must be healthy andsafe for the human body. In the fulfillment of food needs, there is an interaction between producers and consumers.One of the suppliers of food products is food home industry. As the food producers, there are obligations that have tobe complied, such as attaching the food labels on the packaged products. Food labels are very essential to be listed forboth producers and consumers.The purpose of this study is to obtain a description of (1) the implementation of food labeling by food homeindustry producers in Desa Pugeran Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto, (2) the obstacles experienced by foodhome industry producers in the labeling process of produced food and (3) the efforts done by the Department ofHealth related to the food labeling by food home industry producers which is not appropriate.The method used in this research is non-doctrinal juridical. The interview and observation techniques used toobtain the descriptive qualitative data on the food labeling by food home industry producers.The resultof the research shows that the majority of food home industry producers do not attach the food labelscompletely. This is due to a lack of law awareness of the pertinent producers, which is being an obstacle in the foodlabeling process caused by the external factors, that is the distributors’ demand. While the Department of Health hasnot applied the firm punishment to the food home industry producers who do not attach the food labels appropriately.Keywords : food labeling, food home industry
TINDAK PIDANA KORUPSI PEMBERIAN DANA TALANGAN PDAM DELTA TIRTA SIDOARJO PADA PERSATUAN SEPAKBOLA DELTRAS SIDOARJO, SEBUAH TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN TIPIKOR NO : 128 /PID.SUS/2011/PN.SBY. KARIMAH, NURUL
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 1 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.6321

Abstract

Korupsi merupakan penyelewengan uang negara maupun suap demi keuntungan pribadi atau golongan yang berimbas kesengsaraan bagi masyarakat Indonesia. Muncul paradigma dan pandangan kaku bahwa seseorang yang telah dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi, seringkali dinyatakan bersalah tanpa pengkajian mendalam. Contohnya Ir.Vigit Waluyo dalam perkara peminjaman dana talangan PDAM pada Ps.Deltras oleh Hakim Pengadilan tipikor Surabaya. Atas desakan masyarakat pecinta bola Sidoarjo, Ir.Vigit Waluyo membantu pengusahaan pendanaan Ps.Deltras yang terancam degradasi namun usahanya diakhiri dengan pemidanaan penjara 1 tahun dan pelabelan koruptor baginya, hal ini tidak sesuai dengan Asas keadilan. Skripsi ini akan menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Karena menganalisa pertimbangan dan kriteria Hakim dalam memutuskan peminjaman dana talangan sebagai tindak pidana korupsi, Maka jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian normatif dengan pendekatan Conseptual Approach, Statute Approach dan Case Approach. Untuk membuktikan ketidaksepahaman atas penjatuhan pidana korupsi atas peminjaman dana talangan PDAM untuk penyelamatan Ps.Deltras. Kesalahan Prosedural dalam peminjaman dana PDAM Delta Tirta untuk Ps.Deltras dimulai dari arahan lisan Bupati Sidoarjo yang tidak diakuinya dalam persidangan. Namun keterangan 2 orang saksi dan keterangan terdakwa merupakan fakta bahwa ada statement Bupati yang memberi arahan lisan berkaitan dengan dana talangan tersebut. Menurut Philipus M.Hadjon arahan lisan dapat menjadi keputusan pemerintah yang sah. Hal ini bertentangan dengan peraturan daerah tentang pengelolaan dana PDAM , yang melarang adanya peminjaman dana. Meski fakta adanya dualisme hukum yang saling bertentangan dan peminjaman dapat merugikan keuangan Negara. Namun ada dasar perjanjian hutang piutang yang mendasari peminjaman tersebut, demi terpenuhinya rasa keadilan masyarakat pecinta bola Sidoarjo yang tidak diperhatikan oleh hakim pemutus perkara, sehingga diputuskan sebagai korupsi salah prosedural. Atas ketidaksepahaman terhadap putusan Pengadilan Tipikor No : 128 /Pid.Sus/2011/Pn.Sby tentang korupsi karena salah prosedur , maka disarankan digunakan teori hukum progresif sebagai dasar pijakan dalam menghadapi fenomena hukum seperti ini. Bahwa Hukum dan keadilan tak selamanya tercermin dalam perundang-undangan atau hukum formil saja. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) telah menyatakan bahwa “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Kesalahan prosedural terbukti dalam perkara ini namun unsur melawan hukum materiil tidak terbukti secara sah dan meyakinkan oleh Majelis Hakim. Sehingga pidana penjara dan denda bagi Ir.Vigit Waluyo kurang tepat adanya. Dan Putusan Lepas dari segala tuntutan adalah Putusan Bijaksana yang bisa diberikan Majelis Hakim. Kata Kunci: Korupsi, Putusan Pengadilan, Deltras, PDAM, Sidoarjo ABSTRACT Corruption is the embezzlement of State money and bribes for the sake of personal or group advantage which causes Indonesian people suffer. The paradigm and rigid view are starting to emerge that a person who has been accused as a suspect in corruption case, often convicted without an in-depth assessment. For example, Ir.Vigit Waluyo in the case of borrowing local drinking water company (PDAM) bailout fund to Ps. Deltras by corruption court (Tipikor) judge Surabaya. The Sidoarjo citizen who love football insist that Ir. Vigit Waluyo tries to help the funding procurement but it ends up with 1 year imprisonment and the corruptor labeling for him, which is not appropriate with the principle of justice. This thesis will analyze the judge's consideration in dropping the verdict. Because of the judge's criteria and considerations in deciding loan bailout as a corruption injustice analyzing, the research type used is the normative approach they are Conceptual Approach, Statute Approach, and Case Approach. To prove the dissent over the accusation of criminal corruption over PDAM bailouts loan in rescuing Ps. Deltras. Procedural errors in loaning funds PDAM Delta Tirta to Ps.Deltras starts from the oral direction of Bupati Sidoarjo that is not admitted by him in the trial. However, from the information of 2 witnesses and the defendant’s statement, it shows the fact that there is an oral direction involving the bailout fund. According to Philipus M.Hadjon the oral direction can be a legal decision of the government. It is inappropriate with the local regulation about PDAM fund managing, which prohibits the fund loan. Despite the fact of contradictive dualism law and the fund borrowing can harm State finance, there is basic debt agreement which underlays the loan. For the sake of the justice fulfillment of Sidoarjo citizens who love football, which is not observed by the judge, thus this case is decided as the procedural error corruption. Because of the injustice of the Corruption Court verdict No: 128 /Pid.Sus/2011/Pn.Sby about the procedural error corruption, the using of progressive law theory is suggested as the basic theory to face this kind of legal phenomenon. That Legal and justice are not always depicted in the Constitution or formal law. The Constitution Law No. 48 Year 2009 About Juridical Power Clause 5 section (1) states that “Judge and Constitutional Judge are obliged to dig, follow and understand the legal values and justice which lives in the society.” Procedural error in this case is proven but the element of the act against material legal is legally not proven and not convincing by the Judge Panels. Thus, the imprisonment and fine for Ir.Vigit Waluyo are inappropriate. And the verdict of Freed from Accusation is the Wise Verdict which can be given by the Judge Panels. Keywords: Corruption, Court verdict, Deltras, PDAM, Sidoarjo
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI PERUSAHAAN YANG DITERBITKAN OLEH BADAN USAHA MILIK SWASTA (BUMS) TERHADAP RISIKO GAGAL BAYAR RIZKY PUTRA ABADI, SYEHNI
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 1 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.6448

Abstract

AbstrakObligasi perusahaan merupakan surat utang yang diterbitkan oleh perusahaan dan diperjualbelikan di pasar modal. Lahirnya Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebagai regulasi dalam pasar modal dinilai belum mampu melindungi para investor dalam lalu lintas pasar modal Indonesia. Beberapa emiten di Bursa Efek Indonesia melakukan wanprestasi berupa gagal bayar setiap tahun terhadap investor pemegang obligasi.Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif. Penulis menggunakan metode pendekatan Statue Approach dan Conceptual Approach. Penulis melakukan analisis terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang No.8 Tahun 1995, Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor 412/BL/2010, perjanjian perwaliamanatan, dan pendapat para ahli yang berkompeten.Perlindungan hukum preventif yang dapat diberikan yakni saat wali amanat bernegosiasi mengenai jaminan saat membuat perjanjian perwaliamanatan dengan emiten dan keterbukaan informasi emiten kepada wali amanat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan investor pemegang obligasi. Perlindungan hukum represif dapat diberikan oleh wali amanat dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan atau mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).Penelitian ini akan menjawab pertanyaan mengenai bagaimana perlindungan hukum bagi investor pemegang obligasi terhadap risiko gagal bayar yang melekat pada obligasi perusahaan dan upaya hukum yang dapat ditempuh wali amanat untuk melindungi hak investor pemegang obligasi. Investor pemegang obligasi dapat melakukan dua upaya hukum untuk mendapatkan piutang atas obligasi perusahaan yang diterbitkan emiten. Pilihan pertama yaitu mediasi dan arbitrase melalui Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). Pilihan kedua yakni mengajukan gugatan atau memohonkan pailit emiten melalui pengadilan.Undang-Undang No.8 Tahun 1995 dan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor 412/BL/2010 belum memberikan perlindungan hukum yang begitu kuat khususnya mengenai jaminan yang diberikan oleh emiten pada saat menerbitkan obligasi perusahaan. Upaya mediasi dan arbitrase melalui Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) yang dilakukan wali amanat tidak sepenuhnya melindungi investor pemegang obligasi. Undang-Undang No.8 Tahun 1995 dan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor 412/BL/2010 hendaknya mewajibkan dan mengatur lebih jelas mengenai jaminan khusus yang harus disediakan oleh emiten dalam penerbitan obligasi korporasi agar investor pemegang obligasi dapat terlindungi jika suatu saat terjadi gagal bayar obligasi perusahaan oleh emiten. Upaya hukum berupa pengajuan gugatan melalui pengadilan dan pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) hendaknya lebih diutamakan oleh wali amanat dan dapat dimasukkan dalam perjanjian perwaliamanatan.Kata Kunci: Investor, Obligasi Perusahaan, Gagal Bayar, Pasar ModalAbstractCorporate bond are debt securities issued by companies and traded in the capital market. The Act 8 of 1995 Concerning the Capital Market as the regulation of capital markets do not yet able to protect investor in the Indonesian capital market traffic. Some listed companies in Indonesia Stock Exchange in default each year in the form of default against bond holder investor.This research uses a normative study. The author uses Statue Approach methode and Conceptual Approach methode. The author conducted an analysis of Burgerlijk Wetboek, Act 8 of 1995, Chairman Decree of Indonesia Capital Market and Financial Institutions Supervisory Agency Number 412/BL/2010, trustee agreement, and expert opinions who has the competence.Preventive legal protection that can be given the current trustee negotiate about collateral when making the agreement with issuer and about issuer disclosure to the trustee, Indonesia Financial Services Authority, and bond holder investor. Repressive legal protection can given by the trustee with submit a lawsuit through the courts or submission a Suspension of Payment.This research will be answer the question of how legal protection for bond holder investor against default risk that attached to corporate bond and legal action that can be taken by the trustee to protect the bond holder investor right. Bond holder investor can do two legals action to get corporate bond receivable who issued by issuer. The first choice are mediation and arbitration through the Indonesian Capital Market Arbitration Board. The second choice is submit a lawsuit or invoke bankruptcy against issuer through the courts.Act 8 of 1995 and Chairman Decree of Indonesia Capital Market and Financial Institutions Supervisory Agency Number 412/BL/2010 do not provide legal protection so strong, especially about collateral provided by the issuer at the time of issuing corporate bond. Effort of mediation and arbitration through the Indonesian Capital Market Arbitration Board conducted by trustee not fully protect bond holder investor. Act 8 of 1995 and Chairman Decree of Indonesia Capital Market and Financial Institutions Supervisory Agency Number 412/BL/2010 should require and regulate more clearly the specific collateral to be provided by issuer in publishing corporate bond that bond holder investor can be protected if one day occur when corporate bond default by issuer. Legal action in the form of submit a lawsuit through the courts and submission of Suspension of Payment should be preferred by the trustee and can be included in the trustee agreement.Keywords: Investor, Corporate Bond, Default, Capital Market
ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN PARKIR YANG DIBUATOLEH PT SECURINDO PACKTAMA INDONESIA DI SURABAYA TYAS RATNA SARI, DWI
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 1 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.6449

Abstract

Hukum perjanjian di Indonesia mengenal suatu asas kebebasan berkontrak. Berlakunya asas kebebasanberkontrak dalam hukum perjanjian di Indonesia, mengakibatkan munculnya berbagai jenis perjanjianbaku, salah satu contohnya adalah perjanjian parkir yang dibuat oleh PT Securindo Packtama Indonesia(Secure Parking). Dalam perjanjian parkir Secure Parking, ditemukan suatu klausula yang dinilai tidaksesuai dengan konsep BW dan hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia.Metode penelitian ini adalah normatif preskriptif. Penelitian ini membutuhkan dua jenis bahan hukum,yakni bahan hukum primer yang terdiri dari berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan hukumsekunder yang terdiri atas buku-buku dan informasi dari internet yang berkaitan dengan topikpermasalahan. Dalam menganalisis hasil penelitian, peneliti menggunakan dua pendekatan yaknipendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian parkir yang dibuat oleh Secure Parking tidak sesuaidengan konsep perjanjian parkir yang diakui oleh BW dan putusan Mahkamah Agung No.2078K/Pdt/2009. Hal tersebut dikarenakan Secure Parking mengakui perjanjian parkir merupakan perjanjiansewa lahan, padahal menurut BW dan putusan Mahkamah Agung No.2078 K/Pdt/2009, perjanjian parkiradalah perjanjian penitipan. Dalam perjanjian penitipan, Secure Parking sebagai pihak penyelenggaraparkir diharuskan untuk menjaga dan mengawasi semua kendaraan yang berada di area parkir sebagaimanayang diharuskan oleh pasal 1706 jo 1707 BW. Faktanya, ternyata Secure Parking, mencantumkan klausulyang menyatakan pengalihan tanggung jawabnya kepada konsumen atas resiko yang mungkin timbul padasaat kendaraan di parkirkan. Klausul yang demikian, disebut dengan klausul eksonerasi. Pasal 18 ayat (1)Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.(UUPK) melarang pencantuman klausuleksonerasi dalam perjanjian parkir. Hal itu disebabkan, keberadaan klausul eksonerasi dalam perjanjiandinilai merugikan konsumen. Kesimpulan, bahwa perjanjian parkir Secure Parking tidak sesuai dengansifat kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1320 ayat (4) jo 1337 BW. Dengan demikian, sarandalam penelitian ini adalah pemerintah perlu membuat aturan secara khusus yang mengatur mengenai jasapenyelenggaraan parkir di Indonesia. Disamping itu, dalam membuat perjanjian parkir, Secure Parkingselaku pembuat perjanjian harus memperhatikan hak dan kewajibannya yang diatur dalam UUPK sebagaipelaku usaha. Bagi konsumen, diperlukan kesadaran akan hak dan kewajibannya yang diatur dalam UUPK,sebelum menyepakati perjanjian.Kata Kunci: Perjanjian baku, perjanjian parkir Secure ParkingAbstractLegal contract in Indonesia holds a principle of freedom of contracts. This principle resulted in the emergenceof several types of standard/raw/basic agreement, such as parking agreement made by PT Securindo PacktamaIndonesia (Secure Parking). The Secure Parking agreement mentioned a clause which is not appropriate with BWconcept and consumer protection law applied in Indonesia.The method of this research is prescriptive normative, which requires two types of legal materials, i.e. theprimary legal materials consisting of various legislation and secondary legal materials consisting of books andinformation from the internet relating to the subject matter. In analyzing the results, researchers used twoapproaches namely legislation approach and conceptual approach.The result showed that the agreement made by Secure Parking does not correspond to the concept of aparking agreement recognized by BW and the Supreme Court's verdict No. 2078 K/Pdt/2009. That is because theSecure Parking agreement recognizes that it is a land lease agreement, but according to the BW and SupremeCourt's verdict No. 2078 K/Pdt/2009, parking agreement is a safekeeping agreement. In the safekeepingagreement, Secure Parking as an organizer of parking is required to maintain and keep an eye on all of thevehicles in the parking area as required by section 1706 jo 1707 BW. In fact, it turns out that Secure Parkingincludes a clause that state a responsibilities transfer to the consumer of the risks that may arise at the time of thevehicle is being parked (located in the parking lot). Such a clause is called the exonerationclause. Article 18subsection (1) the Act of Number 8 year 1999 concerning Consumers Protection prohibit the inclusion ofexoneration clause in the parking agreement. The prohibition is based on the fact that the existence of exonerationclause in the agreement may cause harm to the consumer. It is concluded, that the Secure Parking agreement doesnot correspond to the nature of freedom of contracts regulated in article 374, paragraph (4) jo 1337 BW. Thus, thesuggestions resulted by this study is that the Government need to make specific regulation on parking service inIndonesia. Besides, in making parking agreement, Secure Parking as the agreement makers should pay attention tothe rights and obligations that are set forth in the Act of Number 8 year 1999 concerning Consumers Protection asbusinessmen. For consumers, awareness of rights and obligations that are set forth in the Act of Number 8 year1999 concerning Consumers Protection is necessary, before agreeing to the Agreement.Keywords: Standard Agreement, Secure Parking Agreement
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA PENJUALAN TERHADAP PHK YANG DILAKUKAN PT.UMCAKIBAT TARGET PENJUALAN YANG TIDAK TERPENUHI PRIAMBODO, DIDIT
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 1 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.6568

Abstract

Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yangmengakibatkan berakhirnya hak-hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Salah satucontoh kasus yang terjadi adalah tindakan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh PT. UnitedMotors Centre (UMC) dikarenakan tenaga penjualan tidak dapat memenuhi target penjualan yangditetapkan oleh PT.UMC. PHK dilakukan sebelum habisnya masa kontrak, tanpa adanya penetapan darilembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dan tanpa pemberian kompensasi kepada tenagapenjualan. PT.UMC melakukan PHK dengan menggunakan dasar pengaturan yang dijelaskan dalamperjanjian kerja waktu tertentu yang telah disepakati oleh PT.UMC dan tenaga penjualan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah PHK yang dilakukan oleh PT.UMC padatenaga penjualan dengan kategori PKWT yang belum selesai jangka waktunya karena target penjualanyang tidak terpenuhi melanggar Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tujuankedua adalah untuk mengetahui upaya hukum secara non litigasi maupun secara litigasi yang dapatdilakukan oleh tenaga penjualan dengan kategori PKWT yang belum selesai jangka waktunya yang di-PHK oleh PT.UMC karena target penjualan yang tidak dipenuhi. Penelitian ini adalah penelitian hukumnormatif, adapun pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan (statute approach) danpendekatan analisis (analytical approach).Hasil penelitian menunjukkan bahwa PHK yang dilakukan oleh PT.UMC melanggar Undang-undangNomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Asas kebebasan berkontrak pada perjanjian kerja wajibmemenuhi ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tenaga penjualanberhak mendapatkan perlindungan hukum sejauh telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.Tenaga penjualan dapat memperjuangkan haknya melalui upaya hukum secara non litigasi maupun secaralitigasi yang diatur dalam undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihanhubungan industrial.Kata Kunci: Pemutusan hubungan kerja, hukum ketenagakerjaan.

Page 1 of 163 | Total Record : 1622