cover
Contact Name
Shita Dewi
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jkki.fk@ugm.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
ISSN : 2089 2624     EISSN : 2620 4703     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 1 (2015)" : 7 Documents clear
Survei Pendahuluan Biaya Tambahan Peserta BPJS Kesehatan pada Rumah Sakit Faskes BPJS Kesehatan di Jabodetabek Novianti Br Gultom; Citra Jaya; Atmiroseva Atmiroseva
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.072 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i1.36084

Abstract

Background: In many countries, universal health coverage rarely runs well in its first year of implementation. In this case, Indonesia is not an exception. The Jaminan Kesehatan Nasional (JKN/National Health Security) program in its first year of implementation found numerous operational obstacles. This survey investigated the presence an additional costs* paid by patient of BPJS to Health Service Provider in Jabodetabek during JKN implementation. Methodology: We conduct a face-to-face interview to 200 JKN patients in 20 hospitals in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi (Jabodetabek) who have just received health care treatment. Results: From 200 patients, thirty seven (18.5%) paid additional cost for their health care. Ironically, additional costs are also found in public hospitals where JKN patients must pay for drugs. Twenty five JKN patients in private hospitals also pay additional costs for drugs, laboratory, medical equipment, radiology, procedures, and other services. All types of membership experienced additional cost including Premium Subsidy Recipient (PBI/the poor). In total, additional costs for inpatient care exceeds those of outpatient care. Conclusions: from 5 JKN patients, at least one must pay additional cost for their health treatment. Patients felt these additional costs as problems. In response to JKN proposal to implement cost sharing for certain health service, 87% JKN patients expressed their support. From those who supported, 65% prefer fixed-price cost sharing.Recommendation: We recommend a national scale in-depth study to obtain comprehensive inputs on cost sharing arrangements. Latar belakang: Tidak ada Universal Health Coverage yang pertama kali berjalan langsung sempurna. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang belum genap berusia satu tahun ternyata juga mengalami ketidaksesuaian implementasi di lapangan.Survei ini menyelidiki kesesuaian implementasi JKN dari sisi ada/tidaknya biaya tambahan yang dibayarkan oleh Peserta BPJS Kesehatan di RS wilayah Jabodetabek. Metodologi: Wawancara tatap muka mengenai pengalaman dan usulan menggunakan kuesioner kepada 200 responden yang baru saja mendapatkan pelayanan kesehatan di 20 Rumah Sakit Faskes BPJS Kesehatan di Jabodetabek. Hasil: Sebanyak 37 responden dari total 200 responden (18,5%) ditemukan membayar biaya tambahan.Ironinya, biaya tambahan ini juga terjadi di Rumah Sakit milik Pemerintah.Semua biaya tambahan di RS Pemerintah merupakan biaya tambahan obat. Sedangkan biaya tambahan di RS Swasta dialami oleh 25 responden, meliputi biaya tambahan obat, laboratorium, alat kesehatan, radiologi, tindakan, dan biaya di poli. Biaya tambahan ini dialami oleh semua jenis kepesertaan, termasuk peserta PBI, sebanyak 4peserta PBI membayar biaya tambahan di RS milik Pemerintah, 3 peserta PBI membayar di RS Swasta. Biaya tambahan pada rawat inap lebih besar daripada biaya tambahan pada rawat jalan.Peruntukan terbesar biaya tambahan adalah biaya tambahan obat.Kesimpulan: Satu dari lima peserta JKN membayar biaya tambahan di RS Faskes wilayah Jabodetabek. Biaya tambahan tersebut memberatkan dan masalah bagi mayoritas responden. Namun dari sisi usulan apabila nantinya JKN ingin menerapkan biaya tambahan pada jenis pelayanan tertentu, maka 87% dari total responden menunjukkan respons positif, yang terbanyak memilih bentuk urun biaya nominal tetap (64,5%). Rekomendasi: Survei ini merekomendasikan dilakukannya indepth study dengan skala nasional untuk mendapatkan masukan yang lebih komprehensif mengenai urun biaya pada jenis pelayanan apa saja dalam JKN.
PERAN SERTA RUMAH SAKIT SWASTA DALAM PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT ISLAM YOGYAKARTA PDHI Widodo Wirawan; Mubasysyir Hasanbasri; Mohammad Hakimi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (201.468 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i1.25044

Abstract

ABSTRACT Background: Government limitations in the implementation of health care becomes an obstacle to modify individual factors in utilizing community MCH services. The private setor, such as private hospitals, has their own role in MCH services. This role can not be ignored because the number of private hospitals is more than the number of public hospital and the growth is also faster.. Objectives: This study was conducted to explore and understand the participation of the private hospitals in the government’s MCH program through case studies in Yogyakarta Islamic Hospital PDHI, and exploring the feasibility of private hospitals as a service provider of the MCH program.. Method: The study used a qualitative method with case study design. The variables measured were the resources, participation, barriers and challenges, as well as the strategic value. Data is collected through in-depth interviews to respondents from PDHI Foundation board, directors, manager, medical staffs, and the patient or their family, as well as field observations, and document tracking. Result: Private hospital has a major role in government MCH program through MCH services its self, facilities and infrastructure, and resources doctors and paramedics. Private hospitals encountered the obstacles in implementing MCH programs, such as the amount of government insurance payments that are not in accordance with the cost of private hospital services and there is tariff discrimination based on hospital class. The government also is not optimal in socializing MCH program guideline in private hospitals, while the referral systems between health facilities are still not smooth. Conclusion: The participation of the private hospitals in the MCH program is not optimal, influenced by financing for MCH programs, weak referral systems, and government lack of facilitation for the infrastructure development and medical personnel, and lack of socialization MCH program guideline
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepemilikan Jaminan Kesehatan Analisa Data SUSENAS 2013 Wan Aisyiah Baros
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.846 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i1.36086

Abstract

People need an assurance of the availability of health services and medical payments. Most of the people are aware of the occurrence of disease risk in the future, therefore, some of the people have insurance or social security either mandatory or voluntary. The purpose of this study to analyze the factors that affect the ownership of health insurance and the insurance scheme that are used, as well as the ability to pay for health insurance, using univariate analysis method and bivariate analysis. The data source is Susenas 2013. The results showed the factors that affect the ownership of health insurance such as age, gender, marital status, education and health complaints. Jamkesmas is the dominant health insurance scheme, followed by Jamkesda and JPK PNS/Veteran/ Retirement. Respondents who experienced health problems and accessed outpatient and inpatient care are respondents who have Jamkesmas health insurance. Ability to pay for health is Rp 37.391,- or Rp 119.264,- or Rp 20.401,- depending on the method of calculating health cost. These various types of calculation need further expert judgment. Masyarakat membutuhkan suatu kepastian akan tersedianya pelayanan kesehatan dan pembayaran kesehatan. Sebagian besar masyarakat sadar akan terjadinya risiko sakit dikemudian hari, oleh karenanya beberapa masyarakat mengikuti asuransi atau jaminan sosial baik bersifat wajib maupun sukarela. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa faktor-faktor yang mempenga- ruhi kepemilikan jaminan kesehatan dengan dan melihat gambaran tentang masyarakat yang belum terjamin asuransi, masyarakat Indonesia yang mengalami masalah kesehatan dan jaminan atau asuransi apa saja yang dimiliki untuk mengobati serta kemampuan membayar jaminan kesehatan dengan metode analisa univariat dan bivariat menggunakan data Susenas Tahun 2013. Hasil penelitian menunjukan faktor-faktor yang mempengaruhi kepemilikan jaminan kesehatan yaitu umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan keluhan kesehatan. Kepemilikan jaminan kesehatan Jamkesmas lebih mendominasi diikuti dengan Jamkesda dan JPK PNS/Veteran/ Pensiun. Responden yang mengalami keluhan kesehatan yang melakukan rawat jalan dan rawat inap adalah responden yang memiliki jaminan kesehatan Jamkesmas. Kemampuan membayar kesehatan adalah Rp37.391,00 atau Rp119.264,00 atau Rp20.401,00 dari berbagai macam jenis perhitungan tersebut dalam penetapannya perlu pertimbangan pakar.
Kebutuhan dan Perencanaan Tenaga Kesehatan di Provinsi Sumatera Utara Heru Santosa
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.704 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i1.36090

Abstract

Background: The health sector planning process regarding facilities, infrastructure and health work force is a planning document that contains information and data health development programs that will be implemented by the government. Thus the results of the study are expected to become the master development plan document for health sector in infrastructures and facilities as well as health professionals. This study was conducted to describe the supply of health personnel or whether the target has been reached, to calculate the need of health work force according to the number, types and qualifications, and to formulate policy regarding the needs of health work forcein North Sumatera Province. Methods: Methods for estimating health manpower needs was determined by the ratio method. The use of this method is based on the data and goal of study by focusing on the achievement so far and by comparing the ratio of the target. Results: Compared to 2010, the average estimated needs of health workers in 2015 was twice as much. This is a challenge that needs to get attention. It was caused by the limited budget to support recruitment and procurement. The results of the study also found that some types of health personnel were “rare” such as health analysts, speech therapists, refractionists optician, physio therapist, radiographer, epidemiology, and health planners.Conclusion: The empowerment program and the utilization of available health personnel with the addition of sufficient incentives was certainly more efficient than recruitment or procurement of new personnel, although the number of health professionals still should be added gradually every year. Latar Belakang: Upaya penyusunan perencanaan sektor ke- sehatan bidang sarana dan prasarana dengan tenaga kese- hatan merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif yang memuat informasi dan data program-program pemba- ngunan kesehatan yang akan dilaksanakan langsung oleh Pe- merintah. Dengan demikian hasil kajian diharapkan sebagai dokumen perencanaan induk pembangunan sektor kesehatan bidang prasarana dan sarana serta sumber daya tenaga kese- hatan. Mendasarkan hal tersebut maka kajian ini dilakukan untuk menggambarkan pencapaian atau penyediaan tenaga kese- hatan, menghitung kebutuhan tenaga kesehatan menurut jumlah, jenis dan kualifikasi dan merumuskan kebutuhan kebijakan perencanaan tenaga kesehatan di Provinsi Sumatera Utara. Metode:Metode penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan ditentukan dengan metode rasio (Ratios Method). Penggunaan metode ini mendasarkan kepada data dan tujuan kajian yang lebih mengutamakan pencapaian dengan membandingkan terhadap rasio sebagai sasaran. Hasil: Dibandingkan tahun 2010, maka perkiraan rata-rata kebutuhan tenaga kesehatan pada tahun 2015 sebanyak dua kali lipatnya. Tentunya suatu tantangan yang perlu mendapatkan perhatiannya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dukungan anggaran untuk melakukan rekruitmen dan pengadaan tenaga kesehatan secara berlebihan. Hasil kajian juga menemukan beberapa jenis tenaga kesehatan yang ”langka” seperti analis kesehatan, terapis wicara, refraksionis optisien, fisioterapis, radiographer, epidemiologi, dan ahli perencana kesehatan. Conclusion:Program pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan yang ada dengan penambahan insentif yang cukup tentunya lebih efisien bila dibandingkan rekruitmen atau pengadaan tenaga baru, walaupun secara bertahap tetap harus dilakukan penambahan setiap tahunnya.
Evaluasi Program Terpadu Pengendalian Malaria, Pelayanan Ibu Hamil dan Imunisasi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan Hanifah Rogayah; Yodi Mahendradhata; Retna Siwi Padmawati
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.348 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i1.36088

Abstract

Background: To reduce child and maternal mortality, as well as mortality and morbidity of malaria, an integrated malaria control program along with antenatal care and immunization has been implemented through malaria screening and provision of LLIN to pregnant women and the provision of LLIN to children under five who received full immunization. Objective: The objective of this study is to evaluate integrated malaria control program in Hulu Sungai Selatan District and Banjarbaru City, South of Kalimantan Province by exploring input, process and output of the program. Method: The study uses evaluation formative approach using qualitative method with exploratory qualitative design. Data is collected through in-depth interviews, focus group discussion, checklist of observation and documents related to the integrated program. Data analysis was performed with the reduction and presentation of the data, visualization, conclusions, and verification that describe the input, process and output variabels relevant to integrated malaria control program. Result: The dominant challenges in the input are commodity, funds, as well as the organization of integrated programs. Implementation of the integrated program is not optimal in the form of policies, capacity building, QA, supervision, and recording and reporting. The integrated program did not achieve the intended output in terms of LLIN coverage for children under f ive as well as pregnant women ANC coverage (Trimester I and IV). Conclusion: The implementation of integrated malaria control program in general was relatively weak in terms of input, process and output. Adequate inputs and processes to strengthen the implementation of the integrated program are necessary, so it can be one of the exit strategies for malaria control in pregnant women and children under five. Latar Belakang: Dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan anak serta angka kesakitan dan kematian akibat malaria, telah dilaksanakan program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi melalui skrining malaria dan pemberian kelambu berinsektisida pada ibu hamil serta pemberian kelambu pada balita yang mendapat imunisasi lengkap.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program terpadu di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan dengan mengeksplorasi input, proses dan output program. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi formatif, dengan metode kualitatif dan desain penelitian kualitatif eksploratif. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah serta observasi dan checklist dokumentasi. Hasil: Tantangan yang paling besar dan dominan pada input adalah komoditi, dana, serta organisasi program terpadu. Belum optimalnya pelaksanaan proses program terpadu berupa kebijakan, capacity building, QA , supervisi, serta pencatatan dan pelaporan. Tidak tercapainya output program terpadu yaitu cakupan kelambu pada balita dan cakupan kunjungan ANC ibu hamil (K1 atau K4). Kesimpulan: Program terpadu pengendalian malaria, pelayanan kesehatan ibu hamil dan imunisasi belum optimal pada komponen input, proses dan output. Adekuatnya input dan proses dapat memperkuat pelaksanaan program terpadu, sehingga dapat menjadi salah satu exit strategi pengendalian malaria pada ibu hamil dan balita.
Selamat Tahun Baru 2015 Shita Dewi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.351 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i1.36083

Abstract

 Ini adalah edisi pertama dari Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia tahun 2015, dan hanya dalam jangka waktu yang singkat di awal tahun ini, Indone- sia di bawah pemerintahan yang baru telah meng- alami begitu banyak hal yang menyedot perhatian publik yang menarik untuk kita simak. Dengan ada- nya Kabinet yang baru, maka jajaran Kementrian Kesehatan kini dipandu oleh Menteri Kesehatan yang baru, dan di awal tahun ini, beliau telah menyaji- kan program kerja Kementrian Kesehatan. Salah sa- tu hal yang menarik di awal masa bakti beliau ada- lah diadakannya serangkaian pertemuan lintas Ke- mentrian. Ini merupakan angin segar yang menjanji- kan sinergi yang lebih baik antara kebijakan dan pro- gram Kementrian Kesehatan dengan kebijakan dan program Kementrian lain untuk mengatasi masalah kesehatan secara holistic.Beberapa pertemuan yang menarik adalah pertemuan dengan Mendagri pada bulan Desember 2014. Ini merupakan pertemuan pertama antar Menteri Kabinet Kerja. Hasil pertemuan kedua Menteri adalah kesepakatan untuk mensosialisasikan JKN melalui asosiasi kepala daerah, memperkuat pembe- kalan teamwork nakes yang akan ditempatkan di daerah untuk menyeimbangkan pelayanan promotif- preventif dan kuratif-rehabilitatif, kesepakatan untuk memperbanyak Puskesmas Bergerak (mobile pus- kesmas) untuk pelayanan kesehatan di daerah ter- pencil, kesepakatan tentang prioritas pembangunan Puskesmas di 50 wilayah, kesepakatan untuk mem- buat surat edaran kepada kepala daerah untuk men- dukung peraturan pemerintah terkait Standar Pela- yanan Mutu (SPM) bidang kesehatan serta integrasi data administrasi kependudukan. Pada bulan yang sama, pertemuan juga diadakah dengan Menkominfo untuk menyepakati penguatan SPGDT dengan layanan satu nomor panggil 119, serta pelaksanaan assessment oleh Kemenkominfo terhadap berbagai aplikasi yang ada di Kemenkes.Pada awal Januari 2015, rapat koordinasi dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Terting- gal, dan Transmigrasi yang membahas persiapan infrastruktur pendukung (bangunan fisik, jalan, air bersih, sarana komunikasi) serta sistem keamanan secara khusus untuk wilayah perbatasan terkait de- ngan pergerakan manusia, hewan, barang, penyakit. Bahkan, khusus untuk wilayah transmigrasi baru mempertimbangkan juga bidang usaha kecil yang terjamin dan sehat. Pada bulan yang sama juga dila- kukan pertemuan dengan Menteri Perdagangan untuk membahas perlindungan masyarakat terhadap produk makanan import melalui pengaturan bahan berbahaya untuk makanan dan minuman. Pertemuan juga membahaskoordinasi perdagangan barang dan jasa dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekono- mi ASEAN (MEA).Bulan Januari juga diisi dengan pertemuan koordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pertemuan penting ini membahas hal-hal terkait fasilitas fisik untuk mendukung pro- gram kesehatan yaitu pembangunan akses masyarakat ke fasilitas pelayanan Kesehatan Primer, pembangunan sarana air bersih dan sanitasi untuk masyarakat, pembangunan perumahan untuk tenaga kesehatan, serta pengintegrasian pembangunan kawasan kumuh dengan program Kesehatan (Air bersih, STBM dan PHBS). Mengingat pentingnya kola- borasi jangka panjang dalam hal ini, beberapa tar- get kolaborasi diidentifikasi untuk dilaksanakan dalam 5 tahun ke depan.Terakhir, pertemuan koordinasi juga dilakukan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ada- pun hasil pertemuan adalah Menyusun materi PHBS untuk guru sebagai agent of change, merevitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), menghidupkan kembali program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) melalui gerakan sarapan pagi, membangun paket kegiatan rutin anak sekolah termasuk piket membersihkan lingkungan sekolah, serta menyusun peraturan tentang pendirian SMK dan bidang penjurusannya.Salah satu program penting dari Kementrian Ke- sehatan adalah Program Indonesia Sehat. Program Indonesia Sehat terdiri atas 1) Paradigma Sehat; 2) Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer; dan 3) Ja- minan Kesehatan Nasional. Ketiganya akan dilaku- kan dengan menerapkan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko (health risk). Paradigma sehat menyasar pada empat aktor yaitu: (1) penentu kebijakan pada lintas sektor, untuk memperhatikan dampak kesehatan dari kebijakan yang diambil baik di hulu maupun di hilir, (2) tenaga kesehatan, yang mengupayakan agar orang sehat tetap sehat atau tidak menjadi sakit, orang sakit menjadi sehat dan orang sakit tidak menjadi lebih sakit; (3) Institusi Kesehatan, yang diharapkan me- nerapkan standar mutu dan standar tarif dalam pela- yanan kepada masyarakat, serta (4) masyarakat, yang ikut bertanggungjawab menjaga kesehatan.Terkait penguatan pelayanan kesehatan primer, program Kementerian Kesehatan akan akan meliputi penguatan dan kesiapan 6.000 Puskesmas di 6 re- gional, membentuk 14 RS Rujukan Nasional serta 184 RS Rujukan regional. Khusus untuk daerah terpencil dan sangat terpencil, di bangun RS kelas D Pratama dengan kapasitas 50 Tempat Tidur untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan rujukan. Pada regional Papua akan didirikan 13 Rumah Sakit Pratama. Sementara pada Regional Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi akan didirikan 55 Rumah Sakit Pratama.Selain itu Kemenkes membentuk program Nu- santara Sehat (NS). Di dalam program ini dilakukan peningkatan jumlah, sebaran, komposisi dan mutu Nakes berbasis pada tim yang memiliki latar bela- kang berbeda mulai dari dokter, perawat dan Nakes lainnya (pendekatan Team Based). Program NS ti- dak hanya berfokus pada kegiatan kuratif tetapi juga pada promitif dan prefentif untuk mengamankan ke- sehatan masyarakat dan daerah yang paling mem- butuhkan.Terkait upaya pencapaian kesehatan semesta, Kementrian Kesehatan terus melanjutkan program Jaminan Kesehatan Nasional dan menambahkan program Kartu Indonesia Sehat (KIS) pada bulan November 2014. Program ini menjamin dan memastikan masyarakat kurang mampu untuk mendapat manfaat pelayanan kesehatan seperti yang dilaksanakan me- lalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dise- lenggarakan oleh BPJS Kesehatan melalui perluasan cakupan PBI termasuk Penyandang Masalah Kese- jahteraan Sosial (PMKS) dan Bayi Baru Lahir dari peserta Penerima PBI; serta memberikan tambahan Manfaat berupa layanan preventif, promotif dan de- teksi dini dilaksanakan lebih intensif dan terintegrasi. Terlihat bahwa tahun 2015 dimulai dengan langkah-langkah positif dan ambisi besar di sektor kese- hatan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih se- hat melalui berbagai upaya lintas sektor. Tugas kita sebagai pemerhati dan akademisi sekarang adalah untuk mengawal realisasi dan pelaksanaan program- program dan janji pemerintah melalui system moni- toring dan evaluasi mandiri serta memberikan masuk- an yang konstruktif untuk perbaikan sektor kesehat- an dan kemajuan negeri ini. Kami mengundang para pembaca yang budiman untuk secara lebih aktif ber- peran serta dalam proses pengawasan dan penyediaan masukan kepada pemerintah melalui penelitian yang bisa kita lakukan di daerah kita masing-masing. Dengan cara yang sederhana ini, kita turut menyumbang pada seberapa cepat dan seberapa berhasil bangsa ini mencapai apa yang kita cita-citakan bersama. Shita Listya DewiPusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Efisiensi Pelayanan Kesehatan Dasar di Kabupaten Pemalang Menggunakan Data Envelopment Analysis Wahyudi Wahyudi; Lutfan Lazuardi; Mubasysyir Hasanbasri
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.25 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i1.36085

Abstract

Background. Limited availability of health resources has in- fluenced the health care performance at the health centers. In addition, the health office and health centers are required to be able to manage the available resources to provide optimally healthcare by putting priority on the efficiency in every opera- tional of health centers. The objective of the study is to ana- lyze relative efficiency of primary health care, to find out the efforts for efficiency increase on the inefficient health cen- ters, and to estimate the influence of environmental/ contex- tual factors on the efficiency of primary health care in the health centers.Methods. A descriptive quantitative study was conducted using two-stage data envelopment analysis (DEA). The first stage was to measure efficiency of primary health care, and the second stage was to determine the influence of environ- mental/ contextual factors on the efficiency of primary health care. This study using secondary data of the outpatient per- formance reports in 2013 on 22 health centers in Pemalang regency. Results: Efficiency measurement using DEA-VRS model with output orientation obtained 50% of health centers technically efficient and 50% of health centers technically inefficient. From the efforts of increasing efficiency on the inefficient Health Centers obtained targets of reducing input of workforce re- sources as much as 49 personnels and targets of increasing output of primary health care as much as 154.911 outpatient visits. In the tobit regression analysis showed the population was statistically significant with positive sign, while the popu- lation density, the proportion of visits the poor society and the other primary health facilities are not significant with positive sign. Conclusion. Inefficiencies of health centers was caused by the excessive number of health workforce and low utilization of primary health care by the society. DEA method can be used as a tool to measure the level of efficiency of primary health care in health centers , to provide information on the cause of inefficiency, and to determine the target of efficiency increas- ing on the inefficient health centers. Latar Belakang: Ketersediaan sumber daya kesehatan yang terbatas mempengaruhi kinerja pelayanan puskesmas. Di sisi lain dinas kesehatan dan puskesmas dituntut mampu mengelola sumber daya kesehatan yang tersedia untuk menyelenggara- kan pelayanan kesehatan secara optimal dengan mengedepan- kan efisiensi dalam setiap operasional puskesmas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat efisiensi relatif pelayanan kesehatan dasar puskesmas, mengetahui upaya peningkatan efisiensi bagi puskesmas inefisien dan memperkira- kan pengaruh faktor-faktor lingkungan/ kontekstual terhadap efisiensi pelayanan kesehatan dasar puskesmas. Metode: Jenis penelitian deskriptif kuantitatif menggunakan metode data envelopment analysis (DEA) dua tahap. Tahap pertama untuk mengukur efisiensi pelayanan kesehatan dasar. Tahap kedua untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lingku- ngan/ kontekstual terhadap efisiensi pelayanan kesehatan dasar. Penelitian ini menggunakan data sekunder laporan kinerja pelayanan rawat jalan 22 puskesmas di Kabupaten Pemalang tahun 2013. Hasil: Pengukuran efisiensi menggunakan model DEA VRS orientasi output diperoleh 50% puskesmas efisien teknis dan 50% puskesmas inefisien teknis. Dari upaya peningkataan efi- siensi pada puskesmas inefisien diperoleh target pengurangan input sumber daya ketenagaan puskesmas ssebanyak 49 personil dan target peningkatan output pelayanan kesehatan dasar sebanyak 154.911 kunjungan rawat jalan. Hasil analisis regresi tobit menunjukkan populasi penduduk signifikan dengan arah hubungan positif terhadap efisiensi teknis pelayanan kese- hatan dasar puskesmas. Sedangkan kepadatan penduduk, pro- porsi kunjungan masyarakat miskin dan sarana kesehatan dasar lain tidak signifikan dengan arah hubungan positif. Kesimpulan: Ketidakefisienan puskesmas disebabkan oleh penggunaan sumber daya ketenagaan puskesmas yang berle- bih dan rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar oleh masyarakat. Metode DEA dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat efisiensi pelayanan kesehatan dasar puskesmas, memberikan informasi penyebab puskesmas inefisien dan menentukan target peningkatan efisiensi pada puskesmas inefisien.

Page 1 of 1 | Total Record : 7