cover
Contact Name
Shita Dewi
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jkki.fk@ugm.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
ISSN : 2089 2624     EISSN : 2620 4703     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 3 (2015)" : 6 Documents clear
Analsis Biaya Terapi Penyakit Diabetes Melitus Pasien Jaminan Kesehatan Nasional di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta - Perbandingan Terhadap Tarif INA CBGs Endang Yuniarti; Amalia Amalia; Tri Murti Handayani
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.791 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i3.36108

Abstract

Background: Diabetes Mellitus is a chronic disease whose prevalence is high enough at RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, particularly since National Health Insurance was launched on 2014. Prospective payment system with INA CBGs rates has to be calculated thoroughly in order to enable the hospital to provide a quality health care. This research aims to determine the cost component that has the greatest impact to the cost of illness Diabetes Mellitus, and to determine whether there are significant differences Alt the direct medical costs of DM with and without complication, and to calculate the difference between the real cost of illness and INA CBGs rates. METHOD This research was conducted at PKU Muhamadiyah Hospital with non experimental analytic and cross-sectional study. Data retrospectively retrieved from secondary data of all National Health Insurance patients who was diagnosed Diabetes Mellitus based on ICD 10 code. The cost calculated was the direct medical costs (hospital perspective). The bivariate correlation test was used to determine the relationship of component costs and the cost of illness Diabetes Mellitus disease. The independent sample t-test was used to test differences in the average cost of DM with and without complications. RESULTS Cost of illness DM type 1 for outpatient was Rp 563.817, higher than INA CBGs rates which is Rp 165.400 (Q-5-44-O, Other Chronic Disease). Cost of illness DM type 2 for outpatient was Rp 374.197, higher than INA CBGs rates of Rp 165.400 (Q-5-44-O, Other Chronic Disease). Cost difference between cost of illness DM for inpatient and INA CBGs (code E-4-10-I Diabetes Mellitus and Nutrition/ Metabolic light disorder) rates was Rp 445.748 lower than INA CBGs rates (Class III ward), Rp 2.250.000 lower than INA CBGs rates (Class II ward), and Rp 1.125.000,- is higher than INA CBGs rates (Class I ward). There is no significant difference between the average cost of illness Diabetes Mellitus with and without complication. CONCLUSIONThere is a difference between the cost of illness Diabetes Mellitus (hospital perspective) and INA CBGs rates which could decrease quality of care for outpatient with type 1 and type 2 Diabetes Mellitus. PENDAHULUAN Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang prevalensinya cukup tinggi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta apalagi sejak diluncurkannya program Jaminan Kesehatan Nasional pada th 2014 yang lalu sebagai implementasi Undang-Undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem pembayaran prospective payment system dengan tarif INA CBGs yang diberlakukan memerlukan perhitungan yang valid agar tidak merugikan pemberi pelayanan dan menurunkan kualitas pelayanan itu sendiri. METODE Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan metode analitik non eksperimental dengan rancangan cross sectional study. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data biaya terapi semua pasien JKN yang didiagnosa Diabetes Mellitus berdasarkan kode ICD 10. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya medik langsung (direct medical cost) meliputi biaya administrasi, biaya obat dan alat medik habis pakai, jasa pelayanan medik, biaya tindakan medik, biaya penunjang medik serta biaya akomodasi, khusus untuk pasien rawat inap. Data diambil secara retrospektif, kemudian dianalisis secara deskriptif dan perbedaan biaya terapi per episode antara DM dengan komplikasi dan DM tanpa komplikasi diuji secara statistik. Biaya terapi yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan tarif INA CBGs untuk melihat selisih yang terjadi. HASIL Biaya terapi penyakit DM tipe 1 per episode rawat jalan sebesar Rp 563.817 + 255.080, dan yang masuk dalam paket sebesar Rp 247.200,- , lebih tinggi Rp 81.400,- dari tarif INA CBGs yang telah ditetapkan dalam PMK 59 th 2104 yaitu sebesar Rp 165.400,- (kode Q-5-44-O, Penyakit Kronis kecil lain-lain). Untuk penyakit DM tipe 2, biaya terapi per episode rawat jalan sebesar Rp 374.197 + 323.237, dan yang masuk dalam paket sebesar Rp 185.376,- , selisih Rp 19.976,- lebih tinggi dari tarif INA CBGs yang telah ditetapkan dalam PMK 59 th 2104 yaitu sebesar Rp 165.400,- (kode Q-5-44-O, Penyakit Kronis kecil lain-lain). Selisih biaya terapi pasien DM per episode rawat inap dengan Tarif INA CBGs (kode E-4-10-I Penyakit Kencing Manis dan Gangguan Nutrisi/Metabolik Ringan), untuk kelas III selisih positif Rp 445.748,-. untuk kelas II selisih positif Rp 2.250.000,- dan untuk kelas I selisih negatif Rp 1.125.000,-. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara biaya terapi DM tanpa komplikasi dengan biaya terapi DM dengan komplikasi. Hampir seluruh obat yang digunakan adalah obat DM yang masuk dalam FORNAS. KESIMPULAN Terdapat selisih biaya terapi penyakit DM pasien JKN antara tarif Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan tarif INA CBGs yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta serta berpotensi menurunkan kualitas pelayanan untuk pasien rawat jalan baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Obat Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit di Indonesia Diah Ayu Puspandari; Ali Ghufron Mukti; Hari Kusnanto
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.51 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i3.36110

Abstract

Background: Currently non communicable disease becomes one of the ten major diseases in Indonesia. Cancer chemotherapy reported as the ninth rank out of ten major diseases, and shared as the ten most expensive hospital cost. Drugs expenditures are clearly the main source of cost pressure. Drug cost of breast cancer is important for benefit package design. Objectives: The research need to know on what are the influencing factors of drug cost for breast cancer during hospitalization in Indonesia, and the drug cost based on the selected factors. Research Methodology : The design of research was a cross sectional descriptive analysis using health facilities costing study that was conducted in Indonesia in 2011. The drug cost was calculated as a cost of illness based on a provider’s perspective. Results: Determinant factors for drug cost in breast cancer were age, length of stay, ICU, drugs availability and hospital location. The most expensive was the drug cost for patient at age 40 - <70. Drug cost for patient with ICU care found 1,8 times higher. Hospitals who had a drug supply problems were lower in cost. Hospital in Java had a lower cost. Conclusions: Age, length of stay, ICU, drugs availability and hospital location were the determinant factors of drug cost for hospitalized breast cancer patient. Drug cost for in-patient that was based on actual cost was Rp. 2,545,881,- . Drug cost for out patient care was Rp 9,127,824,-. The total drug cost per patient per year was calculated as Rp 11,673,705,- and the total drug cost for all patient per year was Rp 150,415,869,362,-. These factors will be useful for drug cost estimation purpose and for benefit package design. Latar belakang: Saat ini penyakit tidak menular merupakan salah satu dari 10 penyakit terbesar di Indonesia. Kemoterapi kanker dilaporkan di urutan ke 9 pada pasien rawat inap, serta di posisi ke 10 penyakit termahal. Biaya obat adalah komponen biaya kesehatan dengan proporsi signifikan. Biaya obat kanker payudara diperlukan dalam penentuan paket benefit JKN. Tujuan: Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi biaya obat pada pasien kanker payudara di rumah sakit, dan memperoleh besaran biaya obat berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode Penelitian: Penelitian merupakan desain analisis deskriptif cross sectional menggunakan hasil studi pembiayaan fasilitas kesehatan yang dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2011. Biaya obat dihitung sebagai cost of illness dari sisi pemberi layanan. Hasil: Variabel yang berpengaruh terhadap biaya obat adalah umur, lama dirawat, penggunaan ICU, gangguan ketersediaan obat dan lokasi rumah sakit. Biaya obat pada usia 40 -<70 tahun tertinggi. Biaya obat di ICU lebih tinggi 1,8 kali. Rumah sakit dengan gangguan ketersediaan obat lebih rendah biaya obatnya. Biaya obat di luar pulau Jawa lebih mahal. Kesimpulan: Umur, lama dirawat, penggunaan ICU, gangguan ketersediaan obat dan lokasi rumah sakit adalah faktor yang mempengaruhi biaya obat pasien kanker payudara di rumah sakit. Biaya obat rawat inap berdasarkan biaya aktual, hasilnya menunjukkan besaran Rp754.243,00 per pasien. Biaya obat untuk rawat jalan diperoleh sebesar Rp9.127.824,00. Total biaya obat per pasien per tahun adalah Rp9.882.067,00 sehingga biaya obat seluruh pasien per tahun sebesar Rp118.723.158.312,00. Faktor tersebut bermanfaat untuk estimasi biaya dan penentuan paket pengobatan pasien kanker di era JKN.
Edisi Khusus Seri 1 Analisis Biaya untuk Pembiayaan Kesehatan Shita Dewi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.255 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i3.36105

Abstract

Selamat berjumpa kembali.Pada bulan Agustus lalu telah diselenggarakan Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia ke VI di Padang, Sumatera Barat, yang dihadiri pula oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Prof. dr. Nila Moeloek. Forum tersebut diikuti oleh 450 peserta dan menampilkan 90 hasil penelitian dari seluruh penjuru Indonesia yang tentunya diharapkan bermanfaat bagi para hadirin. Materi presentasi dapat dilihat di situs http://kebijakankesehatanindonesia. net/ Dalam rangka membantu agar semakin banyak dari antara kita terpapar dengan hasil-hasil penelitian tersebut, maka JKKI akan memuat beberapa artikel penelitian terpilih untuk disajikan dalam beberapa seri edisi khusus. Seri pertama akan memuat topik- topik terkait analisis biaya untuk pembiayaan kesehatan.Sebagaimana kita ketahui, selama puluhan ta- hun sistem penetapan tarif di rumah sakit dan di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dilakukan berdasarkan perkiraan biaya yang dihitung dan ditetapkan secara ‘tradisional’ sehingga banyak me- ngandung unsur ‘good-enough approximations’. Ter- lebih lagi, berapa pun besarnya tarif yang dikenakan biasanya akan dibayar oleh pengguna, baik oleh pasien (out-of-pocket), pemerintah, mau pun oleh asuransi kesehatan atau kombinasi dari ketiga unsur ini. Tetapi dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasio- nal, hal ini tentu saja tidak lagi sesuai karena rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan dibayar dengan jumlah yang telah ditentukan. Masalah timbul ketika ternyata penggantian biaya oleh BPJS disi- nyalir rata-rata berada di bawah tarif pelayanan. Ke- tidakpuasan dan terhambatnya pelayanan seringkali menjadi ujungnya.Untuk mengatasi hal ini tentu saja ada beberapa hal yang harus berubah. Pertama, kita harus berhenti melakukan kesalahan menyamakan ‘biaya’ dengan ‘tarif’, karena kedua hal ini berbeda. Kedua, kita harus mengetahui dengan tepat berapa biaya yang dikeluar- kan untuk suatu pelayanan. Ketiga, kita harus men- cari cara untuk melakukan efisiensi biaya tanpa mengorbankan mutu pelayanan.Hal ini memerlukan keahlian akuntansi biaya (cost accounting). ‘Good-enough approximations’ tidak bisa lagi menjadi norma di bidang pelayanan kesehatan. Akuntansi biaya akan dapat melakukan penghitungan yang mendekati akurat untuk biaya- biaya tetap (fixed costs) dan biaya-biaya variabel (variable costs) suatu pelayanan. Kami katakan “mendekati akurat” karena sangat sulit melakukan penghitungan biaya yang 100% akurat. Namun, ini tidak berarti bahwa proses penghitungan biaya dan proses penetapan strategi efisiensi biaya harus dise- rahkan sepenuhnya kepada seorang akuntan biaya (cost accountant), karena keterlibatan para profes- sional kesehatan sangat diperlukan. Keterlibatan para professional kesehatan dalam proses analisis biaya kesehatan akan membantu para professional kese- hatan menyadari apa cost drivers suatu pelayanan dan mereka dapat melakukan inovasi dalam proses pelayanan yang tidak hanya menurunkan biaya tetapi juga mempertahankan mutu pelayanan dan memper- hatikan keselamatan pasien.Dalam edisi kali ini, kami pilihkan beberapa artikel terkait analisis biaya yang semoga dapat menjadi pelajaran bagi pembaca.Selamat membaca.
Perbedaan Perhitungan Unit Cost dengan Menggunakan Metode Activity Based Costing (ABC) dan Metode Double Distribution (DD) untuk Pasien TB Paru Kategori 2 di Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap Rumah Sakit Paru Hilfi L; Djuhaeni H; Setiawati EP; Ratna K; Paramita SA
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.785 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i3.36111

Abstract

Background: Indonesia is at 5th rank of 22 countries that have a high burden of TB and contribute to the number of TB cases in the world amounted to 4.7%. Tuberculosis management is not easy, it requires a long time and a large cost. Currently hospitals determine tariffs based on Double Distribution (DD) Method. Unit cost of health services can also be calculated by Activity Based Costing (ABC) Method, which is based on activities. Objective: To determine the unit cost calculation by ABC method and DD Method of Category 2 pulmonary TB in Outpatient and Inpatient Installation of Lung Hospital. Methods: Descriptive analytic using secondary data and Purposive Sampling methods. The study was conducted at Lung Hospital Bandung during September to December 2013 by using medical records within a period of 2 years in January 2011 to December 2012. Results and Discussion: The calculation of the unit costs averages using the ABC method for category 2 Pulmonary TB patient in outpatient Installation was Rp 611,321; for patient in emergency care unit was Rp 713 852; for hospitalized patients that come through the outpatient installation was Rp 5,037,309 and through emergency care unit was Rp 4,398,415. The unit cost averages using DD methods for category 2 Pulmonary TB in outpatient Installation was Rp 421 621; for patient in emergency care unit was Rp 734 170; for hospitalized patient that come through the outpatient installation was Rp 1,727,213 and through emergency care unit was Rp 1,846,337. The quantity of drugs given to outpatients is for 2 weeks while ALOS for hospitalized patients is 9.2 days.Conclusions: Unit costs calculation using ABC method is more financially profitable for the Hospital than using DD method. Hospital management should have a good recording and reporting system that support integration of inter-service and support units to be able to perform a comprehensive unit cost calculations. Hospital management should conduct periodic evaluation of compliance with SOPs and rational drug use. Latar Belakang: Indonesia menduduki rangking ke-5 dari 22 negara-negara yang mempunyai beban tinggi untuk TB dan memberikan kontribusi jumlah kasus TB di dunia sebesar 4,7%. Penatalaksanaan TB tidak mudah, membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan biaya yang besar. Saat ini berbagai rumah sakit menentukan tarif pelayanan berdasarkan metode DD. Perhitungan biaya satuan pada pelayanan kesehatan dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) yang didasarkan pada aktivitas. Tujuan : Mengetahui perhitungan unit cost dengan metode ABC dan metode DD di Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap TB Paru Kategori 2 di Rumah Sakit Paru. Metode Penelitian: Deskriptif analitik menggunakan data sekunder dan metoda Pusposive Sample. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Paru Bandung selama bulan September sampai dengan Desember 2013 dengan menggunakan data rekam medis dalam kurun waktu 2 tahun yaitu pada bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2012. Hasil dan Diskusi: Perhitungan biaya satuan rata-rata dengan metode ABC untuk pasien rawat jalan TB Paru Kategori 2 sebesar Rp 611.321; untuk pasien rawat darurat TB Paru Kategori 2 sebesar Rp 713.852; untuk pasien rawat inap yang masuk melalui instalasi rawat jalan sebesar Rp 5.037.309 dan instalasi rawat darurat sebesar Rp 4.398.415. Biaya satuan rata-rata dengan metode DD untuk pasien rawat jalan TB Paru Kategori 2 sebesar Rp 421.621; untuk pasien rawat darurat TB Paru Kategori 2 sebesar Rp 734.170; untuk pasien rawat inap yang masuk melalui instalasi rawat jalan sebesar Rp 1.727.213 dan instalasi rawat darurat sebesar Rp 1.846.337. Banyak nya obat yang diberikan untuk pasien rawat jalan yaitu untuk 2 minggu sedangkan ALOS untuk pasien rawat inap yaitu 9,2 hari. Kesimpulan: Perhitungan biaya satuan dengan menggunakan metode ABC lebih menguntungkan secara financial bagi Rumah Sakit dibandingkan dengan metode DD. Manajemen rumah sakit sebaiknya memiliki sistem pencatatan dan pelaporan yang rapih, terintegrasi antar unit pelayanan dan unit penunjang untuk dapat melakukan perhitungan biaya satuan dengan baik. Manajemen rumah sakit melakukan evaluasi berkala terhadap kepatuhan SOP dan penggunaan obat rasional.
Analisis Pembiayaan Kesehatan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Kabupaten Nunukan Mustaqim Hariyadi; Julita Hendrartini; M.Arief Budiarto
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.527 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i3.36106

Abstract

Background: The role of regional government in decentralization period is very important to the health sector particularly in financing. This is because health is one of the sectors that was decentralized. Minimum service standard is the obligatory responsibility for the region that is the right of every citizen at a minimum level, and one of many basic services is Maternal and Child Health programs. Objectives: To asses the financing sufficiency for Maternal and Child Health Programs based on Minimum Service Standard cost calculation and the effectivity of financing for Maternal and Child Health programs to achieve program’s objectives and goals. Methods: This research is a descriptive study conducted in Nunukan in 2013 with quantitative data. Sufficiency analysis is done by calculating the cost of Maternal and Child Health program to the result of cost calculation based on Minimum Service Standard. Performance effectivity of the Maternal and Child Health Programs was analyzed by the achievement of Minimum Service Standard according to the national indicator target and Maternal Mortality and Infant Mortality to the target of RPJMN of 2010-2014. Results: The cost of Maternal and Child Health program that was available was Rp. 2.530.038.761, and the calculation result of the cost based on Minimum Service Standard at Rp. 3.707.719.364, thus there was fund deficit about Rp 1.177.680.603. The percentage of MCH programs financing by the central government was still hight that was about 75%. There are financing MCH programs for direct activities amounted to 74%, and indirect activities amounted to 26%. The financing performance of MCH program was not effective yet to achieve the target of national Minimum Service Standard indicator and maternal mortality was still high at 173 per 100.000 life birts and infant mortality at 14 per 1000 live births. Conclusion: The financing of MCH programs was not sufficient to perform activities in MCH programs, as there was fund deficit about Rp 1.177.680.603. There was high financing dependency to the central government at 75% because of the low regional government commitment to financing priority programs such as MCH programs. 
Analisis Biaya dengan Metode Activity Based Costin (ABC) pada Pemeriksaan Radio Diagnostik di Instalasi Radiognostik RSUD Linggajati Kuningan Jawa Barat Cecep Heriana; Afif Kosasih; Doni Kusuma Anjasmara
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.329 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i3.36107

Abstract

Backgroud: Tariffs for radiodiagnostic examination in radiology installation Linggajati Public Hospital Kuningan based on PERDA number 9 of 2012 on Health Care Levy who still use traditional accounting system, so the calculation is still less likely giving an exact cost in setting the charges. Costing is sometimes pose a problem. It is necessary to do cost analysis for radiognostic. The problem is to determine what is the unit cost and other considerations that applied in determining tariff for radiognostic services at Linggajati Public Hospital Kuningan. The aim of this research is to find out the cost unit and determine radiognostik service cost at Linggajati Public Hospital Kuningan. Methods: This was observational research using descriptive method through performing case study at Linggajati Public Hospital Kuningan. A calculation of cost unit was carried out by using the method Activity Based Costing (ABC), and analysis was done using content analysis after performing Focus Group Discussion (FGD). Results: Result of calculation using ABC method shows that cost unit of radiognostic service per unit for activities of administrative services registration is Rp 11,478,545,-. Cost unit for Activity radiodiagnostic examination Rp. 29.999.900,-. film processing activity. 24.677.100,- Activity for reading results is Rp. 2,400,000, Radiology Equipment Maintenance is Rp. 3,500,000. The total cost of the activity charged in radiology installation 72,055,545 divided by the number of days 365 days, so the charges rate is Rp. 197 412. Conclusion: The use of activity based costing as compared with the existing radiodiagnostic examination rate used by the hospitals shows the difference of Rp. 150 412. We suggest that hospitals should know and understand the activity based costing method to be able to make an accurate calculation of rates. Latar Belakang: Pemberlakuan tarif pelayanan pemeriksaan radiodiagnostik di instalasi radiologi RSUD Linggajati Kuningan berdasarkan PERDA Kabupaten Kuningan nomor 9 tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan yang masih mengguna- kan sistem akuntansi tradisional, sehingga hasil perhitungannya masih kurang memberikan gambaran yang tepat dalam pembe- banan tarifnya. Penetapan biaya ini kadang kala menimbulkan masalah. Untuk itu perlu dilakukan analisis biaya pelayanan pemeriksaan radiognostik. Permasalahan yang ada adalah berapa unit cost dan berapa biaya yang tepat berdasarkan unit cost serta pertimbangan- pertimbangan lain yang diberlakukan dalam penetapan tariff pelayanan pemeriksaan radiognostik di RS Linggajati. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besarnya biaya satuan (unit cost) dan menetapkan besarnya biaya pelayanan instalasi radiognostik di RSUD Linggajati Kuningan. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional diskriptif dengan melakukan studi kasus di RSUD Linggajati. Perhitungan unit cost dilakukan dengan metode Activity Based Costing (ABC), penetapan biaya lebih lanjut dilakukan content analysis setelah dilakukan Focus Group Discussion, serta pertimbangan-pertimbangan lainnya. Hasil: Aktivitas pelayanan administrasi pendaftaran Rp. 11.478.545, Aktivitas pemeriksaan radiodiagnostik Rp. 29.999.900, Aktivitas pengolahan film Rp. 24.677.100, Aktivitas pembacaan hasil Rp. 2.400.000, Pemeliharaan Alat Radiologi Rp. 3.500.000, Total biaya aktivitas dibebankan di instalasi radiologi 72.055.545 dibagi jumlah hari 365 hari maka tarif pemeriksaan Rp. 197.412. Kesimpulan: Perhitungan tarif pemeriksaan radiodiagnostik dengan menggunakan activity based costing, dilakukan melalui dua tahap. Dari perhitungan tarif pemeriksaan radiodiagnostik dengan menggunakan metode activity based costing. Penggunaan activity based costing apabila dibandingkan dengan tarif pemeriksaan radiodiagnostik yang digunakan oleh rumah sakit saat ini memberikan hasil yang lebih besar dengan selisih Rp. 150.412. Saran agar RSUD Linggajati Kuningan sebaiknya mengetahui dan memahami metode activity based costing ini agar bisa membuat perhitungan tarif yang akurat.

Page 1 of 1 | Total Record : 6