Endang Yuniarti
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Analsis Biaya Terapi Penyakit Diabetes Melitus Pasien Jaminan Kesehatan Nasional di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta - Perbandingan Terhadap Tarif INA CBGs Endang Yuniarti; Amalia Amalia; Tri Murti Handayani
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.791 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i3.36108

Abstract

Background: Diabetes Mellitus is a chronic disease whose prevalence is high enough at RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, particularly since National Health Insurance was launched on 2014. Prospective payment system with INA CBGs rates has to be calculated thoroughly in order to enable the hospital to provide a quality health care. This research aims to determine the cost component that has the greatest impact to the cost of illness Diabetes Mellitus, and to determine whether there are significant differences Alt the direct medical costs of DM with and without complication, and to calculate the difference between the real cost of illness and INA CBGs rates. METHOD This research was conducted at PKU Muhamadiyah Hospital with non experimental analytic and cross-sectional study. Data retrospectively retrieved from secondary data of all National Health Insurance patients who was diagnosed Diabetes Mellitus based on ICD 10 code. The cost calculated was the direct medical costs (hospital perspective). The bivariate correlation test was used to determine the relationship of component costs and the cost of illness Diabetes Mellitus disease. The independent sample t-test was used to test differences in the average cost of DM with and without complications. RESULTS Cost of illness DM type 1 for outpatient was Rp 563.817, higher than INA CBGs rates which is Rp 165.400 (Q-5-44-O, Other Chronic Disease). Cost of illness DM type 2 for outpatient was Rp 374.197, higher than INA CBGs rates of Rp 165.400 (Q-5-44-O, Other Chronic Disease). Cost difference between cost of illness DM for inpatient and INA CBGs (code E-4-10-I Diabetes Mellitus and Nutrition/ Metabolic light disorder) rates was Rp 445.748 lower than INA CBGs rates (Class III ward), Rp 2.250.000 lower than INA CBGs rates (Class II ward), and Rp 1.125.000,- is higher than INA CBGs rates (Class I ward). There is no significant difference between the average cost of illness Diabetes Mellitus with and without complication. CONCLUSIONThere is a difference between the cost of illness Diabetes Mellitus (hospital perspective) and INA CBGs rates which could decrease quality of care for outpatient with type 1 and type 2 Diabetes Mellitus. PENDAHULUAN Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang prevalensinya cukup tinggi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta apalagi sejak diluncurkannya program Jaminan Kesehatan Nasional pada th 2014 yang lalu sebagai implementasi Undang-Undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem pembayaran prospective payment system dengan tarif INA CBGs yang diberlakukan memerlukan perhitungan yang valid agar tidak merugikan pemberi pelayanan dan menurunkan kualitas pelayanan itu sendiri. METODE Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan metode analitik non eksperimental dengan rancangan cross sectional study. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data biaya terapi semua pasien JKN yang didiagnosa Diabetes Mellitus berdasarkan kode ICD 10. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya medik langsung (direct medical cost) meliputi biaya administrasi, biaya obat dan alat medik habis pakai, jasa pelayanan medik, biaya tindakan medik, biaya penunjang medik serta biaya akomodasi, khusus untuk pasien rawat inap. Data diambil secara retrospektif, kemudian dianalisis secara deskriptif dan perbedaan biaya terapi per episode antara DM dengan komplikasi dan DM tanpa komplikasi diuji secara statistik. Biaya terapi yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan tarif INA CBGs untuk melihat selisih yang terjadi. HASIL Biaya terapi penyakit DM tipe 1 per episode rawat jalan sebesar Rp 563.817 + 255.080, dan yang masuk dalam paket sebesar Rp 247.200,- , lebih tinggi Rp 81.400,- dari tarif INA CBGs yang telah ditetapkan dalam PMK 59 th 2104 yaitu sebesar Rp 165.400,- (kode Q-5-44-O, Penyakit Kronis kecil lain-lain). Untuk penyakit DM tipe 2, biaya terapi per episode rawat jalan sebesar Rp 374.197 + 323.237, dan yang masuk dalam paket sebesar Rp 185.376,- , selisih Rp 19.976,- lebih tinggi dari tarif INA CBGs yang telah ditetapkan dalam PMK 59 th 2104 yaitu sebesar Rp 165.400,- (kode Q-5-44-O, Penyakit Kronis kecil lain-lain). Selisih biaya terapi pasien DM per episode rawat inap dengan Tarif INA CBGs (kode E-4-10-I Penyakit Kencing Manis dan Gangguan Nutrisi/Metabolik Ringan), untuk kelas III selisih positif Rp 445.748,-. untuk kelas II selisih positif Rp 2.250.000,- dan untuk kelas I selisih negatif Rp 1.125.000,-. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara biaya terapi DM tanpa komplikasi dengan biaya terapi DM dengan komplikasi. Hampir seluruh obat yang digunakan adalah obat DM yang masuk dalam FORNAS. KESIMPULAN Terdapat selisih biaya terapi penyakit DM pasien JKN antara tarif Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan tarif INA CBGs yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta serta berpotensi menurunkan kualitas pelayanan untuk pasien rawat jalan baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2.
THE STRATEGY FORMULATION OF PHARMACY DEPARTMENT TO IMPROVE STAKEHOLDER SATISFACTION Deviana Eka Oktaviantari; Lukman Hakim; Endang Yuniarti
JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice) Vol 3, No 2
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jmpf.108

Abstract

Pharmacy department at Yukum Medical Centre Hospital (IFRS YMC) Central Lampung can not avoid the effects of tight business competition, so it needs to improve the services quality continuously. The purpose of this research was to analyse stakeholder satisfaction of pharmacy department services, and to formulate strategies to increase the stakeholder satisfaction. This research was a descriptive study with qualitative and quantitative data. Qualitative data were obtained by in-depth interviews, whereas quantitative data were acquired using questionnaires to measure satisfaction of stakeholder and pharmacy department staffs. The internal and external environments were analyzed, followed by SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) analysis. The result was used as data to formulate strategies followed by Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) test to sequence priorities of the chosen strategies as strategy development of IF RSYMC Central Lampung. The result stated that IFRS YMC Central Lampung had bigger opportunities (average score=1.36) than threats (1.27), and had smaller strengths (1.69) than weaknesses (1.73). The priority of alternative strategies based on QSPM test was developing technologies to support services, following national or international accreditation for hospitals, improving the capacity and quality of human resources in IFRS, and formulating a written standard operating prosedure to whole service in IFRS YMC Central Lampung.Keywords : SWOT analysis, QSPM test, Pharmacy Department,
Penggunaan Antikoagulan Pada Pasien Covid-19 di RS PKU Muhammadiyah Bantul Periode Maret 2020 - Maret 2021 Iin Ike Ardiani; Woro Supadmi; Endang Yuniarti
Majalah Farmaseutik Vol 18, No 4 (2022): in press
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v18i4.78638

Abstract

Covid-19 menyebabkan meningkatnya nilai D-Dimer. Penatalaksanaan terapi Covid19 menggunakan antikoagulan, antikoagulan mempunyai efek samping perdarahan yang harus dipantau seperti epistaksis, hematuria, hematoma, gingivitis, dan melena. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakteristik pasien, ketepatan regimen terapi Invicloth dan Lovenox, perbaikan kondisi pasien dan efek samping berdasarkan respon klinis, hubungan antara ketepatan regimen terapi dengan perbaikan kondisi klinis pasien dan kejadian efek samping antikoagulan. Jenis penelitian deskriptif-analitik dengan rancangan cohort, pengambilan data secara retrospektif. Data yang diambil adalah rekam medik pasien dewasa yang terdiagnosis terkonfirmasi Covid-19. Sampel yang diambil adalah semua pasien terkonfirmasi Covid-19 yang menggunakan antikoagulan Invicloth dan Lovenox selama periode Maret 2020-Maret 2021 dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang diambil meliputi usia, jenis kelamin, diagnosis Covid-19 atau bersama komorbid lain, data klinis, data obyektif dan subyektif, lama rawat inap serta data profil penggunaan antikoagulan. Perbaikan klinis yang diamati berupa DDimer, trombosit, Hb, dan APTT/PTT. Data dianalisis univariat dan bivariat untuk mengetahui hubungan antara ketepatan regimen terapi dengan perbaikan klinis dengan chi-square. Hasil penelitian menunjukkan 75 pasien memenuhi kriteria inklusi. Pasien laki-laki lebih banyak 61.3%. Usia ≤ 60 tahun adalah usia yang paling tinggi 73.4%. Invicloth digunakan paling sering 90.7%, Lovenox 9.3%. Lama penggunaan Invicloth dan Lovenox < 7 hari 62.6%. Distribusi pasien kebanyakan dengan komorbid 66.6%, terbesar Diabetes Melitus 20%. Efek samping Invicloth muncul trombositopenia 3 orang(4%), anemia 9 orang (12%) dan adanya perdarahan (BAB diare berdarah 2,6% dan muntah darah 1,3%), sedangkan Lovenox 16% (nilai APTT tinggi namun tidak tampak tanda perdarahan pada pasien). Pasien membaik 80%. Ketepatan regimen Invicloth 72% dan Lovenox 2,6%. Rata-rata D-Dimer saat pemeriksaan awal 1.156 ng/mL (nilai normal D-dimer < 0.5 ng/mL) sedangkan pemeriksaan akhir rata-rata 0.58 ng/mL. Hubungan ketepatan regimen antikoagulan dengan perbaikan klinis dan efek sampingnya diuji secara chi-square didapat D-dimer p=0.626, trombosit p=1.00, Hb p=0,49, APTT/PTT p=1,00, dan efek samping antikoagulan p=0.259, dimana p> 0.05. Tidak ada hubungan antara ketepatan regimen antikoagulan dengan perbaikan klinis pasien dan efek samping antikoagulan.