cover
Contact Name
Shita Dewi
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jkki.fk@ugm.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
ISSN : 2089 2624     EISSN : 2620 4703     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 1 (2017)" : 7 Documents clear
Evaluasi Program Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Infeksi Daerah Operasi Pasca SC di Departemen Obsgin RSCM Surahman Hakim
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.101 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v6i1.29003

Abstract

ABSTRACTBackground: Surgical Site Infection (SSI) is one of the complication of surgery that disturbing, both in the patient nor the doctor and the hospital as a health care provider. There is an increased incidence of SSI post-Cesarian Section in the Department of Obstetric and Gynecology in August 2014 ie from the range of 0.16% - 0.33% to 2.32%, whereas RSCM standard should not be more than 2%. The hospital has made several efforts in the prevention program of outbreak SSI post-Cesarian Section by some parties concerned, namely the Committee on Hospital Infection Prevention (PPIRS) by IPCN (Infection Prevention Control Nurse).Method: This study uses a realist evaluation with context, mechanism, and outcome. The data is collected by interviews and focus group discussions with related parties as well as conducting a document review and observations. The results of the study were analyzed using content analysis.Result. Using the hypothesis of C-M-O, that the context is correct, however IPCN and infrastructure in operating rooms also provide a big influence in overcoming the problem of IDO, to decrease the incidence of SSI and increased compliance. Conclusion. The program succeeded in reducing the incidence of SSI with an improved C-M-O. Keywords: Surgical Site Infection (SSI), context, mechanism, outcome, realist evaluation ABSTRAKLatar belakang: Infeksi Daerah Operasi (IDO) merupakan salah satu komplikasi tindakan operasi yang sangat mengganggu, baik dari sisi pasien maupun dokter dan rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan. Terjadi peningkatan insiden IDO pasca-SC di Departemen Obstetri dan Ginekologi pada bulan September 2014 yaitu dari kisaran 0,16% - 0,33% menjadi 2,32%, sedangkan ambang di RSCM tidak boleh lebih dari 2%. Rumah sakit telah melakukan beberapa upaya dalam program penanggulangan KLB IDO pasca-SC oleh beberapa pihak yang terkait, yaitu Panitia Penanggulangan Infeksi di Rumah Sakit (PPIRS) oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse).Metode: Penelitian ini menggunakan metode realist evaluation dengan pola context, mechanism, dan outcome. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan FGD kepada pihak terkait serta melakukan telaah dokumen dan observasi. Hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis isi.Hasil: Dengan menggunakan hipotesis C-M-O, bahwa context sudah tepat, mechanism selain peran IPCN, sarana dan prasarana di ruang-ruang operasi juga memberikan andil yang cukup besar dalam penanggulangan masalah IDO, danoutcome terjadi penurunan angka kejadian IDO dan peningkatan kepatuhan.Kesimpulan: Program berhasil menurunkan kejadian IDO dengan C-M-O yang sudah disempurnakan. Kata Kunci: IDO, context, mechanism, outcome, realist evaluation
Ada Apa dengan Evaluasi ? Shita Dewi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jkki.v6i1.28999

Abstract

Evaluasi merupakan salah satu kata yang paling sering disebut-sebut dalam pembahasan tentang perencanaa, kebijakan mau pun implementasi program. Namun seberapa sering sebenarnya ‘evaluasi’ dilakukan? Apakah cara evaluasi yang digunakan sudah tepat untuk mengukur kinerja yang diharapkan? Apakah hasil evaluasi sungguh-sungguh dimanfaatkan untuk kepentingan perencanaa, kebijakan dan imlementasi program selanjutnya?Evaluasi muncul sebagai konsep untuk menjelaskan pentingnya informasi yang dikumpulkan secara sistematis untuk memberi masukan dan umpan balik bagi suatu program atau kebijakan. Kuncinya adalah “sistematis” dan “memberi masukan dan umpan balik”. Tidak soal bagaimana metode evaluasi yang digunakan, ia hanya akan berarti bila berhasil memberi masukan dan umpan balik yang berguna untuk perbaikan perencanaa, kebijakan, program mau pun implementasinya.Terdapat beberapa strategi evaluasi yang dapat dipilih, misalnya evaluasi dengan model scientific- experiment, model management-oriented system, model qualitative anthropological, dan model participant- oriented. Adakah strategi yang lebih baik antara satu dan lainnya? Tentu saja tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Namun pada umumnya, kebanyakan orang menggunakan kombinasi dari dua atau lebih dari strategi-strategi yang tersedia, karena masing-masing menawarkan keunggulan yang bisa berguna bagi evaluasi yang akan dilakukannya.Kita memahami dua tipe evaluasi yaitu evaluasi formative dan evaluasi summative yang secara sederhana dibedakan dari kapan evaluasi tersebut dilakukan. Beberapa contoh evaluasi formative adalah need assessment, implementation evaluation atau process evaluation. Sementara beberapa contoh evaluasi summative adalah outcome evaluation, cost-effectiveness dan meta analysis.Artikel-artikel terpilih pada edisi ini semuanya mengusung tema evaluasi, yang dilakukan dengan berbagai cara. Evaluasi yang dilakukan mencakup evaluasi terhadap manajemen pengelolaan dana, evaluasi mutu pelayanan tertentu di rumah sakit, evaluasi program berbasis masyarakat, evaluasi persepsi terhadap paket pembayaran yang diterima, evaluasi pengelolaan sampah sampai evaluasi penanggulangan outbreak infeksi. Ini membuktikan bahwa evaluasi dapat dilakukan untuk segala hal dan dalam berbagai bentuk dan pendekatan. Namun pertanyaan selanjutnya adalah: seberapa banyak dampak yang dihasilkan dari hasil evaluasi ini terhadap perbaikan perencanaan, kebijakan, program mau pun implementasinya di masing-masing kasus yang diangkat? Hal ini tentu saja tergantung pada validitas evaluasi yang dilakukan dan kemampuan penelitinya menterjemahkan dan mengkomunikasikan hasil evaluasi ini menjadi usulan praktis yang diterima oleh pengambil keputusan. Proses “menterjemahkan dan mengkomunikasian” inilah yang memerlukan perhatian lebih lanjut dari peneliti.Jelas bahwa kecakapan melakukan evaluasi saja tidak cukup. Kecakapan melakukan evaluasi dapat ditempa dari pengalaman melakukan berbagai jenis evaluasi, jadi jangan membatasi diri dengan hanya terpaku pada satu metode evaluasi. Namun kecapakan menterjermahkan dan mengkomunikasikan hasil evaluasinya sehingga menjadi masukan yang berguna dan dipakai oleh pengambil keputusan merupakan kecakapan yang perlu kita mulai bangun dengan memiliki strategi komunikasi dan advokasi yang mumpuni.Selamat membaca.Shita DewiPusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rawat Inap Ulang Pasien Skizofrenia pada Era Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Pemda DIY Suri Herlina Pratiwi; Carla Raymondalexas Marchira; Julita Hendrartini
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.276 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v6i1.29005

Abstract

ABSTRACTBackground: The implementation of National Health Insurance (JKN) applies a quality and cost control system services aimed at improving the efficacy and effectivity of health insurance with managed care principle. Readmission is used as an indicator for effectivity and technical competence of a hospital. The increasing cases of readmission, specifically in schizophrenia patients, leads to an increase in health care costs in the hospital. The aim of this study is to know the determinant factors of readmission of schizophrenia patients.Methods: This study was a non-experimental research using a case control study plan. The study was conducted in Grhasia Mental Hospital. The samples were 53 groups of readmission and 53 group of non-readmission. The respondents were the schizophrenia patients and their caregivers. The data collecting used questionnaire and in-depth interview.Result: Bivariate analysis showed the incidence of readmission of schizophrenia patients to some risk factors as follows: (1) Marriage OR 2.822; CI95% 1.082 – 7.630; p-value 0.018; (2) Work OR 2.709; CI95% 1.063 – 7.106; p-value 0.021; (3) Medication Adherence OR 14.692; CI95% 5.245 – 42.221; p-value <0.001; (4) Caregiver Level of Knowledge OR 8.571; CI95% 2.213 – 47.927; p-value 0.0003. Multivariate analysis showed that risk factors affecting incidence of readmission of schizophrenic patients are medication adherence (OR13.556, CI95% 5.037 - 36.480; p-value <0.001) and caregiver level of knowledge (OR 7.175; CI95% 1.628 – 31.605; p-value 0.009).Conclusion: Determinant factors of the readmission of schizophrenia patients are the lack of medication adherence of the patients and caregiver’s lack of knowledge. Demographic factors (age, gender, marital status, education, and job) and ownership of health insurance are not statistically significant to the readmission of schizophrenia patients. Keywords: schizophrenia, readmission, medication adherence, caregiver level of knowledge, national health insurance ABSTRAKLatar Belakang: Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menerapkan sistem kendali mutu dan biaya pelayanan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas jaminan kesehatan dengan prinsip managed care. Readmission sebagai dimensi mutu efektivitas dan kompetensi teknis rumah sakit. Meningkatnya kasus readmission pasien skizofrenia di rumah sakit meningkatkan biaya pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rawat inap ulang (readmission) pada pasien skizofrenia.Metode: Penelitian ini merupkan studi non eksperimental menggunakan rancangan case control study. Penelitian dilakukan di RSj Grhasia. Jumlah sampel 53 pasien kelompok readmission dan 53 pasien pada kelompok non readmission. Responden penelitian ini adalah pasien skizofrenia dan caregiver. Pengumpulan data dengan kuesioner dan wawancara mendalam.Hasil: Analisis bivariat menunjukkan kejadian readmission terhadap faktor resiko perkawinan diperoleh nilai OR 2,822, CI 95% 1,082-7,630, p-value 0,018; pekerjaan diperoleh nilai OR 2,709, CI 95% 1,063-7,106, p-value 0,021; kepatuhan minim obat diperoleh nilai OR 14,692, CI 95% 5,247-42,221, p-value <0,001; tingkat pengetahuan caregiver diperoleh nilai OR 8,571, CI 95% 2,213-47,927, p-value 0,0003. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian readmission pasien skizofrenia adalah kepatuhan minum obat (OR 13,556, CI 95% 5,037-36,480, p-value <0,001) dan tingkat pengetahuan caregiver (OR 7,175, CI 95% 1,628- 31,605, p-value 0,009).Kesimpulan: Faktor-faktor yang mempengaruhi readmission pasien skizofrenia adalah kepatuhan minum obat dan tingkat pengetahuan caregiver. Faktor demografi (usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan pekerjaan) tidak bermakna secara statistik terhadap readmission pasien skizofrenia. Kata Kunci: skizofrenia, readmission, kepatuhan minum obat, pengetahuan caregiver, jaminan kesehatan.
Evaluasi Pengelolaan Sampah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Hadji Boejasin Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan Fadhilah Rahman; Sarto Sarto; Susi Iravati
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.204 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v6i1.29000

Abstract

ABSTRACTBackground: The hospital was a health-care facility for public services, a gathering place for sick people or healthy people who allowed environmental pollution, health problems or may be spread of disease transmissions. The existence of health care facilities also can have negative impacts on the environment and surrounding communities, especially when the waste/garbage service facilities was not maintained properly. According to the annual report of the General Hospital of Hadji Boejasin Pelaihari in 2010, the number of patients has increased significantly which will also affect the amount of waste generated either medical waste or waste nonmedical.Objectives: To evaluate the existing waste management activities at the General Hospital of Hadji Boejasin Pelaihari.Methods: Descriptive research on qualitative and quantitative approach with the main objective to create an objective overview of waste management situation objectively. Data analysis was done by using annotations, all data/sources examined and evaluated together so that all of the findings in this study was combination of a different variety of information. Data analysis was performed by analysis of transcript questionnaires, followed by analysis of the observation checklist.Results: Waste management activities in the operational techniques were that phase segregation still existed on where medical waste contents mixed with a kind of other trash, garbage collected to inpatient, transporting medical waste and garbage nonmedical combined with three-wheel motorcycle to the polls, medical waste that was collected on the spot temporary shelter while nonmedical trash dumped into landfills. Cleaners who has not been trained about hospital waste management, as well as fixed procedures (SOP), did not exist in a guideline for the janitor on waste management.Conclusion:The waste management and disposal in General Hospital Hadji Boejasin has been in accordance with applicable regulations, so it required reformation to make better. Keywords: Pengelolaan sampah, RSUD ABSTRAKLatar Belakang: Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan untuk pelayanan umum, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan atau dapat menjadi tempat penyebaran penularan penyakit. Adanya saranalayanan kesehatan juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar, terutama bila limbah/ sampah sarana layanan tersebut tidak dikelola dengan benar. Peningkatan jumlah pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Hadji Boejasin Pelaihari akan mempengaruhi jumlah timbulan sampah yang dihasilkan baik itu sampah medis maupun sampah nonmedis.Tujuan:Untuk mengevaluasi kegiatan pengelolaan sampah yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Hadji Boejasin Pelaihari.Metode: Jenis penelitian deskriptif dengan metode pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Analisa data dilakukan dengan teknik penjelasan. Data dievaluasi disajikan dengan narasi maupun dalam bentuk tabel. Selanjutnya dianalisa untuk mengetahui sejauhmana kesesuaian antara keadaan seharusnya dengan kenyataan yang didapat pada pengelolaan sampah yang ada di RSUD Hadji Boejasin.Hasil Penelitian: Kegiatan pengelolaan sampah pada teknik operasional yaitu tahap pemilahan masih ada tempat sampah medis yang isinya bercampur dengan jenis sampah lain, sampah dikumpulkan diantara ruang rawat inap, pengangkutan sampah medis dan sampah nonmedis digabung dengan menggunakan kendaraan roda tiga ke TPS, sampah medis dikumpulkan pada tempat penampungan sementara sedangkan sampah nonmedis dibuang ke tempat pembuangan akhir. Tenaga kebersihan yang ada belum pernah dilatih tentang pengelolaan sampah rumah sakit,begitu juga dengan prosedur tetap (SOP) yang merupakan pedoman bagi petugas kebersihan dalam pengelolaan sampah belum ada.Kesimpulan: Pengelolaan dan penanganan sampah yang ada di RSUD. Hadji Booejasin secara umum masih belum sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga masih perlu pembenahan yang lebih baik lagi. Kata kunci: Pengelolaan sampah, RSUD
Pengelolaan Sisa Lebih Dana Kapitasi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah (Monitoring dan Evaluasi Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia) M Faozi Kurniawan; Budi Eko Siswoyo; Aulia Novelira; Dedik Sulistiawan; Wan Aisyah; Welly Gadistina; Golda Kurniawati
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (102.5 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v6i1.29001

Abstract

ABSTRACTBackground: During the two years of implementation of the National Health Insurance (JKN), many national and district regulations have been published and revised. However, there is no clear regulation in the management of unutilized capitation fund. The high actual capitation in line with the low utilization ratio, which means it could potentially lead unutilized capitation. Financial management in the district that has not been integrated with unutilized capitation become a challenge for the Puskesmas to accommodate the operational requirements of service.Objective: To analyze the potential and the management of unutilized capitation of JKN program at the Puskesmas and its determinant factorsMethod: This is a case study using cross sectional design and implementation research approach. A total of 492 samples in 13 regionals and 26 districts were selected using multistage random sampling. Primary data were collected through series of interviews and FGDs using a standardized questionnaire. Variables that become secondary data (2014-2015) were collected from Puskesmas and BPJS Kesehatan database. Qualitative data were analyzed using thematic approach and quantitative data were analyzed descriptively and analytically using test for comparison and correlation.Result: Allocation in the utilization of capitation funds, distribution of membership, geographical aspects, service time, the ratio of doctors to the participants, contact rate, total revenue from the Puskesmas have correlation to the unutilized capitation and performance indicators. Planning, budgeting, and disbursement of unutilized capitation follow the budget mechanism of APBD, either early budget document or the mid-year budget document; so it can not be used directly by Puskesmas without submission, reconciliation, and the budget approval from the district government. Nevertheless, the majority of Puskesmas do not manage unutilized capitation because there are no local regulations and technical guidelines for managing unutilized capitation fund.Conclusion: Intervention should consider the variables that had a significant correlation value, both on unutilized capitation and performance indicators. It is necessary to evaluate the fund channeling; and also the strengthening of the regulation should also be followed by optimizing the role BPJS Kesehatan, Health Office, and other stakeholders to support the implementation of the concept of strategic purchasing. Keywords: unutilized fund, capitation, JKN ABSTRAKLatar Belakang: Selama dua tahun penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), banyak regulasi nasional dan daerah yang telah diterbitkan dan direvisi. Walaupun demikian, belum ada kejelasan regulasi dalam pengelolaan sisa lebih kapitasi. Tingginya kapitasi aktual sejalan dengan rendahnya rasio utilisasi yang pada akhirnya berpotensi menimbulkan sisa lebih kapitasi. Belum terintegrasinya pengelolaan keuangan daerah dan sisa lebih dana kapitasi menjadi tantangan Puskesmas untuk mengakomodir kebutuhan operasional pelayanan.Tujuan: Menganalisis potensi dan pengelolaan sisa lebih kapitasi JKN di Puskesmas beserta faktor-faktor determinannya.Metode: Studi kasus dengan rancang bangun cross sectional ini menggunakan pendekatan riset implementasi. Sejumlah 492 sampel dari 13 regional dan 26 kabupaten/ kota ditentukan secara multistage random sampling. Data primer dikumpulkan melalui serangkaian wawancara dan FGD menggunakan kuesioner terstandar. Variabel yang menjadi data sekunder (2014-2015) dikumpulkan dari Puskesmas dan BPJS Kesehatan. Data kualitatif dianalisis dengan pendekatan tematik, sementara data kuantitatif dianalisis secara deskriptif dan analitik menggunakan uji komparasi dan uji korelasi.Hasil: Alokasi pemanfaatan dana kapitasi, distribusi kepesertaan, aspek geografis, waktu pelayanan, rasio dokter terhadap peserta, angka kontak, total penerimaan Puskesmas berkorelasi terhadap sisa lebih dana kapitasi dan capaian indikator komitmen pelayanan. Perencanaan, penganggaran, dan pencairan sisa lebih dana kapitasi mengikuti mekanisme APBD baik induk maupun perubahan; sehingga tidak dapat digunakan secara langsung oleh Puskesmas tanpa pengajuan, rekonsiliasi, dan pengesahan dokumen anggaran dari Pemda. Walaupun demikian, sebagian besar Puskesmas belum mengelola sisa lebih dana kapitasi karena tidak ada Peraturan Daerah dan pedoman teknis pelaksanaan.Kesimpulan: Intervensi dapat mempertimbangkan variabel yang memiliki nilai korelasi signifikan, baik terhadap sisa lebih dana kapitasi dan capaian komitmen pelayanan. Selain perlu adanya evaluasi fund channeling; penguatan regulasi sebaiknya juga diikuti dengan optimalisasi peran BPJS Kesehatan, Dinkes, dan stakeholder lainnya untuk mendukung penerapan strategic purchasing. Kata Kunci: sisa lebih, kapitasi, JKN
Persepsi Bidan Praktek Mandiri terhadap Paket Persalinan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam Keberlanjutan Kerjasama menjadi Provider dalam Jejaring Dokter Keluarga di Kota Bengkulu Siti Solekah; Mohammad Hakimi; Mora Claramita
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.089 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v6i1.29002

Abstract

ABSTRACTBackground: Maternal deaths as a global public health problem and urgent to be addressed through the launch of the Safe Motherhood program. UN Resolution on universal health coverage (Universal Health Coverage) is an important resolution and urged all countries to develop a health system with equitable access and affordable cost. This is one of the programs to reduce MMR and IMR. Based on research in three countries, namely Burkina Faso, Ghana and Tanzania also had a strong effort to improve the quality of maternal and neonatal health (MNH) In addition, these three countries are also striving to improve the performance and motivation of the provider. In Indonesia, according to Ministry of Health Decree No. 59 Year 2014 About the standard of health care, require midwives in cooperation with BPJS through a network of family doctors who have been appointed to make the deal as one of the Government's aim to improve maternal and child health (MCH).Methods: This study is a qualitative research design of phenomenology. Data collection is carried out by the method of in depth review or directly using the guidelines of unstructured interviews, and open questions midwives practice independently as a unit of analysis. Samples or informants taken up to a certain saturation or have reached sufficient number until there is no more data that needs to be explored. Triangulation of data include interview with the chairman of the Indonesian Midwives Association (IBI). Midwife verifiers and family doctor.Results: The results showed that midwives have a bad perception of the delivery package BPJS today. The reason is partly that the mechanism of the claims made package, complicated claim procedures and disbursement process long and low birth rates. So the motivation BPM in cooperation with the current BPJS is relatively small. The phenomenon that researchers have found that there are several midwife, although still tied to cooperation with BPJS but not serving patients with BPJS. Other phenomena that is the BPM want to directly contracted by with BPJS without a network of family doctors. This is due to lack of socialization of BPJS for strengthening primary care program that is currently being initiated by the government.Conclusions: The perception of Independent Midwife Practice against BPJS delivery package is still bad. Although the objective of the government is quite good, but there is still need for evaluation and dissemination as an effort to strengthen the primary care for BPM in the sustainability of cooperation in networks of family doctors in the hope that the package delivery mechanism is not paid in package and increase of the delivery service tarif rates between 800 thousand to 1.5 million IDR. Keywords: Independent Midwife Practice, Delivery Package, BPJS ABSTRAKLatar Belakang: Kematian ibu sebagai masalah kesehatan masyarakat global dan mendesak untuk segera ditanggulangi melalui peluncuran program Safe Motherhood. Resolusi PBB pada cakupan kesehatan universal (Universal Health Coverage) pada bulan desember 2012, yang menggaris bawahi bahwa UHC merupakan resolusi yang penting dan mendesak pada semua negara untuk mengembangkan system kesehatan dengan akses yang adil dan biaya yang terjangkau. Hal ini merupakan salah satu program untuk menurunkan AKI dan AKB. Berdasarkan penelitian di tiga Negara yaitu Burkina Faso, Ghana dan Tanzania juga memiliki upaya yang kuat untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan bayi (MNH) Selain itu ketiga negara tersebut juga berjuang untuk meningkatkan kinerja dan motivasi para provider. Di Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014 Tentang standar pelayanan kesehatan, mewajibkan para bidan bekerjasama dengan BPJS melalui jejaring dokter keluarga yang telah ditunjuk untuk membuat kesepakatan sebagai salah satu tujuan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA).Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan fenomenologi,. Pengambilan data dilaksanakan dengan metode wawancara mendalam secara langsung menggunakan pedoman wawancara tidak terstruktur, dan pertanyaan terbuka kepada para bidan praktek mandiri sebagai unit analisis. Sampel atau informan di ambil sampai dengan saturasi tertentu atau telah mencapai kecukupan hingga tidak ada lagi data yang perlu digali. Sebagai triangulasi yang dipilih antara lain ketua IBI, Bidan Koordinator/verifikator dasar dan Dokter keluarga.Hasil: Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa para bidan memiliki persepsi yang buruk terhadap paket persalinan BPJS saat ini. Meskipun jumlah paketnya lebih besar dari Jampersal, namun tidak semua paket bisa diklaimkan. Penyebabnya antara lain yaitu mekanisme klaim yang dibuat perpaket, prosedur klaimnya rumit dan proses pencairannya lama serta rendahnya tarif persalinan. Sehingga motivasi Bidan Praktek Mandiri (BPM) didalam kerjasama dengan BPJS saat ini relatif kurang. Fenomena yang peneliti temukan yaitu ada beberapa bidan yang meskipun masih terikat kerjasama dengan BPJS tetapi tidak melayani pasien persalinan dengan BPJS. Hal ini terkait dengan rumitnya prosedur paket persalinan BPJS sehingga bidan enggan untuk mengklaim ke BPJS. Fenomena lainnya yaitu para BPM ingin bisa langsung bekerjasama dengan BPJS tanpa melalui jejaring dokter keluarga. Hal ini akibat kurangnya sosialisasi dari BPJS untuk program penguatan layanan primer yang saat ini sedang dicanangkan oleh pemerintah.Kesimpulan: Persepsi Bidan Praktek Mandiri terhadap paket persalinan BPJS masih buruk. Untuk keberlanjutan menjadi provider di dalam jejaring dokter keluarga para BPM masih ingin tetap melanjutkan namun dengan harapan agar mekanisme paket persalinan tidak di buat perpaket dan ada peningkatan tarif persalinan antara 800 ribu sampai 1.5 juta rupiah. Kata Kunci: Persepsi, Bidan Praktek Mandiri, Paket Persalinan, BPJS
Pembiayaan Kesehatan Operasional Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat Andri Satriadi Firmana; Mubasysyir Hasanbasri; Susi Irawati
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (99.795 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v6i1.25334

Abstract

ABSTRACTBackground: 2015 is known as the last year from the worldwide agenda called Millennium Development Goals (MDGs). One of amongst MDGs pledge is to ensure environmental sustainability, which aimed to reduce the proportion of the population without sustainable access to safe drinking water and basic sanitation to halves (Goal 7, Target 7C). The condition in West Sumbawa Regency shows that the implementation of Community-Based Total Sanitation had not fulfilled its five pillars due to limited funding resources.Goals: To understand the funding mechanism of Community- Based Total Sanitation program under the Health Department of West Sumbawa RegencyResearch Method: This research classified as descriptive research with qualitative method and the case study design to describe the program financing of the Community-Based Total Sanitation Program under the Health Department of West Sumbawa Regency. The sampling is purposive sampling method and; in depth interview and document review are used to collect the data.Result: The STBM program under the Health Department are successfully conducted, as shown by the 100% realization of the funds utilization in which most of the fund allocated to the triggering workshop. The establishment of program priority based on the health department’s strategic plan, minimum service standard (IPM), and MDGs whereas the program related to people’s life expectancies to increase the regency’s Human Development Index. The commitment of the regency’s health department was well realized, however the commitments of regency’s inter-related department to CBTS are lacking. The program coverage until this research published, is dwelling on first pillar with ownership of toilet beyond 70% and access to toilet reached 90%.Conclusion: Coordination between related departments needed further enhancement despite the different nature of task, function and program given; in which designed to resolve sanitation and environmental problem in West Sumbawa Regency. Keywords: Health Financing, Community Based Total Sanitation (STBM) ABSTRAKLatar Belakang: Tahun 2015 adalah akhir dari agenda program Millenium Development Goal (MDGs). Salah satu tujuan dari kesepakatan MDGs adalah menjamin keberlanjutan lingkungan, dimana salah satu sasaran utamanya megurangi separuh dari proporsi penduduk yang belum memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar (tujuan 7 target 10). Pelaksanaan STBM di Kabupaten Sumbawa Barat belum tercapai sampai lima pilar, disebabkan oleh keterbatasan dana pembiayaan program.Tujuan: Untuk mengetahui pembiayaan program sanitasi total berbasis masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat.Metode: Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode kualitatif dan rancangan studi kasus untuk menggambarkan Pembiayaan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Metode pengumpulan data diperoleh dengan wawancara mendalam (in depth interview), dan Telaah Dokumen.Hasil: Program STBM di Dinas Kesehatan sudah berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari pemanfaatan pembiayaan yang terealisasi 100% dan sebagian besar digunakan untuk pelatihan pemicuan. Penetapan prioritas program mengacu kepada renstra dinas kesehatan dinas kesehatan, juga SPM dan MDGs yang dimana programnya berkaitan dengan Umur Harapan Hidup untuk meningkat IPM Kabupaten. Komitmen di dinas kesehatan sudah berjalan dengan baik, akan tetapi komitmen dengan dinas yang terkait STBM masih kurang baik. Cakupan program STBM sampai dengan saat ini masih di Pilar I dengan kepemilikan melebihi 70% dan akses terhadap penggunaan jamban mencapi 90%.Kesimpulan: Koordinasi yang ada antara dinas terkait harus ditingkatkan dan dibangun lebih baik lagi meskipun tugas dan fungsi dan program yang dilaksanakan berbeda, tetpai mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk memperbaiki sanitasi dan lingkungan di Kabupaten Sumbawa Barat. Kata Kunci: Pembiayaan Kesehatan, Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.

Page 1 of 1 | Total Record : 7