cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota palu,
Sulawesi tengah
INDONESIA
Legal Opinion
Published by Universitas Tadulako
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 386 Documents
TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) SURIYANTO, TEGUH
Legal Opinion Vol 3, No 3 (2015)
Publisher : Legal Opinion

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemeriksaan suatu perkara perdata dimulai pada tingkat Pengadilan Negeri, kemudian pengadilan negeri yang memeriksa, lalu menjatuhkan putusannya, dan bilamana ada salah satu pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri tersebut, maka ia dapat mengajukan upaya banding pada tingkat pengadilan tinggi. Bilamana pemeriksaan banding telah menjatuhkan putusan lalu masih ada pihak merasa tidak puas atas putusan tersebut, maka ia dapat mengajukan permohonan pada tingkat kasasi kepada Mahkamah Agung. Berdasar pada putusan Mahkamah Agung inilah putusan hakim memperoleh kekuatan hukum yang tetap/pasti (inkracht van gewijsde). Adapun data yang diperoleh dilakukan dengan cara menelaah hukum acara perdata serta publikasi ilmiah dan sumber lainnya yang ada relevanasinya dengan permasalahan tersebut. Untuk melengkapi data yang diperoleh dilakukan wawancara dengan berbagai pihak antara lain hakim, panitera, pengacara/penasehat hukum dan pihak-pihak lain yang berkenaan dengan permasalahan eksekusi. Kata Kunci : Kendala-Kendala Eksekusi Yang Telah Inkracht.
PERLINDUNGAN HAK CIPTATERHADAP PATUNG BALI SEBAGAI KARYA TRADISIONAL MASYARAKAT ADAT BALI INDRAWATI, NI WAYAN
Legal Opinion Vol 3, No 3 (2015)
Publisher : Legal Opinion

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini mengangkat 2 (dua) rumusan masalah yaitu mengenai bagaimanakah pelaksanaan UUHC No.19 tahun 2002 berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap patung Bali sebagai karya tradisional masyarakat adat Bali dan apa sajakah kendala pelaksanaan UUHC No.19 tahun 2002 terhadap patung Bali sebagai karya tradisional masyarakat adat Bali ?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan UUHC No.19 tahun 2002 berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap patung Bali sebagai karya tradisional masyarakat adat Bali dan untuk mengetahui kendala dari pelaksanaan UUHC No.19 tahun 2002 terhadap patung Bali sebagai karya tradisional masyarakat adat Bali. Metode yang di gunakan yaitu metode analisis yuridis normatif yaitu, penelusuran kepustakaan berupa penelusuran berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan HAKI dan Studi kepustakaan yaitu berupa pengumpulan bahan hukum melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari buku-buku atau literatur-literatur yang berhubungan dengan judul dan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Adapun hasil dan pembahasannya yaitu dalam perlindungan hukum HKI khususnya hak cipta bersifat otomatis apabila telah terdaftar di Direktorat Jendral HKI maka secara otomatis telah mendapatkan perlindungan hukum yang pasti. Apapun kendalanya yaitu masyarakat adat Bali masih berfikir karya yang mereka hasilkan adalah milik bersama dan selalu merasa bangga kalau dapat mempromosikan bali ke luar negeri tanpa menikmati imbalan dari hasil karya yang mereka ciptakan. Kata Kunci : Perlindungan terhadap Patung Bali.
ASPEK HUKUM PERJANJIAN PINJAM PAKAI ATAS BARANG MILIK PEMERINTAH DAERAH N. SALAM, MUH SIDIK
Legal Opinion Vol 2, No 6 (2014)
Publisher : Legal Opinion

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kedudukan Pemerintah Daerah sebagai badan hukum pubik dalam ketentuan PP No 27 Tahun 2014 dalam pengelolaan barang milik daerah di dasarkan pada pemanfaatan pendayagunaan barang milik daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan (Ketentuan Pasal 1 Angka (12) PP No.27 Tahun 2014).Bertumpu pada frasa pinjam pakai, konsep ini telah lama dikenal dalam hukum perdata sebagaimana disebut dalam Pasal 1740 KUHPerdata bahwa, “Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya”. Sesuai dengan substansi permasalahan hukum yang hendak dikaji dalam penelitian ini, maka penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat “normatif” (Domatik), yakni suatu penelitian yang terutama mengkaji ketentuan-ketentuan hukum positif maupun asas-asas hukum.Gambaran terhadap tulisan ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam hal pembentukan kontrak pinjam pakai atas barang milik daerah, melekatnya organ pemerintah sebagai badan hukum publik (subyek perdata) disatu sisi dalam melakukan tindakan hukum, wajib didasarkan legalitas bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dimana pelaksanaan pra kontraktual meliputi pelaksanaan prosedural yang berlaku, mengingat adanya elemen kebendaan yang dikuasai oleh pemerintah, yang tunduk pada peraturan-peraturan dibidang hukum publik. Dalam hal pelaksanaan kontraktual dalam hal para kontraktan sebagai badan hukum publik (PEMDA), maka unsure syarat sahnya perjanjian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak sepenuhnya berlaku dalam perjanjian pinjam pakai barang milik daerah. Hal-hal lain termasuk didalamnya tentang penuangan penggunaan isi kontrak berkenaan dengan konsep pinjam pakai agar tidak ditafsirkan sama dengan konsep pinjam meminjam, maupun penitipan serta dalam penetapan waktu dan tanpa penetapan waktu serta risiko dalam hal pinjam pakai ini, dirumuskan berdasarkan penundukan dirinya terhadap hal-hal yang diatur dalam KUHPerdata dengan batasan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Kata Kunci : Perjanjian, Pinjam Pakai, Barang Milik Pemerintah Daerah
PENGUJIAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA SIGILIPU, KRISTON
Legal Opinion Vol 2, No 4 (2014)
Publisher : Legal Opinion

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pengujian Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia meliputi antara lain: pertama, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum Ketetapan MPR dalam tata urutan peraturan perundang-undangan. Kedua, mengenai pengujian ketetapan MPR yang masih berlaku dan lembaga mana yang berwenang menguji Ketetapan MPR yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketiga, metode penelitian adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Keempat, hasil penelitian terungkap bahwa kedudukan hukum ketetapan MPR dalam sistem hukum nasional adalah berada setingkat dibawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan set dan DPR sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003.ingkat berada diatas Undang-Undang. Dengan kedudukan demikian membawa konsekuensi yuridis bahwa secara materil Ketetapan MPR tersebut dapat dilakukan pengujian dengan batu uji Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengujian Ketetapan MPR dilakukan dengan mekanisme legislativ review, dan lembaga yang berwenang melakukan pengujian ketetapan MPR adalah MPR sendiri sebagai pembentuknya sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Kata Kunci : Kedudukan, Ketetapan MPR, Legislatif Review
KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM KELEMBAGAAN LEGISLATIF MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DERMAWAN, MOHAMMAD
Legal Opinion Vol 2, No 4 (2014)
Publisher : Legal Opinion

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Ide awal pembentukan lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) semula dimaksudkan dalam rangka mereformasi struktur parlemen di Indonesia menjadi dua kamar (bikameral) yang terdiri atas DPR dan DPD. Dengan struktur bikameral itu diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan sistem “double-check” yang memungkinkan representasi kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas. Yang satu merupakan cerminan representasi politik di DPR (political representation), sedangkan yang lain mencerminkan prinsip representasi teritorial atau regional (regional representation) di DPD. Eksistensi DPD sebagai salah satu lembaga perwakilan rakyat mengambarkan bahwa dalam parlemen Indonesia terdiri dua majelis atau dua kamar (bicameral system). Penentuan apakah sistem parlemen satu kamar, dua kamar tidak dapat didasarkan pada landasan negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan bentuk sistem pemerintahan, melainkan oleh sejarah ketatanegaraan negara. Pasca amandemen, pemebentukan DPD sebagai lembaga negara yang baru, diatur di dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 22D dan Pasal 22D UUD 1945. Penelitian ini berjudul “Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah Dalam Kelembagaan Legislatif Menurut UUD 1945”, dengan rumusan masalah: Bagaimana kedudukan Dewan Perwakilan Daerah dalam Kelembagaan Legislatif menurut UUD 1945? Tujuan penelitian ini untuk mengetahui untuk mengatahui Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah dalam Kelembagaan Legislatif di Indonesia menurut UUD 1945! Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, Kedudukan Dewan Perwakilan dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia adalah merupakan lembaga negara utama (main state organ) yang disebutkan dan diberikan kewenangannya secara langsung oleh UUD 1945, sehingga kedudukannya sebagai lembaga negara adalah sederajat/sejajar dengan lembaga-lembaga negara konstitusional lainnya. Kedudukan DPD secara kelembagaan adalah wujud representasi daerah yang memperjuangkan aspirasi rakyat yang ada di daerah. Akan tetapi bila melihat kenyataan yang ada maka kedudukan DPD tidak berimbang/sederajat dengan kedudukan DPR. Meskipun kedua lembaga negara tersebut ditentukan secara konstitusional sebagai lembaga legislatif menurut UUD 1945. Namun, ketidak seimbangan itu tetap nampak dari tugas, fungsi dan wewenang yang dimiliki oleh DPD. Kata Kunci : Kedudukan, Dewan Perwakilan Daerah, Legislatif
TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN SURAT KUASA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN REZAH, MOH
Legal Opinion Vol 2, No 4 (2014)
Publisher : Legal Opinion

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah kuasa yang bersifat khusus, tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain selainnya membebankan Hak Tanggungan. Karena dianggap memegang peran penting di dalam pemberian jaminan hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, maka bentuknya pun dibakukan dalam blangko standar sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996. Blangko standar tersebut dibuat sedemikian rupa, memuat unsur-unsur penting sebagaimana dipersyaratkan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan. Dalam hal ini Pejabat Notaris merasa terbelenggu dalam pembuatan SKMHT karena harus mengikuti blangko standar tersebut tidak diperkenankan untuk membuat format sendiri terkecuali janji-janji yang dicantumkan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan. Walaupun demikian untuk pengisiannya tetap diperlukan profesionalitas dari Notaris, mengingat bahwa masa berlakunya SKMHT sangat bervariasi, dapat berlaku selama 1 (satu) bulan, 3 (tiga) bulan bahkan untuk kredit-kredit tertentu Undang-Undang menentukan bahwa SKMHT dapat berlaku sampai dengan masa berlakunya perjanjian kredit. Sebenarnya lebih tepat bilamana untuk kredit-kredit tertentu ditentukan masa berlakunya sampai dengan kredit dilunasi. Mengingat pentingnya masalah penjaminan tanah, maka sudah selayaknya apabila SKMHT tidak diperkenankan untuk disubstitusikan selain itu juga adanya keharusan untuk mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan.   Kata Kunci : Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)
ANALISA PENYELENGGARAAN ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR YAMIN, MUHAMMAD
Legal Opinion Vol 2, No 4 (2014)
Publisher : Legal Opinion

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Transaksi pembiayaan konsumen kendaraan bermotor melibatkan tiga pihak. Pertama, kreditur selaku badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan angsuran kebutuhan konsumen (motor atau mobil) dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala. Kedua, debitur selaku nasabah yang menerima fasilitas pembiayaan dari kreditur guna pembelian kendaraan bermotor. Ketiga, dealer selaku perusahaan yang menyediakan barang kebutuhan konsumen (motor atau mobil) dalam rangka pembiayaan konsumen. Hubungan antara resiko dan asuransi merupakan hubungan yang erat satu dengan yang lain. Dari sisi manajemen resiko, asuransi malah dianggap sebagai salah satu cara yang terbaik untuk menangani suatu resiko. Dalam pasal 246 KUHD memberikan batasan perjanjian asuransi sebagai berikut : Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan meminta suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu. Kata Kunci : Asuransi Kendaraan Bermotor, Hukun Asuransi, Kendaraan
TINJAUAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN JANDA MENURUT KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA AISAH, NUR
Legal Opinion Vol 2, No 4 (2014)
Publisher : Legal Opinion

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Sistem hukum mengenai warisan di Indonesia disebut majemuk, karena ada beberapa sistem hukum yang mengatur hal tersebut. Sistem hukum yang dimaksud adalah hukum adat, hukum islam, hukum barat. Di satu pihak kadang-kadang proses waris mewaris dibelakukan Hukum Islam, di lain pihak juga berlaku Hukum Adat, demikian juga sering memberlakukan Hukum Perdata Barat atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pentingnya hukum kewarisan ini, disebabkan bahwa hukum kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yangsangat penting dalam hidupnya, yang merupakan peristiwa hukum yang lazim disebut meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang yang akibatnya keluarga dekatnya kehilangan seseorang yang dalam hal ini sangat dicintainya sekaligus menimbulkan pula akibat hukum, yaitu tentang bagaimana cara kelanjutan pengurusan hak-hak kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia itu. Penyelesaian dan pengurusan hak-hak dan kewajiban sseseorang akibat adanya peritiwa hukum karena meninggalnya seseorang diatur oleh Hukum Kewarisan. Salah satu yang sampai saat ini belum mendapatkan persamaan pandangan adalah mengenai status janda, apakah janda termasuk ahli waris atau tidak, mengenai hal ini ada sebagian masyarakat adat yang menempatkan janda sebagai ahli waris dari almarhum suaminya, ada pula yang tidak. Namun, sebagai pedoman maka Mahkama Agung telah menempatkan janda sebagai ahli waris meskipun keputusan Mahkamah Agung tersebut bukanlah merupakan suatu keputusan tetap. Kata Kunci : Janda Sebagai Ahli Waris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Putusan Mahkamah Agung
PENYIDIKAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PRODUSEN TERHADAP PRODUK MAKANAN MENGANDUNG KIMIA BERBAHAYA RACHMAT, NUR
Legal Opinion Vol 2, No 4 (2014)
Publisher : Legal Opinion

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Tulisan ini membahas tentang penegakan hukum pidana terhadap penggunaan bahan pengawet makanan yang membahayakan kesehatan seperti, bahan kimia ini tidak diperuntukan sebagai campuran makanan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui proses penyidikan dan pertanggungjawaban pidana dan hambatan-hambatan penyidik Kepolisian dalam melindungi konsumen dari produk makanan yang mengandung bahan kimia. Pertanggungjawaban pidana produsen terhadap produk makanan yang mengandung bahan kimia yang membahayakan kesehatan dan keselamatan konsumen dikategorikan sengaja atau lalai dalam proses produksi produk makanan, hambatan penegakan hukum yaitu faktor hukumnya yaitu lemahnya sanksi terhadap pelanggarnya, proses penanganan masalah berbelit-belit, hukum acara yang berlakupun tidak mudah dimanfaatkan konsumen, kurang profesionalnya para aparatur penegak hukum dan kurangnya koordinasi antar penegak hukum seperti Balai POM, Kepolisian, lebih mengutamakan pemberian sanksi perdata dan administrasi Kata Kunci : Penyidikan, Pertanggungjawaban Pidana, Bahan Kimia
TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT HIDAYAT, NURMAN
Legal Opinion Vol 2, No 4 (2014)
Publisher : Legal Opinion

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang ditanda tangani oleh bank dan debitur, maka tidak ada perjanjian kredit tersebut. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau hubungan hukum antara debitur (berhutang) dan kreditur (pemberi hutang) yang isi mengatur tentang hak dan kewajiaban kedua belah pihak, perjanjian ini biasanya diikuti dengan perjanjian “jaminan penanggungan” (perorangan). Setiap perjanjian kreditur dan debitur, memberikan kepastian hukum untuk pengajuan dan pemberian kredit, maka dalam pemberian kredit tersebut bank selalu meminta jaminan perorangan dan kepada debitur, jaminan yang diminta oleh pihak bank sesuai dengan kredit yang diajukan dan pihak bank juga meminta jaminan penanggungan terhadap utang tersebut, jaminan ini biasanya disebut jaminan perorangan atau melakukan perjanjian dengan pihak ketiga guna demi kepentingan debitur mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya. Jaminan ini timbul dari perjanjian antara kreditur dan pihak ketiga, jaminan penanggung kredit merupakan hak relatif yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu yang terkait dalam perjanjian tersebut dan bertindak sebagai penjamin dalam pemenuhan kewajiban debitur apabila debitur cidera janji (wanprestasi). Tujuan memberikan jaminan penanggungan (perorangan) untuk melindungi kreditur pada resiko kerugian diakibatkan debitur wanprestasi. Dalam hal ini, kedudukan penanggung sama dengan debitur, oleh sebab itu penanggung bisa ditagih untuk membayar utang debitur, akan tetapi tanggung jawab penanggung dalam perjanjian kredit hanya menanggung sebagian utang debitur dari perutangan pokok, artinya bahwa, penanggung tidak mengikatkan diri untuk menanggung atau membayar utang pokok debitur yang wanprestasi. Pihak ketiga atau Penanggung hutang debitur ini dilakukan karena ada hubungan keluarga, hubungan bisnis, atau hubungan pertemanan baik dan saling mempercayai satu sama lain. Kata Kunci : Perjanjian Kreditur dan Debitur, Wanprestasi, Penanggung Hutang

Page 1 of 39 | Total Record : 386