cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Majalah Geografi Indonesia
ISSN : 02151790     EISSN : 2540945X     DOI : -
Core Subject : Science,
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 26, No 1 (2012): Majalah Geografi Indonesia" : 6 Documents clear
TINGKAT KERENTANAN DAN INDEKS KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN BANTARKAWUNG KABUPATEN BREBES Zayinul Farhi; Sudibyakto Sudibyakto; Danang Sri Hadmoko
Majalah Geografi Indonesia Vol 26, No 1 (2012): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1053.497 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13406

Abstract

ABSTRAK Bantarkawung adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Brebes yang sering terjadi bencana tanahlongsor. Oleh karena itu diperlukan pemetaan tingkat kerawanan dan kerentanan serta penilaian indeks kesiapsiagaan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan tingkat kerawanan, menentukan tingkat kerentanan, menilai indeks kesiapsiagaan masyarakat dan menganalisis hubungan tingkat kerawanan dengan nilai indeks kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana tanah longsor.  ABSTRACT Bantarkawung is one of the sub distict in Brebes regency which has many landslide occurences. Therefore, it is necessary to map susceptibility and vulnerability and to value community preparedness index. The aims of this research were to determine landslide susceptibility, determine vulnerability of element at risk (people and settlement) based on susceptibility zone toward landslide disaster, valuate community preparedness index, and analize relationship between susceptibility and community preparedness index toward landslide disaster. 
PENENTUAN TINGKAT KEKERINGAN LAHAN BERBASIS ANALISA CITRA ASTER DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Alfian Pujian Hadi; Projo Danoedoro; Sudaryatno Sudaryatno
Majalah Geografi Indonesia Vol 26, No 1 (2012): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1409.011 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13400

Abstract

ABSTRAK Kekeringan lahan yang melanda suatu daerah menimbulkan dampak yang besar terhadap produktivitas lahan pertanian. Terjadinya kekeringan ini disebabkan oleh defisit air akibat kurangnya hujan yang jatuh, laju infiltrasi air yang tinggi serta jenis tanaman yang tidak sesuai dengan ketersediaan air. Untuk meminimalkan dampak yang terjadi akibat kekeringan lahan maka perlu dilakukan antisipasi dengan mengetahui defisit dan surflus air lahan melalui data curah hujan serta kemampuan tanah menahan air (water holding capasity). Untuk keperluan analisis kekeringan lahan dapat menggunakan citra penginderaan jauh dan neraca air lahan sebagai pengetahuan awal guna perencanaan antisipasi kekeringan lahan sehingga kebutuhan air bagi tanaman dapat terpenuhi setiap saat. Penelitian ini dilakukan di sebagian wilayah Kabupaten Gunung Kidul. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengkaji akurasi berbagai saluran TIR Citra Aster untuk mendapatkan informasi sebaran suhu permukaan, (2) Mengkaji sebaran kekeringan melalui indeks TVDI (Temperature Vegetation Dryness Indeks) yang diekstrak dari suhu permukaan (Land Surface Temperature) dan indeks NDVI. (3) Mengkaji tingkat kekeringan lahan dengan menggunakan metode Thornthwaite-Mather,  (4) Mengkaji pola tanam yang sesuai diterapkan di wilayah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran 13 Citra Aster memiliki akurasi paling tinggi jika dibandingkan dengan saluran 10,11,12, serta 14 Citra Aster karena memiliki selisih paling kecil dengan suhu permukaan lapangan. Berdasarkan analisis RMS difference diperoleh nilai 1,140. Luas sebaran kekeringan berdasarkan indeks TVDI pada seluruh penggunaan lahan dengan tingkat kekeringan tinggi, sedang dan rendah masingmasing melanda daerah seluas 2.922,8 Ha (4,6%), 20.286,16 Ha (32,11%) serta 39.962,72 Ha (63,26%). Dari total luas 2.922,8 Ha lahan yang dilanda kekeringan dengan tingkat kekeringan tinggi (kering/kurang air) seluas 2.069,47 Ha merupakan sawah tadah hujan. Analisis hubungan indeks TVDI dengan kadar lengas tanah menunjukkan hubungan yang tidak terlalu kuat  sebesar 53,7%. Tingkat kekeringan lahan dengan analisis neraca air Thornthwaite-Mather menunjukkan indeks kekeringan (aridity index) berada dalam tingkat kekeringan sedang dan berat. Kekeringan sedang terjadi pada satuan lahan yang terpengaruh stasiun hujan Giriwungu (Panggang), Kedung Keris, Gedangan serta sebagian Playen. Kekeringan berat terjadi pada satuan lahan yang terpengaruh stasiun hujan Wonosari, Tepus dan sebagian Playen.  Pola tanam berdasarkan agroklimat Oldeman dikelompokkan ke dalam pola tanam Padi Gogo (Palawija) -Palawija - Bero, Padi sawah - Palawija - Bero, Palawija – Palawija - Bero. Pola tanam Padi Gogo (Palawija)-Palawija-Bero diterapkan di sawah tadah hujan dan tegalan pada satuan lahan yang terpengaruh stasiun hujan Tepus dan Panggang dengan musim tanam 1 terjadi bulan Oktober–Januari dan musim tanam 2 terjadi pada bulan Februari-Mei, pola tanam Padi Sawah-Palawija-Bero diterapkan di sawah dan sawah tadah hujan pada satuan lahan yang terpengaruh stasiun hujan Wanagama (Playen), Kedung Keris dan Gedangan dengan musim tanam 1 terjadi pada bulan November-Februari dan musim tanam 2 terjadi pada bulan Maret-Juni sedangkan pola tanam Palawija-Palawija-Bero diterapkan di kebun campuran pada satuan lahan yang terpengaruh stasiun hujan Kedung Keris, Panggang, Playen, Gedangan, serta Wonosari untuk sawah tadah hujan dimana musim tanam 1 terjadi pada bulan November-Februari dan musim tanam 2 terjadi pada bulan Maret-Juni.ABSTRACT Dryness of farm knocking over an area to generate big impact to agricultural land productivity. The happening of this dryness because of water deficit as result of lack of falling rain, high water infiltration velocity and crop type which unmatched to water availability. Minimization of Impact to happened as result of dryness of farm hence need to be done anticipation given the deficit and surflus farm water through rainfall data and ability of soil land ground arrest detains water (water holding capasity). For the purpose is required dryness analysis of farm with using remote sensing image and farm water balance as initial knowledge utilized planning of anticipation of dryness of farm so that amount of water required for crop can fufilled every when. This research done in this part of gunung kidul regency, purpose of this research is : (1) Studies accuration various channels TIR image Aster to get information as of land surface temperature (2) Studies of dryness through index TVDI (Temperature Vegetation Dryness Indeks) extract from surface temperature (Land Surface Temperature) and index NDVI. ( 3) Studies level of dryness of farm by using method Thornthwaite-Mather, (4) Studies cropping pattern appropriate is applied in research region. Result of research indicates that channel 13 images Aster had highest accuration if it is compared to channel 10,11,12, and 14 images Aster because having smallest difference with field surface temperature. Based on analysis RMS difference is obtained by value 1,140. Wide as of dryness based on index TVDI at all land use with level of high dryness, knocking over each low and medium area with a width of 2922,8 Ha (4,6%), 20286,16 Ha (32,11%) and 39962,72 Ha (63,26%). From wide total 2922,8 Ha farm knocked over by dryness with level of high dryness (less water) with a width of 2069,47 Ha is wet ricefield dependant to rain. Analysis the relation of index TVDI with soil moisture rate shows rapport that is overweening not equal to 53,7% Level of dryness of farm with water balance analysis Thornthwaite-Mather shows dryness index (aridity index) stays in level of medium dryness and weight. Dryness is happened at land unit affecting station of rain Giriwungu (Panggang), Kedung Keris, Gedangan and some of Playen. Dryness of weight happened at land unit affecting station of rain Wonosari, Tepus and some of Playen. Cropping pattern based on agroklimat Oldeman is grouped into cropping pattern Padi Gogo (Palawija)-Palawija-Bero, Padi Sawah-Palawija-Bero, Palawija-Palawija-Bero. Cropping Pattern (Palawija)-PalawijaBero is applied in wet ricefield dependant to rain and non irigated dry field at land unit affecting station of rain Tepus and Panggang with planting season 1 happened OktoberJanuary and planting season 2 happened in Februari-May, cropping pattern Padi SawahPalawija-Bero is applied in rice field and wet ricefield dependant to rain at land unit affecting station of rain Wanagama ( Playen), Kedung Keris and Gedangan with planting season 1 happened in November-February and planting season 2 happened in Maret-Juni while cropping pattern Palawija-Palawija-Bero is applied in blend garden at land unit affecting station of rain Kedung Keris, Gedangan, Playen, and Wonosari for wet ricefield dependant to rain where planting season 1 happened in November-February and planting season 2 happened in March-June.
DESA ADAT TENGANAN PEGRINGSINGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN DI DESA TENGANAN, KECAMATAN MANGGIS, KARANGASEM, BALI Karidewi Made Putri; Su Rito Hardoyo; Langgeng Wahyu Santosa
Majalah Geografi Indonesia Vol 26, No 1 (2012): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (144.676 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13402

Abstract

ABSTRAK Bagi masyarakat adat di Desa Adat Tenganan Pegringsingan, keberadaan sebuah kearifan lokal yang berupa aturan adat atau “awig-awig” memiliki peranan yang begitu besar dalam melakukan pengelolaan hutan setempat. Hal ini terbukti dengan masih terjaganya kelestarian hutan hingga saat ini. Masalah yang muncul adalah bahwa eksistensi “awig-awig” yang telah diwariskan sejak abad ke-11 tidak hanya ditentukan oleh adanya pengakuan dari masyarakat adatnya sendiri namun juga oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang melingkupi “awig-awig” dalam melaksanakan fungsinya.Tujuan penelitian adalah mengkaji sejauhmana efektivitas pelaksanaan kearifan lokal serta faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efektivitas pelaksanaannya dalam pengelolaan hutan di wilayah penelitian. Lebih lanjut penelitian bertujuan menemukan konsep persepsi masyarakat terhadap efektivitas kearifan lokal. Konsep tersebut menjadi dasar dalam menyusun strategi pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal.Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan metode pengumpulan data sebagian besar dilakukan melalui wawancara mendalam dan observasi, disamping interpretasi data sekunder sebagai pelengkap. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data secara induktif dengan metode kategorisasi. Pemeriksaan derajat kepercayaan data menggunakan teknik triangulasi sumber.Penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas pelaksanaan kearifan lokal dalam prakteknya secara umum masih berjalan cukup efektif meskipun substansi tiap-tiap pasal memiliki kelemahan masing-masing. Ketaatan masyarakat adat mematuhi aturan masih cukup tinggi dan pelanggaran yang terjadi tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi hutan. Persepsi masyarakat menghasilkan hubungan interelasi antar tiap konsep yang terdiri dari fleksibilitas “awig-awig”, mekanisme pelaksanaan “awig-awig”, partisipasi masyarakat, dan keberlangsungan fungsi hutan. Faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tingkat efektivitas pelaksanaan kearifan lokal menghasilkan empat kriteria efektivitas yaitu substansi “awig-awig”, pola pengelolaan hutan, pelaku yang terlibat, dan mekanisme pelaksanaan “awig-awig”. Penyusunan strategi pengelolaan hutan yang berbasis pada kearifan lokal ditujukan untuk membenahi sistem pengelolaan tradisional sehingga dapat membantu masyarakat adat dalam melakukan pengelolaan hutan secara lebih efektif. ABSTRACT For the customary community at the customary village of Tenganan Pegringsingan, the existence of local wisdom in form of customary law or “awig-awig” is playing an important role in local forest management. It’s been proved by a well-maintained forest condition which has successfully preserved until these days. Problems are arise when the existence of “awig-awig” which was inherited since 11th century is not only determine by an acknowledgement from the customary community itself but also by some internal and external factors surround “awig-awig” in doing its functions.The aims of this research are to study how far the effectiveness of local wisdom has been carried out as well as several factors which had an effect on the level of effectiveness of local wisdom implementation in forest management over a site. Further, the aim is to discover some concepts of community perception toward the effectiveness of local wisdom. Those concepts become a basis to develop a local wisdom-based forest management strategy.This research was used a qualitative method with data collection mostly through in-depth interview and observation, in addition to secondary data interpretation as a complement.  Samples were selected using a purposive sampling technique. Data were analyzed inductively using a categorization method. Review of data credibility or data trustworthiness using a triangulation-source technique.The result of this research shows that the effectiveness of local wisdom implementation in general is still going fairly effective although the substance of each clause has its own weaknesses. The devotion of customary community to the customary law is still fairly high and the violation of the law has not signified affected the forest condition. The community perception is resulting four concepts of perception which interrelate one another. Those concepts are “awig-awig” flexibility, “awig-awig” implementation mechanism, community participation, and the sustainability of forest functions. All internal and external factors that had an effect on the level of effectiveness of local wisdom implementation were resulting four effectiveness criteria which are “awig-awig” substance, forest management method, people involved, and “awig-awig” implementation mechanism. The development of forest management strategies based on the existing local wisdom are addressed to improve the traditional management system in order to assist the customary community to carry out all tasks related to forest management effectively.
KAJIAN PEMANFAATAN DAN KELAYAKAN KUALITAS AIRTANAH UNTUK KEBUTUHAN DOMESTIK DAN INDUSTRI KECIL-MENENGAH DI KECAMATAN LAWEYAN KOTA SURAKARTA JAWA TENGAH Taufik Indrawan; Totok Gunawan; Sudibyakto Sudibyakto
Majalah Geografi Indonesia Vol 26, No 1 (2012): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.363 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13404

Abstract

ABSTRAK Kecamatan Laweyan merupakan salah satu daerah di Kota Surakarta yang merupakan daerah perkotaan dengan kepadatan penduduk 11.271 jiwa/km2. Di Kecamatan Laweyan banyak terdapat industri kecil-menengah khususnya industri batik yang notabene membutuhkan airtanah dalam jumlah besat dalam proses produksinya disamping juga banyak industri lain yang beragam jenisnya. Berdasarkan kenyataan tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pemanfaatan airtanah untuk kebutuhan domestik dan industri kecil-menengah dan kualitas airtanah yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan domestik di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah 1) Mengkaji pemanfaatan airtanah untuk kebutuhan domestik dan industri kecil-menengah di wilayah Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. 2) Menganalisis kualitas airtanah untuk kebutuhan domestik di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kebutuhan airtanah untuk keperluan domestik di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta adalah 183 lt/kapita/hari dan pemanfaatan airtanah  untuk keperluan domestik di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta dalam satu tahun adalah sebesar 7.353.795,53 m3. Sedangkan pemanfaatan airtanah untuk keperluan industri kecil-menengah di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta pada tahun 2010 adalah sebesar 910.173,50 m3. Berdasarkan hasil uji laboratorium diketahui bahwa dari parameter fisika yang diuji menunjukkan kadar TDS sebesar 213-368 mg/l. Dari parameter kimia yang diuji menunjukkan pH sebesar 8,2-8,6, kadar Fe < 0,193 mg/l, kadar amonia sebesar 0,0257-0,0569, kadar phenol sebesar 0,0215-0,0254, kadar Cr total < 0,0157, dan dari parameter biologi diketahui kandungan bakteri total coliform sebesar > 1600 MPN / 100 ml. Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa airtanah di Kecamatan Laweyen tidak memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan.  ABSTRACT Sub Laweyan is one area in the city of Surakarta, which is urban areas with a population density of 11,271 people/km2. In Sub Laweyan there are many small-medium scale industries, especially the batik industry which incidentally require groundwater in the number besat in their production processes as well as many other industries that various kinds. Based on the fact that researchers interested in conducting research on the use of groundwater for domestic and small-medium scale industries and the quality of groundwater used for domestic needs in the District Laweyan Surakarta. The purpose of this research are 1) studying the use of groundwater for domestic and small-medium scale industries in the District Laweyan Surakarta. 2) analyze the quality of groundwater for domestic needs in the District Laweyan Surakarta. The results showed that the need for groundwater for domestic purposes in the District Laweyan Surakarta is 183 liter / capita / day and the use of groundwater for domestic purposes in the District Laweyan Surakarta in one year amounted to 7,353,795.53 m3. While the use of groundwater for small-medium scale industries in the District Laweyan Surakarta in 2010 amounted to 910,173.50 m3. Based on laboratory test results is known that the physical parameters that were tested showed levels of TDS of 213-368 mg / l. From the chemical parameters tested showed a pH of 8.2 to 8.6, Fe content <0.193 mg / l, ammonia content of 0.0257 to 0.0569, 0.0215 to 0.0254 for phenol content, total Cr levels < 0.0157, and the biological parameters known to contain total coliform bacteria amounted to> 1600 MPN / 100 ml. Based on this study concluded that the groundwater in the District Laweyen not meet quality standards that have been determined. 
STUDI OPTIMALISASI SEQUESTRASI KARBON DIOKSIDA (CO2) BERBASIS RUMAH TANGGA Laily Agustina Rahmawati; Eko Haryono; Chafidz Fandeli
Majalah Geografi Indonesia Vol 26, No 1 (2012): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (401.856 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13405

Abstract

ABSTRAK Rumah tangga dengan segala aktifitasnya turut menyumbang emisi CO2 yang memicu pemanasan global. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip pencemar membayar (pollutant pay principle), rumah tangga dapat dikenai tanggung jawab atas emisi yang dihasilkan dalam bentuk konservasi lahan. Penelitian bertujuan menganalisis rata-rata emisi dan rata-rata sequestrasi, untuk menetukan luas minimum lahan yang harus dikonservasi masing-masing kelompok rumah tangga Kelas Ekonomi Atas (KEA- Daya ≥ 1300 VA), Kelas Ekonomi Menengah (KEM- Daya 900 VA), Kelas Ekonomi Bawah (KEA- Daya 450 VA) di Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, D. I. Yogyakarta. Emisi CO2 dihitung berdasarkan aktifitas rumah tangga terkait konsumsi listrik, konsumsi bahan bakar untuk transportasi, konsumsi bahan bakar untuk memasak, produksi sampah, serta konsumsi air PDAM, didapat dari hasil questioner yang selanjutnya dikalikan dengan nilai konversi emisi CO2 yang tersesedia. Sequestrasi CO2 dihitung berdasarkan biomassa yang dipertahankan oleh rumah tangga pada lahan bervegetasi mereka (pekarangan, sawah, kebun). Pendugaan biomassa diperoleh melalui metode Brown (1997) dan Hairiah (2007), dengan melakukan nested qudrat sampling pada masing-masing jenis lahan bervegetasi yang dimiliki rumah tangga. Luas minimum dan optimalisasi lahan, dihitung berdasarkan jumlah emisi CO2 rumah tangga dan biomassa per m2 lahan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui, rumah tangga Sinduadi memiliki rata-rata emisi dan sequestrasi, serta luas minimum lahan secara berturut-turut sebesar: 7098,98 kgCO2/th, 267,34 kgCO2/th, dan 178,11 m2 dengan tingkat optimalisasi lahan sangat optimal (tutupan vegetasi 90%) pada lahan pekarangan untuk rumah tangga KEA; 3785,9 kgCO2/th, 632,61 kgCO2/th, dan 1551,37 m2 lahan pekarangan dengan dengan tingkat optimalisasi lahan sangat optimal (tutupan vegetasi 90%) pada lahan pekarangan untuk rumah tangga KEM; 1973,3 kgCO2/th, 780,21 kgCO2/th, dan 898,91 m2 dengan tingkat optimalisasi lahan sangat optimal (tutupan vegetasi 90%) pada lahan pekarangan untuk rumah tangga KEB. ABSTRACT Households with all its activities contributed to CO2 emissions that lead to global warming. Therefore, based on the polluter pays principle (pollutant pay principle), households may be held responsible for the emissions produced in the form of land conservation. The study aims to analyze the average emissions and the average sequestration, to determine the minimum area of land to be conserved each household group Economy Class Upper (Power KEA- ≥ 1300 VA), Economy Class Intermediate (back Power 900 VA), Down Economy Class (KEA- Power 450 VA) in the village of Sinduadi, Mlati subdistrict, Sleman, Yogyakarta. CO2 emissions are calculated based on household activities related to electricity consumption, fuel consumption for transportation, fuel consumption for cooking, waste production and water consumption taps, obtained from the questionnaire were subsequently multiplied by the conversion of CO2 emissions tersesedia. CO2 sequestration is calculated based biomass is retained by households on their vegetated land (yards, fields, gardens). Biomass estimation obtained through the method of Brown (1997) and Hairiah (2007), by nested qudrat sampling on each type of vegetated land owned by households. And the minimum area of land optimization, CO2 emissions are calculated based on the number of households and biomass per m2 of land. Based on the survey results revealed, households had an average Sinduadi emissions and sequestration, and the minimum area of land consecutively for: 7098.98 kgCO2 / th, 267.34 kgCO2 / th, and 178.11 m2 with a very level land optimization optimal (vegetation cover 90%) in their yards for household KEA; 3785.9 kgCO2 / th, 632.61 kgCO2 / th, and 1551.37 m2 yard area with the optimization level is optimal land (vegetation cover 90%) in their yards for household KEM; 1973.3 kgCO2 / th, 780.21 kgCO2 / th, and 898.91 m2 with very optimal level of optimization of land (vegetation cover 90%) in their yards for household KEB.
Penentuan Tingkat Kekeringan Lahan Berbasis Analisa Citra Aster Dan Sistem Informasi Geografi Alfian Pujian Hadi; Projo Danoedoro; Sudaryatno Sudaryatno
Majalah Geografi Indonesia Vol 26, No 1 (2012): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1513.47 KB) | DOI: 10.22146/mgi.12763

Abstract

Kekeringan lahan yang melanda suatu daerah menimbulkan dampak yang besar terhadap produktivitas lahan pertanian. Terjadinya kekeringan ini disebabkan oleh defisit air akibat kurangnya hujan yang jatuh, laju infiltrasi air yang tinggi serta jenis tanaman yang tidak sesuai dengan ketersediaan air. Untuk meminimalkan dampak yang terjadi akibat kekeringan lahan maka perlu dilakukan antisipasi dengan mengetahui defisit dan surflus air lahan melalui data curah hujan serta kemampuan tanah menahan air (water holding capasity). Untuk keperluan analisis kekeringan lahan dapat menggunakan citra penginderaan jauh dan neraca air lahan sebagai pengetahuan awal guna perencanaan antisipasi kekeringan lahan sehingga kebutuhan air bagi tanaman dapat terpenuhi setiap saat. Penelitian ini dilakukan di sebagian wilayah Kabupaten Gunung Kidul. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengkaji akurasi berbagai saluran TIR Citra Aster untuk mendapatkan informasi sebaran suhu permukaan, (2) Mengkaji sebaran kekeringan melalui indeks TVDI (Temperature Vegetation Dryness Indeks) yang diekstrak dari suhu permukaan (Land Surface Temperature) dan indeks NDVI. (3) Mengkaji tingkat kekeringan lahan dengan menggunakan metode Thornthwaite-Mather, (4) Mengkaji pola tanam yang sesuai diterapkan di wilayah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran 13 Citra Aster memiliki akurasi paling tinggi jika dibandingkan dengan saluran 10,11,12, serta 14 Citra Aster karena memiliki selisih paling kecil dengan suhu permukaan lapangan. Berdasarkan analisis RMS difference diperoleh nilai 1,140. Luas sebaran kekeringan berdasarkan indeks TVDI pada seluruh penggunaan lahan dengan tingkat kekeringan tinggi, sedang dan rendah masingmasing melanda daerah seluas 2.922,8 Ha (4,6%), 20.286,16 Ha (32,11%) serta 39.962,72 Ha (63,26%). Dari total luas 2.922,8 Ha lahan yang dilanda kekeringan dengan tingkat kekeringan tinggi (kering/kurang air) seluas 2.069,47 Ha merupakan sawah tadah hujan. Analisis hubungan indeks TVDI dengan kadar lengas tanah menunjukkan hubungan yang tidak terlalu kuat sebesar 53,7%. Tingkat kekeringan lahan dengan analisis neraca air Thornthwaite-Mather menunjukkan indeks kekeringan (aridity index) berada dalam tingkat kekeringan sedang dan berat. Kekeringan sedang terjadi pada satuan lahan yang terpengaruh stasiun hujan Giriwungu (Panggang), Kedung Keris, Gedangan serta sebagian Playen. Kekeringan berat terjadi pada satuan lahan yang terpengaruh stasiun hujan Wonosari, Tepus dan sebagian Playen. Pola tanam berdasarkan agroklimat Oldeman dikelompokkan ke dalam pola tanam Padi Gogo (Palawija) -Palawija - Bero, Padi sawah - Palawija - Bero, Palawija – Palawija - Bero. Pola tanam Padi Gogo (Palawija)-Palawija-Bero diterapkan di sawah tadah hujan dan tegalan pada satuan lahan yang terpengaruh stasiun hujan Tepus dan Panggang dengan musim tanam 1 terjadi bulan Oktober–Januari dan musim tanam 2 terjadi pada bulan Februari-Mei, pola tanam Padi Sawah-Palawija-Bero diterapkan di sawah dan sawah tadah hujan pada satuan lahan yang terpengaruh stasiun hujan Wanagama (Playen), Kedung Keris dan Gedangan dengan musim tanam 1 terjadi pada bulan November-Februari dan musim tanam 2 terjadi pada bulan Maret-Juni sedangkan pola tanam Palawija-Palawija-Bero diterapkan di kebun campuran pada satuan lahan yang terpengaruh stasiun hujan Kedung Keris, Panggang, Playen, Gedangan, serta Wonosari untuk sawah tadah hujan dimana musim tanam 1 terjadi pada bulan November-Februari dan musim tanam 2 terjadi pada bulan Maret-Juni.

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

2012 2012


Filter By Issues
All Issue Vol 37, No 2 (2023): Majalah Geografi Indoenesia Vol 37, No 1 (2023): Majalah Geografi Indonesia Vol 36, No 2 (2022): Majalah Geografi Indonesia Vol 36, No 1 (2022): Majalah Geografi Indonesia Vol 35, No 2 (2021): Majalah Geografi Indonesia Vol 35, No 1 (2021): Majalah Geografi Indonesia Vol 34, No 2 (2020): Majalah Geografi Indonesia Vol 34, No 1 (2020): Majalah Geografi Indonesia Vol 33, No 2 (2019): Majalah Geografi Indonesia Vol 33, No 1 (2019): Majalah Geografi Indonesia Vol 32, No 2 (2018): Majalah Geografi Indonesia Vol 32, No 1 (2018): Majalah Geografi Indonesia Vol 31, No 2 (2017): Majalah Geografi Indonesia Vol 31, No 1 (2017): Majalah Geografi Indonesia Vol 30, No 2 (2016): Majalah Geografi Indonesia Vol 30, No 1 (2016): Majalah Geografi Indonesia Vol 29, No 2 (2015): Majalah Geografi Indonesia Vol 29, No 1 (2015): Majalah Geografi Indonesia Vol 28, No 2 (2014): Majalah Geografi Indonesia Vol 28, No 1 (2014): Majalah Geografi Indonesia Vol 27, No 2 (2013): Majalah Geografi Indonesia Vol 27, No 1 (2013): Majalah Geografi Indonesia Vol 26, No 2 (2012): Majalah Geografi Indonesia Vol 26, No 1 (2012): Majalah Geografi Indonesia Vol 25, No 2 (2011): Majalah Geografi Indonesia Vol 25, No 1 (2011): Majalah Geografi Indonesia Vol 24, No 2 (2010): Majalah Geografi Indonesia Vol 24, No 1 (2010): Majalah Geografi Indonesia Vol 23, No 2 (2009): Majalah Geografi Indonesia Vol 23, No 1 (2009): Majalah Geografi Indonesia Vol 22, No 2 (2008): Majalah Geografi Indonesia Vol 22, No 1 (2008): Majalah Geografi Indonesia Vol 20, No 2 (2006): Majalah Geografi Indonesia Vol 20, No 1 (2006): Majalah Geografi Indonesia Vol 19, No 2 (2005): Majalah Geografi Indonesia Vol 19, No 1 (2005): Majalah Geografi Indonesia Vol 18, No 2 (2004): Majalah Geografi Indonesia Vol 18, No 1 (2004): Majalah Geografi Indonesia Vol 17, No 2 (2003): Majalah Geografi Indonesia Vol 17, No 1 (2003): Majalah Geografi Indonesia Vol 16, No 2 (2002): Majalah Geografi Indonesia Vol 16, No 1 (2002): Majalah Geografi Indonesia Vol 15, No 2 (2001): Majalah Geografi Indonesia Vol 15, No 1 (2001): Majalah Geografi Indonesia Vol 14, No 1 (2000): Majalah Geografi Indonesia Vol 14, No 1 (2000) Vol 10, No 17 (1996): Majalah Geografi Indonesia Vol 6, No 9 (1992) Vol 6, No 9 (1992): Majalah Geografi Indonesia Vol 2, No 3 (1989) Vol 2, No 3 (1989): Majalah Geografi Indonesia Vol 1, No 2 (1988) Vol 1, No 2 (1988): Majalah Geografi Indonesia Vol 1, No 1 (1988) Vol 1, No 1 (1988): Majalah Geografi Indonesia More Issue