cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Forum Penelitian Agro Ekonomi
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 02164361     EISSN : 25802674     DOI : -
Forum penelitian Agro Ekonomi (FAE) adalah media ilmiah komunikasi penelitian yang berisi review, gagasan, dan konsepsi orisinal bidang sosial ekonomi pertanian, mencakup sumber daya, agribisnis, ketahanan pangan, sosiologi, kelembagaan, perdagangan, dan ekonomi makro.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi" : 5 Documents clear
Gejala Pergeseran Kelembagaan Upah pada Pertanian Padi Sawah Sri Hery Susilowati
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v23n1.2005.48-60

Abstract

EnglishTechnology causes changes in agricultural production and institutional systems. In term of working-relation institution, a change from in-kind (bawon and kedokan) payment system to cash (daily and contract) system is more efficient to the land owners in reducing harvesting costs. However, daily and contract payments could raise moral hazard carried out by the workers in terms of working intensity and quality. An alternative implemented by the land owners to control moral hazard is through establishment of patron-client relation with permanent workers.  IndonesianTeknologi telah menyebabkan perubahan  pada sistem produksi maupun tatanan kelembagaan pertanian. Dalam kelembagaan hubungan kerja pertanian, perubahan sistem pengupahan dari sistem bawon dan kedokan ke sistem pengupahan tetap, baik harian maupun borongan, dipandang oleh pemilik lahan merupakan cara yang lebih efisien dalam mengurangi biaya panen. Namun, pada dasarnya sistem pengupahan harian dan borongan memberi peluang buruh tani untuk melakukan kecurangan (moral  hazard)  baik dalam intensitas jam kerja maupun kualitas kerja. Salah satu strategi yang dilakukan pemilik lahan untuk menekan munculnya moral hazard adalah dengan membangun hubungan patron-client dengan buruh tani melalui penggunaan buruh langganan dan buruh tetap.
Tinjauan Ekonomi Ternak Sapi Potong di Jawa Timur Bambang Winarso; Rosmiyati Sajuti; Chaerul Muslim
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v23n1.2005.61-71

Abstract

EnglishEast Java Province is one of potential regions in the country for beef cow development. This is facilitated with sufficient feed from agricultural by-products, the farmers’ habits in raising beef cows for additional income, and cows as working animals in farm land. The province produces significant beef cows not only sufficient for satisfying regional demand but also for supply of the outside regions. The beef cow farms develop well in the province due to integration of livestock and farm business. This paper assesses performances of livestock farms and agribusiness consisting of livestock business, marketing channel, and the constraints encountered. IndonesianSecara nasional wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu wilayah pengembangan ternak sapi potong yang sangat potensial. Hal ini ditunjang ketersediaan pakan dari limbah pertanian yang mencukupi, kebiasaan masyarakat yang menjadikan ternak sapi potong sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga maupun sebagai ternak kerja di pertanian. Wilayah ini mampu berswasembada daging sapi, bahkan mampu mensuplai kebutuhan daging ke luar daerah. Kegiatan usaha ternak yang diupayakan pada pemanfaatan limbah pertanian menunjukkan bahwa antara usaha ternak dan usaha tani merupakan suatu sistem usaha yang berkembang diwilayah ini. Kajian ini bertujuan melakukan tinjauan kinerja usaha ternak dan kinerja agribisnis dalam arti luas. Aspek kajian meliputi usaha ternak secara keseluruhan, distribusi mata rantai dan mekanisme pemasaran, serta menelaah kendala dan hambatan yang dihadapi. Bahan kajian berasal dari review hasil-hasil penelitian peternakan sapi potong di Jawa Timur.
Peta Jalan (Road Map) dan Kebijakan Pengembangan Industri Gula Nasional Sudi Mardianto; Pantjar Simatupang; Prajogo Utomo Hadi; Husni Malian; Ali Susmiadi
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v23n1.2005.19-37

Abstract

EnglishThere are three major problems encountered by Indonesia in relation with sugar agribusiness. First, the declining sugar productivity, due among others to low on farm technology adoption and sugar factory efficiency. Second, the increasing sugar resulted from among others; the international prices of sugar that do not represent the true production efficiency because it is sold below its production cost; ad-hoc border measure policies; and many illegal sugar imports. Third, the unstable domestic prices of sugar because of inefficient distribution system. To overcome these problems, the future sugar industry development needs to be formulated into short-run development program (3 years), medium-run development program (10 years) and long-run development program (20 years). The short-run development program aims to rehabilitate the sugar factories in Java Island to enable them to produce crystal sugar with “cost of good sold” being competitive with the international prices of sugar. The medium-run development program aims to develop the sugar factories outside Java through utilizing dry land’s formerly allocated to transmigration now being no longer competitive for food crops development. The long-run development program aims to switch the ownership of sugar factory from the state enterprise to sugar cane farmers, and development of sugar cane based industry, such as ethanol, alcohol, etc. Moreover, it is also necessary to revitalize research and development activities through providing more sufficient funds.IndonesianAda tiga permasalahan utama yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan agribisnis pergulaan. Pertama, produktivitas gula yang cenderung terus turun yang disebabkan antara lain karena penerapan teknologi on farm dan efisiensi pabrik gula yang rendah. Kedua, impor gula yang semakin meningkat. Hal ini disebabkan antara lain, karena harga gula di pasar internasional tidak menggambarkan tingkat efisiensi produksi yang sebenarnya, karena dijual di bawah ongkos produksinya; kebijakan border measure yang sifatnya ad-hoc; dan banyaknya impor gula illegal. Ketiga, harga gula di pasar domestik tidak stabil yang disebabkan oleh sistem distribusi yang kurang efisien. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka pengembangan industri gula di masa yang akan datang perlu disusun dalam Program Jangka Pendek (3 tahun), Program Jangka Menengah (10 tahun) dan Program Jangka Panjang (20 tahun). Program jangka pendek ditujukan untuk melakukan rehabilitasi PG di Jawa, sehingga mampu menghasilkan gula hablur dengan harga pokok yang dapat bersaing dengan harga gula di pasar internasional. Program jangka menengah ditujukan untuk pengembangan PG di Luar Jawa, dengan memanfaatkan lahan kering eks transmigrasi yang kurang kompetitif bagi pengembangan tanaman pangan. Program jangka panjang ditujukan untuk pengalihan pemilikan PG BUMN kepada petani tebu, serta pengembangan industri berbasis tebu, seperti ethanol, alkohol, dan lain-lain. Selain itu, perlu juga dilakukan revitalisasi kegiatan research and development, dengan memberikan dukungan dana yang lebih memadai.
Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan Bambang Irawan
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v23n1.2005.1-18

Abstract

EnglishConversion of wetland area into non-agricultural uses raises economic, social, and environmental problems. This phenomenon is a serious problem for food security because it is unavoidable and its impact on food production decrease is permanent, accumulative, and progressive. To control wetland conversion the government launched many regulations but this formal approach seems ineffective due to various factors. Accordingly, policies revitalization including economic and social approaches should be developed. Principally, future policy of wetland conversion should be intended: (1) to reduce economic and social factors that stimulate conversion of wetland area, (2) to control the acreage, location, and type of wetland area conversed in order to minimize the negative impacts, and (3) to neutralize negative impacts through investments funded by the private companies involved in the conversion.IndonesianKonversi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian seperti kompleks perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan sarana publik dapat menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bagi ketahanan pangan nasional, konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius, mengingat konversi lahan tersebut sulit dihindari sementara dampak yang ditimbulkan terhadap masalah pangan bersifat permanen, kumulatif, dan progresif. Banyak peraturan yang diterbitkan pemerintah untuk mengendalikan konversi lahan sawah tetapi pendekatan yuridis tersebut terkesan tumpul akibat berbagai faktor. Sehubungan dengan itu maka diperlukan revitalisasi kebijakan dalam mengendalikan konversi lahan melalui pengembangan pendekatan ekonomi dan pendekatan sosial. Pada intinya kebijakan pengendalian konversi lahan di masa yang akan datang perlu diarahkan untuk mencapai tiga sasaran yaitu : (1) menekan intensitas faktor sosial dan ekonomi yang dapat merangsang konversi lahan sawah, (2) mengendalikan luas, Iokasi, den jenis lahan sawah yang dikonversi dalam rangka memperkecil potensi dampak negatif yang ditimbulkan, dan (3) menetralisir dampak negatif konversi lahan sawah melalui kegiatan investasi yang melibatkan dana perusahaan swasta pelaku konversi lahan.
Pengelolaan Serangga dan Pertanian Organik Berkelanjutan di Pedesaan : Menuju Revolusi Pertanian Gelombang Ketiga di Abad 21 Tri Pranadji; Saptana Saptana
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v23n1.2005.38-47

Abstract

EnglishFirst Phase Agricultural Revolution was characterized by environmentally-friendly settled farming with its weakness of low productivity. Food crisis hampering Asian countries (1950-1960' s) raised spontaneous responses. Measures to overcome food crisis began with Central Rice Program also called as green revolution in Indonesia or Second Phase Agricultural Revolution. Until 1979, pests control was mainly approached using mass killing chemicals imported from abroad. Negative impact of chemical application was rise of new biotypes of pests such as rice plant hoppers’ attack. Progress in chemical innovation was left behind compared with new biotypes of pests Agricultural practices are managed toward monoculture pattern or  single variety to some extent. Based on those problems, it is necessary to manage agricultural system and pests control using a new approach called as Ecological Based Pest Management (EBPM). This approach will be more effective if it is applied along with Third Phase Agricultural Revolution, namely highly competitive organic farming development.IndonesianRevolusi pertanian gelombang pertama yang dicirikan oleh sistem pertanian menetap namun masih bersahabat dengan alam, memiliki titik lemah karena pencapaian produktivitas yang masih rendah. Terjadinya krisis pangan yang melanda negara-negara Asia (1950-1960-an) telah menimbulkan respon yang kurang terencana dan bersifat spontan. Upaya mengatasi krisis pangan dilakukan dengan Program Padi Sentra, yang merupakan awal revolusi hijau (green revolution) di Indonesia atau disebut Revolusi Pertanian Gelombang Kedua. Pada periode hingga 1979 pengelolaan pertanian khususnya hama serangga didekati dengan obat-obatan kimia pembunuh masal, yang merupakan produk impor dari luar. Dampak negatif yang sangat dirasakan adalah munculnya hama biotipe baru dari famili serangga, seperti kasus serangan wereng. Sampai-sampai kecepatan inovasi bahan kimia pembunuh serangga tidak mampu mengimbangi perkembangan biotipe baru serangga tersebut. Sistem pertanian digiring ke arah pola monokultur dan bahkan monovarietas. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan pengelolaan sistem pertanian dan pengelolaan serangga dengan pendekatan baru, yaitu dengan pendekatan EBPM (Ecologycal Based Pest Management). Pendekatan ini akan lebih efektif jika dikaitkan dengan dijalankannya Revolusi Pertanian Gelombang Ketiga yang visinya adalah pembangunan pertanian organik yang berdaya saing tinggi. Dukungan kebijakan politik pemerintah yang baik, dan kepemimpinan negara yang kuat untuk menjalankan Revolusi Pertanian Gelombang Ketiga secara terarah dan efektif sangatlah dibutuhkan.

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2005 2005


Filter By Issues
All Issue Vol 39, No 2 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi : In Press Vol 39, No 1 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 2 (2020): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 1 (2020): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 2 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 1 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 2 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 1 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 2 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 1 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 2 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 1 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 1 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 1 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 1 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 1 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 1 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 1 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 2 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 1 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 2 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 1 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 2 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 1 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 2 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 1 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 2 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 1 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 1 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 2 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 1 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 18, No 1-2 (2000): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 2 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 1 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 15, No 1-2 (1997): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 2 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 1 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 2 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 1 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 10, No 2-1 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 2-1 (1992): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1991): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 8, No 1-2 (1990): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 2 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 1 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 2 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 1 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 5, No 1-2 (1987): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 2 (1986): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 1 (1985): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 2 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 1 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 1 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 1 (1982): Forum Penelitian Agro Ekonomi More Issue