cover
Contact Name
-
Contact Email
aljamiah@uin-suka.ac.id
Phone
+62274-558186
Journal Mail Official
aljamiah@uin-suka.ac.id
Editorial Address
Gedung Wahab Hasbullah UIN Sunan Kalijaga Jln. Marsda Adisucipto No 1
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies
ISSN : 0126012X     EISSN : 2338557X     DOI : 10.14421
Al-Jamiah invites scholars, researchers, and students to contribute the result of their studies and researches in the areas related to Islam, Muslim society, and other religions which covers textual and fieldwork investigation with various perspectives of law, philosophy, mysticism, history, art, theology, sociology, anthropology, political science and others.
Articles 8 Documents
Search results for , issue "No 56 (1994)" : 8 Documents clear
Hukum dalam KUHP terhadap Delik Susila (Suatu Tinjauan Penerapan) S. Aminah Hidayat
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 56 (1994)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1994.056.73-91

Abstract

Pelecehan seksual pada saat ini sedang aktual dibicarakan. Majalah. surat kabar, tabloid telah memuat pendapat-pendapat tentang ketidakpuasan masyarakat terhadap hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pelecehan seksual terutama pelaku pemerkosaan. Hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku pelecehan seksual ini sekarang mulai merebak kembali, berbagai tanggapan dilontarkan termasuk oleh Menteri Kehakiman Oetojo Oesman di Jakarta pada tanggal 28 Mei 1994 di hadapan panitia Seminar "Perlindungan Hukum terhadap korban-korban kejahatan". Menteri Kehakiman merasa prihatin dengan meningkatnya kejahatan serta keputusan pengadilan yang sering menyebabkan aksi protes dari masyarakat. Tanggapan yang muncul pada saat ini dimana adanya tuntutan dari masyarakat untuk menjatuhkan hukuman yang berat kepada para pelaku telah terjadi pula sekitar Iima tahun yang lalu. Berbagai organisasi wanita pada saat itu yang tergabung dalam KOWANI, dalam Musyawarah Kerja I di Jakarta telah mengusulkan agar pelaku perkosaan dan pelecehan seksual lainnya dihukum mati atau dihukum seumur hidup. Usul ini didukung pula oleh organisasi ibu-ibu Eksponen Angkatan 45 "Wirawati Catur Panca" dan Kerukunan Wanita Persahi. Dan saat ini masyarakat Bengkulu menuntut kepada pemerintah dalam hal ini hamba hukum untuk menjatuhkan hukuman mati kepada mereka yang tidak bermoral.
Nikah Sirrī Di Indonesia Kamal Muchtar
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 56 (1994)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1994.056.12-35

Abstract

Peristiwa dan kejadian ini bermula pada awal tahun 1970 di pulau Kalimantan. Pemerintah Republik Indonesia pada waktu itu memberi izin perusahaan asing membuka usaha penebangan dan pengolahan kayu, sebagai salah satu usaha menambah devisa negara dan membuka lapangan kerja bagi penduduk Indonesia. Disamping tenaga kerja Indonesia, usaha itu juga memerlukan tenaga-tenaga asing, karena bangsa Indonesia belum lagi memiliki tenaga-tenaga terampil bagi pekerjaan tertentu, sebagaimana yang diharapkan Maka banyaklah tenaga-tenaga asing yang masuk ke Indonesia, terutama yang berasal dari negara-negara tetangga, seperti dari Singapura, Pilipina, Taiwan, Jepang dan sebagainya. Sebagian besar dari tenaga kerja itu masuk ke Indonesia dalam keadaan sendirian, tidak bersama isteri-isteri mereka, atau masih jejaka, belum beristeri. Dorongan biologis pada diri mereka mendorong, menimbulkan usaha-usaha mendekati penduduk asli. Namun usaha itu sering tidak membuahkan hasil, karena kuatnya adat dan agama yang dianut penduduk asli. Dalam pada itu prostitusi sangat dilarang di daerah itu. Seandainya pendekatan itu berhasil, untuk melaksanakan perkawinan harus melalui prosedur tertentu yang mereka rasakan sebagai suatu yang sangat sulit dilakukan. Hal ini mungkin karena perbedaan hukum yang berlaku bagi mereka dan wanita penduduk asli akibat perbedaan kewarganegaraan. Hal lain yang menghambat keinginan mereka, ialah karena agama yang mereka anut. Kebanyakan mereka menganut agama yang bukan Islam, sedangkan kebanyakan wanita penduduk asli yang akan mereka nikahi menganut agama Islam. Para ulama - memang demikian menurut ajaran Islam­ setempat menyatakan bahwa dilarang melaksanakan perkawinan antara seorang muslim dan bukan muslim. Sekalipun banyak halangan yang menghambat usaha mereka, namun usaha ke arah itu tetap mereka lakukan.
The Concept of Ijmā’ in the Modern Age with particular reference to Muhammad ‘abduh’s Theory Khoiruddin Nasution
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 56 (1994)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1994.056.92-108

Abstract

The Qur'ān and the Sunna of the Prophet are the main sources of Islamic jurisprudence, from and through which the Islamic laws are derived. The Sunni jurists agree that ijma' is the third source of Islamic law after the Qur'ān and the Sunna of the Prophet. Even though some modern scholars, such as Snouck Hurgronje argues that ijma' as a method and principle rather than its contents which are regarded as authoritative, not infallible. Islamic jurisprudence deals with acts of worship ('ibādat), such as praying, fasting, zakat etc. As well as with mu'amalat such legal transaction, family law, public activity, international commerce, international realtions and so forth.  After the death of the Prophet, to whom the Qur'ān was revealed and from whom the Sunna came, Ijma' and ijtihad, became imperative, since it was only through them that new problems, which the Qur'ān and the Sunna of the Prophet did not adequately explain could be solved. 
Masalah Wanita Menjadi Pemimpin Dalam Perspektif Fiqih Siasah Syamsul Anwar
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 56 (1994)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1994.056.40-47

Abstract

Masalah yang akan ditinjau dalam tulisan ini adalah dapatkah Wanita menjadi pemimpin, baik pemimpin negara/pemerintahan maupun pemimpin dalam jabatan-jabatan lain menurut ketentuan hukum Islam. Masalah ini mungkin sudah kuno dilihat dari perspektif pemikiran masa kini, akan tetapi dalam konteks fiqih siasah amat langka fuqaha (ahli-ahli hukum Islam) yang membenarkan wanita menjadi pemimpin baik sebagai kepala negara/pemerintahan maupun dalam jabatan lain. Hal ini dikarenakan adanya hadis sahih dari Nabi yang berbunyi (terjemahnya), "Tidak akan beruntung suatu kaum yang mengangkat wanita menjadi pemimpin mereka". Berikut ini akan dipaparkan bagaimana argumen para ulama itu dan sejauh mana pendapat mereka bisa diterima.
Konstruksi Al-Syafi’I Terhadap Jurisprudensi Islam Abd. Salam Arief
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 56 (1994)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1994.056.109-117

Abstract

Jurisprudensi adalah ilmu tentang prinsip-prinsip utarna hukum. Dalam perkembangan sejarah hukum Islam, titik tolak Jurisprudensi merupakan suatu tahap dimana hukum dikembangkan dari bentuknya yang sederhana, kemudian disusun secara sistematik. Jurisprudensi Islam merupakan satu pemikiran yang berkembang kemudian, yang muncul dari satu hasil formalisasi hukum sebagai justifikasinya. Karya sistematis pertama yang dapat diperoleh mengenai teori hukum Islam adalah "Risalah" karya al-Syafi'i. Dengan ilmu ushul fiqh, al-Syafi'i telah memberikan sumbangan yang sangat besar dalam perkembangan hukum Islam. Dengan teorinya tentang prinsip-prinsip jurisprudensi, penjabaran hukum Islam dapat dilacak keotentikannya secara obyektif, karena memiliki dasar tekstual. Al-Syafi'i diakui dengan penuh kehormatan sebagai peletak dasar metodologi pemahaman hukum Islam, karena teori dan metodenya itu, kemudian diikuti dengan setia oleh semua fuqaha' dari kalangan madhab-madhab lain dalam pengembangan dan kreasi pemikiran hukum Islam. Konstribusi al-Syafi'i dalam bidang jurisprudensi Islam, dikemukakan oleh para penulis biografinya sebagai setara dengan sumbangan Aristoteles dalam bidang logika dan Khalil ibn Ahmad dalam bidang sastra dan puisi. Reformasi al-Syafi'i berhasil menghilangkan cara pengambilan keputusan yang bersimpang siur. Metodenya, yang dikenal dengan istilah thariq al-istiqra', berhasil menyederhanakan proses tersebut menjadi sebuah sistem yang kemudian dikenal sebagai jurisprudensi. Dengan demikian jasa al-Syafi'i yang terbesar adalah menegakkan dominasi konsensus dan analogi (qiyas) dalam pemikiran hukum Islam.
Kedudukan Wanita Dalam Syariát Islam Tasman Hamami; Siti Barirotun
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 56 (1994)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1994.056.44-58

Abstract

Wanita adalah makhluk yang penuh "misteri". Kehadirannya dalam kehidupan umat manusia mutlak diperlukan. Tetapi realita menunjukkan bahwa "nasib" kaum wanita dalam sejarahnya selalu tidak menggembirakan, bahkan menyedihkan. Pada masa-masa sebelum Islam, kaum wanita selalu ditempatkan pada posisi sebagai "obyek". Wanita dianggap kurang berharga, sehingga seringkali dieksploitasi melebihi batas-batas perikemanusiaan. Penempatan wanita dalam posisi yang rendah itu meliputi; kawasan pemikiran maupun kawasan sikap dan perlakuan dalam realitas kehidupan. Filosof Yunani yang ternama dalam sepanjang sejarah umat manusia, Aristoteles, beranggapan bahwa wanita merupakan laki-laki yang tidak sempuma, dan oleh karena itu laki-laki menguasai jiwa wanita. Ide yang menganggap wanita lemah terus dipertahankan dan disebarkan oleh para filosof ternama semisal Kant, Schopenhauer, dan Fichte, (Arief Budiman; 1985; pp. 6-7). Kant tidak percaya bahwa wanita memiliki kesanggupan mengerti tentang prinsip-prinsip. Menurut Schopenhauer, wanita terbelakang dalam segala hal, tidak memiliki kesanggupan untuk berpikir dan berefleksi. Lebih jauh dia mengatakan bahwa wanita diciptakan hanya untuk mengembangkan keturunan. Bahkan menurut Fichte penguasaan laki-laki atas wanita merupakan keinginan wanita itu sendiri.
Kritik Sanad Hadis QiyāmAl-Lail Nabi Pada Bulan Ramadān Maragustam Siregar
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 56 (1994)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1994.056.59-72

Abstract

Suatu keharusan bahwa hadis Nabi bagi umat Islam merupakan pedoman pertama setelah al-Qur'an Sunnah haruslah dijadikan sebagai tuntunan hidup dalam bersikap dan berprilaku baik sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat, sebagai bagian dari kosmos, maupun sebagai abdi Allah secara terus menerus. Sunnah sebagai pedoman umat Islam dijelaskan oleh Allah:وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُواHubungannya dengan manusia sebagai abdi Allah, antara lain, diimplikasikan dalam mendirikan qiyām al-lail di bulan Ramadan, seperti halnya selalu dilakukan oleh Nabi. Maka sunnah Nabi merupakan pedoman dalam melakukan qiyām al-lail. Namun umat Islam dalam menafsirkan dan menangkap tentang bagaimana pelaksanaannya apakah sebelas rakaat, tiga belas, dua puluh tiga, ataukah tiga puluh enam rakaat; apakah empat rakaat sekali salam ataukah dua rakaat sekali salam sering menjadi persoalan yang tidak pernah selesai. Memang perbedaan pendapat akan mengalir terus sampai akhir zaman. Hal itu menunjukkan suatu dinamika dan perlu disadari eksistensinya selama suatu pendapat berdasar pada logika yang benar dan menjiwai ruh Islam. Agar lebih mendalam dan tidak terlalu luas dalam pembahasan, dalam tulisan ini dibatasi pada takhrij hadis dalam bidang kritik nilai kesahihan hadis (sanad hadis) tentang qiyām al-lail pada bulan Ramadan.  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi nilai maqbūl atau tidaknya suatu hadis yang dijadikan materi penelitian dan pada tahap berikutnya dapat atau tidaknya dijadikan hujjah dalam penetapan hukum.
Pemahaman Semesta Dalam HIR dan KUHP Mas’ad Ma’sum
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 56 (1994)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1994.056.1-11

Abstract

Hukum Pidana Formil adalah suatu hukum yang berfungsi sebagai pelaksana dari pada hukum Pidana materil. Di Indonesia sejak akhir tahun 1981 telah berlaku satu sistem Hukum dari Hukum Pidana formil ini yaitu KUHAP; sebuah kodifikasi yang baru  satu-satunya diciptakan sendiri oleh Bangsa Indonesia yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Sesudah 40 tahun menikmati kemerdekaannya. Oleh karena itu pada saat kodifikasi itu mulai di Undangkan banyak komentar-komentar dari semua pihak yang bersifat memuji karya itu sebagai suatu karya agung bangsa Indonesia. Sebelum KUHAP itu diumumkan berlakunya, maka yang berlaku dalam lapangan hukum pidana formil ini ialah sebuah kodifikasi yang diciptakan oleh pemerintah (Jajahan) Hindia Belanda tahun 1941 yang kita kenal dengan nama HIR (Herzine Inlands Reglement) yang sering diterjemahkan dengan: Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB). Disamping HIR itu masih berlaku pula ketentuan­ketentuan hukum acara pidana untuk golongan Eropa yang termuat dalam SV (Reglemen op de straf vordering). Disamping itu juga berlaku ketentuan yang termuat dalam S.1932 No. 80 khusus untuk peradilan adat. Keadaan dualisma/pluralisma dalam hukum pidana formil ini baru berakhir pada tahun 1951 yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang  Darurat No. l tahun 1951. Sehingga yang berlaku sejak saat itu (1951) hanyalah HIR saja sebagai satu-satunya pedoman bagi hakim untuk menyelesaikan perkara pidana di Pengadilan Negeri. HIR itu sendiri bukanlah kodifikasi yang sama sekali baru yang dibentuk tahun 1941, melainkan merupakan kelanjutan dan /pembaharuan/ penyempumaan dari kodifikasi yang telah lama ada yang disebut dengan nama Inlands Reglement (IR). Proses terbentuknya HIR dari IR itu dengan demikian berlangsung dalam waktu hampir satu abad yaitu dari 1940 s/d 1941 (94) tahun.

Page 1 of 1 | Total Record : 8


Filter by Year

1994 1994


Filter By Issues
All Issue Vol 61, No 1 (2023) Vol 60, No 2 (2022) Vol 60, No 1 (2022) Vol 59, No 2 (2021) Vol 59, No 1 (2021) Vol 58, No 2 (2020) Vol 58, No 1 (2020) Vol 57, No 2 (2019) Vol 57, No 1 (2019) Vol 56, No 2 (2018) Vol 56, No 1 (2018) Vol 56, No 1 (2018) Vol 55, No 2 (2017) Vol 55, No 2 (2017) Vol 55, No 1 (2017) Vol 55, No 1 (2017) Vol 54, No 2 (2016) Vol 54, No 2 (2016) Vol 54, No 1 (2016) Vol 54, No 1 (2016) Vol 53, No 2 (2015) Vol 53, No 2 (2015) Vol 53, No 1 (2015) Vol 53, No 1 (2015) Vol 52, No 2 (2014) Vol 52, No 2 (2014) Vol 52, No 1 (2014) Vol 52, No 1 (2014) Vol 51, No 2 (2013) Vol 51, No 2 (2013) Vol 51, No 1 (2013) Vol 51, No 1 (2013) Vol 50, No 2 (2012) Vol 50, No 2 (2012) Vol 50, No 1 (2012) Vol 50, No 1 (2012) Vol 49, No 2 (2011) Vol 49, No 2 (2011) Vol 49, No 1 (2011) Vol 49, No 1 (2011) Vol 48, No 2 (2010) Vol 48, No 2 (2010) Vol 48, No 1 (2010) Vol 48, No 1 (2010) Vol 47, No 2 (2009) Vol 47, No 2 (2009) Vol 47, No 1 (2009) Vol 47, No 1 (2009) Vol 46, No 2 (2008) Vol 46, No 2 (2008) Vol 46, No 1 (2008) Vol 46, No 1 (2008) Vol 45, No 2 (2007) Vol 45, No 2 (2007) Vol 45, No 1 (2007) Vol 45, No 1 (2007) Vol 44, No 2 (2006) Vol 44, No 2 (2006) Vol 44, No 1 (2006) Vol 44, No 1 (2006) Vol 43, No 2 (2005) Vol 43, No 2 (2005) Vol 43, No 1 (2005) Vol 43, No 1 (2005) Vol 42, No 2 (2004) Vol 42, No 2 (2004) Vol 42, No 1 (2004) Vol 42, No 1 (2004) Vol 41, No 2 (2003) Vol 41, No 1 (2003) Vol 41, No 1 (2003) Vol 40, No 2 (2002) Vol 40, No 1 (2002) Vol 39, No 2 (2001) Vol 39, No 1 (2001) Vol 38, No 2 (2000) Vol 38, No 1 (2000) No 64 (1999) No 63 (1999) No 62 (1998) No 61 (1998) No 60 (1997) No 59 (1996) No 58 (1995) No 57 (1994) No 56 (1994) No 55 (1994) No 54 (1994) No 53 (1993) No 52 (1993) No 51 (1993) No 50 (1992) No 49 (1992) No 48 (1992) No 47 (1991) No 46 (1991) No 45 (1991) No 44 (1991) No 43 (1990) No 42 (1990) No 41 (1990) No 40 (1990) No 39 (1989) No 37 (1989) More Issue