cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Lakon : Jurnal Kajian Sastra dan Budaya
Published by Universitas Airlangga
ISSN : 22528954     EISSN : 25274899     DOI : -
Core Subject : Education, Art,
LAKON adalah sebuah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Magister Kajian Sastra dan Budaya Universitas Airlangga Surabaya. Cetakan pertama terbit pada tahun 2012 dan terbit dua kali dalam setahun sejak tahun 2013. Jurnal peer-review ini juga berfungsi sebagai forum yang menampung berbagai penelitian yang sedang dilakukan terhadap perkembangan manusia dan budaya di seluruh dunia. Jurnal LAKONmemuat aspek penelitian yang teoritis, empiris, dan historis yang didasarkan pada realitas lokal dan regional, dan berkaitan dengan praktek-praktek sehari-hari, identitas, media, teks, dan bentuk-bentuk budaya lainnya. Seluruh artikel dalam jurnal LAKON menandai dialektika pemikiran yang mendalam guna menggairahkan interseksi kajian sastra, budaya, dan ilmu-ilmu humaniora.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 1 (2012): Jurnal Lakon" : 8 Documents clear
LUDRUK: MASIHKAH RITUS MODERNISASI? Kathleen Azali
Lakon : Jurnal Kajian Sastra dan Budaya Vol. 1 No. 1 (2012): Jurnal Lakon
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.703 KB) | DOI: 10.20473/lakon.v1i1.1916

Abstract

Ludruk is a traditional folk-show drama from East Java, whose actors, producers and spectatorsgenerally come from the working class, with stories closely related to their daily life. In 1960s, whenJames L. Peacock did his extensive research, ludruk was at the peak of its “golden age”, which heregarded as “rites of modernization”. However, during the New Order era, ludruk lost its political,social and financial supports. Revival attempts thus far, amidst the boom of economic developmentand other forms of entertainment, have not been particularly successful. This paper attempts tosketch a historical background based mostly on literature reviews and field visits to ludruk shows toanalyze its relevance in contemporary Surabaya.
PENGGUNAAN NAMA BARAT OLEH ETNIS TIONGHOA DI SURABAYA Budi Kurniawan
Lakon : Jurnal Kajian Sastra dan Budaya Vol. 1 No. 1 (2012): Jurnal Lakon
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.509 KB) | DOI: 10.20473/lakon.v1i1.1911

Abstract

AbstractThe usage of Western names among ethnic Chinese in Surabaya has become a trend nowadays. In the euforia of freedom in expressing Chinese culture in this reformation era, ethnic Chinese in fact are not returning to their Chinese names formally. This study tries to reveal how is the usage of Western names by ethnic Chinese in Surabaya, and what are the factors behind it. Using quantitave approach on the names of 317 participants of HSK test in Surabaya who were born in 2000 or above, and qualitative approach on questionnaire answers of 13 respondents, it shows that the usage of Western names does more and more welcomed, and there are still many who use mixture of Western and Indonesian names. This kind of bricolage implies that ethnic Chinese are still anxious or traumatic with New Order regime, shown with the ‘resistance’ in forming a newidentity that looks different with ethnic Chinese of the old times, and with other local ethnic.
PECALANG: DINAMIKA KONTESTASI KEKUASAAN DI BALI Gede Indra Pramana
Lakon : Jurnal Kajian Sastra dan Budaya Vol. 1 No. 1 (2012): Jurnal Lakon
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (121.122 KB) | DOI: 10.20473/lakon.v1i1.1912

Abstract

Discussions on Bali today are dominated by the hustle and bustle of tourism. Bali is often depicted asexclusive territory free from politics. Therefore, readings about Bali are commonly analysed in thecontext of tourism development. This article tries to show that Bali is not merely an exotic paradise.By reviewing pecalang, the guardian of traditional customs in Bali, it will be shown that powerstruggles take place in the meaning of pecalang. The genealogy of power in Bali also shows thatpower is truly embedded in the everyday life of the Balinese.
SAPA BALE BATU, BATU BALE DIA1: POLITIK REVIVALISME TRADISI SIWA LIMA ORANG “AMBON” PASCA KONFLIK Hatib Abdul Kadir
Lakon : Jurnal Kajian Sastra dan Budaya Vol. 1 No. 1 (2012): Jurnal Lakon
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.479 KB) | DOI: 10.20473/lakon.v1i1.1918

Abstract

Tulisan ini membahas tentang definisi siwa lima dan proses kemunculannya kembali karenadianggap mempunyai nilai pasifikasi serta rasa persatuan dalam menjaga perdamaian diAmbon pascakonflik. Redefinisi siwa lima sangatlah mendesak, mengingat pendukungkebudayaan di Pulau Ambon sangatlah beragam, terdiri beragam sub etnis dan penggunabahasa lokal yang diketahui masih aktif sebanyak 117 dari jumlah bahasa lokal yang pernahada kurang lebih 130-an. Disamping itu, munculnya modernitas semakin memperkuatmunculnya polarisasi antara agama Islam dan Kristen yang dipeluk oleh mayoritas masingmasingsub etnis. Menghidupkan kembali siwa lima adalah sebuah proses pencarianidentitas diri, mencari tahu siapa diri orang Ambon sesungguhnya, sehinggga dapatdijadikan sebagai modal sosial untuk menjali persatuan dan kebersamaan.
EKONOMI POLITIK FILM DOKUMENTER INDONESIA DEPENDENSI INDUSTRI FILM DOKUMENTER INDONESIA KEPADA LEMBAGA DONOR ASING Kukuh Yudha Karnanta
Lakon : Jurnal Kajian Sastra dan Budaya Vol. 1 No. 1 (2012): Jurnal Lakon
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.406 KB) | DOI: 10.20473/lakon.v1i1.1908

Abstract

AbstrakEsai berjudul Ekonomi Politik Film Dokumenter Indonesia: Dependensi Industri Film Dokumenter Indonesia kepada Lembaga Donor Asing 2 membahas struktur produksi film dokumenter di Indonesia di tengah wacana globalisasi dan kapitalisme global. Struktur produksi tersebut merepresentasikan praktik neokolonialisme berkedok globalisasi, khususnya dalam konteks media. Implikasinya, alih-alih mencoba mandiri atau independen, ketergantungan para sineas dan rumah produksi pada lembaga donor sebagai pemberi danamenjadi kemutlakan bagi berlangsungnya aktivitas produksi film dokumenter. Program program produksi film dokumenter seperti KickStart (In-Docs), Eagle Awards (Metro TV), Project Change (Kalyana Shira) yang rutin diselenggarakan setiap tahun merupakan contoh kongkret praktik tersebut. Penulis menggunakan kerangka berpikir cultural imperialism sebagai wujud neokolonialisme untuk mengidentifikasi proses kolonisasi beserta konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya.
A.R. BASWEDAN: DARI AMPEL KE INDONESIA Purnawan Basundoro
Lakon : Jurnal Kajian Sastra dan Budaya Vol. 1 No. 1 (2012): Jurnal Lakon
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (147.401 KB) | DOI: 10.20473/lakon.v1i1.1914

Abstract

Hubungan antar masyarakat di kota-kota kolonial dimana penduduknya amat heterogenmemang cenderung buruk dan rasialis. Hal ini tidak hanya berkaitan hubungan antaraorang-orang Eropa dengan penduduk lokal, tetapi menjadi fenomena yang menyeluruh,termasuk terhadap golongan masyarakat Arab. Namun walaupaun A.R. Baswedan lahirditengah-tengah masyarakat yang diisolasi oleh pemerintah kolonial, namun pergaulan yangia rintis jauh melampaui batas-batas etnisnya. Pertemanannya yang lintas etnis membawayang bersangkutan menjadi seorang jurnalis. A. R. Baswedan mendorong kesadaran agarmasyarakat Arab melebur ke dalam bangsa Indonesia terus bergema di kalangan Arab yangsudah sadar bahwa mereka merupakan bagian dari bangsa ini, mulai dari panggung yangkecil di kampung Ampel, panggung yang sedang di kota Surabaya dan Semarang, serta dipanggung yang besar di seantero Indonesia.
KONTRADIKSI REPRESENTASI RUANG KOTA DALAM NOVEL SHANGHAI BABY PENDEKATAN KAJIAN BUDAYAKONTRADIKSI REPRESENTASI RUANG KOTA DALAM NOVEL SHANGHAI BABY PENDEKATAN KAJIAN BUDAYA Masuri Mashuri
Lakon : Jurnal Kajian Sastra dan Budaya Vol. 1 No. 1 (2012): Jurnal Lakon
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (161.222 KB) | DOI: 10.20473/lakon.v1i1.1921

Abstract

Di balik masalah gender dan seks, novel Shanghai Baby sangat menarik dan layak dijadikanstudi untuk melihat fenomena sastra modern Cina mutakhir, terutama sehubungan denganrelasi tokoh dan ruang kota. Novel tersebut bertutur dengan liris kisah seorang gadis kotaShanghai, yang mengeksplorasi hasrat dan gairah hidupnya secara kontradiktif, antaramemperihatinkan dan menggairahkan di Shanghai, yang sedang berbenah menjadimetropolis modern, dan kuyup dengan geliat ‘westernisasi’ gelombang kedua di kota itu.Ada tiga hal pokok yang terdapat dalam Shanghai Baby terkait dengan ruang-ruang kota diShanghai. Pertama, tentang kontradiksi dalam perkembangan kota. Kedua, ruangrepresentasi. Ketiga, atmosfer Shanghai yang dinamis dan sering berubah. Shanghai Babymemang memiliki potensi untuk membongkar kemapanan perspektif sosiokultur, terutamayang berlaku di Shanghai, Cina dan wilayah Timur lainnya. Dengan adanya keliarankeliaran,eksperimentasi dan kebaruan itulah sebuah karya sastra bisa diakui dan dirasakankehadirannya dan menutut pada kita untuk menganggapnya ‘ada’ dan berbicara.
LAWIKAN KERA NGALAM DI TENGAH ARUS GLOBALISASI Iin Rachmawaty
Lakon : Jurnal Kajian Sastra dan Budaya Vol. 1 No. 1 (2012): Jurnal Lakon
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.062 KB) | DOI: 10.20473/lakon.v1i1.1922

Abstract

Kebudayaan yang kita kenal sangat khas Malang dan masih terus bertahan meski banyakdihantam berbagai macam kebudayaan luar adalah bahasa prokem atau yang lebih dikenaldengan sebutan bahasa walikan, dan Arek Malang menyebutnya dengan istilah “LawikanKera Ngalam”. Orang asli Malang sering sekali berkomunikasi menggunakan bahasawalikan ini dan tampaknya karena saking terbiasanya, mereka langsung bicara tanpa berpikirterlebih dahulu. Bila kita bukan orang asli Malang, maka tentunya kita akan merasakesulitan memahami apa yang orang bicarakan. Bahasa prokem ini sendiri telah menjadisuatu kebanggaan Arek Malang sehingga di manapun mereka berada, mereka akan selaluberusaha untuk tidak menghilangkan ciri khas daerah asal mereka dengan melakukanpercakapan menggunakan bahasa prokem. Selain itu, penggunaan bahasa prokem bagi arekMalang adalah suatu penanda identitas dan sebagai suatu media yang mengakrabkan satudan lainnya.

Page 1 of 1 | Total Record : 8