cover
Contact Name
Eka Damayanti
Contact Email
sipakalebbi@uin-alauddin.ac.id
Phone
+6285255104606
Journal Mail Official
eka.damayanti@uin-alauddin.ac.id
Editorial Address
Jalan HM Yasin Linpo No 36 Romang Polong Somba Opu Gowa Sulawesi Selatan
Location
Kab. gowa,
Sulawesi selatan
INDONESIA
JURNAL SIPAKALEBBI
ISSN : 23554337     EISSN : 27162559     DOI : 10.24252/sipakalebbi
JURNAL SIPAKALEBBI is a scholarly journal published and funded by Pusat Studi Gender dan Anak (Center for Gender and Child Studies) LP2M Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. The journal publishes 2 issues each year regarding current issues in gender or child regionally or globally.
Articles 9 Documents
Search results for , issue " Vol 1, No 1 (2013)" : 9 Documents clear
KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM DIRAYAH HADIS Asiqah, Asiqah
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  It is quite difficult for the author to find out and search an ideal pattern of hadis in the first and second centuries as teachers . transmitters) have various methods in transmitting hadis to their students . learners). However, the author tries to identify a significant contribution for transmitters, particularly women in dirayah hadis. To understand of such contribution in receiving and transmitting the hadis . tahammul wa ada‟ al-hadis) from the first to the third century, there are two stages namely tahammul wa ada‟ al-hadis in the Prophet period and after the prophet period. Sungguh sangat menyulitkan bagi penulis untuk menelusuri dan menemukan format ideal dari sistem pengajaran dan pembelajaran hadis pada abad I hingga abad III Hijriah karena masing-masing guru atau syekh memiliki tariqah/metode tertentu dalam menyampaikan riwayatnya kepada murid-muridnya. Meski demikian, penulis tetap berusaha semaksimal mungkin untuk menelusuri sistem tersebut dengan harapan untuk menemukan dan mengungkap sejauh mana peran yang dimainkan para periwayat tersebut dari segi dirayah hadits khususnya peran dari kalangan perempuan. Untuk melihat sejauh mana peran perempuan dari segi tahammul dan ada‟ hadits pada abad pertama hingga abad ketiga hijriyah, maka peran itu dapat dibagi dalam dua masa yaitu: pertama, tahammul dan ada‟ hadis pada masa kenabian, kedua, tahammul dan ada‟ hadis pasca kenabian
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER PERSPEKTIF AL-QUR’AN Noor, Noer Huda
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  Women in the prophet era were difficult to be leaders in public spheres as they were left behind, dependent on men, sexual objects. However, there is hadis that states women can be leaders in the household, so Islam acknowledges women‟s leadership roles at least for their family. If women‟s capacities in terms of their skills, knowlegde, and leaderships exist, women can become public leaders, more than family leaders. It is, therefore, women are encouraged to study and improve their skills which can lead people around them (particularly men) and provide logical and systematic arguments. If they can achieve these, they have two powerful “guns”, 1. Emotional capacities that leads to hearth, 2. Logical and analytical reasons. These contribute to healthy and stable on women‟s leaderships. Perempuan pada masa Nabi saw. sangat sulit diharapkan untuk tampil sebagai public figur pemimpin, karena pada umumnya mereka masih tertinggal, dipingit, bahkan dijadikan penghibur dan pemuas nafsu. Namun dengan hadis Nabi saw. yang menyatakan bahwa “…..Perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan anak-anaknya…… maka Islam mengakui adanya potensi kepemimpinan yang dimiliki oleh perempuan paling tidak dimulai dari rumah tangga. Pada saat seorang perempuan sudah lebih maju pengetahuannya dan kemampuan leadershipnya serta cukup berwawasan, maka ia dapat saja tampil sebagai pemimpin publik, lebih dari skala rumah tangga. Dari sini perempuan dituntut untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri, sehingga dapat mempengaruhi manusia sekitarnya (terutama kaum lelaki) dengan argumentasi-argumentasi yang logis dan ilmiah. Kalau hal tersebut dapat diraihnya, maka ketika itu perempuan memiliki dua “senjata” yang sangat ampuh, yaitu :1) perasaan halus yang dapat menyentuh qalbu dan 2) argumentasi kuat yang menyentuh nalar. Memiliki kedua hal tersebut secara mantap, maka seorang perempuan dapat mewujudkan kepemimpinan yang sehat dan langgeng
PERAN SOSIAL POLITIK PEREMPUAN DALAM PANDANGAN ISLAM Damis, Rahmi
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  According to chapter 65 (1) of Indonesian regulation, the proportion of women’s representatives for political parties must be about 30% from the total candidates of2004-2009 general election. However, community is still reluctant to appoint women if there is man. This article describes social roles for women particularly their strategic participation in politic based on Islam. Keterwakilan perempuan sesuai pasal 65 ayat 1 dalam Undang-Undang tersebut mewajibkan setiap partai politik untuk mengajukan calon sebesar 30 % dari jumlah calon yang akan dipilih dari kaum perempuan pada pemilihan umum tahun 2004 dan 2009. Akan tetapi, dalam masyarakat masih terdapat golongan yang tidak menghendaki perempuan tampil di depan umum di mana terdapat laki. Karena itu, tulisan ini akan membahas peran social perempuan menurut Islam dalam arti ketelibatan perempuan dalam meraih jabatan strategi di bidang politik
PERNIKAHAN ISLAM BERKESETARAAN GENDER Mustari, Abdillah
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  Kedudukan perempuan dan laki-laki dalam perjalanan sejarah mungkin dianggap selesai setelah berlangsung periode demi periode dengan berbagai corak pemikiran yang lebih menempatkan kaum perempuan di bawah superioritas laki-laki, namun pada perkembangannya pikiran yang dianggap selesai tersebut ditemukan sisi yang seharusnya bukanlah merupakan landasan pemikiran, tetapi lebih pada penafsiran yang diakibatkan oleh kultur yang berkembang dalam masyarakat mujtahid terutama imam mazhab yang masyhur. Hingga saat ini otoritas hukum Islam di sejumlah negara muslim tampak belum tergoyahkan oleh gagasan berhaluan analisis gender. Resistensi ini tidak lain disebabkan oleh perbedaan asumsi yang mendasari keduanya. Tidak seperti analisis gender, hukum Islam justru lebih menekankan pada "pembedaan gender" dalam menetapkan posisi ideal laki-laki dan perempuan. Pembedaan ini bahkan boleh dikatakan telah menjadi karakter sosial hukum Islam, yang mejadikan peran dan status gender laki-laki menempati posisi relatif lebih "tinggi" dibandingkan dengan peran dan status yang ditempati perempuan.
GENDER DALAM PERSFEKTIF ISLAM Kasmawati, Kasmawati
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  Islam is lifelyhood system that leads people to understand the reality of life. Islam is also a global structure revealed from Allah as rahmatan li al-‘Alamin. Concequencely, Allah created human beings (men and women) as His representation (Khalifah) in this world which have responsibilies to save and stabilze nature as well as to save human civilization. Therefore, both women and men have equal and comprehensive roles as human beings. Gender theory and concept seem easy and is difficult to apply as they need procedures and support from community, if gender is a principa choice for balancing individual roles in the global community. Islam adalah sistem kehidupan yang mengantarkan manusia untuk memahami realitas kehidupan. Islam juga merupakan tatanan global yang diturunkan Allah sebagai Rahmatan Lil-’alamin. Sehingga dalam sebuah konsekuensi logis – bila penciptaan Allah atas makhluk-Nya – laki-laki dan perempuan – memiliki missi sebagai khalifatullah fil ardh, yang memiliki kewajiban untuk menyelamatkan dan memakmurkan alam, sampai pada suatu kesadaran akan tujuan menyelamatkan peradaban kemanusiaan. Dengan demikian, gender (wanita-Laki) dalam Islam memiliki peran yang konprehensif dan kesetaraan harkat sebagai hamba Allah serta mengemban amanah yang sama dengan laki-laki. Teori dan konsep Gender memang mudah nampaknya, namun aplikasinya bukan perkara gampang, butuh proses dan dukungan penuh serta partisipasi langsung dari masyarakat dunia, jika Gender memang menjadi pilihan utama untuk menyeimbangkan peran-peran individu dalam masyarakat global
KESETARAAN GENDER PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM ISLAM Musyahid, Achmad
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  Gender Issue becomes the warm topic conversed latterly, especially concerning social function and role between men and women. As an universal religion, Islam confess and push the equality of the social function and role. Equivalence gender between men and woman in Islam contain the values ilahiyah to mankind importance. The essential Values of thats recognized by in highest hikmah toward teh existence of equivalence gender. Persoalan gender selalu hangat dibicarakan, khususnya menyangkut persoalan fungsi dan peran sosial antara wanita dan pria. Sebagai agama universal, Islam menjembatani persamaan fungsi dan peran sosial tersebut. Keseteraan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari nilai-nilai ilahiyah dan nilai-nilai esensial tersebut merupakan hikmah yang dalam terhadap adanya kesetaraan gender.
RELASI KEMITRAAN GENDERDALAM ISLAM S. Puyuh, Darsul
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  Both Al-Qur’an and Hadis place women as a functional component of integrity development, existence and harmonious community. Al-Qur’an gives equal position between women and men with respect to obligations, deeds and access to their rights. From hadis perspective, the Prophet describes women as important figures for the country development and as the central for wellbeing. Women as the partners for the current and hereafter and good women are the beautiful accessories for both women and men. Baik Alquran maupun Hadis selalu menempatkan perempuan sebagai komponen fungsional bagi kebangkitan integritas, eksistensi dan harmonitas masyarakat. Alquran menempatkan martabat perempuan sejajar dengan laki-laki, baik dalam soal tanggungjawab, prestasi ibadah, ataupun dalam memperoleh dan menikmati hak-hak mereka yang berkaitan dengan kehidupan. Dalam beberapa hadis, Nabi menggambarkan perempuan sebagai figur penentu kelangsungan suatu bangsa. Perempuan dalam hal ini ibu, merupakan tokoh utama dalam perlakuan berbuat baik. Atau gambaran perempuan sebagai mitra sejajar dalam meraih prestise dunia dan prestasi akhirat. Begitu pula, perempuan shalihah sebagai perhiasan dunia yang terindah, bagi kehidupan dunia laki-laki dan perempuan itu sendiri, dan lain sebagainya.
HAK NAFKAH ISTERI DALAM HADIS DAN KHI Hudaya, Harul
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  As the second source of Islamic law after the Qur’an, hadis explans varous laws includng sisiues related to the wife’s rghts wth respect do financal supports, whle the Compilaton of IIslamc law is used n Religious courts for addresisiing cases withn Religious Courts. The Compilaton of Islamic Law s based on Muslim scholars’ thought ,partcularly Syaf’’s school of thought. They always refer to the Qur’an and hadis. Thus, s there any differences between Islamic law and the Complation of Islamic law, especally related to hadis on financal support ? For the time being, such difference s only for the absence of financal support due to nusyuz. Ths s according to Muslim scholars’ arguments because there s clear arguments from hadis about that. Hadis, sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Alquran, memuat berbagai ketentuan hukum termasuk dalam masalah hak nafkah isteri. Sementara itu, dalam konteks hukum di Indonesia, KHI menjadi dasar hukum dalam menyelesaikan perkara di lingkungan Peradilan Agama. KHI disusun dengan mempertimbangkan pemikiran para ulama terutama bermazhab al-Syafi’i. Sedang ulama mazhab sendiri dalam menetapkan hukum tidak terlepas dari Alquran dan hadis. Lantas, adakah perbedaan antara produk hukum dalam KHI dengan sumber hukum Islam terutama hadis dalam masalah nafkah? Sejauh ini, perbedaan tersebut terletak pada gugurnya hak nafkah isteri apabila ia berlaku nusyuz. Pandangan tersebut lebih didasarkan pada pendapat ulama mazhab karena tidak ditemukan dasarnya secara tegas dan jelas dalam sejumlah kitab hadis.
POLIGAMI DALAM HUKUM KELUARGA DI DUNIA ISLAM Andaryuni, Lilik
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  Gender relation in family law, according to Elizabeth H. White, divides into two namely unrestricted and restricted. Family law policy on polygamy among Muslim worlds differs even they have similar schools of thought. Tahir Mahmood categorizes polygamous regulations for six: (1). Allowing polygamy totally (2) polygamy can be a reason for divorce (3) Polygamy must get permission from court (4) Restriction from social control (5) forbidden polygamy totally (6) Breaking polygamous regulation should be punished. Polygamy is restricted in Turkey and Tunis, while in Syria, Somalia, Egypt and Indonesia is allowed with some requirements which are quite restricted. Relasi gender dalam hukum keluarga menurut Elizabeth H. White ada dua, yaitu relasi yang tidak membatasi hak-hak perempuan (unrestricted) dan relasi yang membatasinya (restricted). Aturan poligami dalam hukum keluarga di dunia Islam satu sama lain tidaklah sama, meskipun menganut mazhab yang sama. Tahir Mahmood memilah aturan poligami dalam hukum keluarga menjadi enam kelompok; (1) boleh poligami secara mutlak, (2) poligami dapat menjadi alasan cerai, (3) poligami harus ada izin dari Pengadilan, (4) pembatasan lewat kontrol sosial, (5) poligami dilarang secara mutlak, dan (6) dikenakan hukuman bagi yang melanggar aturan tentang poligami. Di Turki dan Tunisia, poligami dilarang keras, sementara Syria, Somalia, Mesir, dan Indonesia membolehkan poligami dengan persyaratan yang berupaya untuk memperkecil terjadinya poligami.

Page 1 of 1 | Total Record : 9